Disusun Oleh:
NASRULLAH
NIM: 170211050161
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat, taufik, hidayah serta inayahnya kepada kita semua sehingga
saya dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya. Sholawat dan salam
yang telah menuntun kita dari jaman Jahiliyah menuju jaman Islamiyah yaitu
Wasiat Menurut Pandangan Islam. Makalah ini disusun tidak mudah seperti
kerja keras, motivasi dari pihak-pihak yang terkait, dan atas kehendak-NYA saya
Tidak ada gading yang tak retak. Kami menyadari bahwa laporan ini
masih jauh dari kata sempura bahkan masih banyak kekurangannya. Oleh karena
itu saya mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun.
Semoga makalah yang sangat sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita
Penulis,
NASRULLAH
i
DAFTAR ISI
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Wasiat .................................................................................... 2
B. Dasar Hukum Wasiat ............................................................................... 2
C. Kedudukan Hukum Wasiat ...................................................................... 4
D. Rukun dan Syarat-syarat Wasiat .............................................................. 6
E. Hukum Wasiat Seorang Muslim Kepada Orang Kafir dan Orang Kafir
Kepada Seorang Muslim ......................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam makalah yang kami susun ini akan membahas menenai wasiat.
Beberapa ayat yang akan kami ambil dari Al'Quran, ayat tersebut sebagai
landasan tentang kewajiban wasiat sebelum tibanya ajal, serta hadis dan beberapa
pendapat para ulama berkenaan dalil dan penentuan hukum yang seperlunya
Pada kesempatan kali ini makalah yang kami susun membahas mengenai
wasiat dan permasalahanya, yang mudah-mudahan ada manfaatnya, dan juga kami
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Wasiat
adalah pemberian seseorang kepada orang lain baik berupa barang, piutang
maupun manfaat untuk dimiliki oleh orang yang diberi wasiat itu, sesudah orang
yang berwasiat itu meninggal dunia. Sebagian ahli hukum islam mendefinisikan
wasiat itu adalah pemberian hak milik secara suka rela yang dilaksanakan setelah
si pemberinya wafat.2
Wasiat itu adalah pemberian hak milik secara sukarela yang dilaksanakan
setelah pemberinya mati.3 Dari sini jelaslah perbedaan antara hibah dan wasiat.
Pemilikan yang diperoleh dari hibah itu terjadi pada saat itu juga; sedangkan
pemilkan yang diperoleh dari wasiat itu terjadi setelah orang yang berwasiat itu
meninggal dunia. Ini dari satu segi; sedangkan dari segi lain, hibah itu berupa
1
Saebani, Beni Ahmad dan Falah, Syamsul, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Bandung,
CV PUSTAKA SETIA, 2011), hal. 249.
2
Abd. Shomad, Keluarga Sakinah, (surabaya, PT bina ilmu, 1995), hal 306.
3
Pasribu, Chairuman dan Surahwardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam, (Jakarta,
Sinar Grafika, 1994), hal. 122.
4
Op. Cit, hal. 249.
2
3
1. Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 180:
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu
menghadapi kematian, sedang Dia akan berwasiat, Maka hendaklah (wasiat itu)
disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang
berlainan agama dengan kamu, jika kamu dalam perjalanan dimuka bumi lalu
kamu ditimpa bahaya kematian. kamu tahan kedua saksi itu sesudah sembahyang
(untuk bersumpah), lalu mereka keduanya bersumpah dengan nama Allah, jika
kamu ragu-ragu: "(Demi Allah) Kami tidak akan membeli dengan sumpah ini
harga yang sedikit (untuk kepentingan seseorang), walaupun Dia karib kerabat,
dan tidak (pula) Kami Menyembunyikan persaksian Allah; Sesungguhnya Kami
kalau demikian tentulah Termasuk orang-orang yang berdosa".(Q.S. Al-
Maidah: 106).
5
..., Keluarga Sakinah, (Surabaya, PT, Bina Ilmu, 1995). hal.307-308.
4
Pengertiah hadis tersebut ialah wasiat itu dalam bentuk tertulis selalu
berada di sisi orang yang berwasiat, sebab kemungkinan orang yang berwasiat itu
meninggal dunia secara mendadak. Karena itu imam Syafi’i mengatakan, tidak
ada kehati-hatian dan keteguhan bagi seorang muslim, melainkan bila wasiatnya
itu tertulis dan berada di sisinya jika dia mempunyai sesuatu yang hendak di
wasiatkan, sebab dia tidak tahu kapan ajalnya akan datang. Sebabnya jika dia
meninggal dunia, sedang wasiatnya tidak tertulis dan tidak berada di sisinya
itu wajib bagi setiap orang yang meninggalkan harta, baik harta itu banyak
ataupun sedikit. Pendapat ini di katakan oleh Az-Zuhri dan Abu Mijlaz. Pendapat
ini berpatokan pada Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 180 yang mewajibkan
Pendapat kedua menyatakan bahwa wasiat kepada kedua orang tua dan
karib kerabat yang tidak mewarisi dari si mayat itu wajib hukumnya.
Pendapat ketiga adalah pendapat empat imam mazhab dan aliran Zaidiyah
yang menyatakan bahwa wasiat itu bukanlah kewajiban atas setiap orang yang
kedua orang tua dan karib kerabat yang tidak mendapat harta warisan ( pendapat
6
Loc. Cit, hal. 251.
5
kedua): tetapi wasiat itu hukumnya berbeda-beda menurut keadaan. Wasiat itu
1. Wasiat itu wajib dalam keadaan manusia mempunyai kewajiban syara’ yang
titipan utang kepada Allah dan utang kepada sesama manusia. Misalnya dia
mempunyai kewajiban zakat yang belum ditunaikan, atau haji yang belum
dilaksanakan, atau dia mempunyai amanat yang belum disampaikan, atau dia
mempunyai utang yang tidak diketahui selain oleh dirinya, atau dia
3. Wasiat itu diharamkan jika merugikan ahli waris. Misalnya, wasiat yang
4. Wasiat itu makruh, bila orang yang berwasiat sedikit hartanya, sedang dia
diketahui atau di duga dengan keras. Bahwa mereka akan menggunakan harta
itu di dalam kefasikan dan kerusakan. Akan tetapi apabila orang yang
berwasiat tahu atau menduga keras bahwa orang yang diberi wasiat akan
5. Wasiat itu di perbolehkan jika ditujukan untuk orang-orang yang kaya, baik
orang yang di wasiati itu kerabat maupun orang yang jauh (bukan kerabat).
1. Ada pewasiat;
4. Ada akad atau ijab kabul wasiat secara lisan atau tulisan.
a. Orang yang memberi wasiat telah baliq, berakal, benar-benar hak atas harta
benda yang akan di wasiatkan. Disamping itu pewasiat tidak dalam keadaan
c. Jika yang diwasiatkan harta, jumlahnya tidak melebihi 1/3 harta waris;
Wasiat itu tidak menjadi hak dari orang yang diberinya, kecuali setelah
7
Loc. Cit. hal. 252.
8
Sudarsono, Sepuluh Aspek Agama Islam, (Jakarta, PT Rineka Cipta, 1994). hal. 345.
7
utangnya menghabisi semua peninggalan, orang yang diberi wasiat itu tidak
mendapatkan sesuatu.9
Wasiat yang disandarkan atau diikat atau disertai syarat itu sah, apabila
syaratnya itu syarat yang benar. Syarat yang benar ialah syarat yang mengandung
maslahat bagi orang yang memberinya, orang yang diberinya, atau bagi orang
lain, dan syarat itu tidak dilarang atau bertentangan dengan maksud-maksud
syariat.
maslahatnya masih ada. Apabila maslahat yang dimaksud telah hilang, atau tidak
Disyaratkan agar orang yang memberi wasiat adalah orang yang ahli
ikhtiar, dan tidak dibatasi karena kedunguan atau kelalaian. Apabila orang yang
memberi wasiat itu orang yang kurang kompetensinya, yaitu karena dia masih
anak-anak, gila, hamba sahaya, dipaksa, atau dibatasi; wasiatnya itu tidak sah.
waris yang mendapat warisan, walaupun hanya sedikit, kecuali ada izin dari pihak
ahli waris lainya.10 Wasiat itu hanya dilaksanakan terhadap 1/3 dari hartanya saja.
9
Ibid. Hal. 253.
10
M. Ali Hasan, Hukum Waris dalam Islam, cet. 6, (Jakarta, PT. Bulan Bintang, 1996). hal. 25.
8
Disyaratkan orang yang diberi wasiat adalah bukanlah ahli waris dari
orang yang memberi wasiat. Disyaratkan agar orang yang diberi wasiat tidak
secara langsung.
Menurut Abu Yusuf , apabila orang yang diberi wasiat membunuh orang
itu batal. Sebab, orang yang menyegerakan sesuatu sebelum waktunya dihukum
dengan tidak mendapatkan sesuatu itu. Abu Hanifah dan Muhammad berpendapat
bahwa wasiat itu tidak batal, dan ini diserahkan kepada persetujuan ahli waris.11
Disyaratkan agar yang diwasiatkan itu bisa dimiliki dengan salah satu cara
wasiat mengenai semua harta yang bernilai, baik berupa barang maupun manfaat.
Sah pula wasiat tentang buah dari tanaman dan apa yang ada di dalam perut sapi
betina sebab yang demikian dapat dimiliki melalui warisan. Selama yang
diwsiatkan itu ada wujudnya pada waktu orang yang mewasiatkan meninggal
dunia, orang yang diberi wasiat berhak atasnya. Ini jelas berbeda dengan wasiat
mengenai barang yang tidak ada. Sah pula mewasiatkan piutang dan manfaat
Tidak sah mewasiatkan bukan harta, seperti bangkai, dan yang tidak
bernilai, bagi orang yang mengadakan askad wasiat, seperti khamar bagi kaum
muslim.
11
Ibid. hal. 253.
9
Orang yang berwasiat biasanya ada yang memiliki ahli waris dan tidak.
Bila dia mempunyai ahli waris maka dia tidak boleh mewaistkan lebih dari 1/3
hartanya. Apabila dia mewasiatkan hartanya lebih sepertiga, maka wasiat itu tidak
dilaksanakan, kecuali atas izin dari ahli waris, dan untuk melaksanakanya di
1. Agar permintaan izin itu dilakukan setelah yang berwasiat meninggal dunia,
orang yang memberi izin itu belum mempunyai hak sehingga izinnya tidak
menjadi pegangan. Apabila ahli waris memberikan izin, pada waktu orang
orang yang berwaiat masih hidup, orang yang berwasiat mungkin mencabut
2. Agar orang yang memberi izin itu mempunyai kopetensi yang sah, tidak di
Apabila orang yang berwasiat tidak mempunyai ahli waris, diapun tidak
Wasiat itu batal dengan hilangnya salah satu syarat dari syarat-syarat yang
telah di sebutkan, misal sebagai berikut;
1. Apabila seseorang yang berwasiat itu menderita penyakit dila yang parah
2. Apabila orang yang di beri wasiat meninggal dunia sebelum orang yang
memberinya,
12
Loc. Cit. hal. 254.
10
3. Apabila orang yang di wasiatkan itu barang tertentu yang rusak sebelum di
Para fuqoha kaum muslimin dari kalangan Hanafiah dan Hanabilah serta
kebanyakan Syafi'iyah telah sepakat tentang sahnya wasiat dari seorang muslim
kepada kafir dzimmy atau dari kafir dzimmy kepada seorang muslim dengan
pula seorang kafir berjual beli dan hibah, demikian pula wasiatnya. Sebagian
ulama Syafi'iyah berpendapat bahwa hanya sah kepada sorang dzimmy bila
Fulan." Tapi kalau dia mengatakan: "Saya berwasiat untuk Yahudi atau Nashara",
maka tidaklah sah karena dia telah menjadikan kekafiran sebagai pembawa
wasiat.
menyatakan sahnya wasiat seorang dzimmy kepada orang muslim. Adapun wasiat
11
seorang muslim kepada seorang dzimmy maka Ibnul Qosim dan Asyhab
kalau bukan maka hukumnya makruh karena tidak akan berwasiat kepada orang
kafir dengan membiarkan orang muslim kecuali seorang muslim yang sakit
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas kami dapat menyimpulkan bahwa, wasiat itu bukanlah
kewajiban atas setiap orang yang meninggalkan harta, dan bukan pula kewajiban
terhadap kedua orang tua dan karib kerabat yang tidak mendapat harta warisan
Wasiat itu terkadang wajib, terkadang sunat, terkadang haram, terkadang makruh,
tersebut bisa berupa pemberian seseorang kepada orang lain baik berupa barang,
piutang maupun manfaat untuk dimiliki oleh orang yang diberi wasiat itu secara
sepihak dan tanpa ada paksaan dari pihak manapun serta secara sukarela.
Bagian atau besarnya wasiat yang di terima oleh penerima wasiat tidak
boleh lebih dari 1/3 dari harta nya. Berwasiat kepada ahli waris menurut kami
boleh yakni dengan ada izin dari pihak ahli waris lainya.
12
DAFTAR PUSTAKA
M. Ali Hasan, Hukum Waris dalam Islam, cet. 6, Jakarta, PT. Bulan Bintang,
1996.
Saebani, Beni Ahmad dan Falah, Syamsul, Hukum Perdata Islam di Indonesia,
Bandung, CV Pustaka Setia, 2011.
Abdul Qadir Jaelani, Keluarga Islam, Surabaya, PT, Bina Ilmu, 1995.