Dosen pengampu :
S Ismayanti, M.M
Oleh :
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat
karuniaNya, kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami sangat berharap makalah ini dapat
berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu,diharapkan adanya kritik,saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami
buat di masa yang akan datang,mengingat tidak ada yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Kiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami maupun orang lain yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................... 3
DAFTAR REFERENSI........................................................................................................... 24
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Permasalahan
1. Bagaimana ketentuan perpajakan atas penggabungan, peleburan, dan pemekaran usaha ?
2. Bagaimana akuntansi pajak atas penggabungan usaha?
3. Bagaimana akuntansi pajak atas peleburan usaha?
1
4. Bagaimana akuntansi pajak atas pemekaran usaha?
1.3 Permasalahan
1. Untuk mengetahui dan memahami ketentuan perpajakan atas penggabungan, peleburan
dan pemekaran usaha
2. Untuk mengetahui dan memahami akuntansi pajak atas penggabungan usaha
3. Untuk mengetahui dan memahami akuntansi pajak atas peleburan usaha
4. Untuk mengetahui dan memahami akuntansi pajak atas pemekaran usaha
2
BAB II
PEMBAHASAN
Ketentuan perpajakan terakhir untuk penggabungan dan peleburan usaha diatur dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK 03/2008 tentang Penggunaan Nilai Buku atas
Pengalihan Harta dalam rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha Jo Peraturan
Dirjen Pajak Nomor PER-28/PJ/2008: Penggunakan nilai buku fiskal dalam merger dan
konsolidasi harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari Direktur Jenderal Pajak, apabila
Wajib Pajak tidak memperoleh persetujuan atau tidak mengajukan permohonan untuk
menggunakan nilai buku, maka Wajib Pajak harus menggunakan nilai pasar.
Apabila wajib Pajak tidak mengajukan permohonan untuk persetujuan pengalihan harta dengan
menggunakan nilai buku dalam rangka penggabungan atau peleburan usaha atau permohonan
torsebut ditolak oleh Direktorat Jenderal Pajak, pengalihan harta tersebut harus dinilai
berdasarkan harga pasar sesuai Ps 10 (3) UU PPh Nilai perolehan atas pengalihan harta yang
dialihkan dalam rangka likuidasi penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecatan, atau
pengambil alihan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan
harga pasar, kecuali ditetapkan oleh Menteri Keuangan Penggunaan Nilai Pasar akan berakibat
konsekwensi perpajakan sebagai berikut :
Pajak penghasilan
Pengakuan keuntungan atas Merger diatur dalam Ps 4 (1) hurut d 3 UU PPh sebagai berikut :
“Keuntungan karena likuidasi, penggabungan peleburan, pemekaran, pemecahan, atau
pengambilalihan usaha merupakan objek pajak. Keuntungan diperoleh dari selisih antara harga
jual berdasarkan harga pasar dan nilai sisa buku harta tersebut.”
3
pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran,pemecahan,
dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang menerima
pengalihan adalah Pengusaha Kena Pajak, Apabila pihak yang melakukan pengalihan dan yang
menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena Pajak maka alas penyerahan harta dari pihak yang
mengalihkan tidak terhulang PPN. akan tetapi jika pihak yang menerima bukan Pengusaha Kena
Pajak (PKP) sedangkan pihakyang mengalihkan adalah PKP, maka pihak yang mengalihkan
wajib memungut PPN atas harta yang dialihkan dengan dasar pengenaan pajak sebesar harga
pasar
Berdasarkan sebagaimana yang dimaksudbdalam UU N0. 20 tahun 2000 pasal 5, bahwa pihak
yang menerima pengalihan hak atas tanah dan bangunan akan terutang BPHTB dengan tarif
sebesar 5 % dari nilai perolehan objek pajak kena pajak.
Defenisi
Menurut PSAK 22 Penggabungan usaha (business combination) adalah penyatuan dua atau
lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu entitas ekonomi karena satu perusahaan menyatu
dengan perusahaan lain atau memperoleh kendali atas aktiva dan operasi perusaahn lain.
Penggabungan disebut juga dengan merger, yaitu proses penggabungan dua perusahaan menjadi
satu perusahaan, dimana salah satu perusahaan tetap berdiri dan yang lainnya dibubarkan. Segala
harta dan kekayaan dari perusahaan yang dibubarkan dialihkan ke perusahaan yang tetap berdiri.
Dari Gambar diatas , misalkan PT.A dan PT.B melakukan penggabungan, dengan kesepakatan
bahwa perusahaan yang tetap eksis adalah PT. A. dan PT. B dibubarkan.
4
Alasan Penggabungan Usaha
Menurut Birigham dan Houston (2001) menyebutkan adanya motif yang terkait dengan
dilakukannya merger oleh suatu perusahaan yaitu;
1. Sinergi
Sinergi adalah kondisi dimana nilai keseluruhan lebih besar dari pada hasil penjumlahan
bagian-bagiannya. Motifasi utama dalam sebagian merger adalah meningkatkan nilai
perusahaan yang bergabung.
2. Pertimbangan pajak
Merger dapat dipilih untuk meminimalkan pajak dan menggunakan pajak yang berlebih
dan mengurangi laba kena pajak.
3. Pembelian aktiva dibawah nilai penggantinya
Perusahaan diambil alih karena nilai penggantian aktivanya jauh lebih tinggi dari pada
nilai pasar perusahaan itu sendiri.
4. Diversifikasi
Dapat membantu menstabilkan laba perusahaan sehingga bermanfaat bagi pemiliknya.
5. Mendapatkan pengendalian atas perusahaan yang lebih besar
5
- Konsolidasi : Konsolidasi adalah penggabungan dari dua atau lebih Wajib Pajak Badan
yang modalnya terbagi atas saham dengan cara mendirikan badan usaha baru.
Pada tanggal 1 Januari 2005, PT Sudimara membeli semua aset dan kewajiban PT. Bintaro Indah
dalam satu merger dengan mengeluarkan 10.000 lembar saham PT. Baik Baik Saja dengan nilai
nominal Rp.100.000. Saham yang dikeluarkan tersebut mempunyai nilai pasar
Rp.6.000.000.000.
Saham yang dikeluarkan oleh PT Sudimara untuk melakukan merger dinilai pada nilai wajar
dikurangi dengan biaya pengeluaran saham:
Perbandingan Nilai Buku dengan Nilai Wajar PT Bintaro pada saat merger sebagai berikut:
6
Paten 0 800.000.000
Total asset 4.000.000.000 6.200.000.000
Kewajiban dan Ekuitas
Selisih antara nilai tercatat saham dan nilai nominal saham yang di terbitkan dicatat sebagai
tambahan modal (Paid-In-Capital)
Nilai nominal saham yang diterbitkan = Rp. 100.000 x 10.000 = Rp. 1.000.000.000 _
7
K: Tambahan Modal Disetor 4.750.000.000
K: Hutang Biaya 650.000.000
8
Kas dan Piutang 800.000.000 450.000.000 1.250.000.000
Persediaan 2.000.000.000 750.000.000 2.750.000.000
Tanah dan Bangunan 3.000.000.000 700.000.000 3.700.000.000
Mesin dan Peralatan- Nilai Buku 3.500.000.000 3.500.000.000 7.000.000.000
Paten 800.000.000 800.000.000
Goodwill 1.300.000.000
Total aset 9.300.000.000 6.200.000.000 16.800.000.000
Kewajiban dan Ekuitas
Kewajiban Lancar 1.300.000.000 1.100.000.000 2.400.000.000
Hutang Biaya 650.000.000
Kewajiban jangka Panjang 2.000.000.000 2.000.000.000
Saham Biasa 3.000.000.000 3.000.000.000
1.000.000.000
Tambahan Modal Disetor 500.000.000 500.000.000
4.750.000.000
Laba Ditahan 2.500.000.000 2.500.000.000
Total Kewajiban dan Ekuitas 9.300.000.000 1.100.000.000 16.800.000.000
Mengambil contoh pada kasus merger PT Sudimara dengan PT Bintaro Dalam kasus ini PT
Bintaro sebagai Wajib Pajak yang mengalihkan aset (transferor company) PT Bintaro akan
menghitung laba pengalihan harta karena penggabungan sebagai berikut :
9
peralatan
Salah satu penggabungan usaha yaitu peleburan usaha dibahas dalam Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 422/KMK.04/1998 :
Penggabungan usaha adalah penggabungan dari dua badan usaha atau lebih dengan cara tetap
mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha dan melikuidasi badan usaha lainnya yang
menggabung. Peleburan usaha adalah penggabungan dari dua atau lebih badan usaha dengan
cara mendirikan badan usaha baru dan melikuidasi badan-badan usaha yang bergabung tersebut;
Pasal 1 angka (10) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
(“UUPT”), mengatur mengenai definisi Peleburan yaitu:
10
“Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua Perseroan atau lebih untuk
meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan baru yang karena hukum memperoleh
aktiva dan pasiva dari Perseroan yang meleburkan diri dan status badan hukum Perseroan yang
meleburkan diri berakhir karena hukum.”
Dari definisi peleburan Perseroan Terbatas (“Perseroan”) sebagaimana tersebut di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa Perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum, dan menurut
Pasal 122 ayat (2) UUPT bahwa berakhirnya Perseroan tersebut terjadi tanpa dilakukan likuidasi
terlebih dahulu. Waktu pengakhiran Perseroan yang meleburkan diri terhitung bubar sejak
tanggal akta pendirian Perseroan hasil peleburan disahkan oleh menteri.
Dari Gambar diatas, misalkan PT. A dan PT.B melebur menjadi PT. C. Setelah semua harta
dialihkan ke PT.C, maka PT. A dan PT. B dibubarkan. Dalam hal ini, PT. C merupakan
perusahaan yang baru didirikan, bukan perusahaan yang sudah eksis sebelumnya. Harta dari PT.
A dan PT.B yang dialihkan ke PT.C dinilai dengan harga pasar wajarnya. Apabila ada
keuntungan dari pengalihan tersebut menurut UU PPh, maka yang dikenakan pajak adalah PT. A
dan PT. B sesuai dengan porsinya masing-masing.
Pasal 122 ayat (3) UUPT menyebutkan pada pokoknya bahwa dalam hal berakhirnya Perseroan
yang terjadi tanpa dilakukan likuidasi terlebih dahulu, maka berakibat pada:
a. Aktiva dan pasiva Perseroan yang meleburkan diri beralih karena hukum kepada
Perseroan yang menerima Perseroan hasil peleburan;
b. Pemegang saham Perseroan yang meleburkan diri karena hukum menjadi pemegang
saham Perseroan yang menerima Perseroan hasil peleburan; dan
11
c. Perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum terhitung sejak tanggal peleburan
mulai berlaku;
Berikut ini adalah tahapan yang harus dilaksanakan Perseroan yang akan melakukan peleburan:
1. Rancangan Peleburan
Direksi Perseroan yang akan meleburkan diri harus menyusun rancangan peleburan. Hal
tersebut sesuai dengan Pasal 123 ayat (1) UUPT. Berdasarkan Pasal 124 UUPT, ketentuan yang
terdapat dalam Pasal 123 UUPT tentang rancangan penggabungan, berlaku juga bagi Perseroan
yang akan meleburkan diri.
2. Persetujuan RUPS
Rancangan peleburan tersebut setelah mendapat persetujuan Dewan Komisaris dari setiap
Perseroan diajukan kepada Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”) masing-masing untuk
mendapat persetujuan. Keputusan RUPS mengenai peleburan sah apabila diambil sesuai dengan
ketentuan 87 ayat (1) dan Pasal 89 UUPT yaitu berdasarkan musyawarah untuk mufakat dan
disetujui paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali
anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan RUPS yang lebih besar. Bagi
Perseroan tertentu yang akan melakukan peleburan selain berlaku ketentuan dalam UUPT, perlu
mendapat persetujuan terlebih dahulu dari instansi terkait sesuai dengan Peraturan perundang-
undangan.
Menurut Pasal 126 ayat (2) UUPT beserta penjelasannya, pemegang saham yang tidak setuju
terhadap keputusan RUPS mengenai peleburan hanya boleh menggunakan haknya sebagaimana
yang dimaksud dalam Pasal 62 UUPT. Pemegang saham yang tidak menyetujui peleburan
12
berhak meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli sesuai harga wajar saham dari Perseroan
sebagaimana yang dimaksud dalam penjelasan Pasal 123 ayat (2) huruf c dan Pasal 125 ayat (6)
huruf d UUPT. Adapun pelaksanaan hak sebagaimana dimaksud diatas tidak menghentikan
proses pelaksanaan peleburan.
Selanjutnya Pasal 127 ayat (2) UUPT mengatur bahwa, Direksi wajib mengumumkan
ringkasan rancangan paling sedikit dalam 1 (satu) Surat Kabar dan mengumumkan secara tertulis
kepada karyawan dari Perseroan yang akan melakukan peleburan dalam jangka waktu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS. Pengumuman sebagaimana dimaksud
tersebut memuat juga pemberitahuan bahwa pihak yang berkepentingan dapat memperoleh
rancangan peleburan tersebut di kantor Perseroan terhitung sejak tanggal pengumuman sampai
tanggal RUPS diselenggarakan.
Pasal 33 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan
dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas (“PP 27/1998”) mengatur juga bahwa, Dewan Direksi
yang akan melakukan peleburan wajib untuk menyampaikan rancangan peleburan kepada
seluruh kreditor dengan surat tercatat paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan
RUPS.
Kreditor dapat mengajukan keberatan kepada Perseroan dalam jangka waktu paling
lambat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman mengenai peleburan sesuai dengan rancangan
tersebut (Pasal 127 ayat (4) UUPT). Apabila dalam jangka waktu tersebut kreditor tidak
mengajukan keberatan, kreditor dianggap menyetujui peleburan tersebut. Jika, keberatan kreditor
sampai dengan tanggal diselenggarakan RUPS tidak dapat diselesaikan oleh Direksi, keberatan
tersebut harus disampaikan dalam RUPS guna mendapat penyelesaian. Selama masa
penyelesaian belum tercapai, peleburan tidak dapat dilaksanakan.
13
Menurut Pasal 128 ayat (1) menyatakan, Rancangan Peleburan yang telah disetujui RUPS
dituangkan ke dalam akta peleburan yang dibuat dihadapan notaris dalam Bahasa Indonesia.
Akta peleburan tersebut menjadi dasar pembuatan akta pendirian Perseroan hasil peleburan.
Menurut Pasal 133 ayat (1) UUPT, direksi Perseroan yang menerima Perseroan hasil
peleburan wajib mengumumkan hasil peleburan dalam 1 (satu) Surat Kabar atau lebih dalam
jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya peleburan.
Dari contoh PT. Sudirman dan PT. Bintaro sebelumnya, kedua pengurus dan pemegang saham
sepakat untuk melebur menjadi PT. Ceger. Setelah peleburan PT. Cenger menerbitkan menjadi
20.0 lembar saham @Rp. 500.000, harga pasar perlembar saham Rp. 750.000. biaya yang
dikeluarkan dalam rangka konsolidasi Rp. 400.000.000 dan biaya yang dikeluarkan dalam
rangka penerbitan saham Rp. 250.000.000
Perbandingan nilai buku dengan nilai wajar PT. Sudimara pada saat peleburan sebagai berikut :
14
Kewajiban lancar 1.300.000.000 1.300.000.000
Kewajiban jangka panjang 2.000.000.000 2.000.000.000
Saham biasa 3.000.000.000
Tambahan modal disetor 500.000.000
Laba ditahan 2.500.000.000
Total kewajiban dan 9.300.000.000 3.300.000.000
ekuitas
Nilai asset bersih - 8.300.000.000
Goodwill :
Rp. 2.000.000.000
15
Akun Nilai wajar PT. Nilai Wajar PT Ceger
Sudirma PT. Bintaro
Aset
Kas dan Piutang 800.000.000 450.000.000 1.250.000.000
Persediaan 2.500.000.000 750.000.000 3.250.000.000
Tanah 4.500.000.000 700.000.000 5.200.000.000
Bangunan dan Peralatan 3.800.000.000 3.500.000.000 7.300.000.000
Paten 800.000.000 800.000.000
Goodwill 2.000.000.000
Total Aset 11.600.000.000 6.200.000.000 19.800.000.000
16
Ketentuan pajak atas peleburan usaha
1. Pajak penghasilan
Mengambil contoh pada kasus peleburan PT Sudimara dengan PT Bintaro menjadi PT Geger
Dalam kasus peleburan, karna kedua Wajib Pajak yaitu PT Sudimara dan PT Bintaro melakukan
pengalihan asset, maka baik PT Sudimara maupun PT. Bintaro mengakui laba pengalihan harta
karena peleburan.
Untuk pajak pertambahan nilai di peleburan usaha PT.Sudimara dan PT.Bintaro menjadi menjadi
PT.Geger Tidak kena PPN karena kedua perusahaan sama-sama mengalihkan untuk membentuk
perusahaan baru.
3. BPHTB
Pemekaran adalah melakukan pemisahan satu perusahaan menjadi dua atau lebih perusahaan
dengan cara mendirikan perusahaan baru tanpa membubarkan perusahaan yang lama. Perusahaan
yang baru ini menerima pengalihan sebagian harta dari perusahaan yang lama.
17
Dari Gambar diatas, misalkan PT.A melakukan pemekaran menjadi PT. A dan PT.B.
Sebagian harta PT. A dialihkan menjadi harta PT.B. Nilai harta yang dialihkan tersebut dicatat
sebesar harga pasar wajar. Apabila ada keuntungan dari pengalihan tersebut menurut UU PPh,
maka yang dikenakan pajak adalah PT. A.
Peraturan Menteri Keuangan mengenai penggunaan nilai buku untuk pemekaran usaha adalah :
Pemekaran usaha yang dapat menggunakan nilai buku yaitu: (Pasal 1 ayat 5 PMK
56/2021)
a. Pemisahan usaha 1 (satu) Wajib Pajak badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas
saham menjadi 2 (dua) Wajib Pajak badan dalam negeri atau lebih dengan cara
mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian harta dan kewajiban kepada
badan usaha baru tersebut, yang dilakukan tanpa melakukan likuidasi badan usaha yang
lama;
b. Pemisahan usaha 1 (satu) Wajib Pajak badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas
saham dengan cara mengalihkan sebagian harta dan kewajiban kepada 1 (satu) atau lebih
Wajib Pajak badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham, yang dilakukan
tanpa membentuk badan usaha baru dan tanpa melakukan likuidasi badan usaha yang
lama, dan merupakan pemecahan usaha sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Pertambahan Nilai; atau
c. Suatu rangkaian tindakan untuk melakukan pemisahan usaha 2 (dua) atau lebih Wajib
Pajak badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham dengan cara mengalihkan
sebagian harta dan kewajiban dari usaha yang dipisahkan dan menggabungkan usaha
yang dipisahkan tersebut kepada 1 (satu) badan usaha tanpa melakukan likuidasi badan
usaha yang lama.
Wajib Pajak yang dapat menggunakan nilai buku dalam rangka pemekaran usaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, yaitu:
1. Wajib Pajak yang belum Go Public yang bermaksud melakukan penawaran umum
perdana saham;
18
2. Wajib Pajak yang telah Go Public sepanjang seluruh badan usaha hasil pemekaran
usaha melakukan penawaran umum perdana saham;
3. Wajib Pajak badan yang melakukan pemisahan unit usaha syariah untuk menjalankan
kewajiban pemisahan usaha berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
4. Wajib Pajak badan dalam negeri sepanjang badan usaha hasil pemekaran usaha
mendapatkan tambahan modal dari penanam modal asing paling sedikit
Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah); atau
5. Wajib Pajak Badan Usaha Milik Negara yang menerima tambahan penyertaan modal
Negara Republik Indonesia, sepanjang pemekaran usaha dilakukan terkait pembentukan
perusahaan induk (holding) Badan Usaha Milik Negara.
Wajib Pajak yang dapat menggunakan nilai buku dalam rangka pemekaran usaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dan huruf c, yaitu:
1. Wajib Pajak Badan Usaha Milik Negara yang menerima tambahan penyertaan modal
Negara Republik Indonesia, sepanjang pemekaran usaha dilakukan terkait pembentukan
perusahaan induk (holding) Badan Usaha Milik Negara; atau
2. Wajib Pajak badan yang melakukan pemisahan usaha sehubungan dengan restrukturisasi
Badan Usaha Milik Negara dengan syarat:
o restrukturisasi dilakukan paling lama terhitung sejak awal Tahun Pajak 2021;
o pengalihan harta tidak dilakukan dengan cara jual beli atau pertukaran harta; dan
o restrukturisasi serta pengalihan harta telah memperoleh persetujuan dari menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembinaan Badan Usaha
Milik Negara.
Wajib Pajak yang melakukan pemekaran usaha dalam ranga IPO wajib memenuhi
persyaratan sebagai berikut apabila ingin menggunakan nilai buku sebagai nilai pengalihannya.
19
Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta mencatat nilai perolehan harta tersebut sesuai
dengan nilai sisa buku sebagaimana tercantum dalam pembukuan pihak atau pihak-pihak yang
mengalihkan. Sementara itu, penyusutan atas harta yang diterima dilakukan berdasarkan masa
manfaat yang tersisa sebagaimana tercantum dalam pembukuan pihak atau pihak-pihak yang
mengalihkan.
Wajib Pajak yang melakukan pemekaran usaha yang akan menjual sahamnya di bursa efek,
selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah memperoleh persetujuan dari
Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan pemekaran usaha dengan menggunakan nilai buku,
harus telah mengajukan pernyataan pendaftaran kepada Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga
Keuangan (Bapepam-LK) dalam rangka penawaran umum perdana (Initial Public Offering) dan
pernyataan pendaftaran tersebut telah menjadi efektif.
Jangka waktu satu tahun tersebut dapat diperpanjang karena keadaan diluar kekuasaan Wajib
Pajak dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak. Apabila Wajib Pajak tidak melakukannya
dalam jangka waktu di atas maka nilai pengalihan harta atas pemekaran usaha yang dilakukan
berdasarkan nilai buku dihitung kembali berdasarkan nilai pasar.
Contoh :
PT sudimara akan mengalihkan sebagian aset dan kewajibannya untuk mendirikan perusahaan
baru dan memperoleh saham PT Ulujami (perusahaan baru) sebanyak 2.500 lembar @ Rp
1.000.000
Neraca PT Sudimara sebelum mengalihkan aset dan kewajibannya adalah sebagai berikut :
20
Kewajiban dan Ekuitas
Kewajiban Lancar 1.300.000.000
Kewajiban Jangka Panjang 2.000.000.000
Saham Biasa 3.000.000.000
Tambahan modal disetor 500.000.000
Laba Ditahan 2.500.000.000
Total Kewajiban dan Ekuitas 9.300.000.000
Nilai buku dan nilai wajar aset bersih yang akan dialihkan sebagai berikut :
Biaya langsung yang dikeluarkan PT Sudimara dalam rangka pengalihan aset dan kewajibannya
Rp 200.000.000
21
Jurnal yang disusun PT Sudimara
Dari contoh pemekaran PT Sudimara di atas, laba atas pengalihan harta secara fiskal diakui
sebesar :
Di pemekaran usaha Tidak dikenakan PPN karena perusahaan hanya memekarkan usaha
(membuka cabang perusahaan )
3. BPHTB
22
BAB III
KESIMPULAN
Menurut PSAK 22 Penggabungan usaha (business combination) adalah penyatuan dua atau
lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu entitas ekonomi karena satu perusahaan menyatu
dengan perusahaan lain atau memperoleh kendali atas aktiva dan operasi perusaahn lain.
Penggabungan disebut juga dengan merger, yaitu proses penggabungan dua perusahaan menjadi
satu perusahaan, dimana salah satu perusahaan tetap berdiri dan yang lainnya dibubarkan. Segala
harta dan kekayaan dari perusahaan yang dibubarkan dialihkan ke perusahaan yang tetap berdiri.
Peleburan usaha adalah penggabungan dari dua atau lebih badan usaha dengan cara
mendirikan badan usaha baru dan melikuidasi badan-badan usaha yang bergabung tersebut.
Pemekaran adalah melakukan pemisahan satu perusahaan menjadi dua atau lebih
perusahaan dengan cara mendirikan perusahaan baru tanpa membubarkan perusahaan yang lama.
Perusahaan yang baru ini menerima pengalihan sebagian harta dari perusahaan yang lama.
Menurut ketentuan perpajakan secara umum yang digunakan adalah metode pembelian
(purchase method) yang menggunakan harga pasar / nilai wajar sedangkan metode penyatuan
kepemilikan (polling of interest method ) dapat digunakan dengan persyaratan yang diatur dalam
keputusan menteri keuangan NO. 422/KMK.04/1998 tanggal 9 september 1998 dan surat edaran
direktur jenderal pajak nomor : SE-21/PJ.42/1999 tanggal 26 Mei 1999.
23
DAFTAR REFERENSI
http://zdocs.tips_akuntansi-pajak-edit.pdf.
http://akuntansi-perpajakan-akuntansi-pajak-atas-penggabugan.pdf.
https://media.neliti.com/media/publications/73500-ID-none.pdf
https://www.scribd.com/doc/286556324/Perencanaan-Pajak-Atas-Merger-Peleburan-Akuisisi-
Dan-Pemekaran
https://www.thinktax.id/blog/aspek-perpajakan-spin-off-pemekaran-usaha
https://www.hukumperseroanterbatas.com/peleburan-perseroan/peleburan-perseroan-terbatas/
https://www.studocu.com/id/document/universitas-pakuan/teori-keuangan-keuangan-
perusahaan/merger/4615734
24