Anda di halaman 1dari 41

PROPOSAL SKRIPSI

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBATALAN AKAD


DALAM JUAL BELI MAKANAN MELALUI JASA ONLINE GO-FOOD
PADA APLIKASI GRAB KOTA PAREPARE

Oleh:

Riska Asfitasari
NIM: 18.2200.055

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PAREPARE
2022
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBATALAN AKAD
DALAM JUAL BELI MAKANAN MELALUI JASA ONLINE GO-FOOD
PADA APLIKASI GRAB KOTA PAREPARE
PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi syarat ujian seminar proposal skripsi

Oleh:

Riska Asfitasari
NIM: 18.2200.055

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PAREPARE

2022

PENGESAHAN PROPOSAL SKRIPSI

Judul Proposal Skripsi : Tinjauan Hukum islam terhadap Pembatalan


Akad Dalam Jual Beli Makanan Melalui jasa
Online Go-food pada Aplikasi Grab di Kota
Parepare.

Nama Mahasiswa : Riska Asfita Sari

NIM : 18.2200.055

Program Studi : Hukum Ekonomi Syariah

Fakultas : Syariah Dan Ilmu Hukum Islam

Dasar Penetapan Pembimbing : SK. Dekan Fakultas Syariah Dan Ilmu Hukum
Islam No.DIPA-025.04.2.307381/2021

Disetujui Oleh

Pembimbing Utama : Dr. Kamal Zubair, M.Ag. (…………)

NIP : 1973029 200501 1 001

Pembimbing Pendamping : Dr. Aris, S.Ag., M.HI (…………)

NIP : 19761231 200901 1 046

Mengetahui

Fakultas Syariah Dan Ilmu Hukum Islam

Dekan,

Dr. Rahmawati M.Ag


NIP. 19760901 200604 2 001

DAFTAR ISI
SAMPUL..................................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
I. PENDAHULUAN................................................................................................5
A. Latar Belakang..............................................................................................5
B. Rumusan Masalah.......................................................................................12
C. Tujuan Penelitian........................................................................................13
D. Kegunaan Penelitian...................................................................................13
II. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................14
A. Tinjauan Penelitian Relevan.......................................................................14
B. Tinjauan Teori.............................................................................................17
1. Teori Akad...............................................................................................17
2. Teori Jual Beli Dalam Islam....................................................................23
3. Teori Jual Beli Istisna..............................................................................27
4. Teori Khiyar............................................................................................28
C. Tinjauan Konseptual...................................................................................34
D. Kerangka Pikir............................................................................................36
III. METODE PENELITIAN.................................................................................37
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian....................................................................37
B. Lokasi Penelitian.........................................................................................38
C. Fokus Penelitian..........................................................................................38
D. Jenis dan Sumber Data................................................................................38
E. Tekhnik Pengumpulan dan Pengolahan Data.............................................39
F. Uji Keabsahan Data.......................................................................................40
G. Tekhnik Analisa Data....................................................................................41
KERANGKA ISI TULISAN (OUTLINE)...............................................................I
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................II
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBATALAN AKAD
DALAM JUAL BELI MAKANAN MELALUI JASA ONLINE GO-FOOD
PADA APLIKASI GRAB KOTA PAREPARE

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Teknologi berkembang sangat pesat, kemajuan teknologi tersebut

mendorong seseorang untuk selalu kreatif dan berinovasi dalam mengembangkan

bisnis. Dari aktivitas yang biasanya dilakukan yang kedua dan ketiga menurut

Onggo) yang berpengaruh terhadap kegiatan konsumen juga dengan adanya

produsen yang menyediakannya. Mulai dari kegiatan jual beli barang yang saat ini

bisa dilakukan dengan mudahnya melalui internet yang biasa disebut online

shopping, sudah banyak pula generasi muda yang terjun ke dunia bisnis melalui

online shopping ini. Penggunaan online shopping untuk saat ini tidak hanya

melalui situs website, namun bisa melalui media sosial seperti instagram dan

aplikasi lainnya.1

Dalam bermuamalah maka tidak lepas dari adanya akad. Sedangkan akad

atau kontrak menurut istilah adalah suatu kesepakatan atau komitmen bersama
baik lisan, isyarat, maupun tulisan antara dua pihak atau lebih yang memiliki

implikasi hukum yang mengikat untuk melaksanakannya.2 Begitupun dalam

menjalankan bisnis, satu hal yang sangat penting adalah masalah akad

(perjanjian). Akad sebagai salah satu cara untuk memperoleh harta dalam syariat

Islam yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari- hari. Akad merupakan

cara yang diriḍai Allah dan harus ditegakkan isinya.3 Jual beli merupakan akad

1
Manan, Abdul. 2012, “Hukum Ekonomi Syariah dalam Perspektif Kewenangan
Peradilan Agama”. Ed I. Cet 1, Jakarta, Kencana Pranada Media Group
2
Muhammad Ardi, “Asas-Asas Perjanjian (Akad), Hukum Kontrak Syariah dalam
Penerapan Salam dan Istisna”, Jurnal Hukum Diktum, No. 2, vol. 14, (2016), h. 267.
3
Mardani, “Fiqh Ekonomi Syariah”, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2012),
h.71.
yang umum digunakan oleh masyarakat karena dalam setiap pemenuhan

kebutuhannya, masyarakat tidak bisa berpaling untuk meninggalkan akad ini.

Untuk mendapatkan makanan dan minuman misalnya, terkadang ia tidak

mampu untuk memenuhi kebutuhan itu dengan sendirinya, tapi akan

membutuhkan dan berhubungan dengan orang lain, sehingga kemungkinan besar

akan terbentuk akad jual beli.4

Ditinjau dari perspektif Islam, transaksi jual beli online ini banyak

menimbulkan pro dan kontra. Menurut madzhab Asy-Syafi’i jual beli

diperbolehkan dengan syarat barang telah disaksikan terlebih dahulu. Jual beli

diperbolehkan selama barang yang diperjual belikan sesuai dengan ciri- ciri yang

telah ditentukan, atau telah diketahui jenis dan sifat barang yang akan dibelinya.

Dalam kasus jual beli online, penyerahan barang tidak diberikan secara langsung

dari penjual kepada pembeli, namun diwakilkan kepada orang lain atau melalui

kurir. Menurut madzhab ini jual beli bisa diwakilkan, baik untuk berjualan atau

membeli suatu barang, yang dinamakan jual beli dengan wakalah (diwakilkan).

Hasil penelitian dengan menggunakan studi kepustakaan dari berbagai literatur,

dapat disimpulkan bahwa transaksi jual beli online secara hukum dilihat dari

Madzhab Asy- Syafi’i diperbolehkan dengan dasar jual beli wakalah yang

diwakilkan kepada kurir atau delivery service, dengan catatan bahwa kurir atau

delivery service tersebut memiliki surat tugas atau surat kuasa dalam melakukan

penjualannya.5

Perkembangan teknologi ini tentu saja menjadi peluang bisnis yang sangat

menguntungkan bagi para pebisnis. Selain pihak pebisnis yang dimudahkan


4
Dimyauddin Djuwaini, “Pengantar Fiqh Muamalah” (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2008), h. 69.
5
Retno Dyah Pekerti dan Eliada Herwiyanti, ” Transaksi Jual Beli Online dalam
Perspektif Syariah Madzhab Asy-Syafi’i”, Jurnal Ekonomi, Bisnis, dan Akuntansi (JEBA), No. 02,
Vol. 20, (2018), h. 1.
dengan perkembangan teknologi, tentunya konsumenlah yang paling dimudahkan

dalam melakukan kegiatan konsumsinya. Kemudahan dalam transaksi membuat

konsumen menjadi lebih sering melakukan transaksi. Tidak hanya dalam bidang

penjualan barang, jasa pun saat ini sudah bisa dipesan secara online, sebagai

contoh ojek online seperti Grab.

Perusahaan Grab adalah perusahaan teknologi yang meluncurkan aplikasi

saja. Untuk kendaraan tetap milik mitra yang sudah bergabung di PT. Grab

Indonesia. Para pengemudi disini sudah terseleksi, berlisensi dan telah melewati

pelatihan keselamatan atau training online oleh perusahaan Grab melalui

handphone masing-masing calon mitra. Sehingga mitra yang memenuhi syarat

yang dapat menjadi anggota driver online di PT. Grab Indonesia. Jika dinyatakan

lolos, mitra akan mendapat username dan password yang dikirim melalui email

untuk masuk ke akun driver dan dapat digunakan. Perusahaan aplikasi penyedia

jasa transportasi online PT. Grab Indonesia telah beroperasi di beberapa kota di

Indonesia salah satunya di kota Madiun. Grab menyediakan dua fitur layanan

yaitu Grabcar dan Grabbike. Di dalam aplikasi Grabbike ada beberapa fitur

layanan diantaranya Grabexpress dan Grabfood.6

Salah satu fitur layanan yang tersedia pada aplikasi Grab adalah GoFood,

yaitu layanan pesan antar (delivery) yang diberikan perusahaan Grab untuk

membelikan dan mengantarkan pesanan makanan kepada penggunanya. Layanan

tersebut melibatkan 3 (tiga) pihak, yaitu pengguna, restoran dan pihak ojek.

Mekanisme layanan ini adalah pengguna membuka fitur Go-Food pada aplikasi

Grab sehingga keluar daftar restoran dan rumah makan serta harga makanan

kemudian pengguna memilih menu makanan yang akan dipesan. Pihak ojek

membeli makanan dan membayar dulu harganya (dibayar dulu/ditalangi oleh


6
Fanora Qumala, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Layanan Jasa GrabFood
(Studi Kasus Di Grab Madiun)”, (IAIN PONNOROGO, 2019).
pihak ojek) dan ojek mengantar makanan kepada pengguna, dan pengguna

membayar harga makanan secara tunai atau secara kredit melalui layanan kredit

dari pihak ojek. Harga yang dibayar pengguna terdiri dari tiga komponen: (1)

harga makanan; (2) ongkos kurir; dan (3) biaya kirim.

Berdasarkan uraian di atas maka diketahui bahwa dalam fitur layanan

GoFood, terdapat transaksi jual beli antara konsumen (pemesan) dengan penjual

melalui perantaraan pengemudi Grab.

Jual beli merupakan satu jenis kegiatan yang sering dilakukan oleh

manusia dalam kehidupan sehari-hari dengan dilakukan atas dasar suka sama

suka. Transaksi jual beli tidak dapat terhindarkan dari siklus aktivitas

keseharaian orang pada umumnya. Dalam hal ini artinya setiap orang pada

umumnya pasti akan melakukan transaksi jual beli setiap hari, baik jual beli

barang atau jasa. Hal itu dapat terjadi karena setiap hari, setiap-setiap orang

memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi sehingga munculah transaksi jual beli

untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Seiring berjalan waktu sistem jual beli telah mampu mengikuti

perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Hadirnya perkembangan

teknologi dan komunikasi yang seiring dengan pergeseran budaya dan kebutuhan

masyarakat, membuat transaksi jual beli yang pada awalnya hanya dilaksanakan

dengan saling bertemu pihak penjual dan pembeli menjadi dapat dilaksanakan

tanpa harus bertemu langsung. Jual beli yang dikembangakan dengan teknologi

informasi dan komunikasi seperti itulah yang sering kita sebut jual beli online.

Bentuk kegiatan jual beli dengan sistem online ini tentu mempunyai banyak nilai

positif, diantaranya kemudahan dalam melakukan transaksi karena penjual dan

pembeli tak perlu repot bertemu untuk melakukan transaksi. Selain itu, saat ini

berkembang pula jasa/layanan pemesanan jual beli online berbasis aplikasi. Salah
satu bentuk transaksi seperti ini adalah jual beli makanan dan minuman melalui

fitur go-food.

Layanan pemesanan on-line seperti ini memang memberikan kemudahan

kepada masyarakat. Namun, dalam praktiknya di lapangan terdapat sebuah

permasalahan, yaitu pembatalan sepihak oleh customer atau pembeli atas transaksi

antara driver grab dengan pemesan atau pembeli tersebut, dimana driver grab

sudah atau sedang melaksanakan kewajibannya kepada pemesan. Kejadian

pembatalan seperti ini telah banyak kami temukan. Dalam kesempatan lain,

penulis sedang ke Warung Lalapan Belakang RSU dan tanpa sengaja melihat

driver grab bergegas membuka handphone dengan terkejut dan mendekati pnejaga

warung disertai mengeluh karena pemesanan dibatalkan. Sebelumnya menemukan

kejadian tersebut penulis juga pernah diberi cerita oleh teman dengan hal yang

serupa penulis temui. Beberapa teman penulis menceritakan melihat kejadian

serupa yakni pembatalan pemesanan go-food ketika driver sampai warung. Selain

itu penulis juga berkesempatan bertanya ke driver grab yang bahwasanya driver

tersebut membenarkan sering terjadinya pembatalan order go-food secara sepihak

ketika driver sedang menuju warung. Disampaikan juga olehnya bahwa masih

sering terjadi pembatalan sepihak dalam order go-ride. Hal seperti ini tentu sangat

menimbulkan kerugian bagi driver grab.

Pembatalan pemesanan go-food yang sering terjadi ketika driver berjalan

menuju warung makan sesuai pesanan yang dipilih customer di aplikasi, dengan

pembatalannya yang tanpa ada rundingan terlabih dahulu ke driver. Terjadinya

pembatalan tersebut tidak dapat diketahui oleh pihak driver waktu tepatnya kapan

dibatalkan oleh customer, mungkin hampir sampai warung atau baru berangkat

dari tempat driver menerima order atau kapan waktu pembatalannya driver tidak

dapat mengetahuinya. Banyak driver mengeluh dengan terkejut ketika sampai


warung makan dan bergegas buka handphone untuk melihat pemesanan oleh

customer di apliaksi driver tetapi yang ada pesanannya sudah batal, sudah hilang

dari aplikasi. Driver juga tidak dapat mengetahui apa alasan customer

membatalkan pesanan, lagi-lagi driver hanya tahu pesanan telah dibatalkan atau

pesanan sudah hilang dari layar handponenya ketika driver sudah sampai warung.

Dalam hal ini yang dapat mengetahui alasan mengapa pemesanan dibatalkan oleh

customer hanyalah aplikator atau sistem di aplikator. Ketika customer

membatalkan pesanan dan memilih salah satu alasan pembatalan pada dialog

pembatalan dalam aplikasi customer, alasan pembatalan itu tidak muncul atau

tidak diteruskan ke driver melainkan terkirim ke aplikator. Selain itu ketika

pemesanan sudah dibatalkan oleh customer sepontan saat itu juga dialog

pemesanan beserta riwayat chat di aplikasi driver hilang.

Sistem aplikasi yang demikian membuat driver benar-benar tidak bisa

mengetahui alasan pembatalan atau chat pesan terakhir dari customer dan juga

tidak dapat mengklarifikasi ke customer yang telah membatalkan karena

komunikasi terputus. Dalam kejadian ini driver sudah berusaha memenuhi

kewajiibannya untuk menjalankan akad yaitu berangkat ke warung tetapi

diabatalakan oleh pihak customer. Terlihat pihak driver sangat kecewa juga

dirugikan dalam pembatalan ini, sedangkan pihak customer sendiri terkesan

memiliki posisi yang kuat untuk membatalkan akad dan untuk mengingkari

kesepakatan tanpa ada mufakat terlebih dahulu sehingga tidak ada i‟tikad baik

yang terlihat.

Selain itu, dari alasan pembatalan perjanjian, jika pembatalan tersebut

mengandung kesewenang-wenangan, atau menggunakan posisi dominannya untuk

memanfaatkan posisi lemah untuk merugikan pihak lawan, maka hal tersebut

termasuk dalam perbuatan melawan hukum, karena kesewenang- wenangan atau


memanfaatkan posisi lemah atau keadaan merugikan dari pihak lawan di luar dari

pelaksanaan kewajiban yang diatur dalam perjanjian, sehingga bukan merupakan

wanprestasi, namun lebih ke arah melanggar kewajiban hukumnya untuk selalu

beritikad baik dalam perjanjian. Hal ini tidak terlepas dengan prinsip jual beli

dalam Islam yang diperintahkan dalam Al-Qur‟an dan As-Sunah. Pelaku jual beli

dalam Islam harusnya akan selalu bersikap jujur, amanah, adil serta melihat

kepentingan orang lain dan sebagainya.

Dari permasalahan diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul “Tinjauan Hukum islam terhadap Pembatalan Akad Dalam

Jual Beli Makanan Melalui jasa Online Go-food pada Aplikasi Grab di Kota

Parepare”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas maka masalah

dalam penelitian ini adalah

1. Bagaimana bentuk pembatalan akad dalam jual beli Makanan melalui jasa

online go-food pada aplikasi grab di Kota Parepare?

2. Bagaimana tinjauan hukum islam terhadap pembatalan akad dalam jual

beli Makanan melalui jasa online go-food pada aplikasi grab di Kota

Parepare?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bentuk pembatalan akad dalam jual beli Makanan

melalui jasa online go-food pada aplikasi grab di Kota Parepare.

2. Untuk mengetahui tinjauan hukum islam terhadap pembatalan akad dalam

jual beli Makanan melalui jasa online go-food pada aplikasi grab di Kota
Parepare.

D. Kegunaan Penelitian
Dari pencapaian tujuan penelitian tersebut, maka hasil penelitian

diharapkan mempunyai manfaat ganda baik manfaat secara praktis maupun

teoritis sebagai berikut:

1. Secara Teoritis Memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu

pengetahuan, khususnya Hukum Ekonomi Syariah yang berkenan dengan

pelaksanaan pembatalan akad jual beli makanan go-food pada aplikasi

Grab.

2. Secara Praktis Penelitian ini penulis harapkan dapat memberikan manfaat

secara teoritis yang mana bermanfaat bagi pengembangan Hukum

Ekonomi Syariah dan Penelitian ini dilakukan agar dapat berguna bagi

masyarakat terutama masyarakat dapat mengetahui bagaimana melakukan

kegiatan ekonomi yang diajukan dalam Islam dan juga dapat mengetahui

apa-apa saja yang sesuai dengan ajaran Islam.

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Tinjauan Penelitian Relevan

Penelitian terdahulu merupakan bahan penelitian bagi seorang penulis

untuk merumuskan permasalahan. Disamping itu mengkaji penelitian terdahulu

juga mempunyai hubungan langsung dengan tujuan penelitian serta metode


penelitian yang akan digunakan, serta dapat mencegah terjadi penelitian terhadap

masalah yang sama.

Skripsi karya Lulu Dzewin Nuha, yang berjudul “Tinjauan hukum Islam

terhadap jasa transportasi online “Grabbike” (studi kasus di tangerang).” Skripsi

jurusan Hukum Ekonomi Syariah fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri

Ponorogo, 2017. Dari pembahasan dan analisa dapat diperoleh kesimpulan bahwa

mekanisme akad yang dilaksanakan transportasi online grabbike di tangerang kota

telah sesuai dengan hukum Islam, dimana rukun dan syarat akad sudah terpenuhi.

Yaitu adanya dua orang yang bertransaksi, adanya ijab qobul, objek akad dan

tujuan akad. Sedangkan dalam penerapan tarif jasa transportasi online GrabBike

menurut hukum Islam sah karena menurut Ismail Nawawi dalam bukunya, praktik

pemberian upah mengikuti sistem pengupahan pasar dan jumhur ulama tidak

memberikan batasan minimal atau maksimal.7 Adapun perbedaan penelitian

sebelumnya dengan penelitian ini yaitu penelitian sebelumnya membahas tentang

jasa transportasi online grabbike sedengkan penelitian ini membahas tentang

pembatalan akad terhadap pembelian makanan pada aplikasi grab.

Kedua, Skripsi karya Annisa Adelia Yusufin, yang berjudul “Transaksi

jual beli melalui jasa Go-Food dalam perspektif hukum Islam.” Skripsi jurusan

Hukum Keperdataan fakultas HukumUniversitas Lampung, 2018. Dari

pembahasan dan analisa dapat diperoleh kesimpulan bahwa syarat jual beli

melalui jasa Go-Food adalah menginstal aplikasi Go-Jek dan mematuhi syarat dan

ketentuan yang telah dtentukan oleh pihak perusahaan. Prosedur transaksi jual beli

melalui jasa Go-Food adalah konsumen membuka aplikasi Go-Jek pada

smartphone, lalu memilih fitur Go-Food, memilih lokasi pembelian dan

7
Lulu Dzewin Nuha, “Tinjauan Hukum Islam terhadap jasa transportasi online Grabbike
(Studi kasus di Tangerang kota)”, Skripsi (Ponorogo: IAIN Ponorogo, 2017), h.10.
makanan/minuman yang dipesan kemudian memesan dan driver akan

mengonfirmasi pesanan dengan menelepon konsumen. Perspektif hukum Islam

yang menghalalkan transaksi jual beli melalui jasa Go-Food didasarkan adanya

dasar hukum dalam Al-Qur‟an QS. Al-Kahfi ayat 19 dan hadisth nabi Muhammad

SAW yaitu memperbolehkan mewakilkan pembelian (wakalah bil ujrah) dan

memandang pemanfaatan jasa driver sebagai ija>rah. Perspektif hukum Islam

yang menharamkan didasarkan pada Al-Qur‟an QS Al-Baqarah ayat 275 yang

mengharamkan riba karena terjadi penggabungan akad.8 Adapun perbedaan

penelitian sebelumnya dengan penelitian ini yaitu penelitian sembelumnya

membahas tentang Transaksi jual beli melalui jasa Go-Food dalam perspektif

hukum Islam sedangkan penelitian ini membahas tentang pembatalan akad dalam

jual beli makanan. Adapun persamaannya yaitu sama-sama mengaji tentang

tinjauan hukum islam.

Fanora Qumala dalam penelitiannya yang berjudul “Tinjauan Hukum

Islam Terhadap Praktik Layanan Grabfood (Study Kasus Di Grab Madiun)”.

Penelitian tersebut memfokuskan dengan rumusan masalah: Pertama, bagaimana

tinjauan hukum Islam terhadap pembatalan sepihak oleh konsumen pengguna jasa

Grabfood (studi kasus di Grab Madiun). Kedua, bagaimana tinjauan hukum Islam

terhadap bentuk penyelesaian sengketa pembatalan sepihak oleh konsumen

pengguna layanan jasa Grabfood (studi kasus di Grab Madiun). Jenis penelitian

yang digunakan penulis adalah penelitian lapangan (field research) dengan

metode pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan

wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan adalah

analisis data deduktif (dari umum-khusus)1. Perbedaan penelitian tersebut dengan

penelitian ini terletak pada fokus penelitian. Penelitian sebelumnya berfokus pada

8
Annisa Adelia Yusufin, “Transaksi jual beli melalui jasa, 8.
tinjauan ekonomi Islam terhadap pembatalan sepihak konsumen Grabfood.

Sedangkan penelitian ini berfokus pada dampak layanan Grabfood terhadap

pendapatan rumah makan berdasarkan tinjauan ekonomi Islam. Adapun hasil dari

penelitian ini bahwa. Dampak keberadaan layanan GrabFood dalam

meningkatkan pendapatan rumah makan di Kota Parepare bahwa keberadaan

layanan GrabFood jelas membawa dampak positif kepada pelaku usaha Rumah

Makan yang bergabung ke dalam aplikasi dan menjadi mitra.9

Penelitian Ashabul Fadhli berjudul Tinjauan Hukum Islam Terhadap

Penerapan Akad As-Salam dalam Transaksi e-commerce. Dalam penelitian ini

dijelaskan bahwa pelaksanaan akad As-Salam adalah peran penting dalam

penerimaan atau penolakan transaksi e-commerce. Akad As- Salam dalam

transaksi e-commerce akan mendorong pemenuhan kewajiban yang harus disadari

oleh pihak yang berakad ke objek akad. Apabila transaksi e-commerce telah

memenuhi ketentuan kontrak as-salam, transaksi dianggap benar (shahih).

Kemudian jika tidak terpenuhi syarat subjek dan objek kontrak, maka secara tidak

langsung transaksi e-commerce tidak akan lagi dibenarkan (bathil). adapun

perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu penelitian

sebelumnya berfokus pada penerapan akad sedangkan penelitian ini berfokus pada

pembatalan akad. Adapun Persamaas penelitian ini dan penelitian sebelumnya

yaitu sama sama membahas tentang tinjauan hukum islam.

B. Tinjauan Teori

1. Teori Akad
a. Pengertian Akad

Akad merupakan keterkaitan atau pertemuan ijab qabul yang berakibat

timbulnya akibat hukum. Ijab adalah penawaran yang diajukan oleh satu pihak,
9
Fanora Qumala, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Layanan Jasa GrabFood
skripsi (Study Kasus Di Grab Madiun)”. (IAIN PONOROGO, 2019).
dan qabul adalah jawaban persetujuan yang diberikan mitra akad sebagai

tanggapan terhadap penawaran pihak pertama. Akad tidak terjadi apabila

pernyataan kehendak masing-masing pihak tidak terkait satu sama lain karena

akad adalah keterkaitan kehendak kedua pihak yang tercermin dalam ijab dan

qabul.10

Akad mengikat (al-‘aqd al-lazim) adalah akad di mana apabila seluruh

rukun dan syaratnya telah tepenuhi, maka akad itu mengikat secara penuh, dan

masing-masing pihak tidak dapat membatalkannya. Tanpa persetujuan pihak lain.

Akad jenis ini dibedakan menjadi dua macam lagi, yaitu: pertama, akad mengikat

kedua belah pihak seperti akad jual beli, sewa-menyewa, perdamaian dan

seterusnya. Dalam akad jual beli masing-masing pihak tidak dapat membatalkan

perjanjian jual beli tanpa persetujuan pihak lain. Kedua, akad mengikat satu pihak,

yaitu akad di mana salah satu pihak tidak dapat membatalkan perjanjian tanpa

persatujuan pihak lain, akan tetapi pihak lain dapat membatalkannya tanpa

persetujuan pihak pertama, seperti akad kafalah (penanggungan) dan gadai (ar-

rahn). Kedua akad ini mengikat terhadap penanggung dan penggadai di mana

keduanya tidak dapat membatalkannya tanpa persetujuan pihak untuk siapa

penanggungan gadai diberikan. Sebaliknya pihak terakhir ini penanggungan dan

gadai tidak mengikat dalam arti ia dapat membatalkannya secara sepihak. Adapun

akad tidak mengikat adalah akad pada masing-masing pihak dapat membatalkan

perjanjian tanpa persetujuan pihak lain. Akad tidak mengikat penuh ini dibedakan

menjadi dua macam, yaitu (1) akad yang memang sifat aslinya tidak mengikat

(terbuka untuk difasakh), seperti akad wakalah (pemberian kuasa), syirkah

(persekutuan), akad hibah, akad wadi’ah (penitipan), dan akad ‘ariah (pinjam

10
Syamsul Anwar, “Hukum Perjanjian Syariah”, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,
2007), h. 68.
pakai); dan (2) Akad yang tidak mengikat karena di dalamnya terdapat khiyar bagi

para pihak.

Sementara itu, pengertian akad menurut Ahmad Azhar Basyir adalah suatu

perikatan antara ijab dan kabul dengan cara yang dibenarkan syara‟ yang

menetapkan akibat-akibat hukum. Ijab adalah pernyataan pihak pertama mengenai

isi perikatan yang diinginkan, dan kabul adalah pernyataan pihak kedua untuk

menerimanya. Masing-masing pihak haruslah saling menghormati terhadap apa

yang telah mereka perjanjikan dalam suatu akad.

b. Berakhirnya Akad

Menurut Ahmad Azar Basjir, M.A dalam bukunya menyatakan bahwa

suatu akad dapat disebut telah berakhir apabila telah tercapai tujuannya. Dalam

jual beli akad dipandang telah selesai apabila barang telah berpindah milik kepada

pembeli dan harganya telah menjadi milik penjual. Dalam akad gadai dan

pertanggungan (kafalah), akad dipandang telah berakhir apabila utang telah

dibayar. Kecuali telah tercapai tujuannya, akad dipandang berakhir juga apabila

terjadi fasakh atau telah berakhir waktunya. Fasakh terjadi dengan sebab-sebab

sebagai berikut:11

a) Difasakh karena adanya hal-hal yang tidak dibenarkan syara’, seperti yang

disebutkan dalam akad rusak; misalnya jual-beli barang yang tidak

memenuhi syarat kejelasan.

b) Dengan sebab adanya khiyar, baik khiyar rukyat, cacat, syarat atau majlis.

c) Salah satu pihak dengan persetujuan pihak lain membatalkan, karena

merasa menyesal atas akad yang baru saja dilakukan. Fasakh dengan cara

ini disebut “iqalah”. Dalam hubungan ini hadits Nabi Riwayat Abu Daud

11
Ahmad Azhar Basyir, “Asas-asas Hukum Muamalat”, (Hukum Perdata Islam)
(Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2014), h. 84
mengajarkan bahwa barang siapa mengabulkan permintaan pembatalan

orang yang menyesal atas akad jual-beli yang dilakukan, maka Allah akan

menghilangkan kesukarannya pada hari Qiyamat kelak.

d) Karena kewajiban yang ditimbulkan oleh adanya akad tidak dipenuhi oleh

pihak-pihak bersngkutan. Misalnya dalam khiyar pembayaran (khiyar

naqd) penjual mengatakan ia menjual barangnya kepada pembeli, dengan

ketentuan apabila dalam tempo seminggu harganya tidak dibayar, maka

akad jual-beli menjadi batal; apabila pembeli dalam waktu yang ditentukan

itu membayar, akad berlangsung, tetapi apabila tidak membayar, akad

menjadi rusak (batal).

e) Karena habis waktunya, seperti dalam akad sewa-menyewa berjangka

waktu tertentu dan tidak dapat diperpanjang.

c. Asas-Asas Akad

Menurut Fathurrahman Djamil, setidak-tidaknya ada lima macam asas

yang harus ada dalam suatu akad.12

Kebebasan (al-Hurriyyah), yaitu pihak-pihak yang melakukan akad

mempunyai kebebasan untuk melakukan suatu perjanjian selama tidak

bertentangan dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh hukum Islam.

1) Persamaan dan kesetaraan (al-Musawah), yaitu kedua belah pihak yang

melakukan akad mempunyai kedudukan yang sama atau setara antara satu dengan

yang lain. Asas ini penting untuk dilaksanakan karena sangat erat hubungannya

dengan penentuan hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh kedua belah

pihak dalam akad yang dibuatnya.

12
Manan, Abdul, “Hukum Ekonomi Syariah dalam Perspektif Kewenangan Peradilan
Agama”. Ed I. Cet 1, (Jakarta, Kencana Pranada Media Group 2012), h. 34
2) Keadilan (al-„Adalah), pelaksanaan asas ini dalam akad dituntut untuk

berlaku benar dalam mengungkapkan kehendak dan keadaan, memenuhi

perjanjian yang telah disepakati bersama dan memenuhi segala hak dan

kewajiban, tidak saling menzalimi dan dilakukannya secara berimbang tanpa

merugikan pihak lain yang terlibat dalam akad tersebut.

3) Kerelaan (al-Ridha), yaitu semua akad yang dilakukan oleh para pihak

harus didasarkan kepada kerelaan semua pihak yang membuatnya.

4) Tertulis (al-Kitabah), asas lain dalam melakukan akad adalah keharusan

untuk melakukannya secara tertulis supaya tidak terjadi permasalahan di

kemudian hari.

d. Bentuk-Bentuk Akad

1) Akad Shahih

Akad shahih adalah akad yang tlah memenuhi rukum dan syarta-syaratnya.

Hukum dari akad shahih ini adalah berlakunya seluruh akibat hukum yang

ditimbulkan akad itu dan mengikat bagi pihak-pihak yang berakad. Akad shahih

ini dibagi oleh Hannafiyah dan Malikiyyah menjadi dua macam yakni :13

a) Akad Nafiz Yaitu akad yang dilangsungkan dengan memenuhi rukun dan

syaratnya dan tidak ada penghalang untuk melaksanakannya.

b) Akad Mawquf Akad yang dilakukan oleh seseorang yang cakap bertindak

hukum, tetapi ia tidak memiliki kekuasaan untuk melangsungkan dan

melaksanakan hukum-hukum, seperti akad dilakukan oleh anak yang telah

mumayyiz. Dalam kasus akad ini, akad ini baru sah dan sempurna apabila

diizinkan oleh walinya

2) Akad Tidak Shahih


13
Arianti, Farida, , “Fikih Muamalah II”, (Batusangkar, STAIN Batusangkar Press,
2014), h. 56
Akad yang terdapat kekurangan pada rukun dan syarat-syaratnya sehingga

seluruh akibat hukun akad itu tidak berlaku dan tidak mengikat pihak-pihak yang

berakad. Ini terbagi dua yakninya akad bathil dan akad fasid. Akad bathil adalah

apabila akad itu tidak memenuhi salah satu rukunnya atau ada larangan langsung

dari syara‟, misalnya objek jual beli tidak jelas. Akad fasid adalah suatu akad

yang pada dasarnya di-syari‟atkan, tetapi sifat akad tidak jelas, seperti jual beli

rumah yang tidak ditunjukkan jenis, tipe, dan bentuk rumah yang akan dijual.

Jumhur ulama memandang akad yang bathil dan akad yang fasid mengandung

esensi yang sama, yaitu tidak sah dan tidak mengakibatkan hukum bagi pelaku

akad tersebut.14

Bentuk-bentuk akad berdasarkan tujuan dan alasan dilaksanakannya suatu

akad :

a) Akad kepemilikan („uqud at-tamlikat), contohnya adalah jual beli, sewa-

menyewa dan valash (sharf).

b) Akad melepaskan hak („uqud al-isqathat), contohnya adalah melepaskan

hak tanggungan atas utang (al-ibra‟) dan menarik diri dari hak syuf‟ah.

c) Akad pemberian izin („uqud al-ithlaqat), contohnya adalah wakalah

(memberikan kuasa) dan melantik pegawai (at-tauliyah).

d) Akad pembatasan („uqud al-taqyidat), contohnya adalah larangan yang

diberikan oleh hakim terhadap orang muflis (pailit) untuk bertindak atas

harta yang dipailitkan.

e) Akad kepercayaan („uqud al-tausiqat), ialah akad yang dimaksudkan untuk

menjamin utang atau memberikan penjaminan terhadap piutang,

contohnya adalah akad rahn, kafalah, dan hawalah.

14
Arianti, Farida, “Fikih Muamalah II”, (Batusangkar, STAIN Batusangkar Press, 2014),
h. 57
f) Akad kerjasama („uqud al-isytiraq), contohnya adalah akad musyarakah,

muzara‟ah, musaqah.

g) Akad penjagaan atau simpanan („uqud al-hifdh), ialah akad yang

dimaksudkan untuk menjaga keselamatan atas barang yang dititipkan,

misalnya akad wadi‟ah dan wakalah.15

e. Tujuan Akad

Tujuan akad adalah mewujudkan akibat hukum yang pokok dari akad.

Misalnya tujuan akad jual beli adalah memindahkan hak milik atas barang dengan

imbalan. Meskipun dikatakan bahwa tujuan akad adalah akibat hukum pokok akad

(yang hendak diwujudkan oleh para pihak), namun tujuan akad berbeda dengan

akibat hukum pokok akad. Perbedaannya terketak pada sudut dari mana

melihatnya. Tujuan akad adalah maksud pokok yang hendak diwujudkan oleh

para pihak, seperti memindahkan pemilikan atas suatu benda dengan imbalan

dalam akad jual beli. Apabila maksud tersebut dapat direalisasikan sehingga

tercipta perpindahan milik atas barang dalam akad jual beli, maka terjadinya

perpindahan milik ini adalah akibat hukum pokok. Jadi maksud memindahkan

milik dalam akad jual beli adalah tujuan akad, dan terealisasikannya perpindahan

milik bila akad yang dilaksanakan merupakan akibat hukum pokok akad. Dengan

kata lain, tujuan akad adalah maksud para pihak ketika membuat akad, sedangkan

akibat hukum pokok adalah hasil yang dicapai bila akad direalisasikan.

2. Teori Jual Beli Istisna


a. Pengertian Jual Beli Istisna
Istishna adalah akad bersama produsen untuk satu pekerjaan tertentu

dalam tanggungan atau jual beli satu barang yang akan dibuat oleh produsen yang

juga menyediakan barang bakunya, sedangkan jika barang bakunya dari pemesan

15
Mardani. “Fiqh Ekonomi Syariah”.( Jakarta: Kencana, , 2016), h.61
maka transaksi itu menjadi akad jarah (sewa), pemesan hanya menerima jasa

produsen untuk membuat barang.

Sedangkan dalam kodifikasi produk perbankan Syariah dijelaskan bahwa

istishna adalah sebagai Jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan

barang berdasarkan persyaratan tertentu, kriteria, dan pola pembayaran sesuai

dengan kesepakatan.

Tujuan istishna umumnya diterapkan pada pembiayaan untuk

pembangunan proyek seperti pembangunan proyek perumahan, komunikasi,

listrik, gedung sekolah, pertambangan, dan sarana jalan. Pembiayaan yang sesuai

adalah pembiyaan investasi.16

b. Dasar Hukum Jual Beli Istisna

Mengingat istishnâ‟ ini metodenya hampir sama dengan metode pada

salam maka Secaba umum landasan syariahnya yang berlakunya pada salam juga

berlaku pada istishnâ‟.

Selanjutnya ulama‟ Hanafi menggolongkan istishnâ‟ termasuk akad yang

dilarang karena bertentangan dengan semangat bai‟ secara qiyas. Mereka

mendasarkan pada argumentasi bahwa pokok Montreal penjualan harus ada dan

dimiliki oleh penjual. Sementara dalam istishna, pokok kontrak itu belum ada atau

tidak dimiliki penjual. Meskipun demikian, mazhab Hanafi menyetujui kontrak

istishnaatas dasar alasan-alasan berikut:

1) Masyarakat telah mempraktekkan istishna secara luas dan terus menerus

tanpa ada keberatan sama sekali. Hal demikian menjadikan istishnâ‟

sebagai kasus ijma‟ atau konsensus umum.

16
Azzuhaili, Wahbah, “Al-Fiqh As-Syafii‟ Al-Muyassan. Terjemahan Muhammad Afifi.
Abdul Hafiz “Fiqh Imam Syafii”, (Jakarta: Griya Ilmu,2010) h. 21
2) Dalam Syariah dimungkinkan adanya kemungkinan adanya penyimpangan

terhadap qiyas berdasarkan ijma‟.

3) Keberadaan didasarkan pada kebutuhan masyarakat, banyak orang yang

sering kali memerlikan barang yang tidak tersedia dipasar, sehingga

mereka cenderung melakukan kontrak agar orang lain membuatkan barang

untuk mereka.

4) Istishnâ‟ sah sesuai dengan aturan umum mengenai kebolehan kontrak

selama tidak bertentangan dengan Nash atau Syariah.

3. Teori Khiyar
a. Pengertian Khiyar

Kata khiyar merupakan bentuk masdhar yang berasal dari ikhtiyar yang

berarti memilih, terbebas dari aib, dan melaksanakan pemilihan. Khayyarahu

baina asy-syai‟ ain artinya memilihkan salah satu dari dua hal.

Adapun devenisi khiyar secara terminologi, maka banyak versi yang

dikemukakan ulama karena banyaknya ragam khiyar. Akan tetapi, dapat

disimpulkan sebagaia berikut: khiyar adalah hak orang yang melakukan transaksi

(„aqid) untuk membatalkan transaksi ataumeneruskannya karena adanya alasan

syar‟i yang membolehkan atau karena kesepakatan dalam transaksi.

Dapat dikatakan juga bahwa khiyar adalah tyntutan memilih dua hal;

meneruskan trandsaksi atau membatalkannya.17

b. Macam Macam Khiyar

1) Khiyar Majlis

Khiyar majlis artinya, antara penjual dan pembeliboleh memilih akan

melanjutkan jual beli atau membatalkannya. Keduanya masih ada dalam satu

17
Azzam, Muhammad Abdul Aziz, “Fiqh Muamalat Sistem Transaksi dalam Fiqh
Islam”, (Jakarta, AMZAH, 2017), h. 85
tempat (majlis), khiyar majlis boleh dilakukan dalam berbagai jual beli,

Rasulullah saw. Bersabda: “Penjual dan pembeli boleh khiyar selama belum

berpisah.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Bila keduanya telah berpisah dari tempat akad tersebut, maka khiyar

majelis tidak berlaku lagi, atau batal. Menurut ulama fikih, khiyar majlis adalah:

hak bagi semua pihak yang melakukan akad untuk embatalkan akad, selagi masih

berada di tempat akad dan kedua belah ihak belum berpisah. Keduanya saling

memilih sehingga muncul kelaziman dalam akad.

Khiyar majlis ini dikenal di kalangan ulama Syafi‟iyah dan Hanabilah.

Berkenaan dengan khiyar majlis. Pendapat para ulam terbagi atas dua bagian,

sebagai berikut:

a. Ulama Hanafiyah dan Malikiyah Golongan ini berpendapat bahwa akad

dapat menjadi lazim dengan adanya ijab dan kabul, serta tidak bisa hanya

dengan khiyar, sebab Allah swt, menyuruh untuk menepati janji. Selain

itu, suatu akad tidak akan sempurna, kecuali dengan adanya keridaan,

sebagaimana tersirat dalam alqur‟an (QS. AnNisa: 29)

‫ْأ‬ ٰ ٓ
ٍ ‫ َر‬Z َ‫ ا َرةً ع َْن ت‬Z‫ٰياَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ا َمنُوْ ا اَل تَ ُكلُ ْٓوا اَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالبَا ِط ِل آِاَّل اَ ْن تَ ُكوْ نَ تِ َج‬
‫ ُك ْم ۗ اِ َّن‬Z ‫وا اَ ْنفُ َس‬Zْٓ Zُ‫اض ِّم ْن ُك ْم ۗ َواَل تَ ْقتُل‬

‫هّٰللا َ َكانَ بِ ُك ْم َر ِح ْي ًما‬

Terjemahannya:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan


harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu
membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu”.

Sedangkan keridaan hanya dapat diketahui dengan ijab dan kabul. Dengan

demikian, keberadaan akad tidak dapat digantungakan atas khiyar majlis.golongan


ini tidak dapat mengambil hadis-hadis yang berkenaan dengan khiyar majlis,

sebab mereka tidak mengakuinya. Selain itu, adanya anggapan tentang keumuman

ayat diatas.

b. Ulama Syafi‟iyah dan Hanabilah Ulama syafi‟iyah dana hanabilah

berpendapat adanya khiyar majlis. Kedua golongan ini berpendapat bahwa

jikapihak yang akad menyatakan ijab dan kabul, akad tersebut masih

termasuk akad yang boleh atau tidak lazim selagi keduanya masih berada

di tempat atau belum berpisah badannya. Keduanya masih memiliki

kesempatan untuk membatalkan, menjadikan atau saling berfikir. Adapun

batasan dari kata berpisah diserahkan kepada adat atau kebiasaan manusia

dalam bermuamalah.

2) Khiyar Syarat

Khiyar syarat yaitu penjualan yang dialamnya disyaratkan sesuatu, baik

boleh penjual maupun pembeli, seperti seseorang berkata, “saya jual rumah ini

dengan harga Rp. 100.000.000,00. Dengan syarat khiyar selama tiga hari.

Menurut ulama fikih khiyar majlis adalah: suatu keadaan yang

membolehkan salah seorang yang berakad atau masing-masingyang berakad atau

selain kedua belah phak yang berakad memiliki hak atas pembatalan atau

penetapan akad selam waktu yang ditentukan.

3) Khiyar ‘Aib

Menurut ulama fikih khiyar „aib (cacat) adalah keadaan yang

membolehkansalah seorang yang berakad memiliki hak untuk membatalkan akad

atau menjadikannya ketika ditemukan aib (kecacatan) dari salah satu yang

dijadikan alat tukar-menukar yang tidak diketahui pemiliknya waktu akad.


Dengan demikian, penyebab khiyar aib adalah adanya cacat pada barang

yang dijual belikan atau harga, karena kurang nilainya atau tidak sesuai dengan

maksud, atau orang yang akad tidak meneliti kecacatannya ketika akad

berlangsung.

4) Khiyar At-Ta’yin

Khiyar at-ta‟yin yaitu hak pilih pembeli dalam menentukan barang yang

berbeda kwalitas dalam jual beli. Contoh adalah dalam pembelian keramik,

misalnya, da yang berkualutas super (KW1) dan sedang (KW2). Akan tetapi

tetapi, pembeli tidak mengetahui secara pasti mana yang keramik super dan mana

keramik yang berkualitas sedang. Untuk menentukan pilihan itu ia memerlukan

bantuan para pakar keramik yang arsitek, khiyar seperti ini, menurut ulama

Hanafiyahh adalah boleh. Dengan alasan bahwa produk sejenis yangberbeda

kualitas sangat banyak, yang kualitas itu tidak diketahui secaraa pasti oleh

pembeli, sehingga, ia memerlukan bantuan seorang pakar. Agar seorang pembeli

tidak tertipu dan agar produk yang ia cari sesuai dengan keperluannya, maka

khiyar at-ta‟yin dibolehkan.

Jumhur ulama fiqh tidak menerima keabsahan khiyar at-ta‟yin yang

dikemukakan ulama Hanafiyah ini. Alasan mereka, dalam akad jual beli ada

ketentuan bahwa barang yang diperdagangkan (as-sil‟ah) harus jelas, baik kualitas

maupun kuantitasnya. Dalam persoalan khiyar at-ta‟yin, menurut mereka,

kelihatan bahwa identitas barang yang akan dibeli belum jelas. Oleh karena itu, ia

termasuk kedalam jual beli al-ma‟dum (tidak jelas identitasnya) yang dilarang

syara‟.

5) Khiyar Ru’yah

Khiyar ar-ru‟yah yaitu hak pilih bagi pembeli untuk menyatakan berlaku

atau batal jual beli yang ia lakukan terhadap suatu obyek yang ia lakukan terhadap
suatu obyrk yang belum ia lihat ketika akad berlangsung. Jumhur ulama fiqh,

yang terdiri atas ulama Hanafiyah, Malikiyah, Hanabilah, dan

Zahiriyahmenyatakan bahwa khiyar ar-ru‟yah disyari‟atkan dalam islam

berdasarkan sabda Rasulullah saw. yang mengatakan: “Siapa yang membeli

sesuatu yang belum ia ihat, maka ia berhak khiyar apabila telah melihat barang

itu”. (HR ad-Daruqutni dari Abu Hurairah).

Ulama syafi‟iyah, dalam pendapat baru (al-mazhab al-jadid), mengatakan

bahwa jual beli barang yang gaib tidak sah, baik barang itu disebutkan sifatnya,

waktu akad maupun tidak. Oleh sebab itu, menurut mereka, khiyar ar-ru‟yah tidak

berlaku, karena akad itu mengandung unsur penipuan yang boleh membawa

kepada perselisihan.

Orang yang memiliki hak khiyar meninggal dunia, baik sebelum melihat

obyek yang dibeli maupun sesudah diliht, tetapi belum ada pernyataan kepastian

membeli dari padanya. Menurut ulam Hanafiyah dan Hanabilah, khiyar ar-ru‟yah

tidak boleh diwariskan kepada ahli waris, tapi menurut ulama Malikiyah boleh

diwariskan, dan karenanya, hak khiyar belum langsung gugur dengan wafatnya

pemilik hak itu, tetapi diserahkan kepada ahli warisnya, apakah akan dilanjutkan

jual beli itu setelah melihat obyek yang diperjual belikan, atau akan dibatalkan.

c. Konsep Khiyar Dalam Jual Beli Makanan Go-Food

Pada dasarnya jual beli baik secara langsung maupun online bersifat sama,

hanya saja jual beli online lebih kompleks terhadap kesalahan karena keterbatasan

internet, maka dalam hukum Islam praktek jual beli online perlu ditinjau

mengikuti dinamisnya perkembangan sistem transaksi bisnis saat ini, karena

hukum Islam memiliki aturan yang jelas terhadap masalah-masalah muamalah,


walaupun juga memiliki sifat yang fleksibel dalam penerapan prinsip-prinsip

dasarnya.

Khiyar sebagai hak memilih yang diberikan kepada kedua belah pihak

yang berakad (penjual dan pembeli) merupakan hak yang diberikan oleh Islam

sebagai salah satu bukti sempurnya Islam mengatur sebuah transaksi, bahwa

diluar rukun dan syarat akad jual beli, Islam pun memberikan sebuah hak sebelum

melanjutkan akad agar kedua belah pihak merasa saling ridha akan akad yang

telah dijalankannya. Jual beli pesanan Go-Food antara customer dengan driver

Go-Jek terdapat hak khiyar diantara keduanya. Salah satu pihak boleh

membatalkan akad jika terpenuhinya sesuai dengan ketentuan khiyar.

Macam-macam khiyar yang menjadi dasar diperbolehkan pembatalan

pesanan Go-Food:

a. Khiyar Majelis

Khiyar majelis adalah khiyar yang ditetapkan oleh syara‟ bagi setiap pihak

yang melakukan transaksi, selama para pihak masih berada di tempat transaksi.

Khiyar majelis berlaku dalam berbagai macam jual beli, seperti jual beli makanan

dengan makanan, akad pemesanan barang (salam), syirkah.

b. Khiyar Aib

Khiyar aib merupakan hak pembatalan jual beli dan pengembalian barang

akibat adanya cacat dalam suatu barang yang belum diketahui, baik aib itu ada

pada waktu transaksi atau baru terlihat setelah transaksi selesai disepakati sebelum

serah terima barang.


Penerapan Khiyar Aib dalam jual beli pesanan Go-Food yaitu jika pihak

driver mengetahui adanya cacat pada makanan yang dipesannya kepada pihak

restoran, maka driver boleh membatalkan pesanan makanannya atau minta ganti

makanan baru kepada pihak perusahaan. Khiyar Aib lainnya yang bisa terjadi

yaitu ketika makanan sudah sampai di customer, setelah dilihat ternyata ada cacat

dimakanan yang disebabkan oleh lalainya driver, maka customer boleh

membatalkan pesanannya dan pihak driver harus menanggung kerugiannya.

C. Tinjauan Konseptual
1. Hukum Islam

Hukum adalah seperangkat norma atau peraturan-peraturan yang mengatur

tingkah laku manusia, baik norma atau peraturan itu berupa kenyataan yang

tumbuh dan berkembang dalam masyarkat maupun peraturana atau norma yang

dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa. Bentuknya bisa berupa

hukum yang tidak tertulis, seperti hukum adat, bisa juga berupa hukum tertulis

dalam peraturan perundangan-undangan. Hukum sengaja dibuat oleh manusia

untuk mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan harta benda.

Bagi setiap Muslim, segala apa yang dilakukan dalam kehidupannya harus

sesuai dengan kehendak Allah SWT sebagai realisasi dari keimanan kepada-Nya.

Kehendak Allah tersebut dapat ditemukan dalam kumpulan wahyu yang

disampaikan melalui Nabi-Nya, Muhammad saw yaitu Al-Qur‟an dan

penjelasanpenkelasan yang diberikan oleh Nabi Muhammad saw mengenai wahyu

Allah tersebut, yaitu as-Sunnah.

Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari

agama Islam. Konsepsi hukum islam, dasar, dan kerangka hukumnya ditetapkan

oleh Allah. Hukum tersebut tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan

manusia dan benda dalam masyarakat, tetapi juga hubungan manusia dengan
Tuhan, hubungan manusia dengan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan

manusia dengan manusia lain dalam masyarakat, dan hubungan manusia dengan

benda alam sekitarnya.18 Menurut Amir Syarifuddin sebagaimana dikutip oleh

Kutbuddin Aibak, hukum islam adalah seperangkat peraturan wahyu Allah dan

Sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia mukalaf yang diakui dan diyakini

berlaku mengikuti untuk semua yang beragama islam.19

2. Pembatalan Akad

Menurut Wahbah Az-Zuhaili pembatalan adalah fasakh. Fasakh menurut

istilah adalah adalah terlepasnya ikatan akad atau hilangnya hukum akad dari

asalnya, seakan-akan tidak pernah ada. Adapun contoh dari fasakh adalah fasakh

karena iqalah, fasakh sebab dianggap sebagai adanya balasan tidak adanya

komitmen pelaksanaan pihak lain dalam akad, fasakh karena khiyar, fasakh

karena alasan-alasan yang datang kemudian, fasakh kemustahilan pelaksanaan,

fasakh karena bangkrut, fasakh karena adanya putusan dari pengadilan dan fasakh

karena keberhakan terhadap barang akad. Adapun hal yang bisa menerima fasakh

dan ada yang tidak:

a) Akad-akad yang mempunyai konsekuensi hukum (mengikat) dua pihak,

seperti jual beli, sewa menyewa, gadai, dan pernikahan.

b) Akad-akad yang hukumnya boleh, tidak mempunyai konsekuensi hukum

terhadap dua pihak seperti pinjam-meminjam, uang, titipan, perwakilan,

syirkah, kewirausahaan, dan hibah.

c) Akad-akad yang mempunyai konsekuensi hukum (mengikat) satu pihak

bukan yang lain, seperti kafalah dan hawalah.

18
Abdul Ghani Abdullah, “Pengantar Komopilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum
Indonesia”. (Jakarta: Gema Insani Press, 1994), hal. 10
19
Kutbuddin Aibak, “Otoritas dalam Hukum Islam (Telaah Pemikiran Khaled M. Abou
El Fadl)”. Disertasi. (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2014), h. 94.
d) Perbuatan-perbuatan karena kehendak pribadi seperti wasiat dan jualah.20

3. Jual Beli

Allah telah menyebutkan kata jual beli dalam kitab sucimya, AlQur’an,

bukan hanya pada suatu tempat yang menunjukan diperbolehkanya jual beli.

Penghalalan Allah terhadap jual beli itu mengandung dua makna, salah satunya

adalah bahwa allah menghalalkan setiap jual beli yang dilakukan oleh dua orang

pada barang yang diperbolehkan umtuk diperjualbelikan atas dasar suka sama

suka. Inilah yang lebih nyata maknanya.

Makna yang kedua adalah, Allah swt menghalalkan praktik jual beli

apabila barang tersebut tidak dilarang oleh Rasulullah saw sebagai individu yang

memiliki otoritas untuk mejelaskan apa-apa yang datang dari allah akan arti yang

dikehendaki-Nya. Oleh karena itu, rasulullah mampu menjelaskan dengan baik

segala sesuatu yang dihalalkan ataupun yang diharamkan-Nya.21

Perdagangan atau jual beli menurut bahasa berarti al-bai’, al-tijarah dan

al-mubadalah. Adapun pengertian jual beli menurut istilah (terminologi) yaitu

tukar menukar barang atau barang dengan uang yang dilakukan dengan jalan

melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling

merelakan.

Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa pengertian jual

beli adalah kesepakatan tukar menukar barang atau barang dengan uang yang

dapat ditasharrufkan, disertai pertukaran hak kepemilikan dari yang satu ke yang

lain secara suka rela sesuai dengan ketentuan syara’.

4. Jasa Online

20
Abdul hayyie al-Qatani, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta: Darul insane, 2007), h.
350
21
Imam syafi’i, Ringkasan Kitab Al Umm, (Jakarta selatan: Pustaka Azzam, 2007), h.1
Jasa online adalah suatu usaha yang dipasarkan melalui internet dengan

berbagai macam cara sehingga dapat menghasilkan uang. Di dalam bisnis online

banyak sekali kelebihannya di bandingkan bisnis offline.

Menurut Arief Darmawan Jasa online terdiri dari kata yaitu bisnis dan

online. Jasa adalah suatu usaha atau aktivitas yang dilakukan oleh kelompok

maupun individual, untuk mendapatkan laba dengan cara memproduksi produk

maupun jasanya untuk memenuhi kebutuhan konsumennya. Sedangkan kata

online menurut kamus web.id adalah suatu kegiatan yang terhubung melalui

jaringan komputer yang dapat diakses melalui jaringan komputer lainnya.

D. Kerangka Pikir
Kerangka pikir merupakan gambaran alur penelitian yang akan dilakukan

nantinya. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian lapangan

dengan tujuan untuk mengetahui Tinjauan Hukum islam terhadap Pembatalan

Akad Dalam Jual Beli Makanan Melalui jasa Online Go-food pada Aplikasi Grab

di Kota Parepare.

Tinjauan Hukum islam terhadap Pembatalan Akad


Dalam Jual Beli Makanan Melalui jasa Online Go-
food pada Aplikasi Grab di Kota Parepare

Teori Akad Teori Jual Beli Teori Khiyar


Istisna
1. Bagaimana bentuk pembatalan akad dalam
jual beli Makanan melalui jasa online go-food
pada aplikasi grab di Kota Parepare?
2. Bagaimana tinjauan hukum islam terhadap
pembatalan akad dalam jual beli Makanan
melalui jasa online go-food pada aplikasi grab
di Kota Parepare

Hasil Penelitian

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

lapangan (field research) yaitu penelitian yang dilakukan secara terjun langsung

ke daerah objek kemudian dilakukan pengumpulan data dari hasil penelitian

lapangan, yang dikumpulkan disesuaikan dengan fakta yang ditemukan

dilapangan.
Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif karena mangacu pada

Tinjauan Hukum islam terhadap Pembatalan Akad Dalam Jual Beli Makanan

Melalui jasa Online Go-food pada Aplikasi Grab di Kota Parepare. Penelitian

dengan pendekatan kualitatif menjelaskan analisis proses dan proses berfikir

secara induktif yang berkaitan langsung dengan fenomena yang diamati da

senantiasa menggunakan logika ilmiah.22

Penelitian ini masuk kategori kualitatif yang bersifat deskriptif dengan

menganalisis objek yang diteliti seperti melihat gambaran ata menggambarkan

(menilai) permasalahan yang terjadi pada masyarakat seperti pengertian,dasar

hukum,kedudukan,proses dan dampak dari pelaksanaan pelaku perkawinan.

Penelitian ini mendeskripsikan data yang diperoleh dari hasil

wawancara,observasi,dokumentasi, yang kemudian dideskripsikan sehingga dapat

memberikan kejelasan tentang Tinjauan Hukum islam terhadap Pembatalan Akad

Dalam Jual Beli Makanan Melalui jasa Online Go-food pada Aplikasi Grab di

Kota Parepare.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Parepare. Peneliti tertarik melakukan

penelitian karena ingin mengetahui tentang Implementasi Perda Kota Parepare

Tentang Restoran Dalam Meningkatkat Kualitas Pelayanan.

C. Fokus Penelitian

Agar Penyusunan karya tulis ini terterah dengan baik, maka dipandang

perlu untuk memberikan batasan atau ruang lingkup penelitian. Sesuai dengan

objek penelitian maka batasan ruang lingkup yang ingin di teliti dalam penulisan

ini memfokuskan penelitian pada Tinjauan Hukum islam terhadap Pembatalan


22
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif,Teori dan Praktik(Jakarta: PT.Bumi
Aksara), h.80
Akad Dalam Jual Beli Makanan Melalui jasa Online Go-food pada Aplikasi Grab

di Kota Parepare. Adapun yang menjadi fokus penelitian yaitu yang lokasi yang

dimana daerah tersebut dekat dengan tempat tinggal penulis yang memungkinkan

penulis untuk data secara mudah.

D. Jenis dan Sumber Data

1.Jenis Data

Jenis data yang digunakan penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif

artinya data yang berbentuk kata-kata bukan dalam bentuk angka. Data kualitatif

diperoleh melalui bebagai macam tekhnik pengumpulan data misalnya

wawancara,observasi dan dokumentasi yang dilakukan.

2.Sumber Data

Sumber data adalah subjek dari mana dapat diperoleh. Apabila penelitian

menggunakan wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data

tersebut responden, yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-

pertanyaan peneliti.

Berdasarkan sifatnya, sumber data ada dua yaitu data primer dan data sekunder

a. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh peneliti langsung dari

sumbernya tanpa adanya perataran seperti mengadakan wawancara secara

mendalam terlebih dahulu, dengan kata lain data primer yang diperoleh penelitian

bersumber dari Grab di Kota Parepare.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari referensi-referensi seperti

jurnal dan berbagai hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini.
E. Tekhnik Pengumpulan dan Pengolahan Data

Penelitian ini menggunakan tiga pengumpulan data, yaitu sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi adalah cara menganalisis dan mengadakan pencatatan secara

sistematis mengenai keadaan lapangan maupun hal-hal yang berhubungan dengan

tesis ini dan memaparkan apa yang terjadi dilapangan sesuai interpretasi dari

peneliti.23

2. Wawancara

Wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah

tertentu,ini merupakan proses Tanya jawab lisan, dimana dua orang atau lebih

berhadapan secara fisik.24 Percakapan ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu

pewawancara (interview) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai

(interviewe) yang memberikan jawaban atas pertanyaan ini.

3. Dokumentasi

Dokementasi adalah tekhnik pengumpulan data yang cara memperoleh

informasi dari macam-macam sumber tertulis atau dokemen yang ada pada

responden. Dalam hal in dokemen berfungsi sebagai sumber data, karena dengan

dokumen tersebut dapat dimanfaatkan untuk membuktikan, menafsirkan dan

meramalkan tentang peristiwa.

Penggunaan dokumentasi dalam penelitian ini diarahkan oleh penelitian

untunk mendokumentasikan hal-hal yang penting berkaitan dengan yang diteliti.

Maka dari itu tekhnik pengumpulan data dengan dokumentasi sangat mendukung

proses penelitian.

23
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian (Jakarta: PT.Rinaka Cipta, 2002), h.107.
24
Moelong L, J, Metode Penelitian Kualitatif(Bandung: Remaja Rosda Karya,2006)
F. Uji Keabsahan Data

Keabsahan data adalah data yang tidak berbeda antara data yang diperoleh

peneliti dengan data yang terjadi sesungguhnya pada objek penelitian sehingga

keabsahan data yang disajikan dapat dipertanggung jawabkan.25 Ada beberapa uji

keabsahan data dalam penelitian kualitatif yaitu sebagai berikut:

1. Uji kredibilitas

Uji kredibilitas, bagaimana mencocokkan antara temuan dengan apa yang

sedang diobservasi.26 Dalam mencapai kredibilitas ada beberapa tekhnik

yaitu: perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian,

trianggulasi, diskusi dengan teman, analisis kasus negatif, member check.

2. Dependability (Realiabilitas)

Uji dependability artinya penelitian yang dapat dipercaya, dengan kata lain

beberapa percobaan yang dilakukan selalu saja mendapatkan hasil yang

tetap. Penelitian dependability merupakan penelitian apabila penelitian

yang dilakukan oleh orang lain dengan step penelitian yang sama akan

mendapatkan hasil yang sama pula. Dikatakan memenuhi depenbilitas

ketika peneliti berikutnya dapat mereplikasi rangkaian proses penelitian

tersebut. Mekanisme uji depenbilitas dapat dilakukan melalui audit oleh

auditor independen, atau pembimbing terhadap rangkaian proses

penelitian. Jika peneliti tidak mempunyai rekam jejak aktivitas

penelitiannya maka dependebilitynya dapat diragukan.

G. Tekhnik Analisa Data

1. Analisa Data

25
Muhammad Kamal Zubair, dkk. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah IAIN Parepare
(Parepare: IAIN Parepare, 2020).
26
Muslim Salam, Metodologi Penelitian Sosial Kualitatif Menggugat Doktrin Kualitatif
(Makassar: Masagena Press, 2011), h. 21-22.
Analisa data mencakup banyak kegiatan yaitu: mengkategorikan data,

mengatur data, manipulasi data, menjumlahkan data, yang diarahkan untuk

memperoleh jawaban dari problem penelitian.

Untuk kajian penelitian ini menggunakan tekhnik analisis deskriptif

kualitatif dengan pendekatan model analisis data yang bertujuan untuk meringkas

data dalam bentuk mudah dipahami dan mudah ditafsirkan, sehingga hubungan

antara problem penelitian dapat dipelajari dan diuji.

2. Tekhnik Pengolahan Data

a. Editing yaitu proses penelitian kembali terhadap catatan-catatan, berkas-

berkas informasi yang dikumpulkan oleh para pencari data27.

b. Reduksi Data yaitu suatu bentuk analisa yang menajamkan,

menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi

data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan finalnya dapat ditarik dan

diverifikas

c. Penyajian Data, Penyajian data dilakukan setelah reduksi data yang akan

memudahkan untuk memahami apa yang terjadi.

d. Penarikan Kesimpulan. Menurut Mile dan Humberman langkah selanjutnya

dalam analisa data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.

27
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, (Cet
XX :Bandung:alvabeta,2014),h.338
KERANGKA ISI TULISAN (OUTLINE)
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penelitian

D. Kegunaan Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Penelitian Terdahulu

B. Tinjauan Teoritis

C. Tinjauan Konseptual

D. Kerangka Pikir

BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian


B. Lokasi Penelitian

C. Fokus Penelitian

D. Jenis dan Sumber Data

E. Tekhnik Pengumpulan dan Pengolahan Data

F. Tekhnik Analisa Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V PENUTUP

A. SIMPULAN

B. SARAN

KERANGKA ISI (OUTLINE)


DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam)
(Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2014)

Arianti, Farida, “Fikih Muamalah II”, (Batusangkar, STAIN Batusangkar Press,


2014).

Azzam, Muhammad Abdul Aziz, “Fiqh Muamalat Sistem Transaksi dalam Fiqh
Islam”, (Jakarta, AMZAH, 2017).

Azzuhaili, Wahbah,“Al-Fiqh As-Syafii‟ Al-Muyassan”. Terjemahan Muhammad


Afifi. Abdul Hafiz “Fiqh Imam Syafii”, (Jakarta: Griya Ilmu, 2010)

Darsono, dkk, “Dinamika Produk dan Akad Keuangan Syariah di Indonesia”


(Depok: Rajagrafindo Persada, 2017).

Dimyauddin Djuwaini, “Pengantar Fiqh Muamalah”, (Yogyakarta: Pustaka


Pelajar, 2008).
Fanora Qumala, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Layanan Jasa
GrabFood skripsi (Study Kasus Di Grab Madiun)”. (IAIN PONOROGO,
2019).

Fordebi Adesy, “Ekonomi dan Bisnis Islam Seri Konsep dan Aplikasi Ekonomi
dan Bisnis Islam”, (Depok: Rajagrafindo Persada, 2016).

Hendi Suhendi, “Fiqh Muamalah” (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002)

Lulu Dzewin Nuha, “Tinjauan Hukum Islam terhadap jasa transportasi online
Grabbike (Studi kasus di Tangerang kota)”, Skripsi (Ponorogo: IAIN
Ponorogo, 2017)

Manan, Abdul., “Hukum Ekonomi Syariah dalam Perspektif Kewenangan


Peradilan Agama”. Ed I. Cet 1, (Jakarta, Kencana Pranada Media Group,
2012).

Mardani, 2016. “Fiqh Ekonomi Syariah”. (Jakarta: Kencana, 2012)

Mardani, “Fiqh Ekonomi Syariah”, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,


2012).

Muhammad Ardi, ”Asas-Asas Perjanjian (Akad), Hukum Kontrak Syariah dalam


Penerapan Salam dan Istisna” (Jurnal Hukum Diktum, No. 2, vol. 14,
2016).

Rahmat Syafi‟i, “Fiqh Muamalah”, (Bandung: Pustaka Setia, 2004).

Retno Dyah Pekerti dan Eliada Herwiyanti, ” Transaksi Jual Beli Online dalam
Perspektif Syariah Madzhab Asy-Syafi’i”, Jurnal Ekonomi, Bisnis, dan
Akuntansi (JEBA), No. 02, Vol. 20, (2018).

Suqiyah Musyafa‟ah, dkk, “Hukum Ekonomi dan Bisnis Islam I (Struktur Akad
Tijari dalam Hukum Islam)”, (Surabaya: Mitra Media Nusantara).

Syamsul Anwar, “Hukum Perjanjian Syariah”, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,


2007),

Anda mungkin juga menyukai