FIKIH MAWARIS
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Fikih
Dosen Pengampu : Drs. H. E. Z. Abidin, M. Pd. I
Disusun Oleh :
Evi Rismawani
Lira Ariyanti
Shofa Ainul Asfiya
KELOMPOK 2
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum waris merupakan salah satu dari bagian dari hukum perdata secara
waris sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia, sebab
seseorang di atur oleh hukum waris. Dalam pengertian hukum “waris” sampai
saat ini baik para ahli hukum Indonesia maupun dalam hukum kepustakaan
Ruang lingkup kajian hukum islam terkait dengan waris sangat luas. Di
antarana meliputi orang-orang yang berhak menerima waris, dan masih banyak
lagi seperti tentang penambahan atau pengurangan bagian waris. Orang yang
berhak menerima waris, dalam konteks hukum islam dibagi ke dalam tiga
B. Rumusan Masalah
1. Apa Yang Menjadi Rukun dan Syarat Kewarisan?
1
BAB II
PEMBAHASAN
a. Pewaris (Al-Muwarris)
meninggalkan harta warisan dan ahli waris yang masih hidup. Istilah
pewaris secara khusus dikaitkan dengan suatu proses pengalihan ha
keluarganya yang masih hidup. Oleh karena itu, seseorang yang masih
kematiannya.
pikiran.
2
a) Mati hakiki artinya tanpa melalui pembuktian dapat diketahui dan
meninggal.
Harta wasiat menurut hukum waris Islam adalah harta bawaan dan
waris islam tidak hanya harta benda tetapi juga hak-hak dari pewaris.
berupa hak-hak harus bersih dari segala sangkut paut dengan orang lain.
3
pasal 171 huruf e KHI yaitu “Harta warisan adalah harta bawaan
pewaris.
2) Adanya ahli waris yang hidup secara hakiki pada waktu pewaris
meninggal dunia.
masing-masing.
4
diketahui tanpa harus melalui pembuktian, bahwa seseorang telah
saat pewaris meninggal. Maka jika dua orang yang saling mempunyai
hak waris satu sama lain meninggal bersama-sama atau berturut, tetapi
tidak dapat diketahui siapa yang mati lebih dahulu, diantara mereka
tidak terjadi wari mewaris.
pada ahli waris atau dengan kata lain benar-benar dapat diketahui
bahwa ahli waris yang bersangkutan berhak waris. Syarat ketiga ini
5
B. Sebab-Sebab Kewarisan
Menurut Sayid Sabiq, seorang dapat mewarisi harta warisan karena 3 hal,
yaitu:
2. Hubungan Pernikahan
Berlaku atas dasar perkawinan dengan artian suami menjadi ahli waris
bagi istrinya yang meninggal dan istri menjadi ahli waris bagi suaminya
antara suami dan istri didasarkan atas dua syarat berikut: perkawinan sah
menurut hukum islam, yaitu syarat dan rukun perkawinan terpenuhi, dan
antara keduanya telah terjadi akad nikah yang sah. Perkawinan masih utuh,
yaitu suami istri masih terkait dalam ketentuan ini istri yang masih dalam
3. Hubungan Perbudakkan
proses pembebasan budak oleh seorang tuanya meskipun mereka tidak ada
hubungan darah. Jadi seorang budak dapat menjadi ahli waris dari tuannya
6
begitu juga sebaliknya. Namun pada zaman sekarang perbincangan tentang
atau istri, kompilasi hukum islam tidak mengatur pembagian warisnya. Namun,
jika melihat sebab-sebab timbulnya hak waris dalam hukum islam, yakni
karena hubungan nasab (darah), hubungan perkawinan, dan Walaa maka kita
akan dapat menjawabnya. Bagi seseorang yang tidak menikah maka harta
warisannya akan jatuh ke kelompok nasab almarhum, yakni kedua orang tua
almarhum (nasab ushuul) dan saudara kandung dengan bagian untuk ayah 1/3
Islam penghalang kewarisan kita jumpai pada pasal 173 yang berbunyi :
“Seseorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang
Di dalam hukum waris adat yang dipengaruhi oleh agama islam, seseorang
dapat kehilangan hak mawaris atau dengan kata lain seseorang tidak berhak
7
Hukum waris Perdata menentukan empat sebab seseorang kehilangan hak
pewaris telah melakukan kejahatan dengan ancaman empat tahun atau lebih.
wasiat.
2. Ahli waris telah meninggalkan agama islam, begitu juga sebaliknya ia tidak
3. Ahli waris yang tidak beragama islam tidak dapat menerima warisan dari
Di antara ahli waris ada yang terhalang mendapat harta warisan, karena
beberapa sebab:
dengan isnad yang shahih). Dalam hadis lain : “ Rasulullah Saw, bersabda,
8
dirinya, baik itu orang tuanya, atau anaknya, maka bagi pembunuh tidak
mendapat harta warisan, telah diatur dalam pasal 173 Kompilasi Hukum
karena:
beragama islam. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad Saw.,
“Orang Islam tidak mewarisi orang kafir, demikian juga orang kafir tidak
mewarisi orang Islam” (HR Jama’ah). Dari hadis : “Tidak saling mewarisi
antara dua orang pemuluk agama yang berbeda” (HR Ashhab Sunan).
Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir
menunjukkan:
َ ب هللا َمثَلا َع ْبداا َّم ْملُ ْو اكا الَّ َي ْقد ُِر َعلَى
ش ْىء َ ض َر
َ
9
Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang
Sebagai fakta sejarah, perbudakan memang ada, bahkan boleh jadi secara
de facto realitas mereka masih belum hilang dari muka bumi ini. Meski
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun rukun kewarisan,yaitu :
Muwarrits (Pewaris), yaitu orang yang pada saat meninggalnya atau yang
jalan nasab atau pernikahan, maupun sebab hubungan hak perwalian dengan
muwarrits.
Mauruts (harta waris), yaitu harta benda yang di tinggalkan oleh si mati
yang akan di warisi oleh para ahli waris setelah digunakan untuk keperluan
mewarisi yaitu:
Hidupnya ahli waris harus jelas pada saat muwarrits meninggal dunia.
Mengetahui status kewarisan.
11
DAFTAR PUSTAKA
12