KEDUDUKAN IJMA’
Disusun Oleh:
Agus Haryandi
JURUSAN DAKWAH
AL-HAUDL KETAPANG
TAHUN 2022
2
Kata Pengantar
Ketapang,13 oktober
2023
Penyusun
Agus Haryandi
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................I
DAFTAR ISI.....................................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................3
3.1 Kesimpulan..........................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................8
ii
BAB I
PENDAHULUAN
صيرًا Eْ ق ٱل َّرسُو َل ِم ۢن بَ ْع ِد َما تَبَيَّنَ لَهُ ْٱلهُد َٰى َويَتَّبِ ْع َغ ْي َر َسبِي ِل ْٱل ُمْؤ ِمنِينَ نُ َولِّ ِهۦ َما تَ َولَّ ٰى َونُصْ لِ ِهۦ َجهَنَّ َم ۖ َو َسٓا َء
ِ ت َم ِ َِو َمن يُشَاق
Tafsir dari ayat tersebut dikemukakan oleh Ibnu Katsir bahwa, "Yang
dijadikan sandaran oleh Imam as-Syafi'i untuk dalil tentang keberadaan ijma
sebagai hujjah yang haram untuk ditinggalkan adalah ayat yang mulia ini. Setelah
dilakukan kajian maksimal dan perenungan yang panjang. Ini termasuk salah satu
cara untuk menyimpulkan dalil (istinbath) yang paling bagus dan paling kuat."
(Tafsir Ibnu Katsir, 2:413)
Oleh karena itu melansir buku Ijma Sebagai Dalil Syari Ketiga oleh Tajun
Nashr, Lc, ijma dibuat dari hasil akhir diskusi para mujtahid yang tentunya
dibangun dari dalil-dalil lain, yang salah satunya adalah teks. Maka ketika ada
ijma yang menyelisihi teks Al-Qur'an atau As-Sunnah, bisa dipastikan bahwa teks
tersebut adalah teks yang sudah dinasakh atau teks yang multitafsir.
1
a) Apa itu ijma’?
b) Apa saja syarat dan macam-macam ijma’?
c) Bagaimana kedudukan Ijma’ sebagai sumber hukum islam?
2
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Tajun Nashr dalam buku Ijma sebagai Dalil Syari Ketiga, secara
bahasa kata ijma memiliki dua arti. 1 Pertama, ijma adalah niat dari seseorang
untuk melakukan sesuatu dan memutuskannya. Kedua, ijma adalah kesepakatan
beberapa orang untuk melakukan sesuatu. Adapun menurut istilah syar’i
sebagaimana menurut mayoritas ulama ushul fiqih adalah kesepakatan para
mujtahid dari umat Muhammad SAW setelah wafatnya beliau pada suatu masa
mengenai hukum syar’i. Jumhur ulama ushul fiqh yang lain seperti Abu Zahra dan
Wahab Khallaf, merumuskan ijma dengan kesepakatan atau konsensus para
mujtahid dari umat Muhammad pada suatu masa setelah wafatnya Rasulullah
SAW terhadap suatu hukum syara’ mengenai suatu kasus atau peristiwa.
Salah satu dalil mengenai ijma terdapat dalam firman Allah SWT surah An Nisa
ayat 59,
ُر ُّدوْ ه الَى هّٰللاE َي ٍء فE ازَ ْعتُم في َشEEَا ْن تَنE َر م ْن ُك ۚم فEEوْ ل واُولى ااْل َمE َّس هّٰللا
ِ ِ ُ ْ ْ ِ ْ ِ ْ ِ ِ ْ ِ َ َ ُ وا الرEEوا َ َواَ ِط ْي ُعEEوا اَ ِط ْي ُعEْٓ Eُا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنEEَٰيٓاَيُّه
٥٩ ࣖ َوال َّرسُوْ ِل اِ ْن ُك ْنتُ ْم تُْؤ ِمنُوْ نَ بِاهّٰلل ِ َو ْاليَوْ ِم ااْل ٰ ِخ ۗ ِر ٰذلِكَ خَ ْي ٌر َّواَحْ َسنُ تَْأ ِو ْياًل
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nabi Muhammad) serta ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Jika
kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an)
dan Rasul (sunahnya) jika kamu beriman kepada Allah dan hari Akhir. Yang
demikian itu lebih baik (bagimu) dan lebih bagus akibatnya (di dunia dan di
akhirat).”
1
Tajun Nashr, Lc. Ijma Sebagai Dalil Syari Ketiga. Vol. 112. Lentera Islam.
3
Selain itu, dalam hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan
Tirmidzi yang artinya, “Umatku tidak akan bersepakat untuk melakukan
kesalahan.”
Ulama yang melakukan ijma harus mencapai derajat mujtahid. Disebutkan dalam
Al Wajiz Fii Ushulil Fiqhi karya Wahbah az-Zuhaili, berikut beberapa syarat
ijma: 2
Harus ada mujtahid lebih dari satu. Harus ada kesepakatan terhadap sebuah
hukum syar’i Adanya kesepakatan di antara semua mujtahid yang menjadi peserta
ijma. Kesepakatan muncul dari para ulama mujtahid yang adil (baik agamanya)
dan tidak ahli bid’ah.
Ijma atau kesepakatan para mujtahid harus merujuk pada sumber hukum lain, baik
berupa ayat Al-Qur’an atau hadits maupun qiyas.
Ijma terdiri dari beberapa macam. Menurut Moch Firdy Adi S dalam buku Fiqih
untuk Pemula, macam-macam ijma dibedakan berdasarkan waktu dan cara
pengambilannya.
1. Ijma qouliah, yaitu kesepakatan para mujtahid pada suatu masa atas
hukum suatu peristiwa dengan menampilkan pendapat masing-masing
secara jelas, baik melalui lisan, perbuatan, atau tulisan dan menerangkan
pendapatnya untuk mendapatkan persetujuan.
2
Fadilah, Adin. "Probabilitas Ijma’Di Era Modern (Implikasi Perbedaan Definisi, Syarat
Dan Rukun Terhadap Kemungkinan Terjadinya Ijma’, Kedudukan Dan Hujjahnya)." Al-
Majaalis 4.1 (2016): 129-147.
4
2. Ijma sukuti, yaitu ijma yang dilakukan secara diam-diam. Artinya,
sebagian para mujtahid suatu masa menyampaikan pendapatnya secara
jelas, sedangkan sebagian lainnya tidak memberikan tanggapan terhadap
pendapat tersebut mengenai persetujuan atau perbedaannya.
2. Ijma ulama Madinah, yaitu kesepakatan para ulama Madinah pada masa
tertentu.
3. Ijma ulama Kuffah, yaitu kesepakatan para ulama Kuffah tentang suatu
permasalahan.
5. Ijma Ahlu Bait, yaitu kesepakatan keluarga Nabi Muhammad dalam suatu
permasalahan.
5
Ijma adalah sumber hukum Islam yang ketiga setelah Al-Qur'an dan
hadits. Sofiandi mengatakan dalam buku Ushul Fiqh Easy, para ulama sepakat
menyatakan bahwa ijma sah untuk dijadikan sebagai dalil hukum. Ijma’
merupakan hujjah atau dalil dalam pembinaan hukum Islam.3 Bagi mujtahid
berikutnya tidak boleh menjadikan keputusan itu sebagai objek ijtihadnya, karena
hukum yang telah ditetapkan mengenai suatu kejadian dengan ijma' adalah hukum
syara secara pasti, tidak ada jalan untuk menentangnya atau menghapusnya. Bukti
kehujjahan ijma' adalah: Pertama, dalam al-Qur'an Surat an-Nisa ayat 59 Allah
merintahkan untuk taat kepada ulil amri. Lafadz Amri adalah hal-hal keadaan dan
ia adalah umum. Ulil Aron duniawi adalah para raja, pemimpin dan penguasa.
Sedang Ulil Amri agamawi adalah para mujtahid atau ahli fatwa agama. \
Ibnu Abbas menafsiri ulil amri dengan ulama. Yang jelas Ijma' memiliki
kekuatan hukum. Artinya ayat di atas menunjukkan wajib mematuhi hukum yang
di- AL-QAIAM sepakati oleh seluruh ulama mujtahid atau masa. Kedua,
bahwasanya suatu hukum yang telah disepakati oleh pendapat semua mujtahid
ummat Islam, pada hakekatnya hukum ummat Islam. Hal ini sebagaimana hadits
nabi sebagai berikut Artinya: "Tidaklah berkumpul ummatku untuk melakukkan
kesalahan". Artinya: "Apa-apa yang menurut pendapat kaum muslimin baik, maka
ia baik (pula) di sisi Allah". (lihat Az Zahaili, 1986 : 542-543). Menurut adat,
merealisasikan rukun-rukun ijma' seperti yang telah diuraikan di atas, nampaknya
ijma' tersebut sulit untuk diwujudkan, karena tidak adanya ukuran, m.isalnya
karena perbedaan bangsa atau marga. Artinya, jika ijma' didefinisikan dengan
"kesepakatan para m ujtahid da - lam setiap masa terhadap hukumhukum .syara'",
maka ijma' tersebut tidak akan terjadi. Karena para mujtahid berdomisili di
berbagai negara dan kota yang tidak mungkin semua dipertemukan dalam suatu
tempat. Kalaupun memang terjadi masing-masing mujtahid dapat memperhatikan
pendapatnya dengan sesuatu yang dapat dipertanggung jawabkan, maka
persoalannya adalah apa yang dapat menjamin bahwa mujtahid yang
menampilkan pendapatnya itu akan tetap berpegang pada pendapatnya itu sampai
diambil pendapat-pendapat yang lain? Padahal mutlak diperlukan dalam
3
Sitorus, Anggi Pratiwi. "KEDUDUKAN IJMA’DALAM MENETAPKAN HUKUM." Ushul
Fiqih dan Kaedah Ekonomi Syariah (2022): 53.
6
mewujudkan ijma, ketetapan kata mufakat para mujtahidin semuanya, pada suatu
waktu atas satu hukum mengenai suatu peristiwa. Ringkasnya, bahwa ijma' tidak
mungkin diwujudkan. Jika ijma' itu diwujudkan, maka ia harus disandarkan
kepada dalil. Dan bila dalil yang menjadi sandaran itu qoth'i, maka hal yang
mustahil menurut adat, jika dalil itu disembunyikan. Karena bagi ummat Islam
tidaklah tersembunyi bagi mereka dalil syar'i yang qoth'i sampai mereka
memerlukan kembali kepada mujtahid. Dan jika ijma'nya adalah berupa dalil
dzonni, tentu mustahil menurut adat (kebiasaan)
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Ijma atau kesepakatan para mujtahid harus merujuk pada sumber hukum
lain, baik berupa ayat Al-Qur’an atau hadits maupun qiyas. Ijma qouliah, yaitu
kesepakatan para mujtahid pada suatu masa atas hukum suatu peristiwa dengan
menampilkan pendapat masing-masing secara jelas, baik melalui lisan, perbuatan,
atau tulisan dan menerangkan pendapatnya untuk mendapatkan persetujuan.
7
menampilkan pendapatnya itu akan tetap berpegang pada pendapatnya itu sampai
diambil pendapat-pendapat yang lain
DAFTAR PUSTAKA
Asrowi, Asrowi. "Ijma dan Qiyas dalam Hukum Islam." Aksioma Al-Musaqoh: Journal
of Islamic Economics and Business Studies 1.1 (2018).
Halim, Siti Hajar Binti. "Ijma'di bidang hukum pidana islam (kajian tindak pidana zina
dalam kitab al-Majmu')." (2011).
Sitorus, Anggi Pratiwi. "KEDUDUKAN IJMA’DALAM MENETAPKAN
HUKUM." Ushul Fiqih dan Kaedah Ekonomi Syariah (2022): 53.
Taufiqurrohman, Ahmad. "Ijma'Di Masa Modern." Al-Fatih: Jurnal Studi Islam 9.01
(2021): 42-58.
Fadholi, Ahmad. "IJMA’SEBAGAI PENYATUAN PERBEDAAN AWAL BULAN
QAMARIAH." Comparativa: Jurnal Ilmiah Perbandingan Mazhab dan
Hukum 1.1 (2020): 1-24.
Fadholi, Ahmad. "IJMA’SEBAGAI PENYATUAN PERBEDAAN AWAL BULAN
QAMARIAH." Comparativa: Jurnal Ilmiah Perbandingan Mazhab dan
Hukum 1.1 (2020): 1-24.