Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH TAX MANAGEMENT: PERENCANAAN PAJAK

INTERNASIONAL DAN FOREIGN DIRECT INVESTMENT DI


INDONESIA
Adia Adi Prabowo, SE., M.Acc., Ak., CA

DISUSUN OLEH:
1. Elva Latifah Salsabila (2017017046)
2. Faridhatun Munawarroh (2017017049)
3. Olivia Uba Asan (2017017056)
4. Nila Widawati (2017017062)
5. Elisabet Margareta Wanggur (2017017066)
6. Yudha Syariza (2017017077)
7. Ryan Hidayat (2017017146)
Kelas: Akuntansi 6A02

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SARJANAWIYATA TAMANSISWA
2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami hanturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Tax Management: Perencanaan Pajak Internasional dan
Foreign Direct Investment di Indonesia” dengan baik tanpa ada halangan yang
berarti. Makalah ini telah kami selesaikan dengan maksimal berkat kerjasama dan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu kami sampaikan banyak terimakasih
kepada segenap pihak yang telah berkontribusi secara maksimal dalam
penyelesaian makalah ini.
Di luar itu kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan
dalam penyusunan makalah ini. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati,
kami selaku penyusun menerima segala kritik dan saran dari pembaca untuk
memperbaiki dan menyempurnakan makalah ini. Demikian yang bisa penulis
sampaikan, semoga makalah ini dapat menjadi khazanah ilmu pengetahuan dan
memberikan manfaat nyata untuk pembaca.

Yogyakarta, 20 Maret 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................................
KATA PENGANTAR...............................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................
1.1 Latar Belakang.............................................................................................
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan..........................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................
2.1 Tax Managemen...........................................................................................
2.1.1 Fungsi-Fungsi Manajemen Pajak.......................................................
2.2 Perencanaan Pajak Internasional..................................................................
2.2.1 Sumber-Sumber Hukum Pajak Internasional.....................................
2.2.2 Subjek Pajak dan Objek Pajak Internasional......................................
2.2.3 Tujuan Ketentuan Pajak Internasional................................................
2.3 Foreign Direct Investment...........................................................................
BAB III PEMBAHASAN..........................................................................................
3.1 Perencanaan Pajak Internasional yang Dilakukan Perusahaan....................
3.1.1 Prinsip yang Harus Dipahami dalam Perpajakan Internasional.........
3.1.2
3.2 Foreign Direct Investment yang Dilakukan Perusahaan..............................
3.2.1 Skema Penghindaran Pajak.................................................................
3.3 Isu yang Sedang Terjadi di Indonesia Mengenai Pajak Internasional.........
BAB IV PENUTUPAN..............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pajak bagi suatu negara memiliki peran yang sangat penting terutama
dalam hal pembiayaan pembangunan nasional. Definisi pajak menurut
Undang-Undang 16 tahun 2009 tentang perubahan keempat atas Undang-
Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan pada pasal 1 ayat 1 berbunyi pajak adalah kontribusi wajib kepada
negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Semenjak reformasi perpajakan dijalankan dengan
dikeluraknanya undang-undang perpajakan yang baru tahun 1983, sistem
perpajakan berubah dari office assessment menjadi self assessment. Sistem
tersebut membuat wajib pajak memiliki hak dan kewajiban dalam
menghitung, membayar dan melaporkan sendiri jumlah kewajiban
perpajakannya. Hal ini akan terlaksana dengan baik apabila wajib pajak
mematuhi peraturan perpajakan sesuai dengan undang-undang.
Pemerintah setiap tahunnya menginginkan pendapatan pajaknya
bertambah dari tahun ke tahun. Namun dari segi wajib pajak sendiri, pajak
dirasa sebagai beban dan jika pajak yang dibayar lebih besar dari jumlah
semestinya maka akan mengakibatkan kerugian. Wajib pajak badan dapat
melakukan upaya dengan meminimalkan beban pajak dalam batas tidak
melanggar peraturan perpajakan. Perusahaan dapat melakukan manajemen
pajak (tax planning) yaitu suatu alat atau suatu tahap awal dari manajemen
perpajakan yang berfungsi untuk menampung aspirasi yang berkembang dari
sifat dasar manusia. Manajemen perpajakan dapat dilakukan dengan berbagai
cara, salah satunya adalah dengan manajemen pajak atas struktur inbound dan
outbound investment. Pada inbound transaction, pemerintah Indonesia
menentukan sejauh mana hak pemajakannya terhadap subjek pajak luar
negeri (non-resident taxpayer) sehubungan dengan penghasilan yang

1
bersumber di Indonesia. Sedangkan pada outbound transaction, pemerintah
Indonesia menentukan sejauh mana hak pemajakannya terhadap subjek pajak
dalam negeri (resident taxpayer) sehubungan dengan penghasilan yang
bersumber di luar Indonesia. Dan dalam makalah ini akan membahas lebih
lanjut mengenai manajemen pajak atas struktur inbound dan outbound
investment serta perpajakan internasional karena transaksi inbound dan
outbound investment menyangkut perusahaan multinasional yang
menanamkan modalnya di Indonesia.

1.1 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam
penulisan ini, antara lain:
1. Bagaimanakah perencanaan pajak internasional yang dilakukan
perusahaan ?
2. Bagaimana foreign direct investment yang dilakukan perusahaan ?
3. Apa isu yang sedang terjadi di Indonesia mengenai pajak internasional ?

1.2 Tujuan Penulisan


Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka tujuan penulisan dalam
penulisan ini, antara lain:
1. Untuk mengetahui perencanaan pajak internasional yang dilakukan
perusahaan
2. Untuk mengetahui ketentuan pajak internasional
3. Untuk mengetahui isu yang sedang terjadi di Indonesia mengenai pajak
internasional

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tax Management
Menurut Chairil Anwar (2016: 13) manajemen perpajakan merupakan
usaha menyeluruh yang dilakukan tax manager dalam suatu perusahaan atau
organisasi agar hal-hal yang berhubungan dengan perpajakan dari perusahaan
atau organisasi tersebut dapat dikelola dengan baik, efisien dan ekonomis
sehingga memberikan kontribusi yang maksimal bagi perusahaan. Atau
dengan kata lain manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban
perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan
serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan
(S.Lumbantoruan,1996). Dari pengertian di atas tujuan dari adanya
manajemen perpajakan adalah menerapkan aturan pajak secara benar, usaha
efisiensi dari tax manager untuk mencapai laba dan likuiditas yang
seharusnya, legalitas manajemen pajak tergantung instrumen yang dipakai,
legalitas baru dapat diketahui secara pasti setelah ada putusan pengadilan.
2.1.1 Fungsi-Fungsi Manajemen Pajak
1. Tax Planning, merupakan usaha mencakup perencanaan perpajakan
agar pajak yang dibayar oleh perusahaan benar-benar efisien. Tujuan
utama tax planning adalah mencari berbagai celah yang dapat
ditempuh dalam koridor peraturan perpajakan (loopholes), agar
perusahaan dapat membayar pajak dalam jumlah yang sedikit.
2. Tax Administration/ Tax Compliance, mencakup usaha-usaha untuk
memenuhi kewajiban administrasi perpajakan dengan cara
menghitung pajak secara benar, sesuai dengan ketentuan perpajakan,
kepatuhan dalam membayar dan melaporkan tepat waktu sesuai
deadline pembayaran dan pelaporan pajak yang telah ditetapkan.
3. Tax Audit, mencakup strategi dalam menangani pemeriksaan pajak,
menanggapi hasil pemeriksaan pajak maupun strategi dalam
mengajukan surat keberatan atau surat banding.

3
4. Other Tax Matter, mencakup fungsi-fungsi lain yang berkaitan
dengan perpajakan, seperti mengkomunikasikan ketentuan-ketentuan
sistem dan prosedur perpajakan kepada pihak-pihak atau bagian-
bagian lain dalam perusahaan, seperti penerbitan faktur penjualan
standar yang berhubungan dengan PPN, pemotongan withholding
tax (PPh ps 23/26) yang berkaitan dengan jasa teknik, jasa
manajemen, jasa kontruksi dan jasa profesi serta objek withholding
tax lainnya, juga termasuk pelatihan bagi staf yang berkaitan dengan
masalah perpajakan dan sebagainya.

2.2 Perencanaan Pajak Internasional


Pajak internasional merupakan kesepakatan perpajakan antara negara
yang mempunyai persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dan
dilakukan sesuai dengan konvensi wina (hubungan diplomatik). Persetujuan
ini mengakibatkan peraturan pajak yang berlaku disuatu negara tidak berlaku
atas penduduk atau organisasi asing, apabila sudah disepakati perjanjian
bilateral khusus antar kedua negara yang memiliki kesepakatan tersebut
(www.online-pajak.com, diakses 20 Maret 2020).
2.2.1 Sumber-Sumber Hukum Pajak Internasional
Pada dasarnya, hukum pajak internasional adalah hukum pajak
nasional yang didalamnya mengandung unsur-unsur asing. Unsur
tersebut bisa mengenai subjek pajaknya, objek pajaknya maupun
pemungutan pajaknya.
Sumber pajak internasional terdiri dari:
a. Hukum pajak nasional yaitu peraturan pajak sepihak yang tidak
ditujukan kepada pihak lain
b. Traktat yaitu perjanjian pajak dengan negara lain, untuk:
1) Menghindari pajak berganda
2) Mengatur perlakuan fiskal terhadap orang asing
3) Mengatur mengenai laba Badan Usaha Tetap (BUT)
4) Memberantas penyelundupan pajak

4
5) Menetapkan tarif duane.
c. Putusan hakim (nasional maupun Internasional)
2.2.2 Subjek Pajak dan Objek Pajak Internasional
Subjek pajak dibagi menjadi 2, antara lain:
a. Subjek pajak dalam negeri yang mendapatkan penghasilan dari
sumber-sumber diluar negeri.
b. Subjek pajak luar negeri yang mendapat penghasilan dari sumber-
sumber didalam negeri
Objek pajak dibagi menjadi , antara lain:
a. Objek pajak dengan sumber di dalam negeri
b. Objek pajak dengan sumber di luar negeri
2.2.3 Tujuan Ketentuan Pajak Internasional
Ketentuan Pajak Internasional suatu negara menurut Gunadi (2007)
meliputi 2 dimensi, antara lain:
a. Pemajakan terhadap wajib pajak dalam negeri (WPDN) atas
penghasilan dari luar negeri (outward, outbound, transactions).
b. Pemajakan terhadap wajib pajak luar negeri (WPLN) atas
penghasilan dari dalam negeri/ domestik. (inward. Inbound
transactions).
Kedua dimensi diatas selanjtnya dijelaskan Gunadi, bahwa Dimensi
pertama merujuk pada pemajakan atas penghasilan luar negeri atau
transaksi keluar batas negara outward, outbound transaction) karena
umumnya melibatkan eksportasi modal ke manca negara sedangkan
dimensi kedua merujuk pada pemajakan atas penghasilan domestik atau
transaksi kedalam batas negara (inward, inbound transaction) karena
umumnya melibatkan importasi modal dari manca negara. Dalam
aplikasinya, pemajakan penghasilan luar negeri dilakukan oleh negara
domisili (residence Country) sedangkan pemajakan penghasilan
domestik dilakukan oleh negara sumber (source country).

5
b.3 Foreign Direct Investment
Foreign direct investment (FDI) atau penanaman modal asing (PMA)
berdasarkan Undang-undang No.1 Tahun 1967 No.11 Tahun 1970 tentang
Penanaman Modal Asing adalah penanaman modal asing secara langsung
yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-
undang di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung,
menanggung resiko dari penanaman modal tersebut (Hemanona &
Suharyono, 2017). Foreign direct investment biasanya dilakukan perusahaan
multinasional yang melakukan usaha seperti sumber daya alam, manufaktur
dan jasa. FDI sering dikaitkan dengan perusahaan-perusahaan multinasional
yang ditunjukkan dengan fenomena produksi saat ini, di mana produksi
dilakukan di pabrik yang berlokasi di dua atau lebih negara tetapi tetap berada
dalam satu pengawasan dan pengaturan oleh kantor pusat di satu negara.
Salah satu bagian dari foreign direct investment adalah dengan holding
company yang dapat digunakan oleh perusahaan multinasional untuk
berinvestasi di Indonesia. Salah satu alasan perusahaan multinasional
menggunakan holding company untuk berinvestasi di Indonesia adalah
perencanaan pajak, international tax planning dengan tujuan melakukan
penghindaran pajak selain meminimalkan beban pajak secara keseluruhan
(www.taxnesia.com, diakses 20 Maret 2020). Bagi investor, baik asing atau
asal Indonesia holding company dapat digunakan untuk berinvestasi di
Indonesia (inbound investment) karena ada beberapa keuntungan dalam hal
perpajakan khususnya untuk penghasilan tertentu :
1. Passive Income: dividen, royalti, bunga.
2. Penjualan saham: capital.
3. Jasa: jasa manajemen dan lain-lain.

6
Bagan 2.1
Bagan Holding Company untuk Investasi di Indonesia

7
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Perencanaan Pajak Internasional yang Dilakukan Perusahaan
Perencanaan pajak secara internasional menjadi sangat penting sejalan
dengan isu bisnis internasional yang berkembang pesat saat ini. Apabila suatu
perusahaan tidak melakukan perencanaan dengan baik maka transaksi yang
dijalankan di dalamnya termasuk transaksi internasional tidak akan efisien.
Perencanaan pajak internasional ini menjadi satu area yang kompleks
dikarenakan terlibat dengan udang-undang dan peraturan dari dua negara atau
lebih, selain itu memiliki cakupan yang lebih luas daripada perencanaan pajak
domestik. Perpajakan internasional merupakan alat untuk mengetahui
perbedaan pajak dalam negeri dan memajukan perdagangan antar negara,
mendorong laju investasi di masing-masing negara, pemeritah berusaha untuk
meminimalkan pajak yang menghambat perdagangan dan investasi tersebut.
1. Rencana Pengurangan Pajak Asing
Ada banyak teknik pengurangan pajak asing yang dapat dipakai
oleh pembayar pajak. Secara umum teknik-teknik ini sama dengan yang
digunakan untuk pengurangan pajak domestik. Beberapa di antaranya
termasuk merealisir pendapatan dalam bentuk yang memungkinkan
pengenaan tarif pajak rendah, penundaan pengakuan pendapatan kotor,
dan mempercepat pengakuan biaya. Teknik lain dapat bersifat unik
seperti memanfaatkan keuntungan dari insenif pajak lokal, pembiayaan
hutang, transfer pricing, dan pemanfaatan tax treaty.
2. Insentif Pajak Lokal
Salah satu metode pengurangan beban pajak asing adalah dengan
memanfaatkan pengecualian pajak dan tax holiday dari berbagai negara.
Sebagai contoh, Irlandia memberikan pengurangan tarif dalam
memajakai keuntungan perusahaan manufaktur yang didirikan di sana,
Singapura menawarkan tax holiday bagi perusahaan manufaktur yang
bergerak dalam bidang teknologi maju, Belgia menawarkan potongan
pajak bagi pusat distribusi yang didirikan di sana, dan Swiss

8
menawarkan tarif pajak rendah untuk kantor pusat perusahaan yang
didirikan di sana.
3. Pembiayaan Hutang
Pembiayaan cabang perusahaan yang pendapatannya menjadi
obyek pajak bertarif tinggi dapat usahakan agar mendorong terciptanya
pengurangan biaya bunga dan pembayaran dividen semaksimal
mungkin.
3.1.1 Prinsip-Prinsip yang Harus Dipahami dalam Perpajakan
Internasional
Doernberg (1989) menyebutkan 3 unsur netralitas yang harus dipenuhi
perusahaan dalam kebijakan perpajakan internasional, antara lain:
1. Capital Export Neutrality (Netralitas Pasar Domestik)
Kemanapun perusahaan berinvestasi beban yang dibayarkan
haruslah sama atau dengan kata lain tidak ada bedanya jika
perusahaan berinvestasi di dalam negeri maupun diluar negeri. Maka
jangan sampai apabila berinvestasi di luar negeri, beban pajaknya
lebih besar karena menanggung pajak dari dua negara. Hal ini akan
melandasi UU PPh Psl 24 yang mengatur kredit pajak luar negeri.
2. Capital Import Neutrality (Netralitas Pasar Domestik)
Dari manapun investasi berasal, dikenakan pajak yang sama.
Sehingga baik investor dari dalam negeri atau luar negeri akan
dikenakan tarif pajak yang sama bila berinvestasi di suatu negara.
Hal ini melandasi hak pemajakan yang sama dengan Wajib Pajak
Dalam Negeri (WPDN) terhadap permanent establishment (PE) atau
Badan Uasah Tetap (BUT) yang dapat berupa cabang perusahaan
ataupun kegiatan jasa yang melewati time-test dari peraturan yang
berlaku.
3. National Neutrality
Setiap negara, mempunyai bagian pajak atas penghasilan yang sama.
Sehingga bila ada pajak luar negeri yang tidak bisa dikreditkan boleh
dikurangkan sebagai biaya pengurang laba.

9
3.2 Foreign Direct Investment yang Dilakukan Perusahaan
Foreign direct investment biasanya dilakukan perusahaan multinasional
yang melakukan usaha seperti sumber daya alam, manufaktur dan jasa.
Foreign direct investment (FDI) sering dikaitkan dengan perusahaan-
perusahaan multinasional yang dimana produksinya dilakukan di pabrik yang
berlokasi di dua atau lebih negara tapi tetap berada dalam satu pengawasan
dan pengaturan oleh kantor pusat di satu negara (Hemanona & Suharyono,
2017). Terdapat beberapa alasan perusahaan dari negara maju melakukan
investasi di negara berkembang, antara lain memperbesar keuntungan, untuk
mengkombinasikan modal yang dimilikinya dengan tenaga kerja yang murah
dalam upaya untuk mengurangi biaya produksi, penggunaan bahan baku
dekat dengan sumbernya dan sebagainya.
Multinasionalisasi investasi perusahaan dalam beberapa tahun terakhir
telah memunculkan sejumlah skema penghindaran pajak internasional yang
dapat mengurangi pendapatan pajak di negara industri, tetapi juga dapat
mengurangi beban pajak atas modal dan memfasilitasi investasi (Hong &
Smart, 2007). Jika pajak tarif tidak terlalu tinggi, peningkatan kegiatan
manajemen pajak dapat menyebabkan kenaikan perusahaan yang optimal dari
tarif pajak, dan penurunan investasi multinasional. Sementara bagi negara
tempat investasi (host country), kehadiran investor asing dalam bentuk FDI
memberikan beberapa keuntungan berupa transfer teknologi, tenaga kerja
terlatih, kemampuan organisasi dan manajerial, penerimaan pajak dari
keuntungan yang diperoleh oleh investor FDI. Mengingat banyaknya dampak
positif yang diharapkan dapat diperoleh, negara-negara berkembang,
termasuk Indonesia, berusaha secara aktif mempromosikan negaranya agar
menjadi lokasi investasi dengan memberikan berbagai insentif, baik pajak
maupun non pajak. Namun kenyataannya tidak semua FDI dirasa dapat
menambah penerimaan pajak bagi Indonesia, karena banyak perusahaan asing
yang tidak membayar pajak secara benar dalam jangka waktu lama karena
selalu melaporkan rugi dalam SPT PPh Wajib Pajak Badannya.

10
Dalam konteks manajemen pajak, perusahaan multinasional
mempunyai banyak kesempatan dibandingkan dengan perusahaan domestik
karena mempunyai fleksibilitas geografis dalam menempatkan sumberdaya
ekonomis sesuai dengan sistem produksi dan distribusi. Fleksibilitas
geografis ini menawarkan berbagai skema minimalisasi total beban pajak
global perusahaan. Penggeseran penghasilan dan biaya melalui rekayasa
internal antar anggota perusahaan multinasional juga berpotensi
meminimalkan beban pajak global.
3.2.1 Skema Penghindaran Pajak
Beberapa skema penggelapan pajak yang umumnya dilakukan oleh
perusahaan PMA dalam aktivitas FDI adalah:
1. Transfer pricing 
Transfer Pricing merupakan jumlah harga atas penyeraan
barang atau imbalan atas penyerhan jasa yang telah disepakati oleh
kedua belash pihak dalam transaksi bisnis maupun finansial
(Gunadi:1994). Dalam konteks perpajakan transfer pricing
digunakan untuk merekayasa pembebanan harga suatu transaksi
antara perusahaan-perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa
dalam rangka meminimalkan beban pajak yang terutang secara
keseluruhan atas grup perusahaan. Dari sisi negara, praktik transfer
pricing dapat mengakibatkan distorsi penerimaan negara dari sektor
pajak.
Menurut Griffin dan Pustay, perusahaan multinasional
berusaha untuk memaksimalkan laba bersih setelah pajak dengan
cara “they may manipulate transfer prices to shift reported profits
from high-tax countries to law-tax countries”. Skema transfer
pricing yang umumnya dilakukan oleh perusahaan adalah:
a. Menggelembungkan inter company cost.
b. Membebankan biaya royalti atas pemakaian merek dagang milik
induk perusahaan yang sebenarnya tidak diperlukan.

11
c. Memperbesar biaya bahan baku dan atau memperkecil
penghasilan dari penjualan barang.
d. Memperkecil omzet penjualan melalui transaksi maklon. 
e. Pinjaman saham melalui perusahaan PMA, dilakukan dengan cara
(1) membebankan biaya bunga dari pinjaman pemegang saham
kepada pemberi pinjaman di luar negeri, atau (2) penghindaran
PPh pemotongan dan pemungutan (withholding tax), yaitu
melalui praktik pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham, dan
praktik pemakaian bahan baku untuk perusahaan di luar negeri
dan pemakaian merek dagang induk perusahaan tanpa
pembayaran royalti kepada induk perusahaan di luar negeri.
2. Pemanfaatan Tax Haven Country
Negara tax haven merupakan suatu lokasi yang menawarkan
kewajiban pajak yang rendah atau daerah yang tidak akan dikenakan
pajak di mana para pengusaha melakukan usaha. Hal ini seperti yang
dikemukakan oleh Azzara (1999), “a tax haven is a location which
offer a low-tax or no-tax environment for which businessman can
operate.” Namun demikian, beberapa ahli perpajakan ada yang
berpendapat bahwa negara tax haven tidak dapat didefinisikan
dengan jelas karena sifatnya sangat relatif, yaitu tergantung pada
ketentuan masing-masing negara. Suatu negara dapat saja disebut
sebagai tax haven oleh negara lain apabila negara tersebut
memberikan suatu insentif dalam kegiatan perekonomian di suatu
daerah tertentu dalam wilayah negara tersebut. Jadi, apakah suatu
negara akan diklasifikasikan sebagai negara tax haven atau tidak
oleh negara lain tergantung dari definisi negara tax haven  yang
diberikan oleh negara lain tersebut.
Karena tidak ada definisi yang jelas, maka untuk menentukan
bahwa suatu negara sebagai tax haven dapat berdasarkan beberapa
keriteria sebagai berikut (Zain : 2005):

12
a. Tidak memungut pajak sama sekali atau apabila memungut pajak
maka tarifnya sangat rendah.
b. Memiliki peraturan yang ketat tentang rahasia bank dan atau
rahasia bisnis dan tidak akan mengungkapkan kerahasiaan
tersebut kepada siapapun atau negara manapun, walaupun hal itu
dimungkinkan pengungkapannya berdasarkan perjanjian
internasional.
c. Tersedia fasilitas alat komunikasi modern yang memungkinkan
komunikasi ke seluruh dunia tanpa ada hambatan apapun.
d. Pengawasan yang longgar terhadap lalu lintas devisa, termasuk
deposito yang berasal dari negara asing, baik perorangan maupun
badan.
e. Adanya promosi dan kepercayaan bahwa negara-negara tax
haven merupakan pusat keuangan yang baik dan terjamin.
Para peneliti di bidang international tax ation pada umumnya
membagi negara tax haven dalam empat kelompok (Darussalam,
Danny dan Indrayagus : 2007), yaitu :
a. Classical tax haven, yaitu negara yang tidak mengenakan pajak
penghasilan sama sekali atau menerapkan tarif pajak penghasilan
yang rendah (no-tax haven).
b. Tax havens, yaitu negara yang menerapkan pembebasan pajak
atas sumber penghasilan yang diterima dari luar negeri (no tax on
foreign source of income).
c. Special tax regimes, yaitu suatu negara yang memberikan fasilitas
pajak khusus bagi daerah-daerah tertentu di wilayah negaranya.
d. Treaty tax havens, yaitu negara yang mempunyai treaty
network yang sangat baik serta menerapkan tarif pajak yang
rendah untuk withholding tax atas passive income.
Dari kriteria diatas, maka Negara tax heaven yang termasuk dalam
KMK No.650/KMK04/1994 antara lain Argentina, Bahrain, Saudi
Arabia, Mauritius, Hongkong, Caymand Island, dan sebagainya. Saat

13
ini negara tax heaven sedang dimusuhi dunia internasional,
pengawasan tax avoidance (penghindaran pajak) di negara-negara
tersebut sedang gencar-gencarnya. Berinvestasi di negara tax heaven
beresiko besar terkena koreksi UU PPh Pasal 18.

3. Thin Capitalization
Thin capitalization merupakan modal terselubung melalui
pinjaman yang melampui batas kejawaran. Pinjaman dalam
konteks thin capitalization ini adalah pinjaman berupa uang atau
modal dari pemegang saham atau pihak-pihak lain yang memiliki
hubungan istimewa dengan pihak peminjam (Rohatgi:2002). Pada
umumnya bunga yang dibayarkan kepada pemberi pinjaman yang
bukan penduduk di negara peminjam dapat dijadikan pengurang
pada penghasilan kena pajak si peminjam, sedangkan dividen tidak
dapat dijadikan sebagai pengurang. Menurut Gunadi (1994),
pemberian pinjaman dalam skema thin capitalization dapat
dilakukan melalui beberapa cara sebagai berikut:
a. Direct loan. Pinjaman diperoleh secara langsung dari investor
(pemegang saham). Dari pinjaman tersebut investor mendapatkan
bunga yang besarnya pada umumnya ditentukan oleh investor
tersebut.
b. Back to back loan. Investor menyerahkan dananya kepada
mediator sebagai pihak ketiga untuk langsung dipinjamkan
kepada anak perusahaan dengan memberinya imbalan.
c. Paralel loan. Investor luar negeri mencari mitra perusahaan
Indonesia yang mempunyai anak perusahaan yang berada di
negara investor. Sebagai imbalan atas pemberian pinjaman
kepada anak perusahaan (Indonesia) di negara investor,
selanjutnya investor meminta kepada perusahaan Indonesia untuk
juga memberikan pinjaman kepada anak perusahaan milik
investor di Indonesia.

14
4. Treaty Shopping
Tax treaty dapat dijadikan objek untuk melakukan aktivitas
penghindaran pajak, meskipun tujuan dari tax treaty pada
hakekatnya adalah untuk mencegah penghindaran pajak.
Skema treaty shopping dilakukan oleh penduduk suatu negara yang
tidak memiliki tax treaty mendirikan anak perusahaan di negara yang
memiliki tax treaty dan melakukan kegiatan investasinya melalui
anak perusahaan tersebut, sehingga investor dapat menikmati tarif
pajak rendah dan fasilitas-fasilitas perpajakan lainnya yang
tercantum dalam tax treaty. Skema treaty shopping dilakukan untuk
memanfaatkan fasilitas-fasilitas dalam tax treaty (treaty benefit).
Padahal treaty benefit  hanya boleh dinikmati oleh residen (subjek
pajak dalam negeri) dari kedua negara yang mengikat perajanjian.
Untuk dapat memanfaatkan treaty benefit harus memenuhi dua
syarat (Mansury:1999):
a. Syarat formal (administrative requirement), yaitu pembuktian
bahwa yang bersangkutan adalah residen (penduduk) dari negara
yang mengikat perjanjian berupa Certificate of Residence yang
diterbitkan oleh pejabat yang berwenang di negara treaty partner.
b. Syarat material (substantive requirement), yaitu Wajib Pajak di
negara treaty partner memang benar-benar residen di
negara partner tersebut, bukan residen negara ketiga.
5. Controlled Foreign Corporation (CFC)
Penghindaran pajak yang dilakukan dengan cara menunda
pengakuan penghasilan modal yang bersumber dari luar negeri
(khususnya di negara tax haven) untuk dikenakan pajak di dalam
negeri. Skema CFC dilakukan dengan mendirikan entitas di luar
negeri dimana Wajib Pajak dalam negeri (WPDN) memiliki
pengendalian. Upaya WPDN untuk meminimalkan jumlah pajak
yang dibayar atas investasi yang dilakukan di luar negeri adalah
dengan menahan laba yang seharusnya dibagikan kepada para

15
pemegang sahamnya. Dengan memanfaatkan adanya hubungan
istimewa dan kepemilikan mayoritas saham, badan usaha di luar
negeri tersebut dapat dikendalikan. Upaya di atas akan semakin
menguntungkan bagi perusahaan jika badan usaha di luar negeri
didirikan di negara tax haven atau low tax jurisdiction.
3.3 Isu yang Sedang Terjadi di Indonesia Mengenai Pajak Internasional
Isu yang diambil oleh kelompok kami yaitu isu yang terjadi pada bulan
September 2019, yaitu Indonesia dibuat kecewa oleh investor-investor dari
China yang lebih memilih negara lain di Asia Tenggara seperti Vietnam,
Malaysia, Thailand, dan Kamboja untuk berinvestasi. Investasi di Indonesia
yang dinilai tidak kunjung kondusif dan tidak dilakukan perbaikan membuat
para investor tidak tertarik untuk berinvestasi di Indonesia. Hal ini tentunya
merugikan Indonesia. Potensi pertumbuhan ekonomi dan penerimaan pajak
hilang begitu saja. Upaya harus dilakukan oleh pemerintah untuk menarik
para investor agar kembali mau berinvestasi di Indonesia. Salah satu upaya
yang dilakukan adalah dengan menerbitkan Rancangan Undang-Undang
(RUU) Omnibus Law terkait perpajakan. Begitu banyak ragam Undang-
Undang (UU) perpajakan di Indonesia seperti:
1. UU Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP)
2. UU Pajak Penghasilan (UU PPh)
3. UU Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(UU PPN & PPnBM), dan sebagainya.
Ragam jenis pajak yang diatur di masing UU ini dianggap terlalu rumit,
sehingga dirancang suatu UU Omnibus Law yang menggabungkan beberapa
aturan dengan substansi pengaturan yang berbeda menjadi suatu peraturan
besar yang berfungsi sebagai payung hukum. Seperti yang telah dikatakan
oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, RUU ini akan mengumpulkan seluruh
fasilitas perpajakan dalam satu bagian. Termasuk di dalamnya adalah
pengurangan dan pembebasan pajak penghasilan, tax holiday, super
deduction untuk vokasi dan research and development, dan untuk
perusahaan yang melakukan penanaman modal untuk kegiatan padat karya.

16
Terdapat beberapa poin penting mengenai strategi pajak yang diatur di dalam
RUU RUU Omnibus Law ini:
1. Tarif PPh Badan akan diturunkan dari 25% menjadi 20%. Penurunan akan
dilakukan secara bertahap dimana akan diturunkan 3% menjadi 22% untuk
tahun 2021-2022, kemudian diturunkan lagi menjadi 20% pada 2023.
Selain itu, insentif diberikan bagi perusahaan yang baru go public, di mana
tarif PPh Badan akan diturunkan lagi 3% dari tarif normal. Sehingga,
perusahaan yang baru go public akan dikenakan tarif 19% pada 2021-
2022. Sedangkan untuk perusahaan yang go public pada 2023 dan
selanjutnya, akan dikenakan tarif PPh Badan sebesar 17%. Penurunan tarif
ini berlaku selama 5 tahun setelah perusahaan tersebut go public.
2. Pengenaan PPh atas Dividen di dalam negeri dibebaskan dari pengenaan
pajak.
3. Penyesuaian tarif PPh Pasal 26 atas penghasilan dari bunga dari dalam
negeri yang diterima oleh SPLN yang dapat diturunkan dari tarif normal
20%.
4. Pengaturan sistem teritori dalam rangka penentuan penghasilan yang
diperoleh dari luar negeri. Wajib Pajak yang penghasilannya berasal dari
luar negeri, baik berupa dividen ataupun penghasilan setelah pajak dari
BUT di luar negeri, tidak dikenakan pajak di Indonesia apabila
penghasilan tersebut diinvestasikan di Indonesia dan berasal dari
perusahaan listed atau non listed. Lebih lanjut, sistem teritori mengatur
pengenaan pajak atas penghasilan tertentu dari luar negeri, yaitu dari
Warga Negara Asing yang merupakan Subjek Pajak Dalam Negeri
(SPDN) setelah melewati time test, atau Wajib Pajak yang berstatus dual
residence. Objek pajak hanya PPh yang berasal dari penghasilan dari
Indonesia. Sehingga, atas penghasilan dari luar Indonesia tidak dikenakan
mekanisme pengenaan pajak PPh Pasal 26.
5. Penentuan subjek pajak orang pribadi akan disesuaikan. Warga Negara
Indonesia yang tinggal di luar Indonesia lebih dari 183 hari dalam satu
tahun, sebelumnya masih dianggap SPDN karena merupakan Warga

17
Negara Indonesia, sehingga time test tidak berlaku dan masih dikenakan
PPh atas penghasilan mereka dari Indonesia. Omnibus law akan mengatur
mengenai penentuan SPDN ini, di mana SPDN yang memenuhi
persyaratan tersebut akan dikecualikan dan diperlakukan sama dengan
SPLN. Sehingga PPh atas penghasilan yang diterima dari Indonesia akan
dikenakan mekanisme pemotongan PPh Pasal 26. Sedangkan penghasilan
yang diterima dari luar Indonesia menjadi objek pajak luar negeri dan
tidak dikenakan pajak di Indonesia.
6. Hak atas pengkreditan pajak masukan. Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang
memperoleh bahan baku atau yang melakukan pembelian terkait usaha
dari pihak bukan PKP dapat mengkreditkan pajak masukannya maksimal
80%. Termasuk pajak masukan dari SPT yang ditemukan dari hasil
pemeriksaan yang tidak dapat diidentifikasi perusahaan asal pajak
masukan tersebut/ pembelian tersebut dari perusahaan mana.
7. Pengubahan tarif sanksi administrasi dari yang semula flat rate 2% tiap
bulan menjadi tarif bunga saat bulan berjalan. Sanksi ini dianggap adil
karena disesuaikan dengan tingkat bunga yang berlaku. Kedelapan,
pengaturan ulang terkait imbalan bunga yang dibayarkan pemerintah. Tarif
imbalan bunga tidak lagi flat rate 2% tiap bulan, tetapi juga mengikuti
tingkat bunga yang berlaku untuk bulan berlangsung.
Jelas kebijakan tersebut merupakan upaya yang diambil untuk
mewujudkan iklim yang kondusif bagi investor. Penurunan tarif PPh Badan
menjadi insentif bagi investor. Karena tentunya penghasilan yang didapat
oleh perusahaan akan meningkat, menyebabkan lebih banyak lagi dana yang
dimiliki perusahaan untuk dapat diinvestasi kembali, ataupun untuk dibagikan
kepada investor dalam bentuk dividen. Peningkatan dividen ini diiringi oleh
kebijakan untuk membebaskan pengenaan pajak atas dividen, selama dividen
tersebut direpatriasi kembali ke Indonesia. Sehingga, uang yang kembali
masuk dan berputar di Indonesia diharapkan akan membantu pergerakan roda
perekonomian Indonesia. Selain itu, Wajib Pajak Badan didorong untuk
segera go public atau IPO. Insentif berupa penurunan tarif PPh Badan sebesar

18
3% selama 5 tahun menjadi strategi pemerintah. Dengan mengubah status
perusahaan menjadi perusahaan terbuka, maka diharapkan banyak investor
tertarik dengan perusahaan tersebut. Perusahaan pun diharapkan menjadi
lebih profesional, mampu bersaing dengan perusahaan asing, dan mampu
memberikan kontribusi lebih kepada Indonesia.
Salah satu isu yang diutamakan dalam perancangan UU ini adalah
mengenai fairness. Penerapan sistem teritori dianggap mampu untuk
mengatasi masalah keadilan yang dialami Wajib Pajak. Hal utama dalam
mengatasi isu ini adalah perubahan penentuan Subjek Pajak. Warga Negara
Asing yang telah tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari, atau telah
melebihi time test, dianggap sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri. Untuk itu,
diberikan pengecualian oleh pemerintah, bahwa Warga Negara Asing yang
juga merupakan Subjek Pajak Dalam Negeri, hanya dikenakan pajak atas
penghasilan yang diterima dari Indonesia. Sehingga penghasilan yang didapat
dari luar Indonesia tidak dikenakan pajak di Indonesia. hal ini dianggap lebih
adil, karena atas penghasilan yang di dapat Warga Negara Asing yang
merupakan SPDN ini sudah dikenakan pajak dari negara sumber.
Perubahan dalam pengenaan pajak bagi Warga Negara Asing SPDN ini
dapat menjadi insentif bagi investor asing yang berusaha menjalankan bisnis
di Indonesia. Karena pajak yang dikenakan pada mereka hanya sebatas
penghasilan dari Indonesia. Sehingga mereka tidak perlu mengkhawatirkan
penghasilan mereka dari luar Indonesia. Sedangkan untuk warga negara
Indonesia yang berada di luar Indonesia lebih dari 183 hari, akan dianggap
sebagai subjek pajak luar negeri dimana atas penghasilan yang didapat dari
Indonesia akan dikenakan PPh Pasal 26. Sementara penghasilan yang
diperoleh dari luar Indonesia tidak lagi dikenakan pajak di Indonesia.
Perubahan lain yang diberikan adalah pengkreditan pajak masukan.
Sebelumnya pengusaha kena pajak (PKP) tidak bisa mengkreditkan pajak
masukan atas pembelian dari wajib pajak yang belum/tidak PKP atau
mengkreditkan pajak masukan atas temuan hasil pemeriksaan. Dengan
diizinkannya perusahaan mengkreditkan pajak masukan atas kondisi tersebut,

19
meskipun maksimal hanya 80%, tentunya menjadi angin segar bagi
perusahaan karena mereka dapat mengkreditkan pajak masukan mereka,
sekaligus dapat mendorong penjualan dari Wajib Pajak yang belum PKP.
Isu fairness yang juga berusaha diatasi oleh pemerintah adalah
mengenai sanksi bunga. Misalnya, selama ini pengenaan sanksi bunga atas
keterlambatan pembayaran STP adalah sebesar 2% setiap bulan. Hal ini
dianggap tidak adil bagi wajib pajak. Oleh karena itu, tarif sanksi bunga
disesuaikan dengan tingkat bunga yang berlaku pada saat sanksi tersebut
dikenakan. Sehingga sanksi akan relatif sesuai dengan kondisi dan dianggap
lebih adil bagi wajib pajak. Hal ini sebagai upaya dalam
meningkatkan tax compliance dari wajib pajak, karena tarif dapat lebih kecil
dari 2%. Atas perubahan tarif sanksi bunga ini, pemerintah juga merasa perlu
untuk menyesuaikan tarif atas imbalan bunga dari yang sebelumnya 2% tiap
bulan menjadi sesuai dengan tarif bunga yang berlaku saat imbalan tersebut
seharusnya diberikan. Sehingga lebih adil bagi pemerintah dan bagi Wajib
Pajak. Beberapa poin di atas merupakan strategi pemerintah untuk
menciptakan iklim yang kondusif bagi investor dan calon investor, dengan
memberikan beberapa kemudahan dan menawarkan tarif pajak yang bersaing
dengan negara lain. Sehingga diharapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia
meningkat dan diikuti dengan pertumbuhan compliance Wajib Pajak, serta
peningkatan penerimaan pajak dari Indonesia.

20
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Perencanaan pajak atau tax planning merupakan salah satu fungsi dari tax
management yang erat kaitannya dengan hubungan multilateral antar
negara yang secara otomatis tax planning berkaitan dengan perpajakan
internasional. Perpajakan internasional merupakan alat untuk mengetahui
perbedaan pajak dalam negeri dan memajukan perdagangan antar negara,
mendorong laju investasi di masing-masing negara, pemeritah berusaha
untuk meminimalkan pajak yang menghambat perdagangan dan investasi
tersebut. Pada inbound transaction, pemerintah Indonesia menentukan
sejauh mana hak pemajakannya terhadap subjek pajak luar negeri (non-
resident taxpayer) sehubungan dengan penghasilan yang bersumber di
Indonesia. Sedangkan pada outbound transaction, pemerintah Indonesia
menentukan sejauh mana hak pemajakannya terhadap subjek pajak dalam
negeri (resident taxpayer) sehubungan dengan penghasilan yang
bersumber di luar Indonesia. UU Onimbus law akan berdampak pada
manejemen perpajakan yang ingin berinvestasi Indonesia dan perusahaan
dari luar negeri dan dalam negeri selanjutnya akan membuat
perekonomian di Indonesia mengalami perubahan.

4.2 Saran
1. Dalam melakukan manajemen perpajakan harus patuh terhadap hukum
yang berlaku agar terhindar dari sanksi perpajakan.
2. Penerapan manajemen perpajakan yang legal akan sangat membantu
investor dalam memaksimalkan laba yang diperoleh perusahaan.
3. Melaksanakan ketentuan-kententuan perpajakan yang ada pada negara
adalah hal yang sangat bagus diterapkan sebagai subjek pajak.

21
DAFTAR PUSTAKA
Heanova, V., dan Suharyono, S. (2017). Analisis Pengaruh Foreign Direct
Investment Terhadap Country Advantages Indonesia (Studi Terhadap FDI
Amerika Serikat di Indonesia). Jurnal Administrasi Bisnis S1 Universitas
Brawijaya. 52 (1), 16-25.
Hong, Q., dan Smart, M. (2007). www.econstor.eu. In Praise of Tax Havens:
International Tax Planning and Foreign Direct Investment, 1942.
http://catatannaim.blogspot.com/2014/11/skema-penghindaran-pajak dalam.html,
diakses pada tanggal 21 Maret 2020
(www.online-pajak.com, diakses 20 Maret 2020)

Referensi
1. Azzara, Thomas P., Tax Haven of The World, 7th edition, Bahamas, 1999.
2. Darussalam, Danny Septriadi dan Indrayagus Slamet, “Abuse of Transfer
Pricing Melalui Tax Haven Countries”, Majalah Inside Tax,  Ed. 1, November
2007.
3. Griffin, Ricky W dan Michael W. Pustay, International Business: A
Managerial Perspective, 2th Edition, USA: Addison-Wesley Publishing
Company, Inc., 1999.
4. Gunadi, Transfer Pricing: Suatu Tinjauan Akuntansi, Manajemen dan
Pajak,  Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara, 1994.
5. Mansury, Berbagai Fasilitas Dalam 41 Tax Treaties Indonesia, Jakarta:
Yayasan Pengembangan dan Penyebaran Pengetahuan Perpajakan (YP4),
1999.
6. Rohatgi, Roy, Basic International Taxation, London, The Hague, New
York: Kluwer Law International, 2002.
7. Zain, Mohammad, Manajemen Perpajakan, Edisi 2, Jakarta: Penerbit
Salemba Empat, 2005.

22

Anda mungkin juga menyukai