Anda di halaman 1dari 66

Auditing

(Tujuan Pengauditan dan


Tanggungjawab Auditor)

Oleh :

Nama : Luh Intan Pardina Devi


NIM : 18.02.1.005
Jurusan : D3 Akuntansi

STIE SATYA DHARMA SINGARAJA


TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya, saya dapat menyelesaikan makalah Auditing ini dengan
baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya. Saya berterima kasih kepada
Ibu/Bapak Dosen Pengajar Akuntansi semester 3 yang telah memberikan tugas ini
kepada saya.
Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Tujuan Pengauditan dan
Tanggungjawab Auditor. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah
ini terdapat banyak kekurangan dan makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh sebab
itu, saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang akan
saya buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa ada saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata yang kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Singaraja, Desember 2019

Penyusun

2| Auditing
DAFTAR ISI

JUDUL
1
KATA PENGANTAR
2
DAFTAR ISI
3

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Rumusan Masalah
5
1.3 Tujuan Penulisan
5
1.4 Manfaat Penulisan
6

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Tujuan Pengauditan atas Laporan Keuangan
7
2.2 Tanggungjawab Manajemen
8
2.3 Tanggungjawab Auditor
9
2.4 Pendekatan Siklus dalam Pengauditan
27
2.5 Penetapan Tujuan Audit
38
2.6 Asersi-Asersi Manajemen

3| Auditing
40
2.7 Tujuan Audit
46
2.8 Cara Auditor Memenuhi Tujuan Audit
55

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan
59
3.2 Saran
60

DAFTAR PUSTAKA
61

Lampiran soal dan jawaban

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Dalam perkembangan jaman, teknologi dan keuangan merupakan dua hal
yang sangat penting. Teknologi bisa mengarahkan manusia untuk lebih maju baik
dalam berkegiatan maupun dalam membantu manusia. Sedangkan keuangan
merupakan hal utama yang digunakan untuk transaksi dalam kegiatan apapun
yang dianggap valid.
Keuangan dianggap penting bagi sebuah perusahaan ataupun untuk sebuah
keluarga. Semakin besar keuangan dan sistemnya maka harus ada pengawasan
yang jelas untuk menjaga agar jalannya keuangan berjalan baik sesuai dengan
standar laporan keuangan. Laporan keuangan disajikan untuk memenuhi
keperluan seperti mendapatkan informasi secara kuantitatif, lengkap serta
4| Auditing
terpercaya. Laporan ini diberikan kepada orang yang berwenang untuk
mengetahui apa saja yang terjadi di lapangan dan bagaimana sistem keuangan
tersebut berjalan.
Untuk mengetahui apakah laporan keuangan telah disusun secara wajar
sesuai dengan standar laporan keuangan, perusahaan perlu melakukan audit
eksternal. Audit menurut PSAK adalah suatu proses sistematik yang bertujuan
untuk mengevaluasi bukti yang dikumpulkan atas pernyataan atau asersi
mengenai berbagai aksi ekonomi, kejadian-kejadian dan melihat tingkat
hubungan antara pernyataan atau asersi dengan kenyataan, serta
mengomunikasikan hasilnya kepada yang berkepentingan. Audit dilakukan
dengan tujuan untuk memastikan kelengkapan, memastikan ketepatan,
memastikan eksistensi, membuat penilaian, membuat klasifikasi, membuat pisah
batas (Cut-Off) dan membuat pengungkapan.
Audit dilaksanakan oleh pihak yang kompeten, objektif, dan tidak memihak,
yang disebut auditor. Seorang auditor tidak sembarangan dalam melakukan audit,
para auditor melakukan audit sesuai dengan PSAK (Pernyataan Standar Audit
Keuangan), sehingga seorang auditor memiliki tanggungjawab dalam melakukan
suatu audit.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka saya merasa tertarik untuk membuat
karya tulis dalam bentuk makalah dengan judul “Tujuan Pengauditan dan
Tanggungjawab Auditor”. Dengan dibuatnya makalah ini saya dapat memberikan
wawasan ilmu pengetahuan tentang tujuan pengauditan atas laporan keuangan,
tanggungjawab manajemen, tanggungjawab auditor, pendekatan siklus dalam
pengauditan, penetapan tujuan audit, asersi-asersi manajemen, tujuan audit dan
cara auditor memenuhi tujuan audit.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Apa tujuan pengauditan atas laporan keuangan?
2. Bagaimana tanggungjawab manajemen?
3. Bagaimana tanggungjawab auditor?
4. Bagaimana pendekatan siklus dalam pengauditan?
5. Bagaimana penetapan tujuan audit?
6. Apa itu asersi-asersi manajemen?
7. Apa tujuan audit?
8. Bagaimana cara auditor memenuhi tujuan audit?

5| Auditing
1.3 TUJUAN PENULISAN
Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut :
1. Mampu memahami tujuan pengauditan atas laporan keuangan.
2. Mampu memahami tanggungjawab manajemen.
3. Mampu memahami tanggungjawab auditor.
4. Mampu memahami pendekatan siklus dalam pengauditan.
5. Mampu memahami penetapan tujuan audit.
6. Mampu memahami asersi-asersi manajemen.
7. Mampu memahami tujuan audit.
8. Mampu memahami cara auditor memenuhi tujuan audit.

1.4 MANFAAT PENULISAN


1. Dapat memahami tujuan pengauditan atas laporan keuangan.
2. Dapat memahami tanggungjawab manajemen.
3. Dapat memahami tanggungjawab.
4. Dapat memahami pendekatan siklus dalam pengauditan.
5. Dapat memahami penetapan tujuan audit.
6. Dapat memahami asersi-asersi manajemen.
7. Dapat memahami tujuan audit.
8. Dapat memahami cara auditor memenuhi tujuan audit.

BAB II

6| Auditing
PEMBAHASAN

2.1 Tujuan Pengauditan atas Laporan Keuangan


Dalam Standar Audit 200 (Paragraf 3) berbunyi sebagai berikut :
Tujuan suatu audit adalah untuk meningkatkan keyakinan pengguna
laporan keuangan yang dituju. Hal itu dicapai melalui pernyataan
suatu opini oleh auditor tentang apakah laporan keuangan disusun,
dalam semua hal yang material, sesuai dengan kerangka pelaporan
keuangan yang berlaku.
Pada umumnya, dalam kerangka pelaporan keuangan dengan tujuan
umum, opini tersebut menyatakan apakah laporan keuangan disajikan secara
wajar, dalam segala hal yang material, atau memberikan gambaran yang benar
dan wajar sesuai kerangka pelaporan keuangan. Suatu audit yang dilaksanakan
sesuai dengan standar audit dan persyaratan etika yang relevan, memungkinkan
auditor memberikan pendapat tersebut.
Auditor mengumpulkan bukti untuk memperoleh kesimpulan apakah
laporan keuangan telah disajikan secara wajar. Apabila auditor yakin bahwa
laporan keuangan tidak disajikan secara wajar atau tidak mungkin mencapai
kesimpulan karena bukti tidak mencukupi, maka auditor bertanggungjawab
untuk menyatakan hal tersebut kepada pengguna laporan keuangan dalam
laporan audit.
Dalam Standar Auditing (SA 200 Para 11) menyatakan tujuan keseluruhan
auditor sebagai berikut :
1. Memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan
secara keseluruhan bebas dari kesalahan penyajian material, baik
yang disebabkan oleh kecurangan maupun kesalahan, dan oleh
karena itu memungkinkan auditor untuk menyatakan suatu opini
tentang apakah laporan keuangan disusun, dalam semua hal yang
material, sesuai dengan kerangka pelaporan yang berlaku.

2. Melaporkan atas laporan keuangan dan mengomunikasikannya


sebagaimana ditentukan oleh SA berdasarkan temuan auditor.
Tahapan yang ditempuh auditor dalam mengembangkan tujuan audit
adalah sebagai berikut :
1. Memahami tujuan dan tanggungjawab suatu audit.
2. Membagi laporan keuangan menjadi siklus-siklus.
7| Auditing
3. Memahami asersi-asersi manajemen tentang laporan keuangan.
4. Memahami tujuan umum audit untuk golongan-golongan transaksi,
akun-akun dan pengungkapannya.
5. Memahami tujuan khusus (spesifik) audit untuk kelompok golongan
transaksi, akun-akun dan pengungkapannya.

2.2 Tanggungjawab Manajemen


Tanggungjawab manajemen adalah untuk mengadopsi (mengambil)
kebijakan akuntansi yang tepat, menerapkan pengendalian internal yang
memadai, dan membuat penyajian yang wajar dalam laporan keuangan. Karena
manajemen perusahaan mengoperasikan bisnis sehari-hari, maka mereka
mengetahui lebih banyak tentang transaksi perusahaan, aset, kewajiban dan
ekuitas terkait dibandingkan dengan auditor.
Standar Akuntansi 200 (Para A2) menyatakan bahwa suatu audit
berdasarkan SA dilaksanakan dengan premis bahwa manajemen dan, jika
relevan, pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola, mengakui dan
memahami bahwa mereka memiliki tanggungjawab :
a. Menyusun laporan keuangan, sesuai dengan kerangka pelaporan
keuangan yang berlaku, termasuk, jika relevan, penyajian wajar
laporan keuangan.
b. Menetapkan dan menjalankan pengendalian internal yang dipandang
perlu oleh manajemen dan, jika relevan, pihak yang
bertanggungjawab atas tata kelola, untuk memungkinkan
penyusunan laporan keuangan yang bebas dari kesalahan penyajian
material, baik yang disebabkan oleh kecurangan maupun kesalahan.
c. Menyediakan hal-hal di bawah bagi auditor :
(i) Akses ke seluruh informasi yang disadari oleh manajemen dan,
jika relevan, pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola,
relevan dengan penyusunan laporan keuangan, seperti catatan
akuntansi.
(ii) Informasi tambahan yang mungkin diminta oleh auditor dari
manajemen dan, jika relevan, pihak yang bertanggungjawab
atas tata kelola, untuk tujuan audit.
(iii) Akses tidak terbatas ke orang-orang dalam entitas yang
dipandang perlu oleh auditor untuk memperoleh bukti audit.

8| Auditing
2.3 Tanggungjawab Auditor
Auditor mempunyai tanggung jawab untuk merencanakan dan
melaksanakan audit. Tanggungjawab auditor ada 3 yaitu :

2.3.1 Tanggungjawab Auditor dalam Mendeteksi Kesalahan Penyajian


Material Laporan Keuangan
Tanggungjawab auditor untuk mendeteksi kesalahan penyajian material
mencakup sejumlah istilah dan frasa penting.

1. Kesalahan penyajian material


Sebagai basis untuk opini auditor, SA mengharuskan auditor untuk
memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan
secara keseluruhan bebas dari kesalahan penyajian material, baik yang
disebabkan oleh kecurangan maupun kesalahan. Meskipun tidak
mudah untuk mengkuantifikasi ukuran materialitas, auditor
bertanggungjawab untuk mendapatkan keyakinan memadai bahwa
persyaratan materialitas ini telah terpenuhi. Akan menjadi sangat
mahal (atau bahkan barangkali tidak mungkin) bagi auditor
seandainya auditor bertanggungjawab untuk menemukan semua
kesalahan dan kecurangan yang tidak material.
Konsep materialitas diterapkan oleh auditor dalam
pengevaluasian dampak kesalahan penyajian dalam audit dan
kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi (jika ada), yang
teridentifikasi terhadap laporan keuangan. Pada umumnya, material
jika baik secara individual maupun kolektif, kesalahan penyajian
tersebut diperkirakan secara wajar akan dapat memengaruhi
keputusan ekonomi pengguna yang dituju yang diambil berdasarkan
laporan keuangan.

2. Keyakinan memadai
Keyakinan memadai merupakan suatu tingkat keyakinan tinggi.
Keyakinan tersebut diperoleh ketika auditor telah mendapatkan bukti
audit yang cukup dan tepat untuk menurunkan risiko audit (risiko
bahwa auditor menyatakan suatu opini yang tidak tepat ketika laporan

9| Auditing
keuangan mengandung kesalahan penyajian material) ke suatu tingkat
rendah yang bisa diterima. Namun, keyakinan memadai bukan
merupakan suatu tingkat keyakinan absolut. Keyakinan ini
menunjukkan bahwa auditor bukanlah penjamin atau pemberi garansi
tentang kebenaran laporan keuangan. Jadi suatu audit yang
dilaksanakan sesuai dengan standar auditing, bisa gagal untuk
mendeteksi kesalahan penyajian material.
Auditor bertanggungjawab untuk keyakinan memadai, bukan
keyakinan absolut, karena alasan-alasan berikut :
a. Kebanyakan bukti audit diperoleh dari pengujian atas suatu
sampel dari suatu populasi, seperti piutang usaha atau
persediaan. Sampling tak terelakkan mengandung sejumlah
risiko akan tidak ditemukannya suatu kesalahan penyajian
material. Selain itu, wilayah yang diuji, jenis, luas dan saat
pengujian, serta evaluasi atas hasil pengujian membutuhkan
pertimbangan auditor yang signifikan. Meskipun dengan
kejujuran dan integritas, auditor bisa melakukan kesalahan
dan kekeliruan dalam membuat pertimbangan.
b. Akuntansi berisi estimasi yang kompleks, yang secara inheren
mengandung ketidakpastian dan bisa dipengaruhi oleh
kejadian-kejadian di masa dating. Akibatnya auditor hanya
bisa mengandalkan pada bukti yang persuasif, tetapi tidak
meyakinkan.
c. Penyajian laporan keuangan yang mengandung kecurangan
sangat sulit (atau bahkan hampir tidak mungkin) untuk
dideteksi, terutama bila terdapat kolusi di kalangan
manajemen.
Apabila auditor bertanggungjawab untuk mendapat kepastian
tentang kebenaran seluruh asersi dalam laporan keuangan, maka jenis
dan jumlah bukti yang diperlukan dan biaya untuk menyelenggarakan
audit akan menjadi sedemikian tinggi sehingga audit menjadi tidak
praktis. Oleh karena itu, auditor tidak mungkin menemukan seluruh
kesalahan penyajian material dalam setiap audit. Namun demikian,

10 | A u d i t i n g
audit bisa diterima masyarakat sepanjang audit itu dilaksanakan
sesuai dengan standar auditing.

3. Skeptisisme professional
Standar auditing mensyaratkan agar suatu audit dirancang untuk
mendapatkan keyakinan memadai untuk mendeteksi kesalahan dan
kecurangan material yang terdapat dalam laporan keuangan. Untuk
mencapai hal tersebut, audit harus dirancang dan dilaksanakan
dengan sikap skeptisisme profesional dalam semua aspek
pengauditan.
Skeptisisme profesional adalah suatu sikap yang mencakup suatu
pikiran yang selalu mempertanyakan, waspada terhadap kondisi yang
dapat mengindikasikan kemungkinan kesalahan penyajian, baik yang
disebabkan oleh kecurangan maupun kesalahan, dan penilaian penting
atas suatu bukti audit.

4. Aspek skeptisisme profesional


Skeptisisme profesional terdiri dari dua komponen utama, yaitu
(1) suatu pikiran yang selalu mempertanyakan dan (2) sikap waspada
atau kritis dalam menilai bukti audit. Walaupun auditor bersikap
percaya bahwa organisasi yang telah diterimanya sebagai klien
memiliki integritas dan jujur, namun dengan selalu berpikiran
mempertanyakan akan membantu auditor dalam menghilangkan bias
alami untuk percaya pada klien. Sikap selalu mempertanyakan adalah
pendekatan audit auditor dengan pandangan mental “percaya tetapi
tetap memeriksa” (trust but verify). Demikian pula ketika
mendapatkan dan mengevaluasi bukti pendukung tentang jumlah-
jumlah dan pengungkapan dalam laporan keuangan, skeptisisme
professional juga meliputi penilaian kritis atas bukti-bukti yang
mencakup pertanyaan yang menyelidik dan perhatian terhadap
kemungkinan inkonsistensi. Apabila auditor melaksanakan
tanggungjawabnya dengan menjaga sikap berpikiran

11 | A u d i t i n g
mempertanyakan dan secara kritis mengevaluasi bukti, auditor akan
dapat mengurangi secara signifikan kemungkinan kegagalan audit
selama audit berlangsung.
Skeptisisme profesional mencakup kewaspadaan terhadap antara
lain hal-hal sebagai berikut :
 Bukti audit yang bertentangan dengan bukti audit lain yang
diperoleh.
 Informasi yang menimbulkan pertanyaan tentang keandalan
dokumen dan tanggapan terhadap permintaan keterangan
yang digunakan sebagai bukti audit.
 Keadaan yang mengindikasikan adanya kemungkinan
kecurangan.
 Kondisi yang menyarankan perlunya prosedur audit
tambahan selain prosedur yang disyaratkan oleh SA.

Mempertahankan skeptisisme profesional selama audit


diperlukan jika auditor berusaha untuk mengurangi risiko seperti
misalnya :
 Kegagalan dalam melihat kondisi-kondisi tidak lazim.
 Terlalu menyamaratakan kesimpulan ketika menarik
kesimpulan.
 Menggunakan asumsi yang tidak tepat dalam menetapkan
sifat, saat, dan luas prosedur audit serta penilaian atas
hasilnya.

5. Pertimbangan profesional
Paragraph 16 SA 200 menetapkan sebagai berikut :
Auditor harus menggunakan pertimbangan profesional dalam
merencanakan dan melaksanakan audit atas laporan
keuangan.
Pertimbangan profesional merupakan hal penting untuk
melakukan audit secara tepat. Hal ini karena interpretasi ketentuan
etika dan SA yang relevan, serta keputusan yang telah diinformasikan
yang diharuskan selama audit tidak dapat dibuat tanpa penerapan
pengetahuan dan pengalaman yang relevan pada fakta dan kondisi

12 | A u d i t i n g
terkait. Pertimbangan profesional terutama diperlukan dalam
membuat keputusan tentang :
 Materialitas dan risiko audit.
 Sifat, saat, dan luas prosedur audit yang digunakan untuk
memenuhi keperluan SA dan mengumpulkan bukti audit.
 Pengevaluasian tentang apakah bukti audit yang cukup dan
tepat telah diperoleh, dan apakah pengevaluasian lebih
lanjut dibutuhkan untuk mencapai tujuan SA dan tujuan
keseluruhan auditor.
 Pengevaluasian tentang pertimbangan manajemen dalam
menerapkan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku
bagi entitas.
 Penarikan kesimpulan berdasarkan bukti yang diperoleh,
sebagai contoh, penilaian atas kewajaran estimasi yang
dibuat oleh manajemen dalam menyusun laporan keuangan.

Karakteristik pertimbangan professional yang diharapkan dari


seorang auditor adalah pertimbangan yang dibuat oleh seorang
auditor yang pelatihan, pengetahuan, dan pengalamannya telah
membantu pengembangan kompetensi yang diperlukan untuk
mencapai pertimbangan-pertimbangan wajar yang dibuatnya.
Pertimbangan professional perlu dilakukan sepanjang audit.
Pertimbangan professional juga perlu didokumentasikan dengan
tepat. Dalam hal ini, auditor diharuskan untuk membuat dokumentasi
audit yang cukup untuk memungkinkan seorang auditor lain yang
berpengalaman, yang sebelumnya tidak mempunyai hubungan dengan
audit tersebut, memahami pertimbangan professional yang signifikan
yang dibuat dalam menarik kesimpulan atas hal-hal yang signifikan
yang timbul selama audit. Pertimbangan professional tidak untuk
digunakan sebagai justifikasi untuk keputusan yang tidak didukung
oleh fakta dan kondisi perikatan atau bukti audit yang tidak cukup dan
tidak tepat.

2.3.2 Tanggungjawab Auditor dalam Menemukan Kesalahan dan


Kecurangan Material

13 | A u d i t i n g
Standar auditing membedakan dua tipe salah saji, yaitu kesalahan
dan kecurangan. Kedua tipe salah saji ini bisa material dan bisa juga tidak
material. Kesalahan adalah salah saji dalam laporan keuangan yang tidak
disengaja, sedangkan kecurangan adalah salah saji yang disengaja.
Contoh kesalahan misalnya salah dalam melakukan perkalian antara
jumlah unit dengan harga per unit dalam membuat faktur penjualan,
salah dalam menerapkan metode harga wajar persediaan untuk
persediaan yang telah lama tidak laku.

Kecurangan adalah suatu tindakan yang disengaja oleh satu individu


atau lebih dalam manajemen, pihak yang bertanggungjawab atas tata
kelola, karyawan atau pihak ketiga, yang melibatkan penggunaan tipu
muslihat untuk memperoleh suatu keuntungan secara tidak adil atau
melanggar hukum. Kecurangan dibedakan menjadi : (1) penyalahgunaan
asset dan (2) pelaporan keuangan yang mengandung kecurangan. Jenis
kesalahan penyajian yang terakhir lebih sering dilakukan oleh
manajemen. Contoh kecurangan dalam pelaporan keuangan adalah
secara sengaja membuat lebih saji penjualan menjelang tanggal neraca
untuk meningkatkan laba bersih dalam laporan keuangan.
Auditor menghabiskan sebagian besar waktu dalam perencanaan
dan pelaksanaan auditnya untuk menemukan kekeliruan tak disengaja
yang dilakukan oleh manajemen dan karyawan. Auditor menemukan
berbagai jenis kesalahan yang disebabkan oleh kekeliruan dalam
melakukan perhitungan, penghilangan, kesalahpengertian dan kesalahan
dalam penerapan standar akuntansi, dan pembuatan ringkasan dan
penjelasan yang keliru.
Standar auditing tidak membedakan antara tanggungjawab auditor
untuk mencari kesalahan dan kecurangan. Baik untuk kesalahan maupun
kecurangan, auditor harus mendapat keyakinan memadai tentang apakah
laporan keuangan bebas dari kesalahan penyajian material. Standar juga
mengakui bahwa kecurangan seringkali lebih sulit ditemukan karena
manajemen atau karyawan yang melakukan kecurangan akan berusaha
untuk menutupi kecurangannya. Namun demikian, kesulitan untuk
mendeteksi kecurangan tidak mengubah tanggungjawab auditor untuk

14 | A u d i t i n g
merencanakan dan melaksanakan audit dengan tepat guna mendeteksi
kesalahan penyajian material, baik yang disebabkan oleh kesalahan
maupun kecurangan.

1. Tanggungjawab untuk pencegahan dan pendeteksian kecurangan


SA 240 (paragraf 4) menyebutkan sebagai berikut :
Tanggungjawab utama untuk pencegahan dan pendeteksian
kecurangan berada pada dua pihak yaitu yang bertanggungjawab
atas tata kelola entitas dan manajemen. Merupakan hal penting
bahwa manajemen, dengan pengawasan oleh pihak yang
bertanggungjawab atas tata kelola, menekankan pencegahan
kecurangan, yang dapat mengurangi peluang terjadinya
kecurangan, dan pencegahan kecurangan (fraud deterrace), yang
dapat membujuk individu-individu agar tidak melakukan
kecurangan karena memerlukan komitmen untuk menciptakan
budaya jujur dan prilaku etis yang dapat ditegakkan dengan
pengawasan aktif oleh pihak yang bertanggungjawab atas tata
kelola. Pengawasan oleh pihak yang bertanggungjawab atas tata
kelola meliputi pertimbangan tentang potensi pengesampingan
pengendalian atau pengaruh tidak patut atas proses pelaporan
keuangan seperti usaha manajemen untuk mengelola laba
dengan tujuan untuk memengaruhi presepsi analis kinerja dan
probabilitas entitas.

2. Tanggungjawab auditor
Paragraf 5 SA 240 menyebutkan :
Auditor yang melaksanakan audit berdasarkan SA
bertanggungjawab untuk memperoleh keyakinan memadai
apakah laporan keuangan secara keseluruhan bebas dari
kesalahan penyajian material, yang disebabkan oleh
kecurangan atau kesalahan. Karena keterbatasan bawaan suatu
audit, maka selalu ada risiko yang tidak terhindarkan bahwa
beberapa kesalahan penyajian material dalam laporan

15 | A u d i t i n g
keuangan mungkin tidak akan terdeteksi, walaupun audit telah
direncanakan dan dilaksanakan dengan baik berdasarkan SA.

Dampak potensial akibat keterbatasan adalah signifikan


khususnya dalam kasus kesalahan penyajian yang disebabkan oleh
kecurangan. Risiko tidak terdeteksinya kesalahan penyajian material
yang diakibatkan oleh kecurangan lebih tinggi daripada risiko tidak
terdeteksinya kesalahan penyajian material yang diakibatkan oleh
kesalahan. Hal ini disebabkan kecurangan mungkin melibatkan
skema yang canggih dan terorganisasi secara cermat yang dirancang
untuk menutupinya, seperti pemalsuan, secara sengaja gagal
mencatat transaksi, atau penyajian keliru yang disengaja kepada
auditor. Usaha-usaha penyembunyian tersebut mungkin akan lebih
sulit dideteksi jika disertai dengan kolusi. Kolusi dapat menyebabkan
auditor percaya bahwa bukti audit meyakinkan, walaupun pada
kenyataannya bukti tersebut palsu. Kemampuan auditor untuk
mendeteksi kecurangan tergantung pada faktor-faktor seperti
kemahiran pelaku, frekuensi dan luasnya manipulasi, tingkat
keterlibatan kolusi, ukuran relatif jumlah individual yang
dimanipulasi, dan senioritas individu-individu yang terlibat.
Meskipun auditor mungkin dapat mengidentifikasi peluang potensial
terjadinya kecurangan, sulit bagi auditor untuk menentukan apakah
kesalahan peyajian dalam area pertimbangan seperti estimasi
akuntansi disebabkan oleh kecurangan atau kesalahan.
Dalam memperoleh keyakinan memadai auditor
bertanggungjawab untuk menjaga skeptisisme profesional selama
audit, mempertimbangkan potensi terjadinya pengabaian
pengendalian oleh manajemen, dan menyadari adanya fakta bahwa
prosedur audit yang efektif untuk mendeteksi kesalahan mungkin
tidak akan efektif dalam mendeteksi kecurangan. Ketentuan dalam
SA dirancang untuk membantu auditor dalam mengidentifikasi dan
menilai risiko kesalahan penyajian material yang diakibatkan oleh
kecurangan dan dalam merancang prosedur untuk mendeteksi
kesalahan penyajian tersebut.
16 | A u d i t i n g
3. Karakteristik Kecurangan
Kecurangan, dalam pelaporan keuangan atau penyalahgunaan
aset, dapat terjadi karena : (1) dorongan (insentif) atau tekanan
untuk melakukan pelaporan keuangan yang mengandung
kecurangan, (2) peluang untuk melakukan kecurangan, dan (3)
pembenaran atas tindakan tersebut. Sebagai contoh :
a. Dorongan atau tekanan untuk melakukan pelaporan
keuangan yang mengandung kecurangan dapat timbul
ketika manajemen berada dalam tekanan, baik dari pihak
luar maupun di dalam entitas, untuk mencapai suatu
harapan (dan mungkin tidak realistis) target laba atau
hasil keuangan, terutama jika konsekuensi bagi
manajemen yang gagal dalam mencapai target keuangan
mungkin signifikan. Sama halnya bisa juga terjadi pada
individu yang mungkin memiliki dorongan untuk
menyalahgunakan aset, misalnya karena individu tersebut
memiliki gaya hidup yang melebihi kemampuannya.
b. Peluang untuk melakukan kecurangan mungkin ada jika
individu percaya bahwa pengendalian internal dapat
diabaikannya, misalnya karena individu tersebut berada
dalam posisi yang dipercayai atau memiliki pengetahuan
mengenai defisiensi spesifik dalam pengendalian internal.
c. Individu mungkin dapat mengemukakan alasan untuk
pembenaran tindakan kecurangan. Beberapa individu
memiliki tingkah laku, karakter, atau serangkaian nilai
etika yang memungkinkan mereka secara sadar dan
sengaja melakukan tindakan yang tidak jujur. Namun,
mereka yang jujur sekalipun dapat melakukan
kecurangan dalam lingkungan yang memberikan tekanan
cukup besar kepada mereka.

Pelaporan keuangan yang mengandung kecurangan mencakup


kesalahan penyajian yang disengaja termasuk penghilangan suatu
jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk

17 | A u d i t i n g
memengaruhi presepsi para pengguna laporan keuangan. Hal ini
dapat disebabkan usaha manajemen untuk mengelola laba dengan
tujuan mengelabui para pengguna laporan keuangan dengan
memengaruhi presepsi mereka terhadap kinerja dan probabilitas
entitas. Pengelolaan laba seperti itu dapat dimulai dari tindakan-
tindakan kecil atau penyesuaian asumsi yang tidak tepat dan
perubahan pertimbangan oleh manajemen. Dorongan dan insentif
dapat menyebabkan tindakan-tindakan ini meningkatkan sampai
pada tahap terjadinya pelaporan keuangan yang mengandung
kecurangan.
Pelaporan keuangan yang mengandung kecurangan dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Manipulasi, pemalsuan (termasuk peniruan), atau
pengubahan catatan akuntansi atau dokumentasi
pendukung yang menjadi dasar penyusunan laporan
keuangan.
b. Pernyataan salah, atau penghilangan secara sengaja atas
peristiwa, transaksi, atau informasi signifikan lain dalam
laporan keuangan.
c. Penerapan salah yang disengaja atas prinsip akuntansi
yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, penyajian atau
pengungkapan.

Pelaporan keuangan yang mengandung kecurangan seringkali


melibatkan pengabaian pengendalian oleh manajemen walaupun
pengendalian tersebut tampak beroperasi dengan efektif.

Kecurangan dapat dilakukan melalui pengabaian pengendalian


oleh manajemen dengan beberapa teknik sebagai berikut :
a. Mencatat jurnal fiktif, terutama menjelang akhir periode
akuntansi, untuk memanipulasi hasil operasi atau untuk
mencapai tujuan lainnya.

18 | A u d i t i n g
b. Menyesuaikan asumsi secara tidak tepat dan mengubah
pertimbangan yang telah digunakan untuk mengestimasi
saldo akun.
c. Menghilangkan, mengakui lebih dahulu atau menunda
pengakuan di dalam laporan keuangan atau peristiwa dari
transaksi yang telah terjadi selama periode pelaporan.
d. Menyembunyikan, atau tidak mengungkapkan, fakta yang
dapat memengaruhi suatu jumlah yang tercatat dalam
laporan keuangan.
e. Menggunakan transaksi yang kompleks yang disusun
untuk menyajikan posisi atau kinerja keuangan entitas
yang salah.
f. Mengubah catatan dan ketentuan yang terkait dengan
transaksi signifikan dan tidak biasa.

Penyalahgunaan aset mencakup pencurian aset entitas dan


seringkali dilakukan oleh karyawan dalam jumlah yang relatif kecil
dan tidak material. Namun, hal tersebut juga dapat melibatkan
manajemen yang biasanya lebih dapat menutupi atau
menyembunyikan penyalahgunaan dengan cara yang lebih sulit
untuk terdeteksi. Penyalahgunaan aset dapat dilakukan dengan
berbagai cara meliputi :
a. Menggelapkan penerimaan (sebagai contoh,
menyalahgunakan penagihan piutang usaha atau
mengalihkan penerimaan yang berkaitan dengan akun
yang telah dihapus ke rekening bank pribadi).
b. Mencuri aset fisik atau kekayaan intelektual (sebagai
contoh, mencuri persediaan untuk kepentingan pribadi
atau untuk dijual, mencuri barang sisa untuk dijual
kembali, berkolusi dengan pesaing dengan cara
mengungkapkan data teknologi entitas untuk
mendapatkan uang).
c. Menyebabkan entitas membayar untuk barang dan jasa
yang tidak pernah diterima (sebagai contoh,
pembayaran kepada pemasok fiktif, uang suap yang

19 | A u d i t i n g
dibayar oleh pemasok kepada staf pembelian entitas
sebagai balas jasa karena telah meninggikan harga,
pembayaran kepada karyawan fiktif).
d. Menggunakan aset entitas untuk kepentingan pribadi
(sebagai contoh, menggunakan aset entitas sebagai
jaminan bagi pnjaman pribadi atau pinjaman kepada
pihak yang berelasi).
Penyalahgunaan aset yang seringkali disertai dengan catatan
atau dokumen palsu untuk menyembunyikan fakta bahwa aset
tersebut telah hilang atau telah dijaminkan tanpa otorisasi
semestinya.

2.3.3 Tanggungjawab Auditor tentang Pertimbangan atas Perundang-


Undangan dalam Audit Laporan Keuangan
Dalam mendapatkan keyakinan memadai bahwa laporan keuangan
bebas dari kesalahan penyajian material, auditor harus memperhatikan
kerangka peraturan atau perundang-undangan yang relevan dengan
klien. Dampak peraturan perundang-undangan terhadap laporan
keuangan sangat bervariasi. Peraturan perundang-undangan tersebut
bersifat mengikat dan merupakan kerangka perundang-undangan bagi
suatu entitas. Ketentuan dalam beberapa peraturan perundang-
undangan ada yang berdampak langsung terhadap laporan keuangan
yang menentukan jumlah dan pengungkapan yang dilaporkan dalam
keuangan suatu entitas. Peraturan perundang-undangan lain merupakan
peraturan yang harus dipatuhi oleh manajemen atau menetapkan
ketentuan yang mengatur entitas dalam menjalankan bisnisnya, namun
tidak berdampak langsung terhadap laporan keuangan suatu entitas.
Beberapa entitas beroperasi dalam industri yang diatur secara ketat
(seperti bank dan perusahaan kimia). Sementara entitas lain hanya
diatur oleh peraturan perundang-undangan yang terkait dengan aspek
umum operasi bisnis (seperti aspek yang terkait dalam keselamatan dan
kesehatan, serta pemberian kesempatan yang sama untuk mendapatkan
pekerjaan). Ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan

20 | A u d i t i n g
dapat mengakibatkan denda, litigasi, atau konsekuensi lain bagi entitas
yang dapat menimbulkan kesalahan penyajian material terhadap laporan
keuangan.
1. Tanggungjawab untuk mematuhi peraturan perundang-
undangan
Adalah merupakan tanggungjawab manajemen, dengan
pengawasan dari pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola,
untuk memastikan bahwa operasi entitas dijalankan dengan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan,
termasuk kepatuhan terhadap ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan yang menentukan jumlah dan
pengungkapan yang harus dilaporkan dalam laporan keuangan
suatu entitas.

2. Tanggungjawab auditor
SA 250 mengatur tentang Pertimbangan Atas Peraturan
Perundang-Undangan Dalam Audit Atas Laporan Keuangan.
Ketentuan dalam SA tersebut dirancang untuk membantu
auditor dalam mengindentifikasi kesalahan penyajian material
dalam laporan keuangan yang disebabkan oleh ketidakpatuhan
terhadap terhadap peraturan perundang-undangan. Namun,
auditor tidak bertanggungjawab untuk mencegah tidak dapat
diharapkan untuk mendeteksi ketidakpatuhan terhadap semua
peraturan perundang-undangan.
Dalam melaksanakan audit laporan keuangan, auditor harus
mempertimbangkan kerangka peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Oleh karena keterbatasan bawaan yang melekat
dalam audit, terhadap risiko yang tidak dapat dihindari bahwa
beberapa kesalahan penyajian material dalam laporan
keuangan mungkin tidak dapat terdeteksi walaupun audit telah
direncanakan secara tepat dan dilaksanakan berdasarkan SA.
Dalam konteks dengan peraturan perundang-undangan,
sebagai akibat keterbatasan bawaan ini, dampak potensial
terhadap kemampuan auditor untuk mendeteksi kesalahan

21 | A u d i t i n g
penyajian material adalah lebih besar, yang disebabkan
beberapa alasan berikut :
a. Ada banyak peraturan perundang-undangan, yang secara
prinsip berhubungan dengan aspek operasi sebuah
entitas, yang umumnya tidak berdampak terhadap
laporan keuangan dan tidak dicakup oleh system
informasi entitas yang terkait dengan pelaporan
keuangan.
b. Ketidakpatuhan dapat melibatkan perilaku yang secara
sengaja dirancang untuk menyembunyikan
ketidakpatuhan tersebut, seperti kolusi, pemalsuan,
kesengajaan untuk tidak mencatat transaksi, kesengajaan
manajemen untuk mengabaikan pengendalian yang ada
atau pernyataan salah yang secara sengaja dibuat untuk
auditor.
c. Keputusan apakah suatu tindakan merupakan
ketidakpatuhan pada akhirnya merupakan sebuah hal
yang harus diputuskan secara hokum oleh pengadilan.

Biasanya makin jauh hubungan antara ketidakpatuhan


dengan peristiwa dan transaksi yang tercemin dalam laporan
keuangan, makin kecil pula kemungkinan auditor untuk
menyadari atau mengetahui terjadi ketidakpatuhan tersebut.
SA 250 (Para 6) membedakan tanggungjawab auditor dalam
kaitannya dengan kepatuhan terhadap dua kategori peraturan
perundang-undangan yang berbeda di bawah ini :
a. Ketentuan perundang-undangan yang secara umum
berdampak langsung dalam menentukan jumlah dan
pengungkapan material dalam laporan keuangan, seperti
perundang-undangan pajak dan pension.
b. Peraturan perundang-undangan lain yang tidak
mempunyai dampak langsung terhadap penentuan
jumlah dan pengungkapan dalam laporan keuangan,
namun kepatuhannya merupakan bagian penting bagi
22 | A u d i t i n g
aspek kegiatan operasi bisnis, bagi kemampuan entitas
untuk melanjutkan usahanya, atau untuk menghindari
terjadinya sanksi berat (sebagai contoh, kepatuhan
terhadap ketentuan solvabilitas yang diwajibkan oleh
regulator, atau kepatuhan terhadap undang-undang
lingkungan hidup). Ketidakpatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan tersebut dapat mengakibatkan
dampak material terhadap laporan keuangan.

Dalam SA ini ketentuan yang berbeda diterapkan untuk


setiap kategori peraturan perundang-undangan yang
disebutkan. Untuk kategori yang dijelaskan dalam paragraf 6
(a), tanggungjawab auditor adalah untuk memperoleh bukti
audit yang cukup dan tepat terkait dengan kepatuhan terhadap
ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
Untuk kategori yang dijelaskan dalam paragraf 6 (b),
tanggungjawab auditor terbatas pada pelaksanaan prosedur
audit berikut ini untuk membantu mengungkapkan
ketidakpatuhan terhadap pengaturan perundang-undangan
yang mungkin berdampak material terhadap laporan keuangan.
a. Meminta keterangan kepada manajemen dan apabila
relevan, pihak-pihak yang bertanggungjawab atas tata
kelola, mengenai tingkat kepatuhan entitas terhadap
peraturan perundang-undangan.
b. Informasi lebih lanjut untuk mengevaluasi dampak yang
mungkin terjadi terhadap laporan keuangan.

3. Prosedur audit pada saat ketidakpatuhan teridentifikasi atau


diduga terjadi
Jika auditor mengetahui informasi mengenai suatu kejadian
ketidakpatuhan atau dugaan ketidakpatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan, auditor harus memperoleh :
a. Pemahaman atas sifat ketidakpatuhan dankondisi
terjadinya ketidakpatuhan.
b. Informasi lebih lanjut untuk mengevaluasi dampak yang
mungkin terjadi terhadap laporan keuangan.
23 | A u d i t i n g
Jika auditor menduga kemungkinan terjadi ketidakpatuhan,
maka auditor harus membahas hal tersebut dengan manajemen
dan jika relevan, dengan pihak-pihak yang bertanggungjawab
atas tata kelola. Jika manajemen, atau jika relevan, pihak-pihak
yang bertanggungjawab atas tata kelola, tidak dapat
memberikan informasi memadai yang mendukung kepatuhan
entitas terhadap peraturan perundang-undangan dan, dalam
pertimbangan auditor, dampak dugaan ketidakpatuhan
tersebut material terhadap laporan keuangan, maka auditor
harus mempertimbangkan keputusan untuk memperoleh advis
hukum.
Jika informasi tentang dugaan adanya ketidakpatuhan tidak
cukup diperoleh, auditor harus mengevaluasi dampak tidak
memadainya bukti audit yang cukup dan tepat tersebut
terhadap opini auditor.
Auditor harus melakukan evaluasi atas implikasi
ketidakpatuhan terhadap aspek-aspek lain dalam audit,
termasuk penilaian risiko yang dilakukan auditor dan
keandalan representasi tertulis.

4. Pelaporan atas ketidakpatuhan yang diidentifikasi atau diduga


terjadi
Kecuali jika semua pihak yang bertanggungjawab atas tata
kelola ikut terlibat dalam manajemen entitas, dan oleh karena
itu mereka menyadari permasalahan yang terkait dengan
ketidakpatuhan yang terjadi atau diduga terjadi yang sudah
dikomunikasikan oleh auditor, maka auditor harus
mengomunikasikan kepada pihak yang bertanggungjawab atas
tata kelola permasalahan yang berkaitan dengan
ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang
ditemukan auditor selama pelaksanaan audit, kecuali jika
permasalahan tersebut secara jelas tidak penting.
Apabila berdasarkan pertimbangan auditor, ketidakpatuhan
seperti yang disebutkan tersebut dilakukan secara sengaja dan

24 | A u d i t i n g
bersifat material, maka auditor harus mengomunikasikan
dengan segera hal tersebut kepada pihak yang
bertanggungjawab atas tata kelola.
Sesuai dengan SA 705, jika auditor menyimpulkan bahwa
ketidakpatuhan berdampak material terhadap laporan
keuangan, dan belum tercermin secara memadai dalam laporan
keuangan, maka auditor dapat menyatakan suatu opini wajar
dengan pengecualian atau suatu opini tidak wajar atas laporan
keuangan tersebut.
Jika auditor dihalangi oleh manajemen atau pihak yang
bertanggungjawab atas tata kelola untuk memperoleh bukti
audit cukup dan tepat untuk mengevaluasi apakah
ketidakpatuhan yang mungkin berdampak material terhadap
laporan keuangan telah atau kemungkinan telah terjadi, maka
auditor harus menyatakan opini wajar dengan pengecualian
atau pernyataan tidak memberikan opini atas laporan
keuangan karena adanya pembatasan ruang lingkup audit.

2.4 Pendekatan Siklus dalam Pengauditan


Audit atas laporan keuangan biasanya dilakukan dengan cara “memecah”
laporan keuangan menjadi segmen-segmen atau komponen yang lebih kecil.
Dengan pemecahan semacam ini audit menjadi lebih mudah dilaksanakan, dan
mempermudah pembagian tugas diantara para anggota tim audit. Tiap segmen
diaudit secara terpisah, tetapi bukan berarti masing-masing segmen berdiri
sendiri. Setelah setiap segmen selesai diaudit, termasuk hubungan antar-
segmen dengan segmen lainnya, maka hasilnya digabungkan. Selanjutnya ditarik
kesimpulan tentang laporan keuangan sebagai keseluruhan.
Terdapat berbagai cara untuk melakukan segmentasi audit. Salah satu cara
adalah dengan memperlakukan setiap akun dalam laporan keuangan sebagai
suatu segmen tersendiri. Segmentasi dengan cara semacam itu sudah dianggap
kuno dan dipandang tidak efisien. Dengan cara ini, akun yang berkaitan sangat
erat seperti persediaan dan harga pokok penjualan akan diaudit secara terpisah.

1. Segmentasi audit dengan pendekatan siklus

25 | A u d i t i n g
Dewasa ini cara yang lazim untuk memecah suatu audit adalah
dengan menempatkan jenis (atau kelompok) transaksi dan saldo akun
yang berkaitan erat dalam segmen yang sama. Cara semacam ini disebut
pendekatan siklus. Sebagai contoh, penjualan, retur penjualan,
penerimaan kas, dan penghapusan piutang tak tertagih adalah empat
golongan transaksi yang menyebabkan akun piutang usaha bertambah
atau berkurang. Oleh karena itu keempat transaksi tersebu ditempatkan
dalam siklus penjualan dan pendapatan. Demikian pula, transaksi
penggajian dan utang gaji merupakan bagian dari siklus penggajian dan
siklus personalia.
Dengan menggunakan pendekatan siklus, proses pengauditan bisa
berjalan lebih efisien, karena pendekatan ini mengikuti aliran
pencatatan dalam jurnal dan peringkasannya di buku besar serta
laporan keuangan.
Sepanjang dimungkinkan, pendekatan siklus menggabungkan
transaksi-transaksi yang dicatat dalam jurnal yang berbeda-beda
dengan saldo akun buku besar yang dihasilkan dari transaksi-transaksi
tersebut. Auditor bisa memecah aktivitas entitas yang diauditnya
menjadi siklus-siklus. Salah satu contoh siklus yang ditetapkan auditor
dalam pengauditan laporan keuangan adalah :
 Siklus penjualan dan pengumpulan piutang
 Siklus pembelian dan pembayaran
 Siklus penggajian dan personalia
 Siklus persediaan dan penggudangan
 Siklus perolehan modal dan pengembaliannya

26 | A u d i t i n g
Gambar 4-2 aliran transaksi dari jurnal ke laporan keuangan.

Transaksi Jurnal Buku Besar, Neraca Saldo,


dan Laporan Keuangan

Penjualan Jurnal Penjualan

Penerimaan Kas Jurnal


Penerimaan Kas

Pembelian Jurnal Buku Besar dan


Pembelian Buku Pembantu
Barang & Jasa

Pengeluaran Kas Jurnal Neraca Saldo


Pengeluaran
Kas

Pembayaran Jurnal Laporan


Tenaga Kerja Penggajian Keuangan

Pengalokasian & Jurnal Umum


Penyesuaian

27 | A u d i t i n g
Gambar 4-3 neraca saldo setelah disesuaikan PT. ABC
PT. ABC
NERACA SALDO
31 Desember 2013
(Dalam Rupiah)
Debet Kredit
Pn, Pb, Pg, Pm Kas di bank 827.568
Pn Piutang usaha 20.196.800
Pn Cadangan kerugian piutang 1.240.000
Pn Piutang lain-lain 945.020
Pb, Ps Persediaan 29.864.621
Pb Beban dibayar dimuka 431.558
Pb Tanah 3.456.420
Pb Gedung 32.500.000
Pb Komputer & alat lain 3.758.347
Pb Mebel 2.546.421
Pb Akumulasi Depresiasi 31.920.126
Pb Utang usaha 4.719.989
Pm Utang wesel 4.179.620
Pg Utang gaji 1.349.800
Pg Utang P. Ph karyawan 119.663
Pm Utang bunga 149.560
Pm Utang dividen 1.900.000
Pb Utang pajak Penghasilan 795.442
Pm Utang wesel jangka Panjang 24.120.000
Pb Pajak ditangguhkan 738.240
Pb Utang lain-lain 829.989
Pm Modal saham 5.000.000
Pm Agio saham 3.500.000
Pm Laba ditahan 11.929.075
28 | A u d i t i n g
Pn Penjualan 144.327.789
Pn Retur penjualan 1.241.663
Ps Hpp 103.240.768
Pg Gaji dan komisi 7.738.900
Pg PPh karyawan penjualan 1.422.100
Pb Beban perjalanan-penjualan 1.110.347
Pb Beban advertensi 2.611.263
Pb Beban promosi penjualan 321.620
Pb B. rapat & pelatihan penjualan 924.480
Pb Beban penjualan Lain-lain 681.041
Pg Gj. Pimpinan & kayarwan kntr 5.523.960
Pg PPh karyawan administrasi 682.315
Pb B. perjalanan- administrasi 561.680
Pb Pemeliharaan & supp. Komp 860.260
Pb Alat tulis & supplies Kantor 762.568
Pb Beban pos 244.420
Pb Beban telekomunikasi 722.315
Pb Beban sewa 312.140
Pb Beban hukum 383.060
Pb Beban pengauditan 302.840
Pb Depresiasi 1.452.080
Pn Kerugian piutang 3.323.084
Pb Beban asuransi 722.684
Pb B. reparasi & pemeliharaan ktr 843.926
Pb Macam-macam beban kantor 643.680
Pb Macam-macam beban umum 323.842
Pb Laba penjualan aset 719.740
Pb Pajak penghasilan 1.746.600
Pm Beban bunga 2.408.642
Pm Dividen 1.900.000
Jumlah 237.539.033 237.539.033

29 | A u d i t i n g
Catatan : Kode singkatan di kolom sebelah kiri menunjukkan siklus
transaksi berikut :
Pn = Penjualan dan pengumpulan piutang
Ps = Persediaan dan penggudangan
Pb = Pembelian dan pembayaran
Pm = Perolehan modal dan pengembaliannya
Pg = Penggajian dan personalia
Gambar 4-3 melukiskan penerapan siklus-siklus atas audit dengan
menggunakan neraca saldo PT ABC tanggal 31 Desember 2013. Neraca
saldo digunakan untuk mempersiapkan pembuatan laporan keuangan dan
digunakan pula sebagai fokus utama pada setiap audit. Saldo tahun yang
IaIu biasanya dimasukkan pula untuk tujuan perbandingan, tetapi dalam
Gambar 4-3 sengaja dihilangkan agar kita fokus pada siklus-siklus transaksi.
Kode singkatan yang menunjukkan suatu siklus dicantumkan untuk setiap
akun pada kolom paling kiri di samping nama akun. Perhatikan bahwa
setiap akun paling sedikit berhubungan dengan satu siklus, kecuali kas dan
persediaan yang berkaitan dengan lebih dari satu siklus.

Tabel 4-1 siklus-siklus yang digunakan oleh PT. ABC


30 | A u d i t i n g
Jurnal yang Akun-akun buku besar yang tercakup dalam
Siklus tercakup dalam siklus-siklus (gambar 4-3)
siklus (gambar 4-2) Neraca Laporan Laba-Rugi
Penjualan dan Jurnal penjualan Kas di bank Penjualan
pengumpulan Jurnal penerimaan Piutang usaha Retur penjualan
piutang kas Piutang lain-lain Kerugian piutang
Jurnal umum Cad.kerug.
piutang
Pembelian dan Jurnal pembelian Kas di bank Advertensi
pembayaran Jurnal pengeluaran Persediaan B. perjalanan–penj.
kas B. dibayar dimuka B. rapat & pelatihan
Jurnal umum Tanah promosi penj.
Gedung Macam-macam beban
Komp. & alat lain penj.
Mebel B. perjalanan – adm
Akum. depresiasi Alat tulis & supplies
Utang usaha Beban pos
Utang lain-lain B. telekomunikasi
Utang PPh Pemeliharaan &
Pjk. Ditangguhkan supplies komputer
Depresiasi
Beban sewa
Beban hukum
Beban pengauditan
Asuransi
B.
reparasi&pemelihar
aan kantor
Macam-macam beban
kantor
Macam-macam beban
umum
Laba penjualan aset

31 | A u d i t i n g
Pajak penghasilan
Penggajian dan Jurnal penggajian Kas di bank Gaji dan komisi
personalia Jurnal umum Utang gaji Pajak karyawan
Utang PPh penjualan
karyawan Gaji pimpinan &
karyawan
Pajak karyawan adm.
Persediaan dan Jurnal pembelian Persediaan Harga pokok penjualan
penggudangan Jurnal penjualan
Jurnal umum
Perolehan modal Jurnal pembelian Kas di bank Beban bunga
dan Jurnal pengeluaran Utang wesel
pengembaliannya kas Utang wesel
Jurnal umum jangka panjang
Utang bunga
Modal saham
Agio saham
Laba ditahan
Dividen
Utang dividen

Akun-akun yang terdapat dalam buku besar PT ABC diringkas dalam tabel
4-1 menurut siklusnya, beserta jurnal yang bersangkutan, dan dicantumkan
dalam laporan keuangan mana akun tersebut diIaporkan.
 Semua akun buku besar dan jurnal yang digunakan oleh PT ABC
tercakup paling tidak oleh satu siklus. Pada perusahaan yang Iain,
jumlah dan judul jurnal dan buku besar mungkin berbeda. Tetapi
semuanya akan tercakup.
 Beberapa jurnal dan akun buku besar tercakup dalam lebih dari satu
siklus. Apabila terjadi demikian, hal itu berarti bahwa jurnal tersebut
digunakan untuk mencatat transaksi yang berasal Iebih dari satu siklus,
dan menunjukkan keterkaitan antar siklus. Akun buku besar paling
penting yang tercakup dan mempengaruhi berbagai akun siklus adalah
kas (kas di bank). Kas menghubungkan berbagai siklus.

32 | A u d i t i n g
 Siklus penjualan dan penerimaan piutang adalah siklus pertama yang
tercantum dalam label dan dalam kebanyakan audit merupakan siklus
yang utama. Penerimaan kas dari piutang dalam jurnal penerimaan kas
merupakan aliran kas masuk yang utama dari operasi ke akun kas di
bank.
 Siklus permodalan dan pengembaliannya berhubungan erat dengan
siklus pembelian dan pembayaran. Transaksi-transaksi dalam siklus
pembelian dan pembayaran meliputi pembelian persediaan, supplies,
serta barang dan jasa lain untuk keperluan operasi. Transaksi transaksi
dalam siklus pormodalan dan pengembaliannya berkaitan dengan
pendanaan perusahaan, seperti misalnya penerbitan saham atau
penarikan utang, pembayaran dividen, dan pengembalian (pembayaran
kembali) utang.
 Meskipun jurnal yang sama bisa digunakan untuk mencatat transaksi
transaksi dalam siklus pembelian dan pembayaran dan permodalan dan
pengembaliannya, namun akan lebih baik apabila digunakan siklus
transaksi yang terpisah. Alasannya, pertama karena permodalan dan
pengembaliannya berkaitan dengan pendanaan perusahaan, bukan
untuk operasi. Kedua kebanyakan akun-akun dalam siklus permodalan
dan pengembaliannya hanya digunakan mencatat transaksi yang tidak
begitu banyak, tetapi masing-masing menyangkut jumlah yang sangat
material dan oleh karenanya harus diaudit dengan ekstensif. Dengan
kedua alasan tersebut, maka akan lebih baik apabila transaksi-transaksi
tersebut dipisahkan menjadi dua siklus yang terpisah.
 Siklus persediaan dan penggudangan berkaitan erat dengan semua
siklus lainnya, terutama dalam perusahaan manufaktur. Harga pokok
persediaan meliputi bahan baku (siklus pembelian dan pembayaran),
biaya tenaga kerja langsung (siklus penggajian dan personalia), dan
overhead pabrik (pembelian dan pembayaran dan penggajian dan
personalia). Penjualan barang jadi meliputi siklus penjualan dan
penerimaan piutang.Karena persediaan biasanya material pada
sebagian besar perusahaan manufaktur, maka lazim meminjam uang
dengan menggunakan persediaan sebagai sekuritas. Dalam situasi

33 | A u d i t i n g
demikian, siklus permodalan dan pengembaliannya juga berkaitan
dengan persediaan dan penggudangan. Persediaan dijadikan satu siklus
tersendiri karena bersangkutan dengan siklus-siklus lainnya dan karena
kebanyakan persediaan pada perusahaan manufaktur dan perusahaan
pengecer biasanya sangat material, serta ada sistem dan pengendalian
yang unik untuk persediaan, dan atas persediaan sering kali sangat
kompleks.

2. Hubungan antar Siklus Transaksi


Gambar 4-4 di bawah ini melukiskanhubungan antara kelima
siklus di atas dalam menghasilkan kas. Perhatikan bahwa siklus-siklus
tidak memiliki awal dan akhir, kecuali pada saat awal perusahaan
didirikan dan ketika perusahaan dibubarkan. Perusahaan mulai
aktivitasnya dengan mencari modal, biasanya dalam bentuk kas. Dalam
perusahaan manufaktur, kas digunakan untuk membeli bahan baku,
aset tetap (misalnya, tanah gedung, mesin-mesin, peralatan, dan
sebagainya), dan barang serta jasa lainnya untuk menghasilkan barang
(siklus pembelian dan pembayaran). Kas juga digunakan untuk
mendapatkan tenaga kerja dengan tujuan yang sama (siklus penggajian
dan personalia).Pembelian dan pengeluaran kas dan penggajian dan
personalia mempunyai kesamaan, tetapi funggsinya cukup berbeda,
sehingga penggajian dan personalia beralasan untuk dijadikan siklus
tersendiri. Hasil penggabungan kedua siklus ini adalah persediaan
(siklus persediaan dan penggudangan). Tahap selanjutnya adalah
penjualan persediaan yang menimbulkan tagihan serta penerimaan kas
(siklus penjualan dan pengumpulan piutang). Kas yang dihasilkan
selanjutnya digunakan untuk membayar dividen dan bunga, atau
ekspansi modal, dan untuk memulai kembali siklus. Dalam perusahaan
jasa, siklus-siklus juga berhubungan satu sama lain seperti halnya
dalam perusahaan manufaktur, walaupun tidak memiliki siklus
persediaan.
Siklus transaksi merupakan hal yang sangat penting dalam
mengorganisasi suatu audit.Dalam banyak hal, auditor memperlakukan

34 | A u d i t i n g
setiap siklus terpisah selama audit berlangsung. Meskipun auditor
harus memperhatikan hubungan antar-siklus, namun biasanya auditor
memperlakukan setiap siklus secara independen sejauh dimungkinkan
agar audit berjalan efektif.

Gambar 4.4 hubungan antar siklus transaksi

Kas

Siklus perolehan
modal dan
pengembaliannya

Siklus Siklus Siklus


penjualan dan pembelian dan penggajian dan
pengumpulan pembayaran personalia
piutang

Siklus persediaan
dan
penggudangan

2.5 Penetapan Tujuan Audit


Dalam pengauditan laporan keuangan dengan menggunakan pendekatan
siklus, auditor melakukan hal-hal berikut:
a. Pengujian atas transaksi-transaksi yang membentuk saldo-saldo
akhir akun,
b. Pengujian audit atas saldo akhir akun,

35 | A u d i t i n g
c. Pengujian atas pengungkapan saldo akhir dalam laporan keuangan.
Gambar 4-5 di bawah ini melukiskan konsep di atas, dengan menunjukkan
empat golongan transaksi yang membentuk saldo akhir akun piutang usaha
pada PT. Nusantara dengan saldo akhir sebesar Rp. 17.521.000,00 telah diaudit
pada tahun lalu, dan dengan demikian saldo awal dianggap sudah ditetapkan
secara wajar. Apabila kemudian auditor mendapat keyakinan bahwa keempat
siklus yang mempengaruhi akun piutang usaha ditetapkan secara benar, maka
auditor menjadi yakin pula bahwa saldo akhir akun ini sebesar Rp.
20.197.000,00 ditetapkan dengan benar. Namun, demikian dalam praktik
auditor jarang mendapat keyakinan penuh tentang kebenaran setiap golongan
transaksi, sehingga akibatnya auditor tidak mendapat keyakinan penuh pula
atas saldo akhir yang ditimbulkan oleh golongan-golongan transaksi tersebut.
Pada hampir semua audit, keyakinan dapat ditingkatkan dengan juga
mengaudit saldo akun piutang usaha (tidak hanya mengaudit golongan-
golongan transaksi yang membentuk saldo akhir piutang usaha). Auditor
berkesimpulan bahwa cara paling efisien dan efektif untuk melaksanakan audit
adalah dengan memadukan keyakinan untuk setiap golongan transaksi dengan
keyakinan untuk saldo akhir akun yang bersangkutan.

Gambar 4.5 saldo awal dan transaksi-transaksi yang mempengaruhi saldo akhir
Piutang Usaha
Saldo awal Rp. 17.521.000
Penjualan Rp. 144.328.000 Rp. 137.087.000 Penerimaan Kas
Rp. 1.242.000 Retur
Penjualan Rp. 3.323.000
Penghapusan Piutang
36 | A u d i t i n g
Saldo Akhir Rp. 20.197.000

Untuk setiap golongan transaksi tertentu, perlu dipenuhi sejumlah tujuan


audit sebelum auditor dapat menarik kesimpulan bahwa transaksi telah dicatat
dengan tepat. Hal tersebut dinamakan tujuan spesifik audit untuk golongan
transaksi. Sebagai contoh, ada sejumlah tujuan spesifik audit untuk transaksi
penjualan, dan ada sejumlah tujuan spesifik audit untuk transaksi retur
penjualan.
Demikian pula, sejumlah tujuan audit tertentu perlu dipenuhi untuk setiap
saldo akun. Hal tersebut dinamakan tujuan spesifik audit untuk saldo. Sebagai
contoh, ada sejumlah tujuan spesifik untuk audit saldo piutang usaha, dan
sejumlah tujuan spesifik untuk audit saldo utang usaha. Dalam uraian nanti,
dapat dilihat bahwa tujuan spesifik audit untuk transaksi sedikit berbeda
dibandingkan dengan tujuan spesifik audit untuk saldo walaupun keduanya
berkaitan erat.
Tujuan audit kategori ketiga berkaitan dengan penyajian dan
pengungkapan informasi dalam laporan keuangan. hal ini disebut tujuan
spesifik audit penyajian dan pengungkapan. Sebagai contoh, ada tujuan spesifik
audit untuk penyajian dan pengungkapan piutang usaha, dan ada tujuan spesifik
audit untuk penyajian dan pengungkapan persediaan.

2.6 Asersi-Asersi Manajemen


SA315 (Para 25) menyatakan sebagai berikut :
Auditor harus mengidentifikasi dan menilai risiko kesalahan penyajian
material pada :
a. Tingkat laporan keuangan; dan
b. Tingkat asersi untuk golongan transaksi, saldo akun, dan
pengungkapan, untuk menyediakan suatu basis bagi perancangan,
dan pelaksanaan prosedur audit lanjutan.
Asersi-asersi manajemen adalah pernyataan yang dibuat manajemen
secara eksplisit atau implisit tentang golongan transaksi dan saldo akun yang
bersangkutan serta pengungkapan dalam laporan keuangan sebagian besar

37 | A u d i t i n g
pemyataan manajemen tersebut bersifat implisit. Sebagai contoh, apabila dalam
neraca PT Nusantara tercantum kas Rp. 950.627.000,00, hal itu berarti
manajemen PT Nusantara menyatakan bahwa kas sebesar Rp. 950.627.000,00
ada dalam rekening giro PT. Nusantara di bank pada tanggal neraca. Kecuali bila
diungkapkan lain dalam laporan keuangan, manajemen juga menyatakan bahwa
kas tersebut tidak dibatasi penggunaannya (unrestricted) dan tersedia untuk
penggunaan normal. Manajemen juga menyatakan bahwa semua pengungkapan
yang disyaratkan berkaitan dengan kas telah diungkapkan dengan akurat dan
dapat dimengerti. Asersi-asersi (pernyataan) serupa ada untuk setiap pos aset,
kewajiban, ekuitas, pendapatan, dan beban dalam laporan keuangan. Asersi-
asersi tersebut diterapkan pada golongan transaksi, saldo akun, serta penyajian
pengungkapan.
Asersi manajemen berkaitan langsung dengan kerangka pelaporan
keuangan yang digunakan perusahaan (Standar Akuntansi Keuangan Indonesia
atau IFRS), karena hal itu merupakan bagian dari kriteria yang digunakan
manajemen untuk mencatat dan mengungkapkan informasi akuntansi dalam
laporan keuangan. Definisi pengauditan menyebutkan bahwa auditing adalah
pembandingan antara informasi (laporan keuangan) dengan kriteria yang telah
ditetapkan (asersi-asersi yang ditetapkan menurut standar akuntansi). Oleh
karena itu, dalam melaksanakan pengauditan, auditor perlu memahami asersi-
asersi manajemen yang secara implisit maupun eksplisit melekat pada laporan
keuangan.
SA 315 (Para. A111) mengelompokkan asersi-asersi menjadi tiga kategori :
a. Asersi-asersi tentang golongan transaksi dan kejadian untuk
periode yang diaudit.
b. Asersi-asersi tentang saldo akun pada akhir periode.
c. Asersi-asersi tentang penyajian dan pengungkapan.

2.6.1 Asersi-Asersi Tentang Golongan dan Kejadian


Manajemen membuat berbagai asersi tentang transaksi. Asersi-asersi
tersebut juga diterapkan pada kejadian lain yang tercermin dalam catatan
akuntansi, seperti misalnya pencatatan depresiasi atau pengakuan kewajiban
pensiun.
1. Keterjadian
Asersi keterjadian berhubungan dengan apakah transaksi
yang telah dilakukan dan dicantumkan dalam laporan keuangan

38 | A u d i t i n g
sungguh-sungguh terjadi pada periode akuntansi yang
bersangkutan. Sebagai contoh, manajemen menyatakan bahwa
transaksi penjualan yang telah dicatat mancerminkan pertukaran
barang dan jasa yang sungguh-sungguh terjadi.
2. Kelengkapan
Asersi ini berhubungan dengan apakah seluruh transaksi
yang seharusnya dicantumkan dalam laporan keuangan benar-
benar telah dibukukan. Sebagai contoh, manajemen menyatakan
bahwa seluruh penjualan barang dan jasa telah dicatat dan
dicantumkan dalam laporan keuangan.
Asersi kelengkapan mengarah pada kejadian kejadian yang
berlawanan dengan asersi keterjadian. Asersi kelengkapan
berhubungan dengan kemungkinan penghilangan transaksi yang
seharusnya dicatat, sedangkan asersi keterjadian berhubungan
dengan kemungkinan dimasukkannya transaksi yang tidak
seharusnya dicatat. Ini berarti bahwa asersi keterjadian
berhubungan dengan lebihsaji akun, sedangkan asersi kelengkapan
berkaitan dengan penghilangan transaksi sehingga menimbulkan
kurangsaji akun. Pencatatan suatu penjualan yang tidak pernah
terjadi merupakan pelanggaran atas asersi keberadaan, sedangkan
kesalahan tidak mencatat suatu penjualan yang telah terjadi
merupakan pelanggaran terhadap asersi kelengkapan.
3. Keakurasian
Asersi keakurasian berhubungan dengan apakah transaksi
transaksi telah dibukukan dengan jumlah yang benar. Penggunaan
harga yang salah untuk mencatat sebuah transaksi penjualan dan
suatu kesalahan dalam membuat perkalian antara harga dengan
kuantitas adalah contoh pelanggararan asersi keakurasian.
4. Penggolongan
Asersi klasifikasi berhubungan dengan apakah transaksi
telah dibukukan dalam akun yang tepat. Pencatatan transaksi
pembayaran gaji pegawai bagian administrasi yang dibukukan
sebagai harga pokok penjualan adalah contoh pelanggaran atas
asersi pisah batas.
5. Pisah Batas

39 | A u d i t i n g
Asersi pisah batas berhubungan dengan apakah transaksi-
transaksi dibukukan pada periode akuntansi yang tepat. Sebagai
contoh, pencatatan transaksi penjualan di bulan Desember padahal
barang baru dikirim pada bulan Januari merupakan pelanggaran
atas asersi pisah batas.

2.6.2 Asersi-Asersi Tentang Saldo Akhir Akun


Asersi-asersi yang berhubungan dengan keberadaan, kelengkapan,
penilaian dan pengalokasian, dan hak dan kewajiban.
1. Keberadaan
Asersi keberadaan berhubungan dengan apakah aset,
liabilitas, dan ekuitas yang dicantumkan dalam neraca benar-benar
ada pada tanggal neraca. Sebagai contoh, manajemen menyatakan
bahwa persediaan barang dagangan yang dicantumkan dalam
neraca benar-benar ada dan tersedia untuk dijual pada tanggal
neraca.
2. Kelengkapan
Asersi ini berhubungan dengan apakah seluruh akun dan
seluruh jumlah yang seharusnya dicantumkan dalam laporan
keuangan sungguh-sungguh telah tercantum. Sebagai contoh,
manajemen menyatakan bahwa utang wesel di neraca telah
mencakup seluruh kewajiban yang seharusnya dilaporkan pada
tanggal neraca.
Asersi kelengkapan mengarah pada kejadian kejadian yang
berlawanan dengan asersi keberadaan. Asersi kelengkapan
berhubungan dengan kemungkinan penghilangan sesuatu dari
laporan keuangan yang seharusnya dimasukkan, sedangkan asersi
keberadaan berhubungan dengan kemungkinan dimasukkannya
suatu jumlah yang seharusnya tidak dimasukkan. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa pelanggaran atas asersi keberadaan
berkaitan dengan lebihsaji akun, sedangkan pelanggaran atas
asersi kelengkapan berkaitan kurangsaji akun. Memasukkan
piutang kepada pelanggan yang sesungguhnya tidak ada
merupakan pelanggaran terhadap asersi keberadaan, sedangkan

40 | A u d i t i n g
tidak memasukkan piutang kepada pelanggan merupakan
pelanggaran asersi kelengkapan.
3. Penilaian dan Pengalokasian
Asersi penilaian dan pengalokasian berhubungan dengan
apakah aset, liabilitis, dan ekuitas telah dimasukkan dalam laporan
keuangan jumlah yang tepat, termasuk semua penyesuaian
penilaian agar jumlah aset mencerminkan nilai bersih bisa
direalisasi. Sebagai contoh, manajemen menyatakan bahwa
properti dicatat sebesar biaya historis dan biaya tersebut secara
sistimatis dialokasikan ke periode-periode akuntansi yang sesuai
melalui depresiasi. Demikian pula, manajemen menyatakan bahwa
piutang usaha dicantumkan dalam neraca sebesar nilai bersih bisa
direalisasi.
4. Hak dan kewajiban
Asersi ini berhubungan dengan apakah aset adalah hak
entitas dan apakah liabilitas merupakan kewajiban entitas pada
tanggal neraca. Sebagai contoh, manajemen menyatakan bahwa
aset adalah milik perusahaan, atau bahwa jumlah kapitalisasi
untuk lease di neraca mencerminkan biaya perolehan dari hak
perusahaan atas lease properti dan bahwa kewajiban lease yang
berkaitan mencerminkan kewajiban entitas.

2.6.3 Asersi-Asersi Tentang Penyajian dan Pengungkapan


Dengan semakin meningkatnya kompleksitas transaksi dan semakin
bertambahnya kebutuhan akan pengungkapan atas transaksi transaksi
tersebut, maka asersi penyajian dan pengungkapan menjadi bertambah
penting. Asersi-asersi tersebut meliputi keterjadian, hak & kewajiban,
kelengkapan, keakurasian dan penilaian, dan klasifikasi dan keterpahaman.
1. Keterjadian dan Hak & Kewajiban
Asersi ini berhubungan dengan apakah kejadian yang
diungkapkan telah terjadi dan merupakan hak dan kewajiban dari
entitas. Sebagai contoh, apabila klien mengungkapkan bahwa klien
telah membeli perusahaan lain, asersi ini menyatakan bahwa
transaksi telah berlangsung (telah selesai dilaksanakan).
2. Kelengkapan

41 | A u d i t i n g
Asersi ini berhubungan dengan apakah seluruh
pengungkapan yang disyaratkan telah dicantumkan dalam laporan
keuangan. Sebagai contoh, manajemen menyatakan bahwa seluruh
transaksi material dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan
instimewa telah diungkapkan dalam laporan keuangan.

3. Keakurasian dan Penilaian


Asersi keakurasian dan penilaian berhubungan dengan
apakah informasi keuangan telah diungkapkan dengan wajar dan
dengan jumlah yang tepat. Contoh asersi ini, misalnya manajemen
mengungkapkan asumsi yang digunakan yang mendasari jumlah
jumlah yang tercantum dalam laporan keuangan.
4. Klasifikasi dan keterpahaman
Asersi ini berkaitan dengan apakah jumlah-jumlah telah
digolongkan dengan tepat dalam laporan keuangan dan catatan
kaki, dan apakah penjelasan atas saldo dan pengungkapannya
dapat dipahami. Sebagai contoh, manajemen menyatakan bahwa
penggolongn persediaan menjadi persediaan barang jadi,
persediaan barang dalam proses, dan persediaan bahan baku
adalah tepat, dan pengungkapan metoda yang digunakan untuk
penilaian persediaan bisa dipahami.
Auditor bisa menggunakan istilah yang berbeda untuk
menyatakan asersi-asersi manajemen. Auditor harus
mempertimbangkan relevansi setiap asersi untuk setiap golongan
transaksi, saldo akun, dan penyajian dan pengungkapan yang
signifikan. Asersi relevan memiliki makna karena berpengaruh
pada apakah suatu akun ditetapkan secara wajar dan digunakan
dalam menetapkan risiko salahsaji material dan dalam merancang
serta melaksanakan prosedur audit. Sebagai contoh, asersi
penilaian besar kemungkinan merupakan asersi relevan untuk
akun piutang usaha, tetapi tidak untuk kas.
Setelah asersi-asersi relevan ditetapkan, selanjutnya auditor
dapat merumuskan tujuan audit untuk setiap kategori asersi.
Tujuan audit yang ditetapkan auditor mengikuti dan berkaitan erat
42 | A u d i t i n g
dengan asersi-asersi manajemen. Hal ini tidak mengherankan
karena tanggungjawab utama auditor adalah menentukan apakah
asersi-asersi manajemen tentang laporan keuangan dapat
diterima. Alasan menggunakan tujuan audit, dan bukannya
menggunakan asersi-asersi, adalah untuk memberikan rerangka
kerja bagi auditor dalam mengumpulkan bukti kompeten yang
cukup dan menetapkan bukti yang tepat yang harus dikumpulkan
sesuai dengan keadaan penugasan yang dihadapi. Tujuan audit
tidak berbeda antara audit yang satu dengan audit lainnya, tetapi
bukti yang harus dikumpulkan bisa berbeda-beda tergantung
keadaan yang dihadapi.

2.7 Tujuan Audit


2.7.1 Tujuan Audit atas Golongan Transaksi
Tujuan audit atas golongan transaksi yang ditetapkan auditor,
mengikuti dan berhubungan erat dengan asersi-asersi manajemen
untuk golongan-golongan transaksi. Ada perbedaan antara tujuan
umum audit golongan transaksi dan tujuan spesifik audit transaksi
untuk tiap-tiap golongan transaksi. Enam tujuan umum audit transaksi
ini berlaku untuk semua golongan transaksi dan dirumuskan secara
umum. Tujuan spesifik audit transaksi juga diterapkan untuk setiap
golongan transaksi, tetapi dirumuskan secara lebih khusus sesuai
transaksi yang diaudit. Apabila auditor telah merumuskan tujuan umum
audit transaksi, maka auditor dapat mengembangkannya untuk
merumuskan tujuan spesifik audit transaksi untuk setiap golongan
transaksi yang akan diaudit.
1. Tujuan Umum Audit Transaksi
a. Keterjadian - Transaksi yang dibukukan benar-benar terjadi.
Tujuan audit ini berkaitan dengan apakah transaksi.
Yang dibukukan sungguh telah terjadi. Membukukan suatu
transaksi penjualan dalam jurnal penjualan padahal tidak
terjadi transaksi demikian, merupakan pelanggaran
terhadap tujuan keterjadian. Tujuan audit yang ditetapkan

43 | A u d i t i n g
auditor ini sejalan dengan asersi yang ditetapkan
manajemen untuk golongan transaksi yaitu asersi
keterjadian.

b. Kelengkapan - Transaksi yang terjadi telah dibukukan.


Tujuan audit ini berhubungan dengan apakah semua
transaksi yang seharusnya dibukukan ke dalam jurnal,
sungguh-sungguh telah dibukukan. Tidak membukukan
suatu transaksi penjualan (sengaja atau tidak disengaja) ke
dalam jurnal penjualan dan buku besar padahal transaksi
penjualan sungguh-sungguh terjadi, merupakan pelanggaran
atas tujuan kelengkapan. Tujuan audit ini sejalan dengan
asersi manajemen untuk golongan transaksi yaitu asersi
kelengkapan.
Tujuan audit keterjadian dan tujuan audit kelengkapan
mempunyai sasaran yang berkebalikan. Keterjadian
berkaitan dengan potensi terjadinya lebih saji, sedangkan
kelengkapan berkaitan dengan terjadinya kurang saji.
c. Keakurasian - Transaksi telah dicatat dengan jumlah yang
benar.
Tujuan audit ini berkaitan dengan keakurasian
informasi untuk transaksi-transaksi akuntansi dan
merupakan satu bagian dari asersi keakurasian untuk
golongan transaksi. Dalam hal transaksi penjualan, tujuan ini
menjadi tidak tercapai apabila kuantitas barang yang dikirim
berbeda dengan kuantitas menurut faktur, atau harga barang
yang tercantum dalam faktur tidak sesuai dengan barang
sesungguhnya, atau terjadi kekeliruan dalam mengalikan
atau menjumlahkan dalam faktur, atau digunakan jumlah
yang salah dalam membuat jurnal.
Perlu dibedakan antara keakurasian dengan
keterjadian atau kelengkapan. Sebagai contoh, apabila suatu
jurnal penjualan telah dibuat padahal seharusnya tidak
dibuat demikian, karena barang dikirim sebagai konsinyasi,
maka tujuan keberadaan tidak terpenuhi, walaupun jurnal

44 | A u d i t i n g
dalam faktur telah dihitung dengan benar. Apabila jurnal
penjualan telah dibuat untuk mencatat sebuah transaksi
yang sah tetapi jumlahnya tidak benar, maka tujuan
keakurasian tidak tercapai, tetapi tujuan keberadaan
terpenuhi. Hubungan yang sama terjadi untuk kelengkapan
dan keakurasian.
d. Posting dan Pengikhtisaran - Transaksi yang dicatat telah
dimasukkan dengan benar ke dalam master file dan dibuat
ikhtisarnya dengan benar.
Tujuan ini berhubungan dengan keakurasian transfer
informasi dari catatan transaksi dalam jurnal ke buku besar
dan buku pembantu. Tujuan ini juga merupakan bagian dari
asersi keakurasian untuk golongan transaksi. Sebagai
contoh, apabila sebuah transaksi penjualan dicatat dalam
buku pembantu piutang kepada pelanggan yang salah, atau
dicatat dengan jumlah yang salah dalam master file, atau
penjumlahan seluruh transaksi penjualan dari jurnal ke
buku besar keliru, maka tujuan keakurasian tidak tercapai.
Karena posting transaksi dari jurnal ke buku pembantu,
buku besar, dan master file yang berkaitan lainnya dilakukan
secara otomatis, maka risiko posting akibat kesalahan
manusia bisa berkurang. Apabila auditor telah dapat
memastikan bahwa komputer klien berfungsi dengan baik,
kekhawatiran auditor akan kekeliruan posting bisa
berkurang juga.
e. Penggolongan - Transaksi yang dicatat dalam jurnal klien
telah digolongkan dengan tepat.
Tujuan ini berhubungan dengan apakah transaksi telah
dibukukan dalam akun yang tepat. Contoh kesalahan dalam
penggolongan, misalnya transaksi penjualan tunai dicatat
dalam penjualan kredit, atau penjualan aset tetap
dimasukkan sebagai pendapatan penjualan.

45 | A u d i t i n g
f. Ketepatan waktu - Transaksi telah dibukukan pada tanggal
yang tepat.
Tujuan audit ini berhubungan dengan apakah transaksi
telah dibukukan pada tanggal yang tepat. Tujuan ini selaras
dengan asersi manajemen tentang pisah batas pembukuan
transaksi. Kesalahan saat pembukuan terjadi misalnya
apabila transaksi tidak dibukukan pada saat terjadinya
transaksi tersebut. Sebagai contoh, transaksi penjualan
harus dibukukan pada tanggal pengiriman.

2. Tujuan Spesifik Audit Transaksi


Setelah tujuan umum audit untuk transaksi ditetapkan,
selanjutnya dapat ditentukan tujuan spesifik audit transaksi untuk
setiap golongan transaksi yang material. Golongan-golongan
transaksi spesifik tersebut biasanya meliputi penjualan,
penerimaan kas, pembelian barang dan jasa, penggajian, dan
sebagainya. Paling sedikit ada satu tujuan spesifik audit transaksi
dapat dimasukkan untuk setiap tujuan umum audit transaksi,
kecuali bila auditor yakin bahwa tujuan audit umum transaksi
tidak relevan atah tidak penting dalam hal yang dihadapi.

2.7.2 Tujuan Audit Saldo Akun


Tujuan audit saldo akun serupa dengan tujuan audit golongan
transaksi. Tujuan audit ini juga mengikuti asersi-asersi manajemen dan
memberi kerangka kerja untuk membantu auditor dalam
mengumpulkan bukti kompeten yang cukup untuk saldo-saldo akun
yang bersangkutan. Tujuan audit saldo akun juga terbagi atas tujuan
umum audit saldo akun dan tujuan spesifik audit saldo akun.
Ada dua perbedaan antara tujuan audit untuk saldo akun bila
dibandingkan tujuan audit untuk golongan transaksi. pertama, seperti
tercermin dari namanya, tujuan audit untuk saldo akun diterapkan
untuk saldo-saldo akun tertentu, seperti misalnya saldo akun piutang
usaha, akun persediaan barang, bukan pada golongan transaksi seperti
misalnya golongan transaksi penjualan, atau golongan transaksi
pembelian barang. Kedua, tujuan audit untuk saldo akun terdiri dari

46 | A u d i t i n g
delapan tujuan, sedangkan tujuan audit untuk golongan transaksi hanya
enam tujuan.
Tujuan audit saldo akun hampir selalu diterapkan pada saldo
akhir akun-akun yang tercantum di neraca, seperti misalnya piutang
usaha, persediaan, atau utang wesel. Namun demikian, beberapa tujuan
audit saldo akun juga diterapkan pada akun-akun tertentu yang
tercantum dalam laporan laba-rugi. Hal ini biasanya bersangkutan
dengan akun-akun yang timbul dari transaksi tidak rutin dan beban tak
terduga seperti misalnya beban penasehat hukum atau beban reparasi
& pemeliharaan. Akun-akun rugi-laba lainnya berkaitan erat dengan
akun neraca tertentu, dan biasanya diperiksa secara serentak seperti
misalnya beban depresiasi bersamaan dengan akumulasi depresiasi,
dan beban bunga wesel bersamaan dengan utang wesel.
Dalam menerapkan tujuan audit saldo akun untuk mengaudit
saldo-saldo akun, auditor mengumpulkan bukti untuk memeriksa
rincian yang mendukung saldo akun, tidak semata-mata memeriksa
saldo akun itu sendiri. Sebagai contoh, dalam mengaudit piutang usaha,
auditor mendapatkan master file daftar piutang yang harus cocok
dengan saldo di buku besar. Tujuan audit saldo piutang usaha
diterapkan pada akun-akun pelanggan yang tercantum dalam daftar
tersebut.
1. Tujuan Umum Audit Saldo Akun
a. Keberadaan.
Tujuan ini berhubungan dengan apakah jumlah yang
dicantumkan dalam laporan keuangan memang seharusnya
dimasukkan. Sebagai contoh, dimasukannya suatu piutang
kepada pelanggan dalam daftar piutang usaha, padahal tidak
ada piutang kepada pelanggan tersebut merupakan
pelanggaran terhadap tujuan keberadaan. Tujuan audit ini
sejalan dengan asersi manajemen tentang keberadaan untuk
saldo akun.
b. Kelengkapan.
Tujuan ini berhubungan dengan apakah semua jumlah
seharusnya dimasukkan telah diikutsertakan dengan jumlah
yang benar. Tidak memasukkan suatu piutang usaha kepada

47 | A u d i t i n g
seorang pelanggan dalam daftar piutang usaha, padahal
piutang kepada pelanggan tersebut sungguh-sungguh ada,
merupakan pelanggaran atas tujuan kelengkapan. Tujuan
audit ini sejalan dengan asersi manajemen tentang
kelengkapan saldo akun.
Tujuan keberadaan dan tujuan kelengkapan masing-
masing menekankan pada hal yang berkebalikan.
Keberadaan berkaitan dengan kemungkinan terjadinya
lebihsaji, sedangkan kelengkapan berkaitan dengan
kemungkinan kurangsaji.
c. Keakurasian.
Tujuan ini berkaitan dengan apakah jumlah yang
dicantumkan telah dinyatakan dalam jumlah yang benar.
Sejenis barang dalam daftar persediaan klien bisa salah
karena jumlah unit barang yang ada dalam persediaan telah
salah hitung, atau harga perunitnya salah, atau
penjumlahannya keliru. Semua kesalahan tersebut bisa
menjadi pelanggaran atas tujuan keakurasian. Keakurasian
merupakan satu bagian dari asersi penilaian dan
pengalokasian untuk saldo akun.
d. Penggolongan.
Tujuan ini menyangkut penentuan apakah hal-hal yang
dimasukkan dalam daftar oleh klien telah dimasukkan dalam
akun yang benar di buku besar. Sebagai contoh, dalam daftar
piutang usaha, piutang harus dipisahkan menjadi piutang
jangka pendek dan piutang jangka panjang, dan piutang
kepada perusahaan afiliasi, kepada karyawan, dan direksi,
harus dipisahkan dari piutang usaha. Penggolongan juga
merupakan bagian dari asersi penilaian dan pengalokasian.
Tujuan audit penggolongan saldo akun berkaitan erat
dengan tujuan audit penyajian dan pengungkapan, tetapi
menyangkut tentang bagaimana saldo-saldo digolongkan di
buku besar sehingga saldo-saldo tersebut disajikan dan
diungkapkan dengan tepat dalam laporan keuangan.
e. Pisah Batas.
48 | A u d i t i n g
Dalam melakukan pengujian tentang pisah balas saldo-
saldo akun, tujuan auditor adalah menentukan apakah
transaksi telah dibukukan dan dimasukkan ke dalam saldo
akun pada periode yang tepat. Saldo sebuah akun sering
menjadi salah saji disebabkan oleh transaksi yang terjadi
menjelang akhir periode akuntansi. Pengujian pisah batas
dapat dipandang sebagai bagian dari pemeriksaan atas saldo
akun-akun di neraca atau transaksi-transaksi yang berkaitan,
tetapi para auditor biasanya melakukan pengujian tersebut
sebagai bagian dari pengauditan atas saldo akun. Dengan
alasan tersebut, pisah batas dimasukkan sebagai tujuan
audit saldo akun berkaitan dengan asersi penilaian dan
pengalokasian. Tujuan ketepatan waktu dalam audit atas
transaksi bersangkutan dengan ketepatan waktu
pembukuan transaksi sepanjang tahun, sedangkan tujuan
pisah batas untuk tujuan audit saldo akun hanya untuk
transaksi yang terjadi mendekati akhir periode. Sebagai
contoh, dalam suatu audit untuk tahun yang berakhir tanggal
31 desember sebuah transaksi penjualan yang
pengirimannya dilakukan pada bulan Februari tetapi baru
dicatat pada bulan Maret, merupakan suatu kesalahan
ditinjau dari tujuan audit transaksi, tetapi tidak demikian
ditinjau dari tujuan audit transaksi, tetapi tidak demikian
ditinjau dari sudut tujuan audit saldo akun.
f. Kecocokan.
Saldo-saldo akun yang tercantum dalam laporan
keuangan didukung oleh catatan rinci di dalam master file
dan daftar yang dibuat klien. Tujuan kecocokan berkaitan
dengan apakah daftar saldo yang rinci telah dibuat dengan
tepat dan teliti, dijumlah dengan benar, serta cocok dengan
saldo di buku besar. Sebagai contoh, akun piutang individual
dalam daftar piutang harus sama dengan akun-akun piutang
usaha dalam master file, dan totalnya harus sama dengan

49 | A u d i t i n g
saldo akun kontrol piutang usaha di buku besar. Kecocokan
juga merupakan bagian dari asersi penilaian dan
pengalokasian untuk saldo akun.
g. Nilai Bersih Bisa Direalisasi.
Tujuan ini berkaitan dengan apakah suatu saldo akun
telah diturunkan dari biaya perolehan historis (cost)
menjadi nilai bersih bisa direalisasi atau bila standar
akuntansi mengharuskan menjadi nilai pasar. Contoh
penerapan tujuan ini adalah pada waktu auditor memeriksa
kecukupan cadangan kerugian piutang atau menurunkan
nilai persediaan untuk persediaan yang sudah kuno. Tujuan
ini hanya diterapkan pada akun aset dan juga merupakan
suatu bagian dan asersi penilaian dan pengalokasian untuk
saldo akun.
h. Hak dan kewajiban.
Selain harus ada, sebagian besar aset harus dimiliki
sebelum bisa dimasukkan ke dalam laporan keuangan.
Demikian pula, kewajiban harus benar-benar merupakan
utang perusahaan. Hak milik selalu dikaitkan dengan aset,
sedangkan kewajiban selalu berkaitan dengan utang. Tujuan
ini sejalan dengan asersi manajemen tentang hak dan
kewajiban untuk saldo akun.

2. Tujuan Spesifik Audit Saldo Akun


Seperti halnya tujuan audit golongan transaksi, setelah
ditentukan tujuan umum audit saldo akun, dapatlah
dikembangkan tujuan spesifik audit saldo untuk setiap akun yang
tercantum dalam laporan keuangan. Paling sedikit satu tujuan
spesifik audit saldo akun harus dimasukkan untuk setiap tujuan
umum audit saldo akun, kecuali bila auditor berkeyakinan bahwa
tujuan umum audit saldo akun tidak relevan atau tidak penting
untuk saldo akun tertentu. Di sisi lain mungkin terdapat lebih dari
satu tujuan spesifik audit saldo akun untuk tujuan umum audit
saldo akun. Sebagai contoh, tujuan spesifik audit saldo akun untuk

50 | A u d i t i n g
hak dan kewajiban atas persediaan pada sebuah perusahaan
manufaktur bisa meliputi (1) perusahaan harus memiliki hak
kepemilikan atas semua barang yang tercantum dalam daftar
persediaan. (2) persediaan tidak dijadikan jaminan atas pinjaman
kecuali diungkapkan dalam laporan.

3. Hubungan Antara Asersi Manajemen dengan Tujuan Audit Saldo


Akun
Berbeda dengan asersi-asersi yang lain, asersi penilaian dan
pengalokasian memiliki berbagai tujuan karena kompleksitas
masalah penilaian dan memerlukan pedoman tambahan untuk
pengujian penilaian.

2.7.3 Tujuan Audit atas Penyajian dan Pengungkapan


Tujuan audit atas penyajian dan pengungkapan identik dengan
asersi manajemen untuk penyajian dan pengungkapan. Konsep-konsep
yang diterapkan pada tujuan audit saldo akun diterapkan pula untuk
tujuan audit atas penyajian dan pengungkapan. Tabel 4-5 melukiskan
asersi manajemen tentang penyajian dan pengungkapan, tujuan umum
audit untuk penyajian dan pengungkapan, dan tujuan spesifik audit
untuk penyajian dan pengungkapan untuk utang wesel.

2.8 Cara Auditor Memenuhi Tujuan Audit


Auditor harus mendapat bukti kompeten yang cukup untuk mendukung
semua asersi manajemen dalam laporan keuangan. Hal ini diakukan dengan
mengumpulkan bukti dalam mendukung perpaduan sejumlah tujuan audit
transaksi dan tujuan audit atas saldo akun. Hak dan kewajiban adalah satu-
satunya asersi tentang saldo akun yang tidak ada padanannya dalam asersi
tentang transaksi. Tujuan audit tentang presentasi dan pengungkapan sangat
erat hubungannya dengan tujuan audit saldo akun.
Auditor harus memutuskan tujuan audit yang tepat dan bukti yang harus
dikumpulkan untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut untuk setiap audit. Untuk
melakukan hal itu, auditor harus mengikuti suatu proses audit, yaitu metoda
yang dirancang dengan cermat untuk mengorganisasi suatu audit untuk

51 | A u d i t i n g
memastikan diperolehnya bukti kompeten yang cukup, dan tercapainya semua
tujuan audit yang diperlukan. Proses audit memiliki empat tahapan yaitu :

1. Perencanaan dan Perancangan Suatu Pendekatan Audit (Tahap I)


Ada berbagai cara yang dapat ditempuh auditor dalam
mengumpulkan bukti untuk memenuhi tujuan akhir suatu audit yaitu
memberi pendapat atas laporan keuangan. Dua hal penting yang harus
selalu dipertimbangkan auditor dalam setiap audit adalah memilih :
 Bukti yang cukup dan tepat harus dikumpulkan untuk
memenuhi tanggungjawab profesional auditor.
 Biaya pengumpulan bukti harus seminimal mungkin.
Hal pertama adalah yang terpenting, tetapi meminimumkan biaya
juga perlu dilakukan apabila kantor akuntan publik ingin bersaing dan
memperoleh laba. Apabila tidak ada masalah dalam pengendalian biaya,
pengambilan keputusan tentang bukti dapat mudah dilakukan. Auditor
bisa menambah bukti yang diperlukan, tanpa khawatir dengan masalah
efisiensi, sampai akhirnya auditor cukup puas bahwa tidak terdapat
kesalahan penyajian material dalam audit yang sedang dihadapinya.
Persoalan pengumpulan bukti yang cukup dan tepat serta
pengendalian biaya audit adalah dua hal penting dalam membuat
perencanaan suatu penugasan. Perencanaan harus menghasilkan suatu
pendekatan audit yang efektif pada tingkat biaya yang masuk akal.
Perencanaan dan perancangan suatu pendekatan audit dapat dipecah
menjadi beberapa bagian.
a. Mendapatkan pemahaman tentang Entitas dan Lingkungannya.
Agar dapat menetapkan risiko salah saji dalam laporan keuangan
secara memadai dan membuat kesimpulan atas informasi yang
diperoleh selama audit berlangsung, auditor harus memiliki
pemahaman yang cukup tentang bisnis klien dan lingkungan yang
bersangkutan, termasuk pengetahuan tentang strategi dan proses.
Auditor harus mempelajari model bisnis klien, melaksanakan
prosedur review analitis dan membuat perbandingan dengan
kompetitor. Auditor juga harus memahami persyaratan akuntansi
yang unik untuk bidang usaha klien. Sebagai contoh, apabila
mengaudit sebuah perusahaan asuransi, auditor harus memahami
bagaimana menghitung loss reserves.
52 | A u d i t i n g
b. Memahami Pengendalian Internal dan Menetapkan Risiko
Pengendalian.
Risiko salahsaji dalam laporan keuangan akan dapat terkurangi
apabila klien memiliki pengendalian yang efektif atas operasi dan
pengolahan transaksi. Kemampuan pengendalian internal klien
dalam menghasilkan laporan keuangan yang bisa dipercaya dan
mengamankan aset serta catatan catatan merupakan hal paling
penting dan diakui secara luas dalam praktik pengauditan. Auditor
harus mengidentifikasi pengendalian internal dan mengevaluasi
efektivitasnya, suatu proses yang disebut menetapkan risiko
pengendalian. Apabila pengendalian internal dipandang efektif,
risiko pengendalian direncanakan bisa diturunkan dan jumlah bukti
audit yang harus dikumpulkan dapat dikurangi secara signifikan
dibandingkan dengan bilamana pengendalian internal tidak
memadai.
c. Menetapkan Risiko Kesalahan Penyajian Material.
Auditor menggunakan pemahaman tentang bidang usaha dan
strategi bisnis klien, serta efektivitas pengendalian, untuk
menetapkan risiko kesalahan penyalian material dalam laporan
keuangan. Penetapan ini selanjutnya akan mempengaruhi rencana
audit dan sifat, saat, serta luasnya prosedur audit. Sebagai contoh,
apabila klien meningkatkan penjualan dengan menerima pelanggan
baru yang peringkat kreditnya rendah, maka auditor harus
menetapkan risiko salahsaji yang lebih tinggi untuk nilai bersih bisa
direalisasi piutang usaha dan merencanakan untuk memperluas
pengujian di bidang ini.

2. Pengujian Pengendalian dan Pengujian Substantif Golongan Transaksi


(Tahap II)
Sebelum auditor memutuskan untuk menurunkan risiko
pengendalian direncanakan, seandainya pengendalian internal dinilai
efektif, auditor pertama-tama harus menguji efektivitas pengendalian
tersebut. Prosedur untuk jenis pengujian semacam ini disebut pengujian
pengendalian. Sebagai contoh, pengendalian internal klien mensyaratkan
dilakukan verifikasi oleh petugas independen atas semua harga jual per
53 | A u d i t i n g
unit atas barang yang dijual sebelum faktur dikirimkan kepada pembeli.
Pengendalian ini secara langsung mempengaruhi tujuan audit transaksi
tentang keakurasian atas penjualan. Auditor bisa menguji efektivitas
pengendalian ini dengan memeriksa file transaksi penjualan untuk
membuktikan bahwa harga jual per unit sungguh-sungguh telah
diverifikasi.
Auditor juga menilai catatan transaksi yang dibuat klien dengan
melakukan verifikasi atas jumlah-jumlah rupiah transaksi, suatu proses
yang disebut pengujian substantif transaksi. Sebagai contoh, untuk menguji
keakurasian transaksi penjualan, auditor bisa menggunakan perangkat
lunak komputer untuk membandingkan antara harga jual per unit yang
tercantum dalam arsip faktur dengan suatu file electronics yang berisi
harga jual per unit yang telah diotorisasi manajemen perusahaan.
Pengujian ini juga dimaksudkan untuk memenuhi tuiuan audit keakurasian
transaksi penjualan. Demi efisiensi, auditor kadang-kadang melaksanakan
pengujian pengendalian dan pengujian substantif pada waktu yang
bersamaan.

3. Prosedur Analitis dan Pengujian Rinci Saldo (Tahap III)


Ada dua kategori umum dalam prosedur-prosedur tahap III.
Prosedur analitis menggunakan perbandingan dan hubungan untuk
menetapkan apakah saldo-saldo akun dan data lainnya nampak masuk
akal. Sebagai contoh, untuk mendapatkan keyakinan tentang tujuan
keakurasian baik untuk transaksi penjualan (tujuan audit transaksi)
maupun piutang usaha (tujuan audit saldo akun), auditor bisa memeriksa
transaksi penjualan dalam jurnal penjualan untuk penjualan-penjualan
yang jumlahnya tak lazim dan juga membandingkan total penjualan
bulanan dengan tahun- tahun yang lalu. Apabila perusahaan secara
konsisten menggunakan harga jual yang tidak benar atau salah dalam
mencatat penjualan, akan terlihat perbedaan yang signifikan.
Pengujian rinci saldo adalah prosedur spesifik yang dimaksudkan
untuk menguji salahsaji material dalam saldo-saldo yang tercantum dalam
laporan keuangan. Sebagai contoh berkaitan dengan tujuan keakurasian
untuk piutang usaha (tujuan audit saldo akun) adalah melakukan

54 | A u d i t i n g
komunikasi langsung dengan pelanggan klien untuk mengidentifikasi
adanya jumlah yang keliru. Pengujian rinci atas saldo akhir sangat penting
dalam pelaksanaan audit karena kebanyakan bukti diperoleh dari sumber
independen dan oleh karenya merupakan bukti berkualitas tinggi.

4. Penyelesaian Audit dan Penerbitan Laporan Audit (Tahap IV)


Setelah auditor menyelesaikan semua prosedur untuk setiap tujuan
audit dan untuk setiap akun laporan keuangan beserta pengungkapan yang
bersangkutan, auditor harus membuat laporan audit.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pemaparan materi diatas dapat saya simpulkan bahwa tujuan
pengauditan atas laporan keuangan adalah untuk meningkatkan keyakinan
pengguna laporan keuangan yang dituju. Tanggungjawab manajemen adalah
untuk mengadopsi (mengambil) kebijakan akuntansi yang tepat, menerapkan
pengendalian internal yang memadai, dan membuat penyajian yang wajar
dalam laporan keuangan. Auditor mempunyai tanggung jawab untuk
merencanakan dan melaksanakan audit. Tanggungjawab auditor ada 3 yaitu :
tanggungjawab auditor dalam mendeteksi kesalahan penyajian material
laporan keuangan, tanggungjawab auditor dalam menemukan kesalahan dan
kecurangan material, tanggungjawab auditor tentang pertimbangan atas
perundang-undangan dalam audit laporan keuangan. Audit atas laporan
keuangan biasanya dilakukan dengan cara “memecah” laporan keuangan
menjadi segmen-segmen atau komponen yang lebih kecil. Dengan pemecahan
semacam ini audit menjadi lebih mudah dilaksanakan, dan mempermudah
pembagian tugas diantara para anggota tim audit.
Dalam pengauditan laporan keuangan dengan menggunakan pendekatan
siklus, auditor melakukan hal-hal yaitu : pengujian atas transaksi-transaksi yang
membentuk saldo-saldo akhir akun, pengujian audit atas saldo akhir akun,
pengujian atas pengungkapan saldo akhir dalam laporan keuangan. Asersi-
asersi manajemen adalah pernyataan yang dibuat manajemen secara eksplisit
atau implisit tentang golongan transaksi dan saldo akun yang bersangkutan
55 | A u d i t i n g
serta pengungkapan dalam laporan keuangan sebagian besar pemyataan
manajemen tersebut bersifat implisit. Tujuan audit ada tiga yaitu : tujuan audit
atas golongan transaksi, tujuan audit saldo akun, dan tujuan audit atas penyajian
dan pengungkapan. Auditor harus mendapat bukti kompeten yang cukup untuk
mendukung semua asersi manajemen dalam laporan keuangan. Hal ini diakukan
dengan mengumpulkan bukti dalam mendukung perpaduan sejumlah tujuan
audit transaksi dan tujuan audit atas saldo akun. Hak dan kewajiban adalah
satu-satunya asersi tentang saldo akun yang tidak ada padanannya dalam asersi
tentang transaksi. Tujuan audit tentang presentasi dan pengungkapan sangat
erat hubungannya dengan tujuan audit saldo akun.

3.2 Saran
Untuk mahasiswa agar lebih meningkatkan keterampilan dan ilmu
pengetahuan tentang materi pembelajaran Auditing agar bisa memahami
Tujuan Pengauditan dan Tanggungjawab Auditor. Saya juga berharap adanya
kritik, saran dan usulan pada makalah saya agar saya bisa mengetahui
kekurangan yang ada dalam makalah ini dan agar saya bisa memperbaiki
kekurangan yang ada dalam makalah ini.

56 | A u d i t i n g
DAFTAR PUSTAKA

Handbook of International Quality Control, Auditing Review, Other Assurance, and


Related Services Pronouncements, disusun oleh International Auditing and Assurance
Standar Board, edisi tahun 2013, diterbitkan oleh International Federation of
Accountants (IFAC).

Standar Profesional Akuntan Publik (Standar Audit(SA) 200 sa,pai dengan 720),
disusun oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), edisi tahun 2013, diterbitkan
oleh Salemba Empat, Jakarta

Auditing and Assurance Services, An Integrated Approach, karangan Alvin A. Arens,


Randal J. Elder, dan Mark 5. Beasley, Global edition (edisi 15), diterbitkan oleh
Pearson

57 | A u d i t i n g
Soal + Jawaban

1. Sebutkan tujuan pengauditan atas laporan keuangan. Secara umum bagaimanakah


auditor bisa mencapai tujuan akhir tersebut?
Jawab :
a. Tujuan pengauditan atas laporan keuangan adalah untuk menyatakan
pendapat atas kewajaran laporan keuangan, dalam semua hal yang material,
sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Kewajaran
laporan keuangan diukur berdasarkan asersi terkandung dalam setiap unsur
yang disajikan dalam laporan keuangan, yang disebut dengan asersi
manajemen.
b. Auditor bisa mencapai tujuan akhir tersebut dengan melalui empat cara yaitu :
 Merencanakan dan merancang pendekatan audit (Fase I)
 Melaksanakan pengujian pengendalian dan pengujian substantif atas
transaksi (Fase II)
 Melakukan Prosedur Analitis dan Pengujian atas Rincian Saldo (Fase III)
 Menyelesaikan Audit dan Menerbitkan Laporan Audit (Fase IV)
2. Bedakan tanggungjawab manajemen dan tanggungjawab auditor atas laporan
keuangan yang diaudit.
Jawab :
a. Tanggungjawab manajemen atas laporan keuangan yang diaudit :
 Menyusun laporan keuangan sesuai dengan kerangka pelaporan
keuangan yang berlaku serta menyajikan laporan keuangan secara wajar.
 Menetapkan dan menjalankan pengendalian internal yang dipandang
perlu oleh manajemen untuk memungkinkan penyusunan laporan
keuangan yang bebas dari kesalahan penyajian material, baik yang
disebabkan oleh kecurangan maupun kesalahan.
 Menyediakan akses ke seluruh informasi yang disadari oleh manajemen
serta pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola seperti catatan
akuntansi., menyediakan nformasi tambahan yang mungkin diminta oleh
auditor dari manajemen serta pihak yang bertanggungjawab atas tata
kelola untuk tujuan audit menyediakan akses tidak terbatas ke orang-
58 | A u d i t i n g
orang dalam entitas yang dipandang perlu oleh auditor untuk
memperoleh bukti audit.
b. Tanggungjawab auditor atas laporan keuangan yang diaudit :
 Tanggungjawab auditor dalam mendeteksi kesalahan penyajian material
laporan keuangan mencakup :
- Kesalahan penyajian material. SA mengharuskan auditor untuk
memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan
secara keseluruhan bebas dari kesalahan penyajian material, baik
yang disebabkan oleh kecurangan maupun kesalahan.
- Keyakinan memadai. Keyakinan memadai diperoleh ketika auditor
telah mendapatkan bukti audit yang cukup dan tepat untuk
menurunkan risiko ke suatu tingkat rendah yang bisa diterima.
- Skeptisisme professional. Untuk mencapai standar auditing yang
mensyaratkan agar suatu audit dirancang untuk mendapatkan
keyakinan memadai untuk mendeteksi kesalahan dan kecurangan
material yang terdapat dalam laporan keuangan, audit harus
dirancang dan dilaksanakan dengan sikap skeptisisme profesional
dalam semua aspek pengauditan.
- Aspek skeptisisme professional. Apabila auditor melaksanakan
tanggungjawabnya dengan menjaga sikap berpikiran
mempertanyakan dan secara kritis mengevaluasi bukti, auditor akan
dapat mengurangi secara signifikan kemungkinan kegagalan audit
selama audit berlangsung.
- Pertimbangan professional. Pertimbangan yang dibuat oleh seorang
auditor yang pelatihan, pengetahuan, dan pengalamannya telah
membantu pengembangan kompetensi yang diperlukan untuk
mencapai pertimbangan-pertimbangan wajar yang dibuatnya.

 Tanggungjawab auditor dalam menemukan kesalahan dan kecurangan


material :
- Auditor menemukan berbagai jenis kesalahan yang disebabkan oleh
kekeliruan dalam melakukan perhitungan, penghilangan,

59 | A u d i t i n g
kesalahpengertian dan kesalahan dalam penerapan standar
akuntansi, dan pembuatan ringkasan dan penjelasan yang keliru.
- Kecurangan seringkali lebih sulit ditemukan karena manajemen
atau karyawan yang melakukan kecurangan akan berusaha untuk
menutupi kecurangannya. Kemampuan auditor untuk mendeteksi
kecurangan tergantung pada faktor-faktor seperti kemahiran
pelaku, frekuensi dan luasnya manipulasi, tingkat keterlibatan
kolusi, ukuran relatif jumlah individual yang dimanipulasi, dan
senioritas individu-individu yang terlibat.
 Tanggungjawab auditor tentang pertimbangan atas perundang-undangan
dalam audit laporan keuangan :
- Jika auditor menduga kemungkinan terjadi ketidakpatuhan, maka
auditor harus membahas hal tersebut dengan manajemen dan
pihak-pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola.
- Jika informasi tentang dugaan adanya ketidakpatuhan tidak cukup
diperoleh, auditor harus mengevaluasi dampak tidak memadainya
bukti audit yang cukup dan tepat tersebut terhadap opini auditor.
3. Apakah perbedaan antara “kesalahan (error)” dan “kecurangan (fraud)” dan
apakah tanggungjawab auditor untuk menemukan masing-masing hal tersebut?
Jawab :
a. Perbedaan antara kesalahan (error) dan kecurangan (fraud)
Kesalahan (error) cenderung terjadi karena salah saji yang tidak sengaja yang
meliputi kesalahan pengumpulan data, kesalahan interpretasi data, dan
kesalahan dalam menerapkan prinsip-prinsip akuntansi. Sedangkan
kecurangan (fraud) merupakan penipuan baik salah saji maupun lalai dalam
pengungkapan laporan keuangan yang disengaja.

b. Tanggung jawab auditor untuk menemukan error dan fraud menurut standar
profesional:
 Auditor harus menilai risiko mengenai error dan fraud yang dapat
menyebabkan laporan keuangan mengandung salah saji material.
 Berdasarkan penilaian tersebut, auditor merancang dan melaksanakan
audit untuk menyediakan kepastian yang layak atas penemuan error
dan fraud yang material dalam laporan keuangan.
 Karena pendapat auditor berdasarkan konsep kepastian yang layak,
maka auditor bukanlah seorang penjamin dan laporannya bukanlah
jaminan. Oleh karena itu, penemuan selanjutnya atas salah saji material
60 | A u d i t i n g
yang terdapat dalam laporan keuangan tidak menunjukkan
ketidakcukupan perencanaan, pelaksanaan, maupun
kesimpulan auditor.
4. Jelaskan perbedaan antara “pelaporan keuangan yang mengandung kecurangan”
dengan “penyalahgunaan asset”. Uraikan perbedaan antara kedua tipe kecurangan
tersebut atas penyajian wajar dalam laporan keuangan.
Jawab :
a. Perbedaan antara pelaporan keuangan yang mengandung kecurangan dengan
penyalahgunaan aset adalah pelaporan keuangan yang mengandung
kecurangan dapat dilakukan melalui pengabaian pengendalian oleh
manajemen. Sedangkan penyalahgunaan aset mencakup pencurian aset entitas
dan seringkali dilakukan oleh karyawan dalam jumlah yang relatif kecil dan
tidak material dan dapat melibatkan manajemen yang biasanya lebih dapat
menutupi atau menyembunyikan penyalahgunaan dengan cara yang lebih sulit
untuk terdeteksi.
b. Perbedaan antara kedua tipe kecurangan tersebut atas penyajian wajar dalam
laporan keuangan adalah pelaporan keuangan yang mengandung kecurangan
mencakup kesalahan penyajian yang disengaja termasuk penghilangan suatu
jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk memengaruhi
presepsi para pengguna laporan keuangan. Sedangkan penyalahgunaan aset
seringkali disertai dengan catatan atau dokumen palsu untuk
menyembunyikan fakta bahwa aset tersebut telah hilang atau telah dijaminkan
tanpa otorisasi semestinya.
5. Jelaskan tanggungjawab auditor untuk mempertimbangkan kepatuhan terhadap
hukum dan perundang-undangan. Apakah perbedaan antara tanggungjawab
auditor atas hukum dan perundang-undangan yang berpengaruh langsung
terhadap laporan keuangan bila dibandingkan dengan hukum dan perundang-
undangan lain yang tidak berpengaruh langsung.
Jawab :
a. Tanggungjawab auditor untuk mempertimbangkan kepatuhan terhadap
hukum dan perundang-undangan adalah mengindentifikasi kesalahan
penyajian material dalam laporan keuangan yang disebabkan oleh
ketidakpatuhan terhadap terhadap peraturan perundang-undangan. Namun,
auditor tidak bertanggungjawab untuk mencegah dan tidak dapat diharapkan
untuk mendeteksi ketidakpatuhan terhadap semua peraturan perundang-

61 | A u d i t i n g
undangan. Oleh karena keterbatasan bawaan yang melekat dalam audit,
terhadap risiko yang tidak dapat dihindari bahwa beberapa kesalahan
penyajian material dalam laporan keuangan mungkin tidak dapat terdeteksi
walaupun audit telah direncanakan secara tepat dan dilaksanakan
berdasarkan SA.
b. Perbedaan antara tanggungjawab auditor atas hukum dan perundang-
undangan yang berpengaruh langsung terhadap laporan keuangan bila
dibandingkan dengan hukum dan perundang-undangan lain yang tidak
berpengaruh langsung adalah jika berpengaruh langsung terhadap laporan
keuangan, tanggungjawab auditor adalah untuk memperoleh bukti audit yang
cukup dan tepat terkait dengan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan yang bersangkutan. Sedangkan jika tidak berpengaruh
langsung terhadap laporan keuangan, tanggungjawab auditor terbatas pada
pelaksanaan prosedur audit berikut ini untuk membantu mengungkapkan
ketidakpatuhan terhadap pengaturan perundang-undangan yang mungkin
berdampak material terhadap laporan keuangan.

6. Apakah tanggungjawab auditor apabila diidentifikasi atau diduga terjadi


ketidakpatuhan terhadap hukum atau perundang-undangan oleh klien?
Jawab :
Jika auditor menduga kemungkinan terjadi ketidakpatuhan, maka auditor harus
membahas hal tersebut dengan manajemen dan jika relevan, dengan pihak-pihak
yang bertanggungjawab atas tata kelola. Jika manajemen, atau jika relevan, pihak-
pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola, tidak dapat memberikan informasi
memadai yang mendukung kepatuhan entitas terhadap peraturan perundang-
undangan dan, dalam pertimbangan auditor, dampak dugaan ketidakpatuhan
tersebut material terhadap laporan keuangan, maka auditor harus
mempertimbangkan keputusan untuk memperoleh advis hukum.
7. Jelaskan apa yang dimaksud dengan “pendekatan siklus” dalam pengauditan.
Apakah keuntungan akibat memecah audit menjadi siklus-siklus yang berbeda?
Jawab :
a. Pendekatan siklus adalah mengelompokkan audit dengan tetap menjaga jenis
atau kelompok transaksi dansaldo akun yang terkait erat ke dalam satu
kelompok yang sama. Pendekatan siklus praktis digunakankarena
62 | A u d i t i n g
menggabungkan transaksi yang dicatat dalam jurnal-jurnal yang berbeda
dengan saldo yangtercatat di buku besar yang ditimbulkan dari transaksi-
transaksi tersebut.
b. Keuntungan yang didapat dengan memecah audit menjadi siklus-siklus
berbeda adalah auditor bisa mengatur urutan pengauditan rekening yang
dipandang paling efisien dan efektif dalam rangka memberi pendapat atas
laporan keuangan sebagai keseluruhan.
8. Tunjukkan dengan siklus manakah masing-masing akun buku besar berikut
berkaitan: penjualan, utang usaha, laba ditahan, piutang usaha, persediaan, dan
reparasi & pemeliharaan.
Jawab :
a. Penjualan berkaitan dengan siklus penjualan dan pengumpulan piutang.
b. Utang usaha berkaitan dengan siklus pembelian dan pembayaran.
c. Laba ditahan berkaitan dengan siklus perolehan modal dan pengembaliannya.
d. Piutang usaha berkaitan dengan siklus penjualan dan pengumpulan piutang.
e. Persediaan berkaitan dengan siklus persediaan dan penggudangan.
f. Reparasi & pemeliharaan berkaitan dengan siklus pembelian dan pembayaran.
9. Mengapa penjualan, retur penjualan, kerugian piutang, potongan tunai penjualan,
dan cadangan kerugian piutang dikelompokkan ke dalam siklus yang sama?
Jawab :
Karena penjualan, retur penjualan, kerugian piutang, potongan tunai penjualan,
dan cadangan kerugian piutang termasuk penerimaan kas dari penjualan dan
piutang dalam jurnal penjualan, jurnal umum, dan jurnal penerimaan kas
merupakan aliran kas masuk yang utama dari operasi ke akun kas di bank.
10. Rumuskan apa yang dimaksud dengan asersi manajemen tentang laporan
keuangan. Sebutkan tiga kategori asersi manajemen.
Jawab :
a. Asersi manajemen adalah pernyataan yang dibuat manajemen secara eksplisit
atau implisit tentang golongan transaksi dan saldo akun yang bersangkutan
serta pengungkapan dalam laporan keuangan sebagian besar pemyataan
manajemen tersebut bersifat implisit.
b. Tiga kategori asersi manajemen : asersi tentang golongan transaksi, asersi
tentang saldo akhir tahun, dan asersi tentang penyajian dan pengungkapan.
11. Bedakan tujuan umum audit dengan asersi manajemen. Mengapa tujuan umum
audit lebih bermanfaat bagi auditor.
Jawab :
a. Perbedaan tujuan umum audit dengan asersi manajemen adalah tujuan umum
audit atas laporan keuangan adalah untuk menyatakan pendapat atas
kewajaran laporan keuangan, dalam semua hal yang material, sesuai dengan

63 | A u d i t i n g
prinsip akuntansi umum di Indonesia. Sedangkan asersi manajemen adalah
pernyataan manajemen yang terkandung di dalam komponen laporan
keuangan. Pernyataan tersebut dapat bersifat implicit atau eksplisit.
b. Tujuan umum audit lebih bermanfaat bagi auditor karena dengan adanya
tujuan umum audit maka perusahaan bisa menentukkan kehandalan informasi
yang telah dibuat oleh manajemen serta untuk menentukan tingkat efetivitas
dan efisiensi atas berbagai kegiatan operasional.
12. Pengeluaran untuk reparasi yang dilakukan oleh sebuah perusahaan konstruksi
dicatat pada tanggal yang salah. Tujuan audit golongan transaksi manakah yang
telah dilanggar? Tujuan audit golongan transaksi manakah yang dilanggar, apabila
pengeluaran tersebut dikapitalisasi sebagai aset tetap, bukan sebagai beban.
Jawab :
a. Tujuan audit golongan transaksi yang telah dilanggar adalah tujuan audit
golongan transaksi ketepatan waktu.
b. Tujuan audit golongan transaksi yang dilanggar, apabila pengeluaran tersebut
dikapitalisasi sebagai aset tetap, bukan sebagai beban adalah tujuan audit
golongan transaksi penggolongan.
13. Bedakan antara tujuan audit saldo keberadaan dan kelengkapan. Tunjukkan
pengaruhnya terhadap laporan keuangan (lebih saji atau kurang saji) pelanggaran
kedua hal tersebut dalam pengauditan piutang usaha.
Jawab :
a. Perbedaan antara tujuan audit saldo keberadaan dan kelengkapan adalah
keberadaan (Existance) Asersi keberadaan terkait dengan apakah asset,
liabilitas, dan ekuitas yang dimasukkan dengan neraca memang benar-benar
ada di tanggal neraca tersebut. Sedangkan kelengkapan (completeness) asersi
kelengkapan terkait dengan apakah semua akun yang seharusnya disajikan
dalam laporan keuangan benar-benar telah dimasukkan dalam laporan
keuangan.
b. Pengaruh pada laporan keuangan jika terjadi pelanggaran (lebih saji atau
kurang saji) dari setiap pengauditan piutang dagang adalah jika suatu
transaksi, jika dicatat, dapat mengubah kondisi “laba” menjadi “rugi” atau
mengubah rasio terhadap piutang dari tidak-patuh mejadi patuh (atau
sebaliknya), dianggap material meskipun secara kuantitatif tergolong tidak
material.

64 | A u d i t i n g
14. Apa yang dimaksud dengan tujuan khusus audit? Jelaskan hubungannya dengan
tujuan umum audit.
Jawab :
a. Tujuan khusus audit merupakan perumusan secara lebih spesifik sesuai
dengan transaksi yang diaudit sesuai dengan golongannya.
b. Hubungan antara tujuan khusus audit dengan tujuan umum audit yaitu, tujuan
khusus audit baru bisa dilaksanakan ketika tujuan umum audit telah sukses
dilaksanakan. Dalam tujuan umum audit, transaksi-transaksi hanya
digolongkan secara umum namun nantinya dalam proses yang lebih lanjut
dilakukan penggolongan transaksi secara yang lebih spesifik untuk tujuan
khusus audit.
15. Tunjukkan asersi manajemen dan tujuan umum audit untuk tujuan khusus audit
saldo: Semua aset tetap terbukukan sungguh-sungguh ada pada tanggal neraca.
Jawab :
a. Asersi Manajemen mengenai saldo akun menekankan pada keberadaan, Asersi
keberadaan terkait dengan apakah aset, liabilitas, dan ekuitas yang
dimasukkan dalam neraca memang benar-benar ada di tanggal neraca
tersebut.
b. Tujuan umum audit terkait saldo menekankan pada keberadaan. Tujuan ini
terkait dengan apakah jumlah yang dimasukkan dalam laporan keuangan
memang semestinya dimasukkan dalam laporan keuangan tersebut.
16. Jelaskan bagaimana asersi manajemen, tujuan umum audit saldo, dan tujuan
khusus audit saldo dikembangkan untuk sebuah saldo akun seperti piutang usaha.
Jawab :
a. Asersi manajemen : keterjadian, tujuan umum audit saldo : keterjadian, tujuan
khusus audit : piutang usaha yang telah dibukukan adalah untuk transaksi
pengiriman barang secara kredit bukan kepada pembeli fiktif.
b. Asersi manajemen : kelengkapan, tujuan umum audit saldo : kelengkapan,
tujuan khusus audit : transaksi piutang usaha yang telah dibukukan.
c. Asersi manajemen : keakurasian, tujuan umum audit saldo : keakurasian,
tujuan khusus audit : piutang usaha yang telah dibukukan adalah untuk jumlah
barang yang telah dikirim dan telah difaktur serta dibukukan dengan benar.
d. Asersi manajemen : penggolongan, tujuan umum audit saldo : penggolongan,
tujuan khusus audit : transaksi piutang usaha telah digolongkan dengan benar.

65 | A u d i t i n g
e. Asersi manajemen : pisah batas, tujuan umum audit saldo : ketepatan waktu,
tujuan khusus audit : transaksi piutang usaha dibukukan pada tanggal yang
tepat.
17. Sebutkan empat tahapan dalam pengauditan. Apakah hubungan antara keempat
tahapan tersebut dengan tujuan audit laporan keuangan.
Jawab :
a. Empat tahapan dalam pengauditan :
 Perencanaan dan perancangan suatu pendekatan audit.
 Pengujian pengendalian dan pengujian substantif golongan transaksi.
 Penerapan prosedur analitis dan pengujian rinci atas saldo.
 Penyelesaian audit dan penerbitan laporan audit.
b. Hubungan antara keempat tahapan tersebut dengan tujuan audit laporan
keuangan adalah perencanaan dan perancangan suatu pendekatan audit
berhubungan dengan diperolehnya bukti-bukti terpercaya dalam laporan
keuangan. Pengujian pengendalian dan pengujian substantif golongan transaksi
berhubungan dengan tujuan audit atas transaksi dalam laporan keuangan.
Penerapan prosedur analitis dan pengujian rinci atas saldo berhubungan
dengan tujuan audit atas saldo akun dalam laporan keuangan. Penyelesaian
audit dan penerbitan laporan audit berhubungan dengan tujuan audit atas
terpenuhinya keempat tahapan audit dalam mengaudit laporan keuangan.

66 | A u d i t i n g

Anda mungkin juga menyukai