Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PPH BADAN

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Perpajakan yang dibimbing oleh :

Nur Ika Mauliyah, SE., M.Ak

Disusun oleh :

1. Rizka Yulistiana Setiawan (E20182246)

2. Muhammad Zainul Haq (E20182227)

3. Saiful Rizal (E20182206)

4. Ahmad Yasir (E20182203)

5. Sri Wahyuni (E20182209)

6. Mia Nur Haqiqi (E20182215)

7. Suciwati (E20182226)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER

2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha
penyayang, kami panjatkan rasa puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini tentang “ PPH Badan”.

Makalah ini telah kami susun dengan sebaik mungkin untuk itu kami
menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tatabahasanya. Oleh karena itu kami
meminta maaf dan menerima segala saran dan kritik.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah ini tentang “PPH
Badan” berguna dan manfaat untuk kita semua dan dapat memberikan informasi
terhadap pembaca.

Jember, 28 Oktober 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………… I

DAFTAR ISI ………………………………………………………………….. II

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 1
1.3 Tujuan ............................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 2

2.1 Konsep Dasar PPH.............................................................................. 3

2.2 Dasar Hukum PPH Badan ....................................................... 4

2.3 Variabel-variabel Dalam Perhitungan PPH Badan ...................... 8


2.4 Tata Cara Perhitungan, Penyetoran Dan Pelaporan ......................... 14
BAB III PENUTUP ............................................................................... 18

3.1 Kesimpulan ..............................................................................18

3.2 Saran .....................................................................................18

DAFTARPUSTAKA……………………………………………………........ 19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pajak secara bebas dapat dikatakan sebagai suatu kewajiban warga Negara
berupa penganbidan serta peran aktif warga Negara dan anggota masyarakat
untuk membiayai berbagai keperluan Negara dalam Pembangunan Nasional,
tanpa adanya imbalan secara langsung yang pelaksanaannya diatur dalam
Undang-Undang Perpajakan untuk tujuan kesejahteraan bangsa dan Negara.
Dengan semakin berkembangnya kondisi usaha dan bisnis baik ditingkat
nasional maupun internasional, maka penghasilan yang diterima wajib pajak
badan dalam negeri juga meningkat. Badan atau perusahaan merupakan subjek
pajak dalam negeri dimana wajib pajak badan ini merupakan penyumbang bagi
penerimaan Negara dari sektor pajak yaitu pajak penghasilan badan.

Dalam hal menjalankan usaha, suatu badan atau perusahaan harus


membuat pembukuan untuk menunjang kegiatan usahanya. Sama halnya dalam
perpajakan, pembukuan juga wajib dibuat oleh wajib pajak yang berbentuk
badan untuk mempermudah menghitung pajaknya. Dalam makalah ini akan
dibahas mengenai wajib pajak badan, kewajiban dan hak wajib pajak badan
dalam perpajakan dan cara penghitungan pajak dari wajib pajak badan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja konsep dasar PPH ?
2. Bagaimana dasar hukum PPH ?
3. Bagaimana variabel-variabel dalam perhitungan PPH badan ?
4. Bagaimana tata cara perhitungan, penyetoran dan pelaporan nya ?

1.3 Tujuan Masalah


1. Untuk mengetahui konsep dasar PPH
2. Untuk mengetahui dasar hukum PPH
3. Untuk mengetahui variabel-variabel dalam perhitungan PPH badan
4. Untuk mengetahui tata cara perhitungan, penyetoran dan pelaporan nya

1
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar PPH
A. Pengertian Badan
Menurut UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatat
Cara Perpajakan, pasal 1 angka 3, Badan adalah sekumpulan orang dan atau
modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang
tidak melakukan usaha meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lainnya, BUMN atau BUMD dengan nama dan dalam bentuk
apapun, firma, kongsi koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan,
yayasan, organisasi massa, organisasi social politik, atau organisasi lainnya,
lembaga dan bentuk badan lainnya, termasuk kontrak investasi kolektif dan
bentuk usaha tetap.
B. Wajib Pajak Badan
Wajib pajak badan adalah Badan seperti yang dimaksud pada UU
KUP, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang
mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang undangan perpajakan atau memiliki kewajiban
subjektif dan kewajiban objektif serta telah mendaftarkan diri untuk
memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
C. Pajak Penghasilan Badan
Pada pasal 1 UU Pajak Penghasilan, Pajak Penghasilan adalah pajak
yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperolehnya dalam tahun pajak. Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan)
adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
oleh Badan seperti yang dimaksud dalam UU KUP. Adapun subjek dari PPh
Badan yaitu :
a) Wajib pajak badan dalam negeri, yaitu badan yang didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia.
b) Wajib pajak badan luar negeri, yaitu badan yang tidak didirikan atau
tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atu

2
melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia, dan atau badan yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang
menerima penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha
melalui BUT di Indonesia.

Yang menjadi objek pajak PPh Badan adalah penghasilan, yaitu setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak
badan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang
dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak
badan yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Kewajiban Wajib Pajak Badan dalam Perpajakan


Berikut kewajiban dari wajib pajak badan :
1. Kewajiban mendaftarkan diri
Dalam hal ini mendaftarkan diri untuk memiliki NPWP (Nomor
Pokok Wajib Pajak) dan apabila wajib pajak badan melakukan kegiatan
penyerahan barang kena pajak dan atau jasa kena pajak atau ekspor barang
kena pajak yang terutang PPN berdasarkan UU PPN 1984, maka wajib
pajak badan tersebut memiliki kewajiban untuk dikukuhkan menjadi
pengusaha kena pajak (PKP). Untuk wajib pajak badan atau pengusaha
kecil yaitu selama satu tahun buku melakukan penyerahan BKP dan atau
JKP dengan jumlah peredaran bruto tidak lebih dari Rp. 600.000.000,-
(enam ratus juta rupiah) maka tidak diwajibkan untuk dikukuhkan sebagai
PKP. Jadi, apabila peredaran brutonya lebih dari 600 juta maka wajib
mengukuhkan diri menjadi PKP. Pada pasal 2 ayat (4) UU KUP, “Dirjen
Pajak menerbitkan NPWP dan/atau mengukuhkan PKP secara jabatan
apabila WP atau PKP tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2).
2. Kewajiban untuk menyelenggarakan pembukuan
Sebagaimana terdapat pada pasal 28 ayat (1) UU KUP, yaitu WP
orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan
WP badan di Indonesia, wajib menyelenggarakan pembukuan.

3
Pembukuan :

Menurut UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata


Cara Perpajakan, pembukuan adalah proses pencatatan yang dilakukan
secara teratur untuk mendapatkan data & informasi keuangan yang
meliputi keadaan harta, kewajiban atau utang, moda, penghasilan dan
biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa yang
terutang maupun yang tidak terutang PPN, yang dikenakan PPN dengan
tarif 0% (nol persen) dan yang dikenakan PPnBM, yang ditutup dengan
menyusun laporan keuangan berupa neraca dan perhitungan rugi/laba pada
saat pajak berakhir.

Ketentuan mengenai Pembukuan :

Pembukuan tersebut harus diselenggarakan dengan :

a) Memperhatikan I’tikad baik dan tidak mencerminkan keadaan atau


kegiatan usaha yang sebenarnya.
b) Harus diselenggarakan di Indonesia, dengan menggunakan huruf latin,
angka Arab, satuan mata uang rupiah, dan disusun dalam bahasa
Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menkeu,
c) Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual dan
stelsel kas,
d) Perubahan terhadap metode pembukuan dan/atau tahun buku harus
mendapat persetujuan dari Dirjen Pajak.

2.2 Dasar Hukum PPH Badan

Undang-undang nomor 36 tahun 2008 tentang perubahan keempat atas


undang-undang nomor 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan (UU PPh tahun
2009) mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009 dan sebagian besar aturan
pelaksanaannya telah diterbitkan. Perubahan ketentuan peraturan perpajakan
ini mengakibatkan berubahnya bentuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak Badan (SPT PPh Badan). Sebagai tindak lanjut

4
penyampaian SPT PPh Badan, akan dilaksanakan penelitian SPT dan atas SPT
yang memenuhi kriteria akan dilakukan pemeriksaan.

1. PPh Pasal 17 ayat 1 huruf b

Tarif PPh ini diterapkan kepada wajib pajak badan dalam negeri dan
bentuk usaha tetap. Pada tahun 2009, tarif tunggal ditetapkan sebesar 28%
dan diturunkan menjadi 25% pada tahun 2010. Tarif sebesar 25% efektif
berlaku untuk tahun 2010 dan seterusnya.

2. PPh Pasal 17 ayat 2b

Pengurangan tarif sebesar 5% lebih rendah dari tarif normal yang


diterapkan kepada wajib pajak badan dalam negeri (WPDN) berbentuk
perseroan terbuka. Wajib pajak harus memenuhi syarat berikut ini:

1. Paling sedikit sebesar 40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor
dicatat untuk diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI).

2. Saham sebagaimana dimaksud pada huruf a harus dimiliki paling sedikit


oleh 300 pihak.

3. Masing-masing pihak hanya boleh memiliki saham kurang dari 5% dan


keseluruhan saham yang ditempatkan dan disetor penuh.

4. Ketentuan dari poin-poin di atas harus dipenuhi dalam waktu paling singkat
183 hari kalender dalam jangka waktu 1 tahun pajak.

Tarif Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan.

Berdasarkan ketentuan UU perpajakan tahun 2008 pasal 17 ayat 1, tarif


Pajak Penghasilan untuk Wajib Pajak Badan adalah sebagai berikut:

1. Wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28%
(dua puluh delapan persen) berakhir tahun 2009.

2. Tarif 25% (dua puluh lima persen) yang mulai berlaku sejak tahun pajak
2010.

Contoh:

5
Jumlah peredaran bruto dalam tahun pajak 2010 Rp. 54.000.000.000,00
jumlah penghasilan kena pajak dalam tahun pajak 2010 Rp. 4.000.000.000,00

PPh yang terutang =25%xRp. 4000.000.000,00= Rp. 1.000.000.000,00

1. Wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang
paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham
yang disetor di perdagangkandi bursa efek di Indonesia dan memenuhi
persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima
persen) lebih rendah yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan
pemerintah. PPh terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan
penghasilan kena pajak.

Contoh:

Jumlah penghasilan kena pajak dalam tahun pajak 2010 Rp.


1.250.000.000,00=Rp. 250.000.000,00.

PPh yang terutang = (25%-5%) x Rp. 1.250.000.000,00= Rp. 250.000.000,00

Lihat peraturan pemerintah Nomor 81 tahun 2007 tentang penurunan tarif


PPh bagi wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka.

1. Untuk keperluan penerapan tarif pajak, jumlah penghasilan kena pajak


dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh.

Fasilitas UMKM

Berdasarkan UU uu pajak penghasilan No 36 tahun 2008 pasal 31E, wajib


pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp.
50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah) mendapatkan fasilitas berupa
pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif yang dikenakan
atas penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp.
4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Besarnya bagian
peredaran bruto dapat dinaikkan dengan peraturan menteri Keuangan.

Perhitungan PPh terutang dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

6
1. Jika peredaran bruto sampai dengan Rp. 4.800.000.000,00, maka
perhitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut:

PPh terutang = 50% x 25% x seluruh penghasilan kena pajak.

1. Jika peredaran bruto lebih dari Rp. 4.800.000.000,00 sampai dengan Rp.
50.000.000.000,00, maka perhitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut:

PPh terutang = (50% x 25% x penghasilan kena pajak dari bagian peredaran
bruto yang mendapatkan fasilitas) + (25% x penghasilan kena pajak dari bagian
peredaran bruto yang tidak mendapat fasilitas) yang dimana :

1. Penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto yang mendapat fasilitas
adalah sebesar = (4.800.000.000/peredaran bruto) x penghasilan kena pajak.

1. penghasilan kena pajak dari peredaran bruto yang tidak mendapat fasilitas
pajak sebesar = penghasilan kena pajak - penghasilan kena pajak dari bagian
peredaran bruto yang mendapat fasilitas.

Contoh Perhitungan:

Contoh 1: bila peredaran bruto kurang dari atau sama dengan 4,8 miliar.

Peredaran bruto PT Arya dalam tahun pajak 20xx sebesar Rp.


4.500.000.000,00 (empat miliar lima ratus juta rupiah) dengan penghasilan
kena pajak sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Perhitungan pajak yang terutang:

seluruh penghasilan kena pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut
dikenai tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif pajak penghasilan
badan yang berlaku karena jumlah peredaran bruto PT Arya tidak melebihi Rp.
4.800.000.000.00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

Pajak penghasilan yang terutang:

(50% x 25%) x Rp. 500.000.000,00=Rp. 70.000.000,00

Contoh 2: bila peredaran bruto lebih besar dari 4,8 miliar

7
Peredaran bruto PT Soros dalam tahun pajak 20xx sebesar Rp.
30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah) dengan penghasilan kena pajak
sebesar Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Perhitungan pajak penghasilan yang terutang:

Jumlah penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh
fasilitas:

Rp. 4.800.000.000,00 : Rp. 30.000.000.000,00) x Rp. 3.000.000.000,00= Rp.


480.000.000,00

jumlah penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak
memperoleh fasilitas:

Rp. 3.000.000.000,00-Rp. 480.000.000,00= Rp. 2.520.000.000,00

Pajak penghasilan yang terutang:

1. (50% x 25%) x Rp. 480.000.000,00 =Rp. 60.000.000,00

2. 25% x Rp. 2.520.000.000,00 =Rp. 630.000.000,00(+)

Jumlah pajak penghasilan yang terutang = Rp. 690.000.000,00

2.3 Variabel-variabel Dalam Perhitungan PPH Badan


Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat
atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU
PPh tahun 2009) mulai berlakupada tanggal 1 Januari 2009 dan sebagian
besar aturan pelaksanaannya telah diterbitkan. Perubahan ketentuan
peraturan perpajakan ini mengakibatkan berubahnya bentuk
SuratPemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan (SPT
PPh Badan). Sebagaitindak lanjut penyampaian SPT PPh Badan, akan
dilaksanakan penelitian SPT dan atas SPTyang memenuhi kriteria akan
dilakukan pemeriksaan.

8
Tarif Pajak Penghasilan secara umum (disebut juga tarif Pasal 17)
diterapkan atasPenghasilan Kena Pajak Wajib Pajak dalam negeri dan BUT
untuk menghitung PajakPenghasilan terutang dalam satu tahun pajak atau
dalam bagian tahun pajak. Tarif umum inidibedakan untuk Wajib Pajak badan
dalam negeri/BUT dan Wajib Pajak orang pribadi dalamnegeri. Untuk
keperluan penerapan tarif pajak atas Penghasilan Kena Pajak, maka
jumlahPenghasilan Kena Pajak tersebut dibulatkan dahulu ke bawah ribuan
rupiah penuh. MisalnyaPenghasilan Kena Pajak sebesar Rp120.324.900,00
untuk penerapan tarif dibulatkan kebawah menjadi Rp120.324.000,00.Dengan
Peraturan Pemerintah dapat diterapkan tarif pajak tersendiri yang dapatbersifat
final atas Penghasilan Tertentu yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan
Pasal4 Ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan. Besarnya tarif khusus ini
tidak boleh melebihitarif umum pajak tertinggi berdasarkan Pasal 17 Ayat (1).
Penentuan tarif pajak tersendiritersebut didasarkan atas pertimbangan
kesederhanaan, keadilan dan pemerataan dalampengenaan pajak.
 Pendapatan Usaha dan Penghasilan kena pajak
Wajib Pajak Badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan
Rp. 50.000.000.000 (lima puluh miliar rupiah)mendapat fasilitas berupa
pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif sebagaimana dimaksud dalam
pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas penghasilan
Kena pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp. 4.800.000.000
(empat miliar delapan ratus juta rupiah).

Perhitungan pPh terutang berdasarkan Psasal 31E dapat dibedakan


menjadi dua yaitu:
a) Jika peredaran bruto sampai dengan Rp. 4.800.000.000, maka
penghitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut:
PPh terutang = 50% X 28% X seluruh Penghasilan Kena Pajak
b) Jika peredaran bruto lebih dari Rp. 4.800.000.000 sampai dengan Rp.
50.000.000.000, maka penghitungan PPh teritang yaitu sebagai berikut:

9
PPh Terutang = (50% X 28%) X Penghasilan kena Pajak dari bagian
peredaran bruto yang memperoleh fasilitas + 28% X penghasilan Kena
Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas.
Penghitungan Penghasilan Kena pajak dari bagian peredaran bruto yang
memperoleh fasilitas yaitu:
(Rp. 4.800.000.000 / Peredaran Bruto) X Penghasilan Kena Pajak
Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto
ysng tidak memperoleh fasilitas yaitu Penghasilan kena pajak –
Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh
fasilitas .
Cara Dan Contoh Perhitungan Untuk WP Kategori UMKM atau
Yang Mendapatkan Fasiliias Pengurangan Tarif
 Untuk Peredaran Bruto < Rp.4.800.000.000
PT. A merupakan UMKM mempunyai peredaran bruto Rp. 4.300.000.000
penghasilan kena pajak Rp. 500.000.000.
Berapa PPh Pasal 29 (Tahunan) yang terutang ?
JAWAB:
Untuk tahun 2009 tshun pelaporan 2010
28% X 50% X Rp.500.000.000,- = Rp.70.000.000
Untuk tahun 2010 tahun pelaporan 2010 dan seterusnya
25% X 50% X Rp. 500.000.000,- = Rp.62.500.000,-
Penghasilan kena pajak Wajib Pajak dalam negeri dan BUT , dihitung
berdasarkan penghasilan bruto dikurangi :
a. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan ,termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan
pekerjaan atau jasa termasuk upah,gaji, honor, bonus, dan tunjangan yang
diberikan dalam bentuk uang ,bunga, sewa, roiyalti, biaya perjalanan,
biaya pengolahan limbah kecuali pajak penghasilan.
b. Penhusutan atas harta berwujud dan amortisasi atas hak dan biaya lain
yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun

10
c. Iuran kepada dan pensiun yang pendiriannya telah di sahkan oleh menteri
Keuangan
d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan
digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk
mendapatkan,menagih, dan memelihara penghasilan.
e. Kerugian dari selisih mata uang asing.
f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang di lakukan di
indonesia.
g. Biaya bea siswa, magang, dan pelatihan.
h. Piutang yang nyata tidak dapat ditagih .
Biaya – biaya yang tidak dapat dikurangkan :
Dalam menghitung besarnya penghasilan kena pajak wajib pajak
dalam negeri dan BUT, tidak boleh dikurangkan:
a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun
b. Biaya atau pengeluaran untuk kepentingaan pribadi pemegang
saham,sekutu atau anggota.
c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali cadangan piutang
tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha yang ketentuan dan
syarat nya ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan .
d. Premi asuransi kesehatan ,kecelakaan,asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi bea siswa yg dibayar oleh wajib pajak orang pribadi , kecuali jika
dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai
penghasilan bagi Wajib Pajak yg berangkutan.
 Penghasilan Netto
Norma perhitungan penghasilan netto untuk menentukan penghasilan
netto,dibuat/disusun sedemikian rupa berdasarkan hasil penelitian atau data
lain dan dengan memperhatikan kewajaran .
Penggunaan neto tersebut dilakukan dalam hal-hal;
a) Tidak terdapat dasar perhitungan yg lebih baik
b) Pembukuan atau catatan peredaran bruto wajib pajak ternyata
diselenggarakan secara tidak benar.

11
Syarat Penggunaan Norma Perhitungan Penghasilan Neto
1) Wajib menyelenggarakan pencatatan tentang peredaran brutonya .
2) Memberitahukan kepada direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3
bulan pertama dalam tahun pajak yang bersangkutan.
3) Wajib pajak memperoleh penghasilan bruto tidak melebihi jumlah
sesuai ketentuan.

 Kompensasi Kerugian Fiskal


Apabila penghasilan bruto dikurangi biaya-biaya terdapat kerugian, maka
kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan netto atau laba
fiskal selam 5 tahun berturut-turut dimulai sejak tahun berikutnya sesudah
tahun didapatnya kerugian tersebut.

 Penghasilan Kena Pajak


Penghasilan kena Pajak (PKP) merupakan dasar penghitungan untuk
menentukan besarnya Pajak Penghasilan yang terhutang. Bagi wajib pajak
badan yang menyelenggarakan pembukuan , Penghasilan Kena Pajaknya
dihitung dengan menggunakan cara perhitungan biasa dengan contoh :
-Pereddaran Bruto Rp. 6.000.000.000
-Biaya untuk mendapatkan,menagih, dan memelihara penghasilan
(Rp.5.400.000.000)
-Laba Usaha (Penghasilan neto usaha) Rp.600.000.000
-Penghasilan Lainnya Rp.50.000.000
-Biaya untuk mendapatkan, menagih,dan memelihara penghasilan lainnya
tersebut (Rp.30.000.000)
-Kompensasi kerugian Rp. 20.000.000
-Penghasilan kena pajak (Rp.10.000.000)
-penghasilan Kena Pajak Rp. 610.000.000

12
 PPh Badan Terutang
Ø Dasar Pengenaan Pajak. Untuk dapat menghitung PPh, terlebih dahulu
harus diketahui dasar pengenaan pajaknya .
PKP WPN badan = Penghasilan Netto
Cara menghitung PKP . perhitungan besarnya penghasilan netto bagi wajib
pajak badan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu menggunakan
pembukuan ataui m,enggunakan norma perhitungan penghasilan netto.
Menghitung PKP dengan menggunakan pembukuan
Untuk wajib pajak badan besarnya PKP sama dengan penghasilan nettonya
yaitu penghasilan bruto ddikurangi dengan biaya-biaya yang diperkenankan
oleh undang-undang PPh.
PKP WP badan = Penghasilan netto
= Penghasilan bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh
Menghitung PKP dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan
netto
PKP WP Badan = Penghasilan Netto – Kompensasi Kerugian
( penghasilan Bruto – Biaya Yang diperkenankan UU PPh) – kompensasi
kerugian.
a. Tarif PPh pasal 17 ayat (1) huruf b
Tarif ini di terapkan bagi wajib pajak badan daam negri dan bentuk
usaha tetap yaitu sebesar 28%.
Pph terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan
penghasilan kena pajak.
Contoh
jumlah peredaran bruto dalam tahun pajak 2009 RP 54.000.000
jumlah penghasilan kena pajak dalam tahun pajak 2009 RP 4.000.000
pajak penghasilan terutang = 28% x RP 4.000.000 = 1.120.000

b. Tarif PPh pasal 17 ayat (2b)


Tarif ini diterapkan bagi wajib pajak bada dallam negri yang berbentuk
perseroan terbuka yang paling sedikit 40% dari juma keseuruhan saam

13
yang disetor diperdagangan bursa efek di indonesia dan memenuhi
persyaratan tertentu lainnya. Wajib pajak tersebut dapat memperole
tarif sebesar 5% ebih rendah daripada tarif sebagaimana dimaksud
pasaa 17 ayat (1) uruf b dan ayat (2a) undang-undang nomer 36 tahun
2008.
Contoh :
Jumah penghasilan kena pajak dalam tahun pajak 2009 RP 1.250.000
Pajak penghasilan terutang =(28% - 5%) x 1.250.000.000 = RP
287.500.000

2.4 Tata Cara Perhitungan, Penyetoran Dan Pelaporan


Perhitungan pph badan dilakukan pada setiap akhir tahun pajak jika ada
kekurangan pembayaran pajak, maka wajib disetorkan paling lambat tanggal
25 pada bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir. Pelaporan pph badan
terutang setiap tahunnya dilaporakn dengan cara membuat spt tahunan pph
badan, dan dilaporkan ke kantor pelayanan pajak setempat paling lambat pada
akhir bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir. Pph tersebut disetor paling
lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak perolehan penghasilan
yang berakhir (untuk masa). Dan paling lamnbat tanggal 25 maret tahun
berikutnya setelah tahun pajak perolehan penghasilan yang berakhir (untuk
tahunan).pembayaran pph tersebut dilaporkan dalam surat pemberitahuan
(SPT) paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak perolehan
penghasilan yang berakhir (untuk masa). Dan paling lambat tanggal 31 maret
tahun berikutnya setelah tahun pajak perolehan penghasilan yang berakhir
(untuk tahunan).

Pelaksanaan pembayaran pajak dapat dilakukan kantor penerima


pembayaran dengan menggunakan surat setoran pajak (SSP) yang dapat
diambil dikantor pelayanan pajak (KPP) atau KP4 terdekat, atau dengan cara
lain melalui pembayaran pajak secara elektronik.

14
Surat pemberitahuan (SPT) merupakan saran wajib pajak untuk
melaporkan hal-hal yang berkaitan dengan kewajiban perpajakan. SPT harus
diisi dengan benar, lengkap, dan jelas dalam bahasa Indonesia dengan
menggunakan huruf latin dan angka arab, satuan mata uang rupiah dan
mentandatangani surat menyampaikan ke kantor pelayanabn pajak atau tempat
lain yang ditetapkan oleh direktur jenderal pajak.

Contoh perhitungan angsuran pph 25 :

Pph terutang menurut Spt Tahunan pph 2009 sebesar Rp 50.000.000,00


dikurangi :

a) Pph yang dipotong

Pemberi kerja (pph Psl.21) Rp 15.000.000,00

b) Pph yang dipungut

Pihak lain (Pph Psl 22) Rp 10.000.000,00

c) Pph yang dipotong

Pihak lain (Pph Psl 23) Rp 2.500.000,00

d) Kredit pph

Luar negeri (Pph psl 24) Rp 7.500.000,00

Jumlah kredit pajak (Rp 35.000.000,00)

selisih Rp 15.000.000,00

Besarnya angsuran yang harus dibayar sendiri setiap bulan untuk tahun
2010 sebesar Rp 15.000.000,00 : 12 =Rp 1.250.000,00

Apabila penghasilan yang diterima atau diperoleh hanya meliputi bagian


tahun pajak yaitu meliputi 6 bulan dalam tahun 2009, maka besarnya angsuran
bulanan yang harus dibayar sendiri setiap bulan dalam tahun 2010 adalah :Rp
15.000.000,00 : 6 =Rp 2.500.000,00

15
Penghasilan netto

Informasi yang benar dan lengkap tentang penghasilan wajib pajak sangat
penting untuk dapat mengenakan pajak yang adil dan wajar sesuai dengan
kemampuan ekonomis wajib pajak. Untuk dapat meyajikan informasi
dimaksud, wajib pajak harus meyelenggarakan pembukuan. Namun, disadari
bahwa tidak semua pajak mampu menyelenggarakan pembukuan. Semua wajib
pajak badan dua bentuk usaha tetap diwajibkan menyelenggarakan pembukuan.
Wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan
bebas dengan jumlah peredaran bruto tertentu tidak diwajibkan untuk
menyelenggarakan pembukuan. Untuk memberikan kemudahan dalam
menghitung besarnya penghasilan netto bagi wajib pajak orang pribadi yang
menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto tertentu,
direktur jernderal pajak menerbitkan norma perhitungan. Norma perhitungan
penghasilan netto untuk menentukan penghasilan netto, dibuat atau disusun
sedemikian rupa berdasarkan hasil penelitian atau data lain, dan dengan
memperhatikan kewajaran, disempurnakan terus-menerus serta diterbitkan oleh
direktur jenderal pajak.

Penggunaan norma perhitungan tersebut pada dasarnya dilakukan dalam


hal-hal :

a. Tidak terdapat dasar perhitungan yang lebih baik, yaitu pembukuan yang
lengkap, atau
b. Pembukuan atau catatan peredaran bruto wajib pajak ternyata
diselenggarakan secara tidak benar.

Norma perhitungan akan sangat membantu wajib pajak yang belum


mampu menyelenggarakan pembukuan untuk menghitungan penghasilan netto.

Syarat penggunaan norma perhitungan penghasilan netto wajib pajak yang


menghitung penghasilan nettonya dengan menggunakan norma perhitunagn
penghasilan netto.

16
1) Wajib menyelenggarakan pencatatan tentang peredaran brutonya
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai
ketentuan umumdan tata cara perpajakan. Pencatatan tersebut dimaksudkan
untuk memudahkan penerapan norma dalam menghitung penghasilan netto.
2) Memberitahukan kepada direktur jenderal pajak dalam jangka 3 bulan
pertama dalam tahun pajak yang bersangkutan.
3) Wajib pajak memperoleh pengghasilan bruto tidak melebihi jumlah sesui
ketentuan.

Apabila wajib pajak orang pribadi yang berhak bermaksud untuk


menggunakan norma perhitungan penghasilan netto, tetapi tidak
memberitahukannya kepada direktur jenderal pajak dalam jangka waktu yang
ditentukan, wajib pajak tersebut dianggap memilih menyelenggarakan
pembukuan.

Wajib pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan, wajib


menyelenggarakan pencatatan,atau dianggap memilih menyelenggarakan
pembukuan, tetapi :

a) Tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan kewajiban pencatatan atau


pembukuan,atau
b) Tidak bersedia memperlihatkan pembukuan atau pencatatan atau bukti-bukti
pendukungnya pada waktu yang dilakukan pemeriksaan sehingga
mengakibatkan peredaran bruto dan penghasilan netto yang sebenarnya
tidak diketahui maka peredaran bruto wajib pajak yang bersangkutan
dihitung dengan cara lain yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan
menteri keuangan dan penghasilan nettonya dihitung dengan menggunakan
norma perhitungan penghasilan netto.

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Perusahaan merupakan salah satu subjek pajak penghasilan, yaitu subjek


pajak badan. Penjelasan Undang-Undang No.36 Tahun 2008 pasal 2 ayat (1)
huruf b menjelaskan bahwa subjek pajak badan adalah sekumpulan orang
dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun
yang tidak melakukan usaha meliputi perseroan terbatas, perseroan komoditer,
perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau badan usaha milik daerah
dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan dll. Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan pada subjek
pajak atas penghasilan yang diperolehnya pada tahun pajak, dapat pula
dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak bila kewajiban
pajak subjektifnya dimulai atau berakhir tahun pajak

3.2 Saran

Kami sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali


kesalahan dan sangat jauh dari kesempurnaan. Tentunya, penulis akan terus
memperbaiki makalah dengn mengacu pada sumber yang dapat
dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah diatas.

18
DAFTAR PUSTAKA

. Anwar, C. (2013). Management Perpajakan,. Strategi Perencanaan Pajak dan


Bisnis. Jakarta: Gramedia.
Ayza, B. (2017). Hukum Pajak Indonesia. Jakarta: PT Kencana.
Diaz, P. (2013). Perpajakan Indonesia. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Mardiasmo. (Yogyakarta). Perpajakan Edisi Revisi. 2011: ANDI.
Raswin. (2014). Analisis Perhitungan Pajak Penghasilan Badan Pada PT. Amalia
Jaya Pratama. Makasar: Universitas Bosowa.
Ratnawati, J. (2015). Dasar-Dasar Perpajakan. Yogyakarta: Yogyakarta
depublish.
Safri, N. (2002). Dasar-Dasar Perpajakan. Jakarta: Universitas Terbuka
Nurmantu, Safri. 2003. Dasar-dasar Perpajakan. Jakarta: Penerbit Universitas
Terbuka.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
Mardiasmo. 2011. Perpajakan. Edisi revisi. Yogyakarta: ANDI.
http://hastari-hayu.blogspot.com/2012/01/pph-badan.html
https://kp2kppacitan.wordpress.com/2012/07/09/cara-perhitungan-pph-tahunan-
badan/

19

Anda mungkin juga menyukai