Anda di halaman 1dari 19

Tugas Makalah

SUMBER-SUMBER ZAKAT
Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Manajemen Zakat, Infaq, Shadaqah , dan wakaf”
Dosen Pengampu:
H. Ali Akbar, M. Ag.

Di Susun Oleh :
Kelompok 9
Usnaini Syahara : 0104183184
Daffa Naufal Daulay : 0104183201
Syahrawali Harahap : 0104183190

MANAJEMEN DAKWAH E
SEMESTER VII
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
2021
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Puji dan syukur, kami ucapkan kehadirat Allah SWT. karena atas rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sumber-Sumber
Zakat“.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Rasulullah SAW.
beserta keluarganya, para sahabatnya, serta kita semua para penganut ajarannya hingga
akhir zaman.
Makalah kami ini dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah “Manajemen Zakat,
Infaq, dan Shadaqah” yang di bimbing oleh Bapak H. Ali Akbar, M.Ag.
Kami menyadari penulisan makalah kami ini masih banyak kekurangan, Jadi kami
harapkan kepada para pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang membangun,
agar kami dapat memperbaiki makalah ini menjadi lebih baik lagi kedepannya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk menambah
pengetahuan dan memperluas wawasan teman-teman, agar apa yang kami lakukan ini
bermanfaat bagi kita semua.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Medan, 16 November 2021

Pemakalah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i

BAB I ............................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN ........................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 2

1.3 Tujuan...................................................................................................................... 2

BAB II .............................................................................................................................. 3

PEMBAHASAN .............................................................................................................. 3

2.1 Zakat Fitrah ........................................................................................................... 3

A. Pengertian Zakat Fitrah ......................................................................................... 3

B. Syarat wajib zakat fitrah ........................................................................................ 4

C. Orang Yang Berhak Menerima Zakat ................................................................... 4

D. Orang yang tidak berhak menerima zakat fitrah ................................................... 6

E. Benda-Benda yang Dikeluarkan Untuk Zakat Fitrah ............................................ 7

2.2 Pajak dan Zakat .................................................................................................... 8

A. Kewajiban membayar zakat dan pajak................................................................ 10

B. Pendapat ulama tentang kewajiban zakat dan pajak ........................................... 11

C. Hakikat pajak dan zakat ...................................................................................... 12

BAB III .......................................................................................................................... 13

PENUTUP ..................................................................................................................... 14

KESIMPULAN ........................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 14

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Zakat merupakan salah satu ibadah yang diwajibkan oleh Allah SWT kepada
setiap kaum Muslimin. Perintah zakat didalam Al-Quran senantiasa disandingkan
dengan perintah shalat. Pentingnya menunaikan zakat karena perintah ini mengandung
misi sosial yang memiliki tujuan jelas bagi kemaslahatan umat. Tujuan yang dimaksud
antara lain untuk memecahkan problem kemiskinan, meratakan pendapatan,
meningkatkan kesejahteraan umat dan negara. Inilah yang menunjukkan betapa
pentingnya menunaikan zakat sebagai salah satu rukun Islam.
Zakat menurut syaraʽ adalah sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat-
syarat tertentu yang diwajibkan oleh Allah SWT kepada setiap orang muslim untuk
dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan
tertentu pula. Maksud dari sejumlah harta tertentu ialah harta-harta yang wajib
dikeluarkan zakatnya yang telah ditetapkan oleh Al-Quran dan Hadis yakni harta hasil
pertanian, perdagangan, peternakan, emas, perak dan rikāz. Serta hanya jenis harta
tersebutlah yang sudah ada dan menjadi sumber zakat sejak zaman Nabi Muhammad
SAW. Namun seiring berkembangnya perekonomian, sumber zakat pun mengalami
perkembangan seperti, zakat dari kekayaan yang diperoleh dari upah/ gaji, pendapatan,
honorium, atau penghasilan yang dihasilkan dari kerja tertentu yang telah mencapai
niṣāb atau disebut dengan zakat profesi.
Menurut prof. Didin Hafidhuddin zakat profesi adalah zakat yang dikenakan
pada tiap pekerjaan atau keahlian profesional tertentu, baik yang dilakukan sendiri
maupun bersama orang atau lembaga lain, yang mendatangkan penghasilan (uang) yang
memenuhi niṣāb. Adapun bentuk penghasilan yang paling sering menghasilkan upah
atau gaji besar pada zaman sekarang yaitu yang diperoleh dari profesi seperti
penghasilan seorang dokter, advokat, insinyur, seniman, motivator, pengacara (lawyer),
designer dan sebagainya. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Zakat Pasal 1 ayat (8) memutuskan bahwa dalam rangka mempermudah
pengelolaan dana zakat, Pemerintah membolehkan masyarakat untuk membuat

1
Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang memiliki tugas membantu dalam pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Sejalan dengan itu, terdapat tiga organisasi
yang diakui pemerintah dan bertugas melakukan pengelolaan zakat yang tentunya
sangat memberikan kontribusi bagi kelancaran pelaksanaan zakat, yaitu Badan Amil
Zakat Nasional (BAZNAS), Lembaga Amil Zakat (LAZ), dan Unit Pengelola Zakat
(UPZ).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Pengertian Zakat Fitrah?
2. Apa Pengertian Pajak dan Zakat?

1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui Zakat Fitrah
2. Untuk Mengetahui Pajak dan Zakat

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Zakat Fitrah
A. Pengertian Zakat Fitrah

Zakat fitrah adalah zakat jiwa ( setiap jiwa umat islam ) yang di tunaikan
berkenaan dengan selesainya mengerjakan siyam (puasa) ramadhan yang di fardhukan
zakat fitrah ini diwajibkan atas setiap individu muslim yang ada (hidup) sampai di
malam hari lebaran dan menjelang sholat idul fitri, termasuk bayi lahir sebelum waktu
itu.
Zakat fitrah di syari’atkan pada bulan sya’ban tahun ke-02 hijriyah.
Kehadirannya merupakan nilai tambah (hussusiyyah) bagi umat Muhammad SAW .
Menurut imam Waki’zakat fitrah memiliki kesamaan fungsi dengan sujud sahwi,yakni
sama-sama sebagai penyempurna ibadah. Sujud sahwi sebagai pengganti kekurangan
yang terjadi dalam shalat,sedangkan zakat fitrah sebagai penyempurna kekurangan yang
trjadi dalam berpuasa.
Pengertian zakat fitrah menurut ulama ahli fikih adalah zakat yang diwajibkan
bagi setiap muslim, baik laki-laki, maupun perempuan, besar maupun kecil, merdeka
maupun budak yang memiliki kelebihan makan bagi diri dan keluarganya pada tanggal
1 Syawal. Zakat fitrah adalah zakat wajib yang tanpa memandang status sosial, gender
(jenis kelamin) maupun umur.
Dinamakan zakat fitrah karena zakat ini wajib ditunaikan ketika telah bebuka
atau selesai dati bulan Ramadhan (fathr). Zakat fitrah juga dinamakan “zakat badan”,
karena ia ditujukan untuk membersihkan dan mensucikan diri. Hukum mengeluarkan
zakat fitrah adalah wajib atas tiap-tiap muslim, bahkan bagi bayi yang baru lahir dan
orang sakit yang mendekati ajal sekalipun. Orang yang wajib mengeluarkan zakat fitrah
tidak disyaratkan agar memiliki harta setara dengan nishab perak, yaitu 200 dirham.1

1
Arfawie Nukhtoh, 2005. Zakat dan Infaq Profesi, Yogyakarta : Pustaka, hal 21-22

3
B. Syarat Wajib Zakat Fitrah

1. Islam
Masih hidup ketika matahari terbenam pada hari terakhir bulan
Ramadhan atau menjelang malam idul fitri.seorang muslim yang
meninggal sebelum matahari terbenam ada hari terakhir bulan Ramadhan
tidak wajib membayar zakat fitrah. Akan tetapi jika meninggal ketika
matahari tenggelam pada hari terakhir bulan Ramadhan maka dia tetap
berkewajiban membayar zakat fitrah. Lain dari pada itu, bayi yang lahir
sesudah matahari terbenam pada terakhir bulan Ramadhan, maka ia tidak
wajib membayar zakat fitrah, akan tetapi jika bayi itu lahir sebelum
matahari tenggelam pada hari terakhir bulan Ramadhan, maka ia wajib
dizakat fitrah. Demikian juga dengan laki-laki yang menikah sesudah
terbenamnya matahari pada hari terakhir bulan Ramadahn juga tidak
berkewajiban membayarkan zakat fitrah untuk istrinya.
Mempunyai kelebihan makanan pokok untuk diri dan keluarganya yang
menjadi tanggungannya pada malam idul fitri dan siang harinya.
Orang –orang yang telah memenuhi syarat sebagaimana diatas wajib membayar
zakat fitrah atas diri dan keluarga yang menjadi tanggungannya, meliputi anak-anaknya,
istrinya, orang tuanya, dan semua anggota keluarga yang menjadi tanggungannya

C. Orang Yang Berhak Menerima Zakat

Orang-orang yang berhak menerima zakat ditentukan dalam Al-quran surat AL-
Taubah (9) ayat 60:
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang kafir, orang miskin,
pengurus-pengurus zakat atau amil, para mualaf yang ditunjuk hatinya, untuk
memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang yang
sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah.”
Perintah membayar zakat diwajibkan kepada setiap umat Islam yang mampu
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari secara layak. Bagi muslim yang tidak

4
mampu mencukupi biaya hidup, mereka tidak wajib membayar zakat, sebaliknya,
mereka malah harus diberikan zakat. 2
8 golongan orang Islam yang berhak menerima zakat:
1. Fakir (orang yang tidak memiliki harta)
Kata fakir berarti orang-orang sangat miskin dan hidup menderita yang tak
memiliki apa-apa untuk hidup.
2. Miskin (orang yang penghasilannya tidak mencukupi)
Golongan miskin sama halnya dengan golongan fakir dalam hal sama-sama
memperoleh manfaat dari dana zakat. Kata miskin mencangkup semua orang
yang lemah dan tidak berdaya, oleh karena itu dalam keadaan sakit, usia lanjut,
sementara tidak memperoleh penghasilan yang cukup ukntuk menjamin dirinya
sendiri dan keluarganya.
3. Riqab (hamba sahaya atau budak)
Menurut Sayyid Quthb, pemberian dana zakat terhadap kelompok ini sudah
tertutup, dikarenakan tidak adanya perbudakan. Maka dana xakat ini bisa
disaurkan pada para pengrajin yang tidak memiliki modal untuk
mengembangkan usahanya.
4. Gharim (orang yang memiliki banyak hutang)
Mereka ini adalah orang-orang yang harta bendanya tergadai dalam hutang,
dengan syarat bahwa mereka berhutang bukan untuk keperluan maksiat. Jadi
mereka berhutang, bukan untuk bermewah-mewahan ataupun sebab menuju
kemewahan. Golongan ini diberikan dan zakat dengan bagian yang adil sehingga
bisa terlepas dari hutang dan menjadikan kehidupan mereka lebih terhormat.
5. Mualaf (orang yang baru masuk Islam)
Penerima zakat yang baru masuk islam atau kelompok yang memiliki komitmen
tinggi dalam memperjuangkan dan menegakkan islam. Tujuan pemberian zakat
terhadap orang-orang yang baru masuk islam guna menguatkan iman mereka.
6. Fisabilillah (pejuang di jalan Allah)

2
Asrifin An nakhrawie, 2011, Sucikan hati & bertambah kaya bersama zakat, Kediri : Lembaga ta’lif
wannasyir, hal 153-155

5
Jumhur ahli fikih berpendapat, maksud sabilillah adalah para pahlawan suka rela
dalam perjuangannya. Namun jika melihat makna fisabiiah mempunyai cakupan
yang cukup luas dan bentuknya, hal ini tergantung sosio kondisi dan kebutuhan
waktu. Memang kata tersebut dapat mencakup berbagai macam perbuatan yang
memiliki nilai makna jihad.
7. Ibnu Sabil (musyafir dan para pelajar perantauan)
Ibnu sabil ini adalah orang-orang yang bepergian dan kehabisan bekal, serta
terpisah dari harta bendanya, seperti kaum pengungsi yang mengungsi karena
peperangan, kerusuhan dan terpaksa meninggalkan harta bendanya, dan tidak
bisa mengambilnya.
8. Amil zakat (panitia penerima dan pengelola dana zakat)
Mereka inilah orang-orang yang bertugas mengumpulkan zakat yang telah
ditugaskan oleh pemerintah atau pemimpin dalam masyarakat. Kata amilum
yang diartikan pengumpul bisa mencangkup semua pegawai yang turut
mengelola akan sumber dana zakat, pengumpu, pekerja, pembagi, distributor,
penjaga akuntan dan sebagainya yang bersangkutan dalam mengelola
managemen dan administrasi dana zakat.

D. Orang yang tidak berhak menerima zakat fitrah

Orang orang yang tidak berhak menerima zakat ada lima golongan ,
sebagaimana penjelasan berikut ini.
1. Orang kaya dengan harta atau kaya dengan usaha dan penghasilan. Sebagian
ulama berpendapat bahwa yang di maksud dengan kaya itu adalah orang yang
mempunyai harta (usaha) mencukupi untuk penghidupanya sendiri serta orang
yang dalam tanggunganya sehari- hari , baik iya mempunyai satu nisab , kurang,
ataupun lebih
2. Hamba sahaya , karena mereka mendapat nafkah dari tuan mereka
3. Keturunan rosululloh SAW
4. Orang dalam tanggungan yang berzakat, artinya orang yang berzakat tidak boleh
memberikan zakatnya kepada orang yang dalam tanggunganya dengan nama
fakir atau miskin, sedangkan mereka mendapat nafkah yang mencukupi.

6
5. Orang yang tidak beragama islam , karena pesan rosululloh SAW kepada mu’az
sewaktu dia di utus ke negeri yaman. Beliau berkata kepada mu’az ,
“beritahukanlah kepada mereka (umat islam) di wajibkan atas mereka zakat,
zakat itu di ambil dari orang kaya, dan di berikan kepada orang fakir di antara
mereka(umat islam).3

E. Benda-Benda yang Dikeluarkan Untuk Zakat Fitrah

Benda-benda atau barang yang bisa dipergunakan untuk membayar zakat fitrah
adalah:
1. Bahan makanan pokok yang biasa dimakan masyarakat setempat, bisa
berupa beras, jagung, sagu dan sebagainya. Benda-benda tersebut adalah
benda-benda yang paling berkwalitas. Jangan sampai membayar zakat fitrah
dengan beras, misalnya yang sudah berkutu.
2. Uang sebagai pengganti hargaa bahan makanan pokok. Besarnya nilai uang
yang dikeluarkan adalah seharga barang yang dikeluarkan zakat waktu itu
secara umum4

- Jumlah Besarnya Zakat Fitrah


Besarnya jumlah zakat yang harus dikeluarkan adalah satu sha’. Satu sha’ adalah
seukuran empat genggam dua telapak tangan. Ukuran satu sha’ sama dengan empat
mud. Imam Syafi’i dan Fuqaha Hijaz dan As Shahibaini mengatakan bahwa ukuran satu
mud adalah 573,75 gr.
Dengan demikian jumlah yang wajib dibyarkan zakat fitrah berupa makanan
pokok oleh setiap individu adalah sekitar 2500 gr. Untuk memudahkan penghitungan,
selanjutnya para ulama menjelaskan bahwa 1 sha’ apabila dikonversikan ke beras
menjadi sekitar 2,5 kg beras. Bila pembayaran diganti dengan uang, maka besarnya
uang yang harus dibayarkan adalah sebesar harga beras 2,5 kg padawaktu tersebut.
Contoh Penghitungan:

3
Ridwan Mas’ud, 2005, Zakat dan Kemiskinan, Yogyakarta : UII Press, hal 54
4
Sulaiman Rasyid, 2013, Fiqh islam. Bandung : Sinar baru Al gesindo , hal 207

7
Pak H. Alfan seorang kepala keluarga dengan satu istri, tiga orang anak dan satu
famili yang sehari-harinya hidup bersama. Menjelang hari raya Pak H. Alfan berniat
membayar zakat fitrah untuk dirinya, keluarganya, dan familinya. Saat membayar zakat,
harga beras waktu itu Rp. 5000/kg. Karena Pak H. Alfan membayar untuk dirinya, anak
istri dan familinya maka jumlah zakat yang harus dibayar Pak H. Alfan adalah 15 kg
beras. Namun jika Pak H. Alfan ingin membayar zakat fitrahnya dengan uang maka
jumlah uang yang harus dibayar adalah 15 kg x Rp. 5000 = Rp. 75.000

2.2 Pajak dan Zakat


A. Pengertian pajak dan zakat

Kata zakat berasal dari bahasa Arab “az-Zakaah”, kata tersebut adalah bentuk
Masdar dari Fi’il Madhi “Zakaa”, yang artinya bertambah, tumbuh dan berkembang
(Munawwir, 1997: 577). Kat“Zakaa” juga bisa bermakna suci seperti yang disebutkan
dalam surat as-Syams ayat 9 yang artinya: “Sungguh beruntung orang yang mensucikan
hati.” (QS. As-Syams: 9)Dalam istilah fiqh, zakat adalah sebuah ungkapan untuk
seukuran yang telah ditentukan dari sebagian harta yang wajib dikeluarkan dan
diberikan kepada golongan-golongan tertentu, ketika telah memenuhi syarat-syarat yang
telah ditentukan. Harta ini disebut zakat karena sisa harta yang telah dikeluarkan dapat
berkembang lantaran barakah doa orang-orang yang menerimanya. Juga karena harta
yang dikeluarkan adalah kotoran yang akan membersihkan harta seluruhnya dari
syubhat dan mensucikannya dari hak-hak orang lain di dalamnya (Khalis, 2009).
Jadi, zakat adalah kewajiban atas harta yang bersifat mengikat dan bukan
anjuran. Kewajiban tersebut terkena kepada setiap Muslim (baligh atau belum, berakal
atau gila) ketika mereka memiliki sejumlah harta yang sudah memenuhi batas
nisabnya.Sedangkan pajak dalam istilah bahasa Arab dikenal dengan “Adh-Dhariibah”
yang berarti: “Pungutan yang ditarik dari rakyat oleh para penarik pajak.” Manakala
menurut ahli bahasa, pajak adalah: Suatu pembayaran yang dilakukan kepada
pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan dalam hal
menyelenggaraan jasa-jasa untuk kepentingan umum. Para ahli berbeda pendapat dalam
mendefinisikan pajak, Adriani mendefinisikan pajak dengan; iuran masyarakat kepada
negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut

8
peraturan-peraturan umum (Undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali
yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan
pemerintahan.Rochmat Soemitro berpendapat bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada
Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak
mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Lalu definisi tersebut dikoreksi
sehingga ia mendefinisikan pajak dengan; peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada
Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public
saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.Sedangkan
Sommerfeld Ray M, Anderson Herschel M, dan Brock Horace R. berpendapat bahwa
pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan
akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang
ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar
pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.Dari
pengertian zakat dan pajak yang telah diungkapkan di atas, maka dapat disimpulkan
perbedaan antara keduanya, yaitu;
1) Zakat merupakan manifestasi ketaatan ummat terhadap perintah Allah SWT dan
Rasulullah SAW sedangkan pajak merupakan ketaatan seorang warga Negara kepada
pemimpinnya (penguasa).
2) Zakat telah ditentukan kadarnya di dalam al-Quran dan Hadis, sedangkan pajak
dibentuk oleh hukum negara.
3) Zakat hanya dikeluarkan oleh kaum muslimin sedangkan pajak dikeluarkan oleh
setiap warga Negara tanpa memandang apa agama dan keyakinannya.4) Zakat berlaku
bagi setiap Muslim yang telah mencapai nishab tanpa memandang di negara mana ia
tinggal, sedangkan pajak hanya berlaku dalam batas garis teritorial suatu negara saja.5)
Zakat adalah suatu ibadah yang wajib di dahului oleh niat sedangkan pajak tidak
memakai niat.

9
B. Kewajiban membayar zakat dan pajak

Zakat merupakan rukun Islam ketiga yang diwajibkan pada tahun kedua Hijriyah
menurut pendapat mayoritas ulama. Ayatayat zakat, sedekah dan infaq yang diturunkan
di Makkah baru berupa anjuran dan penyampaiannya menggunakan metodologi pujian
bagi yang melaksanakan serta cacian atau teguran bagi yang meninggalkan.Landasan
kewajiban membayar zakat ada yang berasal dari al-Quran dan Hadis. di antara ayat al-
Quran yang menjelaskan tentang kewajiban zakat adalah ayat 43 surat al-Baqarah, ayat
103 surat at-Taubah, dan ayat 141 surat alAn’am. Sedangkan Hadis yang menjadi dalil
kewajiban zakat di antaranya adalah; sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar: “Islam dibangun atas lima rukun:
Syahadat tiada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad SAW utusan Allah, menegakkan
solat, membayar zakat, menunaikan haji dan puasa Ramadhan.” (HR. Bukhari
Muslim).Hadis lain adalah, riwayat dari ath-Thabrani dari Ali; “Sesungguhnya Allah
mewajibkan (zakat) atas orang-orang kaya dari umat Islam pada harta mereka dengan
batas sesuai kecukupan orang fakir diantara mereka. Orang-orang fakir tidak akan
kekurangan pada saat mereka lapar atau tidak berbaju kecuali karena ulah orangorang
kaya diantara mereka. Ingatlah bahwa Allah akan menghisab mereka dengan keras dan
mengazab mereka dengan pedih.” (HR. athThabrani)
Manakala di dalam hukum Islam, dasar kewajiban membayar pajak (dharibah) adalah
ayat 29 surat At-Taubah yang artinya: “Perangilah orang-orang yang tidak beriman
kepada Allah dan tidak pula kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan
apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama
yang benar (Agama Allah), yaitu orang-orang yang diberi alKitab kepada mereka,
sampai mereka membayar ‘Jizyah’ dengan patuh, sedang mereka dalam keadaan
tunduk.” (QS. At-Taubah: 29) Ayat tersebut di atas hanya membebankan jizyah (pajak
perlindungan) terhadap orang non-Muslim baik kaum laki-laki dan kaum perempuan
yang mampu yang mendapat perlindungan di Negara Muslim. Sedangkan orang yang
tidak mampu dibebaskan dari beban tersebut. Pembebanannya pun disesuaikan dengan
status sosial dan kondisi keuangan mereka.

10
C. Pendapat ulama tentang kewajiban zakat dan pajak

Kezaliman merupakan perbuatan yang tidak pernah diakui dalam ajaran Islam.
Pembebanan pajak tidak dapat dilakukan sembarangan dan sekehendak hati penguasa.
Pajak yang diakui dalam sejarah fiqh Islam dan sistem yang dibenarkan harus
memenuhi beberapa syarat (Qardhawi, 1999: 1/56), di antaranya adalah:
a. Harta itu benar-benar dibutuhkan dan tidak ada sumber lain. Maksudnya, pajak
boleh dipungut apabila negara memang benar-benar membutuhkan dana,
sedangkan sumber lain tidak diperoleh. Pendapat ini dikemukakan oleh Yusuf
Qardhawi dan didukung oleh beberapa ulama dan mereka mensyaratkan bahwa
pajak boleh dipungut jika benar-benar kas Negara kosong.
b. Pajak dipungut secara adil. Maksudnya, jika pajak itu benar-benar dibutuhkan
dan tidak ada sumber lain, maka pengutipan harus adil dan tidak memberatkan.
Jangan sampai menimbulkan keluhan masyrakat. Keadilan dalam pemungutan
pajak didasarkan pada pertimbangan ekonomi, sosial dan kebutuhan yang
diperlukan rakyat dan pembangunan.
c. Pajak hendaknya dipergunakan untuk membiayai kepentingan umat, bukan
untuk maksiat dan hawa nafsu.
d. Persetujuan para ahli yang berakhlak. Maksudnya pemerintah tidak boleh
bertindak sendiri untuk mewajibkan dan menentukan besaran pajak, kecuali
setelah bermusyawarah dan mendapat persetujuan dari para ahli.Manakala
tentang pembayaran zakat, para ulama telah bersepakat akan kewajiban zakat
dan bagi yang mengingkari kewajiban zakat, berarti mereka telah keluar dari
Islam. Meskipun zakat dan pajak sama-sama merupakan kewajiban dalam
bidang harta, tetapi keduanya mempunyai falsafah yang khusus, dan keduanya
berbeda sifat dan asasnya, berbeda sumbernya, sasaran, bagian serta kadarnya,
disamping.
berbeda pula mengenai prinsip, tujuan dan jaminannya.
Sesungguhnya ummat Islam dapat melihat bahwa zakat tetap menduduki
peringkat tertinggi dibandingkan dengan hasil pemikiran keuangan dan perpajakan
zaman modern, baik dari sisi prinsip maupun hukum-hukumnya.5

5 Gusfahmi. 2006, Pajak Menurut Syari’ah, Jakarta : Raja Grafindo Persada, hal 200

11
D. Hakikat pajak dan zakat

Dalam system pemerintahan, pajak adalah kewajiban yang ditetapkan terhadap


wajib pajak (WP) yang harus disetorkan kepada Negara sesuai dengan ketentuan, tanpa
mendapat prestasi kembali dari Negara dan hasilnya digunakan untuk membiayai
pengeluaran umum di satu pihak dan untuk merealisasikan sebagian tujuan ekonomi,
sosial, politik dan juga tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai Negara.Sedangkan zakat
adalah hak tertentu yang diwajibkan Allah SWT terhadap kaum Muslimin yang
diperuntukkan bagi mereka, yang dalam al-Quran disebut dengan golongan fakir miskin
dan para mustahik yang lain sebagai tanda syukur atas nikmat Allah SWT dan untuk
mendekatkan diri kepada-Nya serta untuk membersihkan diri dan harta yang dimiliki.
Dari hakikat kedua kewajiban tersebut, maka dapat dipetik beberapa persamaan dan
perbedaan antara zakat dan pajak (Khalis, 1999). Adapun persamaan zakat dan pajak
adalah sebagai berikut:
1) Bersifat wajib dan mengikat atas harta penduduk suatu negeri, apabila melalaikannya
terkena sanksi.
2) Zakat dan pajak harus disetorkan pada lembaga resmi agar tercapai efisiensi
penarikan keduanya dan alokasi penyalurannya.
3) Dalam pemerintahan Islam, zakat dan pajak dikelola oleh negara.
4) Tidak ada ketentuan memperoleh imbalan materi tertentu di dunia.
5) Dari sisi tujuan ada kesamaan antara keduanya yaitu untuk menyelesaikan problem
ekonomi dan mengentaskan kemiskinan yang terdapat di masyarakat. Namun dengan
semua kesamaan di atas, bukan berarti pajak bisa begitu saja disamakan dengan zakat.
Sebab antara keduanya ternyata ada perbedaan-perbedan mendasar dan esensial.
Sehingga menyamakan begitu saja antara keduanya adalah tindakan yang fatal. Pajak
bisa digunakan untuk membangun jalan raya, dan dalam banyak hal bisa lebih leluasa
dalam penggunaannya. Sedangkan zakat dalam penggunaannya akan terikat ke dalam
Ashnaf sebagaimana yang dijelaskan dalam Al Quran. Zakat dengan dalih apapun tidak
dapat disamakan dengan pajak.

12
Zakat tidak identik dengan pajak. Banyak hal yang membedakan antara
keduanya, di antaranya adalah:
1) Zakat merupakan manifestasi ketaatan ummat terhadap perintah Allah SWT dan
Rasulullah SAW, sedangkan pajak merupakan ketaatan seorang warga negara kepada
pemimpinnya.
2) Zakat telah ditentukan kadarnya di dalam al-Quran dan Hadis, sedangkan pajak
dibentuk oleh hukum negara.
3) Zakat hanya dikeluarkan oleh kaum Muslimin sedangkan pajak dikeluarkan oleh
setiap warga Negara tanpa memandang apa agama dan keyakinannya.
4) Zakat berlaku bagi setiap Muslim yang telah mencapai nishab tanpa memandang di
negara mana ia tinggal, sedangkan pajak hanya berlaku dalam batas garis teritorial suatu
negara saja.
5) Zakat adalah suatu ibadah yang wajib di dahului oleh niat sedangkan pajak tidak
memakai niat. Berdasarkan ketentuan di atas dapat disimpulkan bahwa, zakat adalah
ibadah dan pajak sekaligus. Karena sebagai pajak, zakat merupakan kewajiban berupa
harta yang pengurusannya dilakukan oleh negara. Negara dapat menariknya secara
paksa jika seseorang tidak mau membayarnya dengan sukarela, kemudian hasilnya
digunakan untuk membiayai proyek-proyek untuk kepentingan masyarakat. 6

BAB III
6
Murtadho ridwan, Zakat vs Pajak : Studi perbandingan di beberapa Negara musli, Vol 1. No 1. Juni
2014

13
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Zakat termasuk rukun islam yang ketiga. Hukum berzakat adalah wajib bagi
setiap muslim dan muslimat yang telah mencukupi syarat-syaratnya. Selain itu, zakat
mempunyai peran yang sangat penting bagi umat islam, sebab zakat dapat
membersihkan dan mensucikan hati umat manusia, sehingga terhindar dari sifat tercela,
seperti kikir, rakus, dan gemar memupuk harta. Zakat adalah mengeluarkan sebagian
harta benda sebagai sedekah wajib, sesuai perintah Allah SWT. Begitu pentingnya
kedudukan zakat, sehingga dalam Al-Qur’an, kata zakat selalu disebut sejajar dengan
kata shalat, dan itulah yang menjadi dasar kewajiban zakat.

DAFTAR PUSTAKA

Nukhtoh, Arfawie. 2005. Zakat dan Infaq Profesi. Yogyakarta : Pustaka


An Nakhrawie, Asrifin. 2011. Sucikan hati & bertambah kaya bersama zakat. Kediri :
Lembaga ta’lif wannasyir
Mas’ud, Ridwan. 2005. Zakat dan Kemiskinan. Yogyakarta : UII Press
Rasyid, Sulaiman. 2013. Fiqh islam. Bandung : Sinar baru Al gesindo
Gusfahmi. 2006. Pajak Menurut Syari’ah. Jakarta : Raja Grafindo Persada

14
Ridwan , Murtadho. Zakat vs Pajak : Studi perbandingan di beberapa Negara muslim.
Vol 1. No 1. Juni 2014

15

Anda mungkin juga menyukai