Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

“KOLERASI WASIAT DENGAN WARISAN DALAM HUKUM ISLAM”

Oleh:

FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PAREPARE
2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt, yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah sesuai dengan rencana.
Shalawat serta salam semoga tetap terhaturkan kepada Rasulullah Muhammad Saw
yang telah membawa umatnya dari kegelapan menuju jalan terang benderang
berupa agama islam.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam menyusun tugas
makalah ini. Oleh karena itu mengharap kritik dan saran dari pembaca untuk
kesempurnaan penulisan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis
dan pembaca. Amin

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
A. Latar Belakang Masalah................................................................................4
B. Rumusan Masalah.........................................................................................5
BAB II......................................................................................................................6
PEMBAHASAN......................................................................................................6
A. Pengertian Warisan dan Wasiat....................................................................6
B. Warisan Dalam Hukum Islam.......................................................................9
C. Wasiat Dalam Hukum Islam.......................................................................10
BAB III..................................................................................................................12
PENUTUP..............................................................................................................12
A. Kesimpulan...................................................................................................12
B. Saran..............................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Salah satu aspek terpenting dalam kehidupan manusia dan masyarakat
pada umumnya adalah yang berkaitan dengan harta. Manusia dan masyarakat,
apapun alasannya, tidak mungkin dilepaskan dari aspek tersebut. Harta, menjadi
salah satu dari apa-apa yang digeluti manusia. Oleh karena manusia dilengkapi
hawa nafsu, maka Al-Qur'an mengingatkan bahwa harta kekayaan adalah fitnah
atau cobaan. Amat banyak sekali masalah-masalah yang timbul akibat dari harta
tersebut.
Menurut ajaran Islam, pemilikan seseorang terhadap harta tidak terlepas
dari hubungannya dengan kepentingan-kepentingan sosial. Oleh karena itu
berkaitan dengan harta, Islam membawa seperangkat hukum syari'at, yakni antara
lain syari'at tentang Kewarisan, Zakat, Infaq, Shadaqah, Hibah, Wakaf dan
Wasiat. Adanya syari'at Islam tentang Kewarisan, Zakat, Infaq, Shadaqah, Hibah,
Wakaf dan Wasiat merupakan hal yang tidak terpisahkan dari iman dan akhlak.
Hal ini menunjukkan bahwa Islam telah siap dengan sebuah konsep untuk
menghadapi problema-problema dalam masyarakat, terutama yang bersangkutan
dengan masalah kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan.
Warisan adalah harta peninggalan seseorang yang telah meninggal kepada
seseorang yang masih hidup yang berhak menerima harta tersebut. Hukum waris
adalah sekumpulan peraturan yang mengatur hubungan hukum mengenai
kekayaan setelah wafatnya seseorang. Seseorang yang berhak menerima harta
peninggalan di sebut ahli waris. Dalam hal pembagian harta peninggalan, ahli
waris telah memiliki bagian-bagian tertentu. Seperti yang tercantum dalam Firman
Allah SWT sebagai berikut :
‫َتَر َك ِمَّم ا َنِص يٌب َو ِللِّنَس اِء َو األْقَر ُبوَن اْلَو اِلَداِن َتَر َك ِمَّم ا َنِص يٌب ِللِّر َج اِل‬
‫َم ْفُروًضا َنِص يًبا َك ُثَر َأْو ِم ْنُه َقَّل ِمَّم ا َو األْقَر ُبوَن اْلَو اِلَداِن‬
“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan
kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-
bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah
ditetapkan”

Wasiat adalah satu dari bentuk-bentuk penyerahan atau pelepasan harta


dalam syari'at Islam. Wasiat memiliki dasar hukum yang sangat kuat dalam
syari'at Islam.

4
Wasiat juga di sebut testamen adalah “pernyataan kehendak seseorang
mengenai apa yang akan kelak di lakukan terhadap hartanya setelah ia meninggal
dunia kelak”. Pelaksanaan wasiat ini baru akan dilakukan setelah pewaris
meninggal dunia. Dalam peraktek pelaksanaanya wasiat harus memenuhi
beberapa persyaratan tertentu agar pelaksanaanya tidak bertentangan dengan
ketentuan hukum waris dan tidak merugikan para ahli waris lain yang tidak
memperoleh pemberian melalui wasiat. Dalam kaitan ini pula hukum membatasi
kekuasaan seseorang untuk menentukan kehendak terakhirnya melalui wasiat agar
ia tidak mengesampingkan anak sebagai ahli waris melalui wasiat.
Maka penulis pada kesempatan ini ingin berbagi pengetahuan tentang
Konsep Wasiat dan Ketentuan-Ketentuannya lebih dalam melalui Risalah ini yang
mudah-mudahan akan bermanfaat bagi pembaca suatu hari nanti.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian warisan dan wasiat ?
2. Bagaimana warisan dan wasiat Dalam islam?

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Warisan dan Wasiat


1. Warisan
Pengertian waris menurut bahasa ini tidak terbatas hanya pada hal-hal
yang berkaitan dengan harta, akan tetapi mencakup harta benda dan non harta
benda. Kata ‫ ورث‬adalah kata kewarisan pertama yang digunakan dalam al-Qur’an.
Kata waris dalam berbagai bentuk makna tersebut dapat kita temukan dalam al-
Qur’an, yang antara lain:
 Mengandung makna “mengganti kedudukan” (QS. an-Naml, 27:16).
 Mengandung makna “memberi atau menganugerahkan” (QS. az-
Zumar,39:74).
 Mengandung makna “mewarisi atau menerima warisan” (QS. al-Maryam,
19: 6).

Sedangkan secara terminologi hukum, kewarisan dapat diartikan sebagai


hukum yang mengatur tentang pembagian harta warisan yang ditinggalkan ahli
waris, mengetahui bagian-bagian yang diterima dari peninggalan untuk setiap ahli
waris yang berhak menerimanya. Sedangkan menurut para fuqoha, pengertian
ilmu waris adalah sebagai berikut:

‫علم يعرف به من يرث ومن ال يرث ومقداركل وارث وكيفية التوزيع‬


“Artinya: Ilmu yang mempelajari tentang ketentuan-ketentuan orang yang
mewaris, kadar yang diterima oleh ahli waris serta cara pembagiannya.”

Adapun dalam istilah umum, waris adalah perpindahan hak kebendaan


dari orang yang meninggal dunia kepada ahli waris yang masih hidup. Seperti
yang disampaikan oleh Wiryono Projodikoro, definisi waris adalah soal apakah
dan bagaimanakah pelbagai hak-hak dan kewajibankewajiban tentang kekayaan
seseorang pada waktu ia meninggal akan beralih kepada orang lain yang masih
hidup. Dengan demikian secara garis besar definisi warisan yaitu perpindahan
berbagai hak dan kewajiban tentang kekayaan seseorang yang meninggal dunia
kepada orang lain yang masih hidup dengan memenuhi syarat dan rukun dalam
mewarisi.

Selain kata waris tersebut, kita juga menemukan istilah lain yang
berhubungan dengan warisan, diantaranya adalah:

6
a. Waris, adalah orang yang termasuk ahli waris yang berhak menerima
warisan.
b. Muwaris, adalah orang yang diwarisi harta bendanya (orang yang
meninggal) baik secara haqiqy maupun hukmy karena adanya
penetapan pengadilan.
c. Al-Irsi, adalah harta warisan yang siap dibagikan kepada ahli waris
yang berhak setelah diambil untuk pemeliharaan jenazah, melunasi
hutang dan menunaikan wasiat.
d. Warasah, yaitu harta warisan yang telah diterima oleh ahli waris.
e. Tirkah, yaitu seluruh harta peninggalan orang yang meninggal dunia
sebelum diambil untuk pemeliharaan jenazah, melunasi hutang,
menunaikan wasiat.
Adapun pengertian hukum kewarisan menurut Kompilasi Hukum Islam
(KHI) adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta
peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli
waris dan berapa bagiannya (Pasal 171 huruf a KHI).
2. Wasiat
Kata wasiat ( ‫ ) الوصية‬berasal dari kata “washshaitu (‫) وصيت‬, asy-syaia (
‫) الش~~~يئ‬, ushiiyah (‫) أص~~~يه‬, artinya: aushaltu (‫( )أوص~~~لت‬aku menyampaikan
sesuatu)”.yang juga berarti pesanan, jadi berwasiat juga diartikan berpesan. Dalam
Al-Qur'an kata wasiat dan yang seakar dengan itu mempunyai beberapa arti di
antaranya berarti menetapkan, sebagaimana dalam surat al-An'am : 144‫أم كنتم شهداء‬
‫) )إذ وص~~اكم هللا‬, memerintahkan sebagaimana dalam surat Luqman: 14, (‫ووص~~ينا‬
‫ )اإلنسان بولدي~~~~~~ه‬dan Maryam: 31 ‫ )وأوص~~~~~~انى بالصالة‬, mensyari'atkan
(menetapkan) sebagaimana dalam surat An-Nisa' ayat 12 (‫)وصية من هللا‬. Adapun
pengartiannya menurut istilah Syariah ialah: pesan terakhir yang diucapkan
dengan lisan atau disampaikan dengan tulisan oleh seseorang yang merasa akan
wafat berkenaan dengan harta benda yang ditinggalkannya.1

‫ُك ِتَب َع َلۡي ُك ۡم ِإَذ ا َحَضَر َأَح َد ُك ُم ٱۡل َم ۡو ُت ِإن َتَر َك َخ ۡي ًرا ٱۡل َو ِص َّيُة ِلۡل َٰو ِل َد ۡي ِن َو ٱَأۡلۡق َر ِبيَن ِب ٱۡل َم ۡع ُروِۖف َح ًّق ا َع َلى ٱۡل ُم َّتِقيَن‬
١٨٠
Terjemah :
“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang diantara kamu kedatangan
(tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat
untuk ibu-bapak dan kaum kerabatnya secara ma'ruf. (Ini adalah)
kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa.” (QS Al-Baqarah : 180)

1
Machdum, Ilham.Pengertian Wasiat dan Hibah, http://ilhammachdum.blogspot.com/
2013/04/pengertian-wasiat-dan-hibah.html (diakses 20 Maret 2015).

7
Berdasarkan pengertian umum dari ayat Al-Quran seorang muslim yang
sudah merasa ada firasat akan meninggal dunia, diwajibkan membuat wasiat
berupa pemberian (hibah) dari hartanya untuk ibu-bapak dan kaum kerabatnya,
apabila ia meninggalkan harta yang banyak.
Dikaitkan dengan perbuatan hukum wasiat itu pada dasarnya juga
bermakna transaksi pemberian sesuatu pada pihak lain. Pemberian itu bisa
berbentuk penghibahan harta atau pembebanan/pengurangan utang ataupun
pembarian manfaat dari milik pemberi wasiat kepada yang menerima wasiat.
Pengertian yang diberikan oleh ahli hukum wasiat ialah "memberikan hak
secara suka rela yang dikaitan dengan keadaan sesudah mati, baik diucapkan
dengan kata-kata atau bukan” sedangkan menurut Sayid Sabiq mendefinisikan
sebagai berikut : “wasiat itu adalah pemberian seseorang kepada orang lain baik
berupa barang, piutang , ataupun manfaat untuk dimiliki oleh orang yang diberi
wasiat setelah yang berwasiat mati.”2
Menurut para fuqaha, wasiat adalah pemberian hak milik secara sukarela
yang dilaksanakan setelah pemberinya meninggal dunia3. Pemberian hak milik ini
bisa berupa barang, piutang atau manfaat.
Istilah-istilah wasiat dalam bahasa Arab :
- Al-washi (‫ )الواصي‬atau al-mushi (‫ = )الموصي‬pemberi wasiat/pewasiat
- Al-Musho bihi (‫ = )الموصى به‬perkara/benda yang dijadikan wasiat.
- Al-Musho lahu (‫ = )الموصى له‬penerima wasiat (orang atau sesuatu)
- Al-mushu ilaih (‫ = )الموصى إليه‬orang yang menerima amanah menyampaikan
wasiat.
- Wasiat (‫ = )الوصية‬perilaku/transaksi wasiat
Wasiat juga tidak hanya dikenal dalam system ekonomi Islam saja
melainkan system hukum barat misalnya testamen yakni suatu pernyataan yang
dikehendaki kepada seseorang yang akan dilakukan setelah wafat. Wasiat atau
Testamen ialah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang ia kehendaki
setelahnya ia meninggal dunia. Pada asasnya suatu pernyataan kemauan terakhir
itu adalah keluar dari satu pihak saja (eenzidig) dan setiap waktu dapat ditarik
kembali oleh yang membuatnya. Penarikan kembali itu (herroepen), boleh secara
tegas (uitdrukkelijk) atau seara diam-diam (stiilzwijgend).4
Menurut Abd Al-Rahim dalam bukunya Al-Muhabadat Fil Al-Miras Al-
Muqaram mendefenisikan wasiat adalah tindakan seseorang memberikan hak
kepada orang lain untuk memiliki sesuatu baik berupa benda atau manfaat secara

2
Hadiansyah, Diyan Shintaweecai. Pengertian Wasiat, http://diyanshintaweecai
hadiansyah.blogspot.com/2011/12/pengertian-wasiat.html (diakses 25 Maret 2015)
3
Hasan, M. Ali. Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2003. hal 91
4
Fuad, Syamsul. Makalah Wasiat, http://vuadz.blogspot.com/2012/12/v-
behaviorurldefaultvmlo.html (diakses 19 Maret 2015).

8
suka rela atau tidak mengharapkan imbalan yang pelaksanaannya ditangguhkan
setelah peristiwa kematian orang yang berwasiat kematian orang yang berwasiat. 5

B. Warisan Dalam Hukum Islam


Warisan dalam hukum Islam dan Syariah adalah aturan yang dirancang
untuk mengatur pengalihan atau pengalihan harta milik orang yang meninggal
kepada orang atau keluarga lain, juga dikenal sebagai ahli waris.
Dalam tata cara Hukum Islam, terdapat Pasal 171 yang menjelaskan
tentang pewarisan dengan pengertian “Hukum Waris adalah hukum yang
mengatur peralihan hak milik kepada ahli waris (tirkah), menentukan siapa yang
berhak menjadi ahli waris dan berapa bagian masing-masing ahli waris”.
Hukum Waris Islam juga memuat aturan-aturan tentang siapa yang
diberikan kepada seorang ahli waris, jumlah bagian masing-masing ahli waris, dan
jenis warisan atau warisan yang diberikan ahli waris kepada ahli warisnya.
Banyak dokumen hukum waris Islam menyatakan bahwa Al-Qur’an
memang menjadi dasar utama untuk menentukan pembagian harta warisan. Hal
ini tercermin dari penjelasan hukum waris yang sangat rinci dan mendetail dalam
Al-Qur’an.
Asas yang digunakan dalam hukum waris Islam adalah asas dualitas dan
asas keturunan, yang tidak membedakan ahli waris laki-laki dan perempuan. Asas
ini didasarkan pada Pasal 174 tentang tata cara Hukum Islam yang menyatakan
bahwa golongan ahli waris terbagi menjadi ahli waris karena darah dan
perkawinan.
Menurut Hukum Waris Islam, berdasar Pasal 174 Kompilasi Hukum
Islam, kelompok ahli waris laki-laki terdiri dari ayah, anak laki-laki, saudara laki-
laki, paman dan kakek. Kemudian ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan
nenek membentuk kelompok ahli waris perempuan.
Sedangkan ahli waris karena perkawinan terdiri dari janda dan duda.
Jika semua kelompok ahli waris ada dan masih hidup, warisan menjadi
hak anak laki-laki, ayah, ibu, janda atau duda.
Syarat pertama untuk pewarisan adalah pewaris telah meninggal dan
kematiannya dapat ditetapkan tanpa bukti (mati secara substansial) atau dengan
keputusan (mati secara hukum). Kedua, pewaris masih hidup atau putusan hakim
menyatakan masih hidup pada saat kematian pewaris sah.6
Sekalipun ahli waris sah masih dalam kandungan, ia berhak atas
bagiannya, jika dapat dibuktikan bahwa ia adalah ahli waris. Namun, ada juga

5
Zarkasyi. Makalah Wasiat oleh Mahasiswa STAIN Al-Fatah Jayapura,
http://jundanjarblog.blogspot.com/2011/04/makalah-wasiat-oleh-mahasiswa-stain-al.html (diakses
26 Maret 2015).
6
Badran Abu al-Aynayn, al-Mawarith Wa al-Wasiyyah Wa al-Hibbah fi Alshari’ah alIslamiyyah
Wa al-Qanun, MISR : Muassasah Shabab al-Jami’ah al-Iskandariyyah, 1985, h 77.

9
kendala yang membuat pewarisan menjadi tidak mungkin. Misalnya, perbedaan
agama antara pewaris dan ahli waris, perbudakan dan pembunuhan.
Sama dengan persoalan-persoalan lainnya, hukum waris juga memiliki
beberapa rukun yang harus dipenuhi. Sebab jika tidak dipenuhi salah satu rukun
tersebut, harta waris tidak bisa dibagikan kepada para ahli waris. Untuk
menghindari hal tersebut, berikut beberapa rukun waris berdasarkan hukum waris
yang dilansir dari rumaysho.
 Orang yang mewariskan atau secara Islam disebut Al-Muwarrits, dalam
hal ini orang yang telah meninggal dunia yang berhak mewariskan harta
bendanya.
 Orang yang mewarisi atau Al-Warits, yaitu orang yang memiliki ikatan
kekeluargaan dengan orang yang meninggal berdasarkan sebab-sebab
yang menjadikannya sebagai orang yang bisa mewarisi.
 Harta warisan atau Al-Mauruts, merupakan harta benda yang ingin
diwariskan karena ditinggalkan oleh mayit setelah peristiwa kematiannya. 7

C. Wasiat Dalam Hukum Islam


Mengenai kedudukan hukum wasiat, ada yang berpendapat bahwa wasiat itu
wajib bagi setiap orang yang meninggalkan harta, baik harta itu banyak ataupun
sedikit. Pendapat ini di katakan oleh Az-Zuhri dan Abu Mijlaz. Pendapat ini
berpatokan pada Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 180 yang mewajibkan wasiat
ketika seseorang menghadapi kematian.
Pendapat kedua menyatakan bahwa wasiat kepada kedua orang tua dan karib
kerabat yang tidak mewarisi dari si mayat itu wajib hukumnya. Pendapat ketiga
adalah pendapat empat imam mazhab dan aliran Zaidiyah yang menyatakan
bahwa wasiat itu bukanlah kewajiban atas setiap orang yang meninggalkan harta
(pendapat pertama), dan bukan pula kewajiban terhadap kedua orang tua dan
karib kerabat yang tidak mendapat harta warisan (pendapat kedua): tetapi wasiat
itu hukumnya berbeda-beda menurut keadaan. Wasiat itu terkadang wajib,
terkadang sunat, terkadang haram, terkadang makruh, dan terkadang mubah
(boleh).
Menurut Sayyid sabiq, hukum wasiat itu ada beberapa macam yaitu :
1) Wajib
Wasiat itu wajib dalam keadaan jika manusia mempunyai kewajiban
syara’ yang dikhawatirkan akan disia-siakan bila dia tidak berwasiat, seperti
adanya titipan, hutang kepada Allah dan hutang kepada manusia. Misalnya
dia mempunyai kewajiban zakat yang belum ditunaikan, atau haji yang belum
dilaksanakan, atau amanat yang harus disampaikan, atau dia mempunyai

7
Fatchur Rahman, Ilmu Waris, Jakarta: Bulan Bintang, 1979, h.63

10
hutang yang tidak diketahui sselain dirinya, atau dia mempunyai titipan yang
tidak dipersaksikan.
2) Sunah
Wasiat itu disunatkan bila diperuntukkan bagi kebajikan, karib kerabat,
orang-orang fakir dan orang-orang saleh.
3) Haram
Wasiat itu diharamkan jika ia merugikan ahli waris. Wasiat yang
maksudnya merugikan ahli waris seperti ini adalah batil, sekalipun wasiat itu
mencapai sepertiga harta. Diharamkan juga mewasiatkan khamar,
membangun gereja, atau tempat hiburan.
4) Makruh
Wasiat itu makruh jika orang yang berwasiat sedikit harta, sedang dia
mempunyai seorang atau banyak ahli waris yang membutuhkan hartanya.
Demikian pula dimakruhkan wasiat kepada orang yang fasik jika diketahui
atau diduga keras bahwa mereka akan menggunakan harta itu di dalam
kefasikan dan kerusakan.
5) Jaiz
Wasiat diperbolehkan bila ia ditujukan kepada orang yang kaya, baik
orang yang diwasiati itu kerabat ataupun orang jauh (bukan kerabat).8; dan

8
Khalik, Subehan. Wasiat Kepada Ahli Waris, Makassar: Alauddin University Press,
2013. hal 21

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Wasiat adalah pesan terakhir yang diucapkan dengan lisan atau disampaikan
dengan tulisan oleh seseorang yang merasa akan wafat berkenaan dengan harta
benda yang ditinggalkannya. Wasiat itu terkadang wajib, terkadang sunat,
terkadang haram, terkadang makruh, dan terkadang mubah (boleh). Hukum Waris
Islam adalah prosedur untuk mewariskan harta orang yang meninggal kepada ahli
waris dan menerima bagian. Susunan kata-katanya tidak terlepas dari nilai-nilai
keislaman Al-Qur’an. Ahli waris atau pewaris adalah mereka yang berhak
mewaris.

B. Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini banyak kekurangan, untuk itu kami
mengharapkan masukan atau saran dari teman-teman demi perbaikan karya tulis
kami di masa yang akan datang.

12
DAFTAR PUSTAKA
Machdum, Ilham.Pengertian Wasiat dan Hibah,
http://ilhammachdum.blogspot.com/ 2013/04/pengertian-wasiat-dan-
hibah.html.
Hadiansyah, Diyan Shintaweecai. Pengertian Wasiat, http://diyanshintaweecai
hadiansyah.blogspot.com/2011/12/pengertian-wasiat.html
Hasan, M. Ali. Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2003.
Fuad, Syamsul. Makalah Wasiat, http://vuadz.blogspot.com/2012/12/v-
behaviorurldefaultvmlo.html
Zarkasyi. Makalah Wasiat oleh Mahasiswa STAIN Al-Fatah Jayapura,
http://jundanjarblog.blogspot.com/2011/04/makalah-wasiat-oleh-
mahasiswa-stain-al.html
Badran Abu al-Aynayn, al-Mawarith Wa al-Wasiyyah Wa al-Hibbah fi Alshari’ah
alIslamiyyah Wa al-Qanun, MISR : Muassasah Shabab al-Jami’ah al-
Iskandariyyah, 1985,
Fatchur Rahman, Ilmu Waris, Jakarta: Bulan Bintang, 1979,
Khalik, Subehan. Wasiat Kepada Ahli Waris, Makassar: Alauddin University
Press, 2013.

13

Anda mungkin juga menyukai