Anda di halaman 1dari 25

PROBLEMATIKA ZAKAT PROFESI

Mata Kuliah : Manajemen Zakat, Infaq dan Shadaqah

Dosen Pengampu : 1. Prof. Dr. Fahmi Al-Amruzi, M.Hum


: 2. Dr. Budi Rahmad Hakim, S.Ag., M.H.I

Disusun Oleh:

NASRULLAH, S.H.I
NIM: 170211050161

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


PASCA SARJANA
HUKUM KELUARGA (HK)
BANJARMASIN
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah

memberikan rahmat, taufik, hidayah serta inayahnya kepada kita semua sehingga

saya dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya. Sholawat dan salam

semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW,

yang telah menuntun kita dari jaman Jahiliyah menuju jaman Islamiyah yaitu

berupa ajaran agama Islam.

Makalah ini disusun agar kita mengetahui dan memahami mengenai Zakat

Profesi Menurut Pandangan Islam. Makalah ini disusun tidak mudah seperti

membalikkan telapak tangan, banyak hambatan-hambatan terutama disebabkan

oleh ketidaktahuan ilmu pengetahuan. Namun dengan segala ikhtiar, kemauan,

kerja keras, motivasi dari pihak-pihak yang terkait, dan atas kehendak-NYA saya

dapat menyelesaikan makalah ini.

Tidak ada gading yang tak retak. Kami menyadari bahwa laporan ini

masih jauh dari kata sempura bahkan masih banyak kekurangannya. Oleh karena

itu saya mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun.

Semoga makalah yang sangat sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita

semua. Amin Yarobbal’alamin.

Banjarmasin, Oktober 2018

Penulis,

NASRULLAH, S.H.I
ii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul .......................................................................................... i


Kata Pengantar ............................................................................................. ii
Daftar Isi ...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 2
C. Tujuan Masalah ................................................................................ 2
D. Metode Penulisan ............................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Zakat Profesi .................................................................. 3
B. Landasan Hukum Zakat Profesi ....................................................... 6
C. Profesi Yang Dizakati ...................................................................... 8
D. Nishab, Waktu, Ukuran dan Cara Menghitung Zakat Profasi ......... 11

BAB III PENUTUP


A. Simpulan .......................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap muslim diwajibkan memberikan sedekah dari rezeki yang

dikaruniakan Allah. Kewajiban ini tertulis di dalam Al-Qur’an. Pada awalnya, Al-

Qur’an hanya memerintahkan untuk memberikan sedekah (pemberian yang

sifatnya bebas, tidak wajib). Namun, pada kemudian hari, umat Islam

diperintahkan untuk membayar zakat. Zakat menjadi wajib hukumnya sejak tahun

662 M. Nabi Muhammad melembagakan perintah zakat ini dengan menetapkan

pajak bertingkat bagi mereka yang kaya untuk meringankan beban kehidupan

mereka yang miskin. Sejak saat ini, zakat diterapkan dalam negara-negara Islam.

Hal ini menunjukan bahwa pada kemudian hari ada pengaturan pemberian zakat,

khususnya mengenai jumlah zakat tersebut.

Pada zaman khalifah, zakat dikumpulkan oleh pegawai sipil dan

didistribusikan kepada kelompok tertentu dari masyarakat. Kelompok itu adalah

orang miskin, janda, budak yang ingin membeli kebebasan mereka, orang yang

terlilit hutang dan tidak mampu membayar. Syari'ah mengatur dengan lebih detail

mengenai zakat dan bagaimana zakat itu harus dibayarkan. Kejatuhan para

khalifah dan negara-negara Islam menyebabkan zakat tidak dapat diselenggarakan

dengan berdasarkan hukum lagi.

Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur

pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib

1
2

(fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat

termasuk dalam kategori ibadah seperti salat, haji, dan puasa yang telah diatur

secara rinci berdasarkan Al-Qur'an dan As Sunnah. Zakat juga merupakan amal

sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan

perkembangan ummat manusia.

B. Rumusan Masalah

1. Jelaskan pengertian mengenai zakat profesi?

2. Apa sajakah profesi yang di zakati?

3. Bagaimana Nisab, waktu dan cara mengeluarkan zakat profesi?

C. Tujuan Masalah

Mengenai rumusan masalah yang di atas dapat disimpulkan mengenai

tujuannya sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengertian dari Zakat profesi.

2. Untuk mengetahui profesi apa yang wajib di zakati.

3. Agar dapat mengetahui Nisab, Ukuran dan cara menghitung Zakat profesi.

D. Metode

Metode yang digunakan penulis untuk menyusun makalah ini adalah study

pustaka yaitu usaha untuk menghimpun informasi-informasi yang relavan dari

buku-buku dan sumber-sumber baik tercetak ataupun elektronik lain.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Zakat Profesi

Zakat profesi adalah zakat yang di keluarkan dari hasil apa yang di peroleh

dari pekerjaan dan profesinya. Misalnya pekerjaan yang menghasilkan uang baik

itu pekerjaan yang dikerjakan sendiri tanpa tergantung dengan orang lain, berkat

kecekatan tangan ataupun otak (professional). Maupun pekerjaan yang dikerjakan

seseorang buat pihak lain baik pemerintah, perusahaan, maupun perorangan

dengan memperoleh upah yang diberikan, dengan tangan, otak, ataupun

keduanya. Penghasilan dari pekerjaan seperti itu berupa gaji, upah, ataupun

honorarium. yang demikian itu apabila sudah mencapai nisabnya dan haulnya

pendapatan yang ia hasilkan harus di keluarkan zakatnya. 1

Oleh karena itu pembahasan mengenai tipe zakat profesi tidak dapat

dijumpai dengan tingkat kedetilan yang setara dengan tipe zakat yang lain. Namun

bukan berarti pendapatan dari hasil profesi terbebas dari zakat, karena zakat

secara hakikatnya adalah pungutan terhadap kekayaan golongan yang memiliki

kelebihan harta untuk diberikan kepada golongan yang membutuhkan.

Setiap penghasilan, apapun jenis pekerjaan yang menyebabkan timbulnya

penghasilan tersebut diharuskan membayar zakat bila telah mencapai nisab. Hal

tersebut didasarkan pada firman Allah SWT Q.S Al-Baqarah ayat 267:

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian
dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan
dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu
1
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, (Bogor : Litera Antar Nusa, 2007), hal 459
3
4

menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya


melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah
Maha Kaya lagi Maha Terpuji.

Disamping itu berdasarkan tujuan disyari’atkannya zakat, seperti untuk

membersihkan dan mengembangkan harta serta menolong para mustahik, zakat

profesi juga mencerminkan rasa keadilan yang merupakan ciri utama ajaran islam,

yaitu kewajiban zakat pada semua penghasilan dan pendapatan.

Zakat profesi memang tidak dikenal dalam khasanah keilmuan Islam,

sedangkan hasil profesi yang berupa harta dapat dikategorikan ke dalam zakat

harta (simpanan/kekayaan). Dengan demikian hasil profesi seseorang apabila

telah memenuhi ketentuan wajib zakat maka wajib baginya untuk menunaikan

zakat.

Di dalam Islam, pada harta yang dimiliki seseorang terdapat hak Allah

disana. Hak ini dikenal dengan istilah zakat yang diperuntukkan bagi delapan

golongan sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur'an surat At-Taubah ayat 60:

Artinya : Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,


orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk
hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan
Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan
yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Zakat sejatinya bukan merupakan hak mustahik tetapi merupakan hak

Allah sehingga menjadi kewajiban mutlak bagi manusia yang telah melampaui

batas minimal kekayaan wajib zakat (nisab) untuk menunaikannya. Seseorang

yang tidak menunaikan kewajiban zakat berarti tidak menunaikan hak Allah
5

sehingga Allah SWT berhak memberi mereka balasan. 2

Di lihat dari dimensinya, ibadah zakat merupakan ibadah yang sangat

unik. Selain berdimensi vertical, yakni bentuk pengabdian kepada Allah (hablun

minalLah), zakat juga memiliki dimensi horizontal (hablun minannas) untuk

meringankan beban kaum dhuafa. Zakat pernah mengangkat kemuliaan kaum

muslimin dengan mengentaskan kemiskinan seperti pada masa Khalifah Umar bin

Abdul Aziz di mana tidak ditemukan seorang pun yang mau menerima zakat.

Wacana yang tengah hangat dalam dunia zakat selama beberapa dekade

terakhir ini adalah diperkenalkannya instrument zakat profesi di samping zakat

fitrah dan zakat maal (zakat harta). Sebagian kecil masyarakat masih

mempertanyakan legalitas zakat profesi tersebut. Mereka yang menentang

penerapan syariat zakat profesi ini beranggapan bahwa zakat profesi tidak pernah

dikenal sebelumnya di dalam syariat Islam dan merupakan hal baru yang diada-

adakan. Sedangkan mayoritas ulama kontemporer telah sepakat akan legalitas

zakat profesi tersebut. Bahkan, zakat profesi telah ditetapkan berdasarkan fatwa

Majelis Ulama Indonesia dengan Keputusan Nomor 3 tahun 2003.

Disamping itu, zakat profesi sangat sesuai dengan prinsip keadilan

Islam.Jika seorang petani yang bekerja sangat keras untuk mewujudkan hasil

pertaniannya, setiap panen tiba harus mengeluarkan zakat pertanian sebesar 5

hingga 10 % sementara kaum professional yang memiliki penghasilan lebih besar

dari petani tersebut tidak dikenai zakat. 3

2
Drs. K.H Didin Hafiuddin MSc, Zakat Infaq, Sedekah, (Jakarta :Gema Insani Press, 1999), hal. 23.
3
Ibid.,
6

Dari aspek social, zakat profesi sejatinya sangat berperan bagi perwujudan

keadilan sosial. Menurut Ahmad Gozali, Perencana Keuangan Safir Senduk dan

Rekan, di dalam majalah Sharing zakat adalah investasi social. Selain pahalanya

disebutkan secara tegas di dalam Al Qur'an bahwa setiap harta yang kita

keluarkan akan mendapat balasan sebesar 700 kali lipat,entah dengan harta yang

sama maupun dalam bentuk yang berbeda yang tidak kita sadari, dengan berzakat

kita telah berperan secara aktif dalam memerangi kemiskinan. Keuntungan lain

bagi orang yang berzakat, sejalan dengan menurunnya tingkat kemiskinan tingkat

kriminalitas juga semakin menurun sehingga lingkungan kerja dan usaha semakin

kondusif.

B. Landasan Hukum Kewajiban Zakat Profesi

Semua penghasilan melalui kegiatan professional tersebut, apabila telah

mencapai nisab maka wajib dikeluarkan zakatnya. Hal ini berdasarkan nash-nash

yang bersifat umum, misalya firman Allah dalam surat adz-dzaariyaat : 19

Artinya : Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang
meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.

Sayyid Quthub dalam tafsirnya Fi Zhilalil Qur’an ketika menafsirkan

firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 267 menyatakan, bahwa nash ini

mencakup seluruh hasil usaha manusia yang baik dan halal dan mencakup pula

seluruh yang dikeluarkan Allah SWT dari dalam dan atas bumi, seperti hasil-hasil

pertanian dan sebagainya. Karena itu nash ini mencakup semua harta, baik yang
7

terdapat di zaman rasulullah maupun di zaman sesudahnya. Semuanya wajib

dikeluarkan zakatnya dengan ketentuan dan kadar sebagaimana diterangkan dalam

sunah rasulullah baik yang sudah diketahui secara langsung maupun yang di

Qiyaskan kepadanya.

Dari sudut keadilan penetapan kewajiban zakat pada setiap harta yang

dimiliki akan terasa sangat jelas, dibandingkan dengan hanya menetapkan

kewajiban zakat pada komoditas-komoditas tertentu saja yang konvonsional.

Petani yang saat ini kondisinya secara umum kurang beruntung, tetap harus

berzakat, apabila hasil pertaniannya telah mencapai nishab. Karena itu sangat adil

pula, apabila zakat inipun bersifat wajib pada penghasilan yang didapatkan para

dokter, para ahli hukum, konsultan dalam berbagai bidang, para dosen, para

pegawai dan karyawan yang memiliki gaji tinggi dan profesi lainnya.

Sejalan dengan perkembangan kehidupan umat manusia, khususnya dalam

bidang ekonomi, kegiatan penghasilan melalui keahlian dan profesi ini akan

semakin berkembang dari waktu ke waktu. Bahkan akan menjadi kegiatan

ekonomi yang utama, seperti terjadi di Negara-negara industry sekarang ini.

Penetapan kewajiban zakat kepadanya, menunjukkan betapa hukum Islam sangat

aspiratif dan responsive terhadap perkembangan zaman. Afif Abdul Fatah Thabar

menyatakan bahwa aturan dalam Islam itu bukan saja sekedar berdasarkan pada

keadilan bagi seluruh umat manusia, akan tetapi sejalan dengan kemashlahatan

dan kebutuhan hidup manusia, sepanjang zaman dan keadaan, walaupun zaman
8

itu berbeda dan berkembang dari waktu ke waktu. 4

C. Profesi Yang Dizakati

Barangkali bentuk penghasilan yang paling menyolok pada zaman

sekarang ini adalah apa yang diperoleh dari pekerjaan dan profesinya. Pekerjaan

yang menghasilkan uang ada dua macam.

Yang pertama adalah pekerjaan yang dikerjakan sendiri tanpa tergantung

kepada orang lain, berkat kecekatan tangan ataupun otak. Penghasilan yang

diperoleh dengan cara ini merupakan penghasilan profesional, seperti penghasilan

seorang doktor, insinyur, advokat seniman, penjahit, tukang kayu dan lain-

lainnya.5

Yang kedua, adalah pekerjaan yang dikerjakan seseorang buat pihak lain-

baik pemerintah, perusahaan, maupun perorangan dengan memperoleh upah, yang

diberikan, dengan tangan, otak, ataupun kedua-duanya. Penghasilan dari

pekerjaan seperti itu berupa gaji, upah, ataupun honorarium.

Penghasilan dan profesi dapat diambil zakatnya bila sudah setahun dan

cukup senisab. Jika kita berpegang kepada pendapat Abu Hanifah, Abu Yusuf,

dan Muhammad bahwa nisab tidak perlu harus tercapai sepanjang tahun, tapi

cukup tercapai penuh antara dua ujung tahun tanpa kurang di tengah-tengah kita

dapat menyimpulkan bahwa dengan penafsiran tersebut memungkinkan untuk

mewajibkan zakat atas hasil penghasilan setiap tahun, karena hasil itu jarang

4
Pasha Kamal Mustafa, dkk, Fikih Islam, (Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri, 2002), hal. 98.
5
Zakiah Daradjat, Zakat Pembersih Harta Dan Jiwa, ( Cv. Puhama: Jakarta, 1996) , hal. 56.
9

terhenti sepanjang tahun bahkan kebanyakan mencapai kedua sisi ujung tahun

tersebut. Berdasar hal itu, kita dapat menetapkan hasil penghasilan sebagai

sumber zakat, karena terdapatnya illat (penyebab), yang menurut ulama-ulama

fikih sah, dan nisab, yang merupakan landasan wajib zakat.

Dan karena Islam mempunyai ukuran bagi seseorang – untuk bisa

dianggap kaya - yaitu 12 Junaih emas menurut ukuran Junaih Mesir lama maka

ukuran itu harus terpenuhi pula buat seseorang untuk terkena kewajiban zakat,

sehingga jelas perbedaan antara orang kaya yang wajib zakat dan orang miskin

penerima zakat.

Dalam hal ini, mazhab Hanafi lebih jelas, yaitu bahwa jumlah senisab itu

cukup terdapat pada awal dan akhir tahun saja tanpa harus terdapat di pertengahan

tahun. Ketentuan itu harus diperhatikan dalam mewajibkan zakat atas hasil

penghasilan dan profesi ini, supaya dapat jelas siapa yang tergolong kaya dan

siapa yang tergolong miskin, seorang pekerja profesi jarang tidak memenuhi

ketentuan tersebut.6

Mengenai besar zakat, Penghasilan dan profesi dalam fikih masalah

khusus mengenai penyewaan. Seseorang yang menyewakan rumahnya dan

mendapatkan uang sewaan yang cukup nisab, bahwa orang tersebut wajib

mengeluarkan zakatnya ketika menerimanya tanpa persyaratan setahun. Hal itu

pada hakikatnya menyerupai mata penghasilan, dan wajib dikeluarkan zakatnya

bila sudah mencapai satu nisab.

6
Wahab Al Juhairi, Zakat Kajian Berbagai Madzhab, ( PT. Remaja Rosdakarya: Bandung, 1995 ), hal. 45.
10

Hal itu sesuai dengan apa yang telah kita tegaskan lebih dahulu, bahwa

jarang seseorang pekerja yang penghasilannya tidak mencapai nisab seperti yang

telah kita tetapkan, meskipun tidak cukup di pertengahan tahun tetapi cukup pada

akhir tahun. Ia wajib mengeluarkan zakat sesuai dengan nisab yang telah berumur

setahun.

Akibat dari tafsiran itu, kecuali yang menentang, adalah bahwa zakat

wajib dipungut dari gaji atau semacamnya sebulan dari dua belas bulan. Karena

ketentuan wajib zakat adalah cukup nisab penuh pada awal tahun atau akhir tahun.

Pendapat guru-guru besar tentang hasil penghasilan dan profesi dan pendapatan

dari gaji atau lain-lainnya yaitu kekayaan yang diperoleh seseorang Muslim

melalui bentuk usaha baru yang sesuai dengan syariat agama. Jadi pandangan

fikih tentang bentuk penghasilan itu adalah, bahwa ia adalah "harta penghasilan."

Sekelompok sahabat berpendapat bahwa kewajiban zakat kekayaan tersebut

langsung, tanpa menunggu batas waktu setahun. 7

Yang diperlukan zaman sekarang ini adalah menemukan hukum pasti

"harta penghasilan" itu, oleh karena terdapat hal-hal penting yang perlu

diperhatikan, yaitu bahwa hasil penghasilan, profesi, dan kekayaan non-dagang

dapat digolongkan kepada "harta penghasilan" tersebut. Bila kekayaan dari satu

kekayaan, yang sudah dikeluarkan zakatnya, yang di dalamnya terdapat "harta

penghasilan" itu, mengalami perkembangan, misalnya laba perdagangan dan

produksi binatang ternak maka perhitungan tahunnya disamakan dengan

7
M.Amin Rais, Cakrawala Islam Antara Cita dan Fakta, (Bandung : Mizan, 1999), hal. 68.
11

perhitungan tahun induknya. Hal itu karena hubungan keuntungan dengan

induknya itu sangat erat.

Berdasarkan hal itu, bila seseorang sudah memiliki satu nisab binatang

ternak atau harta perdagangan, maka dasar dan labanya bersama-sama dikeluarkan

zakatnya pada akhir tahun. Ini jelas. Berbeda dengan hal itu, "harta penghasilan"

dalam bentuk uang dari kekayaan wajib zakat yang belum cukup masanya

setahun, misalnya seseorang yang menjual hasil tanamannya yang sudah

dikeluarkan zakatnya 1/10 atau 1/20, begitu juga seseorang menjual produksi

ternak yang sudah dikeluarkan zakatnya, maka uang yang didapat dari harga

barang tersebut tidak dikeluarkan zakatnya waktu itu juga. Hal itu untuk

menghindari adanya zakat ganda, yang dalam perpajakan dinamakan "Tumpang

Tindih Pajak."

Yang jelas pendapat tersebut diatas adalah pendapat ulama- ulama fikih

meskipun yang terkenal banyak di kalangan para ulama fikih itu adalah bahwa

masa setahun merupakan syarat mutlak setiap harta benda wajib zakat, harta

benda perolehan maupun bukan. Hal itu berdasarkan hadis-hadis mengenai

ketentuan masa setahun tersebut dan penilaian bahwa hadis-hadis tersebut berlaku

bagi semua kekayaan termasuk harta hasil usaha.

D. Nishab, Waktu, Ukuran dan Cara Mengeluarkan Zakat Profesi

Nisab merupakan batas minimal atau jumlah minimal harta yang dikenai

kewajiban zakat. Karena zakat profesi ini tergolong baru, nisabnya pun mesti
12

dikembalikan (dikiaskan) kepada nishab zakat-zakat yang lain, yang sudah ada

ketentuan hukumnya.

Ada dua kemungkinan yang dapat dikemukakan untuk ukuran nishab zakat

profesi ini:

1. Disamakan dengan nishab zakat emas dan perak, yaitu dengan

mengkiaskannya kepada emas dan perak sebagai standar nilai uang yang

wajib dikeluarkan zakatnya, yakni 20 dinar atau 93,6 gram emas.

Berdasarkan Hadis Riwayat Daud: (Tidak ada suatu kewajiban bagimu

dari emas(yang engkau miliki) hingga mencapai jumlah 20 dinar).

2. Disamakan dengan zakat hasil pertanian yaitu 5 wasq ( sekitar 750 kg

beras). Zakatnya dikeluarkan pada saat diterimanya penghasilan dari

profesi tersebut sejumlah 5 atau 10 %, sesuai dengan biaya yang

dikeluarkan.

Karena profesi itu sendiri bermacam-macam bentuk, jenis dan perolehan

uangnya, penulis cenderung untuk tetap memakai kedua macam standar nisab

zakat tersebut dalam menentukan nishab zakat profesi, dengan perimbangan

sebagai berikut:

Pertama, Untuk jenis-jenis profesi berupa bayaran atas keahlian, seperti

dokter spesialis, akuntan, advokat, kontraktor, arsitek, dan profesi-profesi yang

sejenis dengan itu, termasuk juga pejabat tinggi negara, guru besar, dan yang

sejajar dengannya, nishab zakatnya disamakan dengan zakat hasil pertanian, yakni

senilai kurang lebih 750 kg beras ( 5 wasaq ). Meskipun kelihatannya pekerjaan


13

tersebut bukan usaha yang memakai modal, namun ia sebenarnya tetap

memakai modal, yaitu untuk peralatan kerja, transportasi, sarana kominikasi

seperti telephon, rekening listrik, dan lain-lain, zakatnya dikiaskan atau disamakan

dengan zakat hasil pertanian yang memakai modal, yakni 5 %, dan dikeluarkan

ketika menerima bayaran tersebut. Ini sama dengan zakat pertanian yang yang

menggunakan biaya irigasi (bukan tadah hujan). 8

Dengan demikian, jika harga beras 1 kg Rp. 3200, sedangkan nisab (batas

minimal wajib zakat) tanaman adalah 750 kg, maka untuk penghasilan yang

mencapai Rp. 3.200 x 750 = Rp. 2.400.000., wajib mengeluarkan zakatnya

sebanyak 5% nya yakni Rp. 120.000.-

Pendapat semacam ini sesuai dengan pendapat Muhammad Ghazali,

sebagaimana yang dikutip Yusuf Qardawi, bahwa dasar dan ukuran zakat

penghasilan tanpa melihat modalnya, dapat disamakan dengan zakat pertanian

yaitu 5 atau 10 persen. Kata Ghazali, siapa yang memiliki pendapatan tidak

kurang dari pendapatan seorang petani, terkena kewajiban zakat. Maka gologan

profesionalis wajib mengeluarkan zakatnya sebesar zakat petani tersebut, tanpa

mempertimbangkan keadaan modal dan persyaratan lainnya.

Seperti ini pula yang ditetapkan oleh Kamar Dagang dan Industri kerajaan

Arab Saudi, bahwa penghasilan profesi yang bukan bersifat perdagangan,

dikiaskan nisab zakatnya kepada zakat hasil tanam-tanaman dan buah-buahan

dengan kadar zakat ssebesar 5%.

8
M. Ali Hasan, zakat dan infaq, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 73-77
14

Tawaran seperti ini lebih kecil dari yang diusulkan oleh M. Amin Rais,

dalam bukunya Cakrawala Islam Antara Cita dan Fakta. Menurutnya profesi yang

mendatangkan rizki dengan gampang dan cukup melimpah, setidaknya jika

dibandingkan dengan penghasilan rata-rata penduduk, sebaiknya zakatnya

ditingkatkan menjadi 10 persen (?usyur) atau 20 persen (khumus). Lebih jauh

Amin mempersoalkan masih layakkah, profesi-profesi moderen seperti dokter

spesialis, komisaris perusahaan, bankir, konsultan, analis, broker, pemborong

berbagai konstruksi, eksportir, inportir, notaris, artis, dan berbagai penjual jasa

serta macam-macam profesi kantoran (white collar)lainnya, hanya mengeluarkan

zakat sebesar 2,5 persen, dan lebih kecil dari petani kecil yang zakat

penghasilannya berkisar sekitar 5 sampai 10 persen. Padahal kerja tani jelas

merupakan pekerjaan yang setidak-tidaknya secara fisik. Cukupkah atau sesuaikan

dengan spirit keadilan Islam jika zakat terhadap berbagai profesi moderen yang

bersifat making-money tetap 2,5 persen? Layakkah presentasi sekecil itu

dikenakan terhadap profesi-profesi yang pada zaman Nabi memang belum ada.

Hemat penulis, pendapat Amin Rais di atas sebenarnya cukup logis dan

cukup argumentatif, namun membandingkan profesi dengan rikaz (barang

temuan) agaknya kurang tepat. Rikaz diperoleh dengan tanpa usaha sama sekali,

sementara profesi membutuhkan usaha dan keahlian serta biaya yang kadang-

kadang cukup tinggi. Karena itu penulis cenderung untuk menyamakanya dengan

zakat pertanian yang memakai biaya irigasi, yakni 5 persen.


15

Kedua, Bagi kalangan profesional yang bekerja untuk pemerintah

misalnya, atau badan-badan swasta yang gajinya tidak mencapai nishab pertanian

sebagaimana yang dikemukakan di atas, sebutlah guru misalnya, atau dokter yang

bekerja di rumah sakit, atau orang-orang yang bekerja untuk suatu perusahaan

angkutan. Zakatnya disamakan dengan zakat emas dan perak yakni 93,6 gram (

sekitar Rp. 8.424.000 , jika diperkirakan harga pergram emas sekarang 90.000,)

maka nilai nishab emas adalah Rp. Rp. 8.424.000, dengan kadar zakat 2,5 %. Jika

pada akhir tahun jumlah mencapai satu nisab, dikeluarkan zakatnya 2,5 persen,

setelah dikeluarkan biaya pokok dari yang bersangkutan dan keluarganya.

Misalnya seorang dosen golongan III/c dengan masa kerja 6 tahun yang

keluarganya terdiri dari seorang isteri dan tiga orang anak,

a. Menerima gaji Rp. 1.500.000,-

b. Honorium dari beberapa PTS, Rp. 500.000,-

Jumlah Rp. 2.000.000,-

dengan pengeluaran:

a. Keperluan hidup pokok Rp. 500.000,-

b. Angsuran kredit perumahan Rp. 500.000,-

Jumlah Rp. 1.000.000.-

Jadi, penerimaan : Rp. 2.000.000,-

Pengeluaran : Rp. 1.000.000,-

Sisa : Rp. 1.000.000-setiap bulan;

setahun = Rp. 1000.000, x 12 = 12.000.000,-,


16

Maka perhitungan zakatnya 2,5% x 12.000.000, = 480.000,-

Dengan perincian seperti itu, berarti ia mesti mengeluarkan zakatnya Rp.480.000

pertahun.9

Agar pembayaran zakat ini tidak memberatkan kepada muzakki (si wajib

zakat), baik dari segi penghitungannya, maupun dari beban yang harus

dikeluarkan pertahun sebagai zakat, hemat penulis lebih baik dibayarkan setiap

bulan, ketika menerima gaji. Jadi si muzakki ini dapat mengeluarkan zakatnya Rp.

480.000 : 12 = Rp. 40.000 perbulan.

Nisab dan cara mengeluarkan zakat profesi ada beberapa perbedaan

pendapatdari para Ulama ahli fiqih dalam menentukan nisab dan cara

mengeluarkan zakat profesi. Dari pendapat-pendapat mereka adalah :

1. Ulama dari Empat Mazhab berpendapat bahwa tidak ada zakat pada harta

kecuali sudah mencapai nishab dan sudah memiliki tenggang waktu satu

tahun. Adapun nishabnya adalah senilai 85 gram emas dengan kadar zakat

sebesar 2,5% (Al-Fiqh Islamy Wa Adillatuhu, juz II : 866, 1989)

2. Pendapat yang penulis ambil dari Syeikh Muhammad Ghazali yang

menganalogikan zakat profesi dengan zakat hasil pertanian, baik dalam

nishab maupun persentase zakat yang wajib dikeluarkan, yaitu 10%.

3. Pendapat yang menganalogikan zakat profesi ini pada dua hal, yaitu dalam

hal nishab pada zakat pertanian, sehingga dikeluarkan pada saat

diterimanya, dan pada zakat uang dalam hal kadar zakatnya yaitu sebesar

9
Drs. K.H Didin Hafiuddin MSc, Zakat Infaq, Sedekah, (Jakarta : Gema Insani Press, 1999). hal 67.
17

2,5% (Al-Fiqh Islamy Wa Adillatuhu, juz II : hal. 866). Pendapat yang

menganalogikan zakat profesi dengan zakat pertanian, antara lain diambil

dari pendapat sebagian sahabat seperti Ibnu Abbas, Ibn Mas’ud, dan

Mu’awwiyah, dan juga dari sebagian seperti Imam Zuhri, Hasan Bashri,

Umar bin Abdul Aziz, Baqir, Shadiq, Nashir, dan Daud Dzahiri (Al-Fiqh

Islamy Wa Adillatuhu, juz II : hal. 866).

4. Pendapat Madzhab Imamiyyah yang menetapkan zakat profesi sebesar

20% dari hasil pendapatan bersih. Hal ini berdasarkan pemahaman mereka

terhadap firman Allah SWT dalam QS. Al-Anfaal ayat 41, yaitu:

Artinya : “Ketahuilah, Sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh

sebagai rampasan perang[613], Maka Sesungguhnya seperlima untuk Allah, rasul,

Kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil[614], jika

kamu beriman kepada Allah dan kepada apa[615] yang Kami turunkan kepada

hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan[616], Yaitu di hari bertemunya dua

pasukan. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”

Menurut mereka berdasarkan ayat di atas adalah kata-kata ghanintum

dalam ayat tersebut bermakna seluruh penghasilan, termasuk gaji, honorarium,

dan pendapatan lainnya.

Namun, bagi ulama yang memnyamakan dan menetapkan prosentasi zakat

profesi sama dengan zakat perdagangan yakni 2,5%, maka yang bersangkutan

harus mengeluarkan zakat dari hasil yang diterimanhya dari profesi yang ia jalani

setelah dikeluarkannya segala biaya kebutuhan hidup yang wajar dan selama
18

adanya sisa tersebut dalam masa setahun, telah mencapai batas minimal yakni

senilai 85 gram emas murni. Sedangkan bagi ulama yang yang menganalogikan

hasil-hasil dari profesi tersebut dengan zakat pertanian, maka apabila dalam arti

seperti itu ia menerima penghasilan senilai 653 kg hasil pertanian yang harganya

paling murah, dan seketika itu juga ia harus menyisihkan 5% atau 10% dari

penghasilannya (tergantung kadar keletihan yang bersangkutan) dan tidak perlu

menunggu batas waktu setahun.10

10
Yusuf al-Qardhawi, Fiqh al-Zakah, Juz I , (Beirut : Muassasah al-Risalah, 1994), hal. 74.
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan

Zakat profesi adalah zakat yang di keluarkan dari hasil apa yang di peroleh

dari pekerjaan dan profesinya. Misalnya pekerjaan yang menghasilkan uang baik

itu pekerjaan yang dikerjakan sendiri tampa tergantung dengan orang lain, berkat

kecekatan tangan ataupun otak (professional). Maupun pekerjaan yang dikerjakan

seseorang buat pihak lain baik pemerintah, perusahaan, maupun perorangan

dengan memperoleh upah yang diberikan, dengan tangan, otak, ataupun

keduanya.

Berikut adalah beberapa pendapat ulama mengenai waktu pengeluaran dari

zakat profesi, Waktu pengeluarannya ada beberapa pendapat ulama sebagai

berikut:

1. Pendapat As-Syafi'i dan Ahmad mensyaratkan haul (sudah cukup setahun)

terhitung dari kekayaan itu didapat.

2. Pendapat Abu Hanifah, Malik dan ulama modern, seperti Muh Abu Zahrah

dan Abdul Wahab Khalaf mensyaratkah haul tetapi terhitung dari awal dan

akhir harta itu diperoleh, kemudian pada masa setahun tersebut harta

dijumlahkan dan kalau sudah sampai nisabnya maka wajib mengeluarkan

zakat.

3. Pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, Umar bin Abdul Aziz dan ulama

modern seperti Yusuf Qardhawi tidak mensyaratkan haul, tetapi zakat

19
20

dikeluarkan langsung ketika mendapatkan harta tersebut. Mereka

mengqiyaskan dengan Zakat Pertanian yang dibayar pada setiap waktu

panen. (haul:lama pengendapan harta).

Nisab zakat pendapatan/profesi mengambil rujukan kepada nisab zakat

tanaman dan buah-buahan sebesar 5 wasaq atau 652,8 kg gabah setara dengan 520

kg beras. Hal ini berarti bila harga beras adalah Rp 4.000/kg maka nisab zakat

profesi adalah 520 dikalikan 4000 menjadi sebesar Rp 2.080.000. Namun mesti

diperhatikan bahwa karena rujukannya pada zakat hasil pertanian yang dengan

frekuensi panen sekali dalam setahun, maka pendapatan yang dibandingkan

dengan nisab tersebut adalah pendapatan selama setahun.

Di lihat dari kadarnya, Penghasilan profesi dari segi wujudnya berupa

uang. Dari sisi ini, ia berbeda dengan tanaman, dan lebih dekat dengan emas dan

perak. Oleh karena itu kadar zakat profesi yang diqiyaskan dengan zakat emas dan

perak, yaitu 2,5% dari seluruh penghasilan kotor. Hadits yang menyatakan kadar

zakat emas dan perak adalah:

“Bila engkau memiliki 20 dinar emas, dan sudah mencapai satu tahun,

maka zakatnya setengah dinar (2,5%)” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Al-

Baihaqi).

Menurut Yusuf Qardhawi perhitungan zakat profesi dibedakan menurut

dua cara:

1. Secara langsung, zakat dihitung dari 2,5% dari penghasilan kotor secara

langsung, baik dibayarkan bulanan atau tahunan. Metode ini lebih tepat
21

dan adil bagi mereka yang diluaskan rezekinya oleh Allah. Contoh:

Seseorang dengan penghasilan Rp 3.000.000 tiap bulannya, maka wajib

membayar zakat sebesar: 2,5% X 3.000.000=Rp 75.000 per bulan atau Rp

900.000 per tahun.

2. Setelah dipotong dengan kebutuhan pokok, zakat dihitung 2,5% dari gaji

setelah dipotong dengan kebutuhan pokok. Metode ini lebih adil

diterapkan oleh mereka yang penghasilannya pas-pasan. Contoh:

Seseorang dengan penghasilan Rp 1.500.000,- dengan pengeluaran untuk

kebutuhan pokok Rp 1.000.000 tiap bulannya, maka wajib membayar

zakat sebesar : 2,5% X (1.500.000-1.000.000)=Rp 12.500 per bulan atau

Rp 150.000,- per tahun.


DAFTAR PUSTAKA

Al Juhairi, Wahab, Zakat Kajian Berbagai Madzhab, Pt. Remaja Rosdakarya,


Bandung, 1995.

Daradjat, Zakiah, Zakat Pembersih Harta Dan Jiwa, Cv. Puhama, Jakarta, 1996

Hafiduddin, Didin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, Jakarta : Gema Insani


Press,2002

Hasan, M. Ali, Zakat Dan Infaq, Jakarta: Kencana, 2006

Kurnia, Hikmat, Panduan PintarZakat, Jakarta : Qultum Media, 2008

Muhammad Rifa’I, Mutiara Fiqih Jilid 1,Semarag: PT Wicaksana, 1998

Pasha Kamal Mustafa, dkk, Fikih Islam, Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri, 2002

Permono, Sjechul hadi, Sumber-Sumber Penggalian Zakat, Jakarta : Pustaka


Firdaus, 1992

Qardawi, Yusuf, Hukum Zakat, Bogor : Litera Antar Nusa, 2007

Rais, M. Amin, Cakrawala Islam Antara Cita dan Fakta, Bandung : Mizan, 1999

Anda mungkin juga menyukai