Anda di halaman 1dari 6

METODE PENILAIAN

Sebagaimana telah dijelaskan,menetapkan nilai persediaan akhir atau harga pokok


penjualan tidak didasarkan pada harga perolehan. Hal ini terjadi apabila ternyata
manfaat persediaan tidak sepadan dengan harga pokoknya. Sebagai contoh akibat
kerusakan fisik barang atau sebab Iainnya.Oleh karena itu,dalam menetapkan
persediaan akhir atau harga pokok penjualan

A. Harga terendah antara harga Perolehan dan Harga Pasar (Lower of Cast or Market
whicherer is Lower—LOCUM)
Kenyataan yang ada di perusahaan bahwa persediaan barang di gudang secara fisik
mengalami kerusakan sehingga manfaatnya tidak lagi sepadan dengan harga pokok
atau akibat Iainnya seperti perusahaan tingkat harga.Oleh karena itulah pada
umumnya persediaan dinyatakan sebesar harga terendah antara harga perolehan
dan harga pasarnya. Selisih penurunan tersebut diakui sebagai kerugian pada saat
terjadinya.

Sebagai gambaran dicontohkan pada perhitungan berikut ini :

(dalam ribuan rupiah)

no Jenis barang Jumlah Harga pokok Total LOCOM


unit pasar per unit (RP)
(Rp) Harga Harga
Pokok (Rp) Pasar (Rp)
1 A 500 10.000 5.000.000 4.500.000 4.500.000

2 B 400 15.000 6.000.000 8.000.000 6.000.000

3 C 200 8.000 1.600.000 1.800.000 1.600.000

4 D 300 12.000 3.600.000 2.100.000 2.100.000

16.200.000 16.400.000 14.200.000

Besar nilai persediaan akhir dengan menggunakan LOCOM sebesar Rp 14.200.000

B. Nilai Jual
Terhadap produk yang harga jual dapat ditentukan secara pasti, tetapi harga
perolehannya sulit ditetapkan,maka nilai persediaan ditetapkan sebesar harga jual
dikurangi taksiran biaya-biaya penjualan yang dapat terjadi. Metode ini dIgunakan
untuk menetapkan persediaan produk pertanian atau logam mulia.

Akuntansi Pajak
Sebagaimana dijelaskan,berfluktuasinya barang jadi atau bahan baku sebagai arus
masuk dan arus keluar menimbulkan harga juga yang berfluktuasi. sehingga
menimbulkan juga persoalan penilaian persediaan di dalam harga pokok penjualan.
Dan sisi praktik akuntansi komersiaI dan akuntansi pajak, tidak ada perbedaan
prinsip dalam metode pencatatannya,sehingga metode pencatatan yang dapat
digunakan adalah Sistem Perpetual, baik rata-rata maupun FIFO, atau metode
pencatatan fiskal(kolektif) yang telah dijelaskan dalam penjelasan Pasal 10 ayat (6)
Undang- Undang Pajak Penghasilan. Namun demikian mengacu pada batang tubuh
Pasal 10 ayat (6) Undang Undang Pajak Penghasilan tersebut hahwa persediaan dan
pemakaian,persediaan untuk menghitung harga pokok dinilai berdasarkan harga
perolehan:

1.dilakukan secara rata rata


2.dengan cara mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama.

Menetapkan besarnya nilai persediaan atau nilai pemakaian persediaan,menurut


praktik akuntansi pajak dengan tegas hanya dua pilihan yang diperkenankan
dibandingkan dengan praktik akuntansi komerslal yang mempunyai lebih banyak pilihan
dalam hal penggunaan metode penilaian persediaan juga disyaratkan adanya taat asas.

Perhitungan menggunakan metode rata-rata atau FIFO dapat dipelajari pada


contoh penghitungan sebagaimana telah disampaikan pada praktik akuntansi Komersial
Masalah pelaporan persediaan, sebagaimana telah diatur dalan PSAK no 14 tahun 2009
bahwa persediaan dalam neraca dinyatakan sebesar harga pokok atau perolehan atau
dinyatakan berdasarkan:

1. Harga terendah antara harga pokok dan harga pasar


2. Harga jual

Untuk kepentingan penghitungan Pajak Penghasilan, pasal 10 ayat (6) Undang-


undang pajak penghasilan menyatakan bahwa persediaan harus dinilai berdasarkan
harga perolehan .Oleh karena itu,apabila Wajib Pajak melakukan penilaian berdasarkan
metode selain harga perlehan,maka diperlukan penyesuaian(adjustment).Dengan
demikian waib pajak yang melakukan penilaian berdasarkan harga jual produk tidak
sesuai dengan undang-undang pajak.Harus mengacu kembali pada ketentuan undang-
undang pajak,yaitu harga perolehan sebagai dasar penilai persediaan.Selanjutnya
karena,UU pajak penghailan mengatur pula hbungan istimewa antara pihak penjual dan
pembeli,sehingga apabila ternyata terdapat hubungan istimewa,maka perlu sesuai
dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipegaruhi oleh hubungan istimewa
sebagaimana yang dimanatkan pasal 18 ayat (3) UU Pajak Penghasilan

Penetapan besarnya, nilai persediaan atau nilai pemakaian menjadi sangat penting
karena berpengaruh ke harga pokok produksi.Cara penilaian yang berbeda pada
akhirnya akan mempengaruhi besarnya penghasilan kena pajak.

Beberapa kebiasaan bisnis yang dapat terjdi bahwa Wajib Pajak membuat
perjanjian pembelian dengan harga tetap. walaupun kenyataannya mncul perubahan
harga. perubahan yang dapat terjadi berupa penurunan harga pasar, sehingga kerugian
diakui pada saat terjadinya penurunan harga, walaupun barang tersebut belum
diserahkan. Sebagai contoh, pada bulan Desember 2011 PT baruna melakukan
pembelian barang dengan perjanjian scperti di atas dengan harga pembelian
Rp300.000.000,00. Barang tersebut diterima pada bulan Maret tahun 2012 dan pada
bulan Desember tahun 2011 harga turun menjadi Rp 100.000.000,00. Sesuai praktik
akuntansi komersial. kerugian sebesar Rp 200.000.000,00 dibebankan sebagai kerugian
tahun 2007 dengan ayat jurnai:

Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)

Kerugian Pembelian Harga 200.000.000,00

Persediaan 200.000.000,00

Praktik akuntansi pajak tidak mengakui kerugian sebesar Rp 200.000.000,00 karena


pajak melihat fakta riil (nyata-nyata) dan tidak menerima antisipasi kerugian Pajak akan
mengakui sebagai kerugian apabila barang yang dijual tersebut yang memang benar-
benar mengalami kerugian.

Perbedaan harga pokok karena dasar penilaian persediaan dan pengukuran harga
pokok barang yang dijuaI akan mengakibatkan perbedaan nilai persediaan pada aset
lancar dan harga pokok barang yang dltetapkan sebagai pengurang penghasilan
Kedua bagian inilah, yaitu Persediaan dan Harga Pokok Barang, menjadi penyebab
terjadinya perbedaan waktu(time difference)yang memunculkan beban dan/atau
kewajiban pajak tangguhan ataupun memunculkan adanya manfaat dan pajak
tangguhan. Kejdian yang lebih mencolok apabila harga pokok persediaan selalu
mengalami perubahan. Dari sisi undang-undang Pajak Penghasilan juga berbeda dalam
metode penilaian persediaan yang digunakan dIbandng (SAK). Perbedaan tersebut
dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Data mutasi barang dagangan PT Maju Tahun 2010,2011,dan 2012 secara rinci :

No Keterangan Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012

Unit Harga/unit Unit Harga/unit Unit Harga/unit


(Rp) (Rp) (Rp)
1 Persediaan awal - - 3.000 4.000

2 Pembelian ke-1 4.000 10.000 2.000 17.000 3.500 20.000

3 Pembelian ke-2 4.000 15.000 3.000 20.000 2.000 25.000

4 Penjualan ke-1 3.000 2.000 2.500

5 Penjualan ke-2 2.000 2.000 4.000

6 Persediaan akhir 3.000 4.000 3.000

Persediaan menggunakan metode LIFO dalam penilaian persediaan dan memilih


menggunakan metode FIFO dalam penilaian persediaan untuk kepentingan fiskal.Harga
jual setiap unit sebesar Rp 30.000,00 untuk tahun 2010,Rp 40.000,00 utuk tahun
2011,dan Rp 50.000,00 untuk tahun 2012
2. Perhitungan harga pokok Barang yang Dijual
a. Menggunakan metode LIFO
No Keterangan Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012
(Rp) (Rp) (Rp)
1 Persediaan awal - 30.000 47.000
2 Pembelian ke-1 40.000 34.000 70.000
3 Pembelian ke-2 60.000 60.000 50.000
4 Barang tersedia untuk 100.000 124.000 167.000
dijual
5 Persediaan aktif (30.000) (47.000) (30.000)
6 Harga pokok barang 70.000 77.000 137.000
dijual
Perhitungan persediaan akhir :
1) Persediaan akhir tahun 2010 = 3.000 x Rp 10.000,00 = Rp 30.000.000,00
2) Persediaan akhir tahun 2011 = 3.000 x Rp 10.000,00 = Rp 30.000.000,00
1.000 x Rp 17.000,00 = Rp 17.000.000,00

Rp 47.000.000,00
3) Persediaan akhir tahun 2012 = 3.000 x Rp 10.000,00 = Rp 30.000.000,00
b. Menggunakan metode FIFO
No keterangan Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012
(Rp) (Rp) (Rp)
1 Persediaan awal - 45.000 62.000
2 Pembelian 40.000 34.000 70.000
3 Pembelian 60.000 60.000 50.000
4 Barang Tersedia Untuk Dijual 100.000 109.000 182.000
5 Persediaan akhir (45.000) (77.000) (70.000)
6 Harga pokok Barang Dijual 55.000 62.000 112.000
Perhitungan persediaan akhir :
1. Persediaan akhir tahun 2010 = 3.000 x Rp 15.000 = Rp 45.000.000,00
2. Persediaan akhir tahun 2011 = 1.000 x Rp 17.000 = Rp 17.000.000,00
3.000 x Rp 20.000 = Rp 60.000.000,00
= Rp 77.000.000,00
3. Persediaan akhir tahun 2012 = 1.000 x Rp 20.000 = Rp 20.000.000,00
2.000 x Rp 25.000 = Rp 50.000.000,00
Rp 70.000.000,00
c. Peghitungan laba kotor penjualan untuk laporan keuangan komersial
No Keterangan Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Total
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp)
1 Hasil penjualan 150.000 160.000 325.000 635.000
2 Harga pokok barang dijual (70.000) (77.000) (137.000) (284.000)
3 Laba kotor 80.000 83.000 188.000 351.000

d. Penghitngan laba kotor penjualan untuk laporan keuangan fiskal


No Keterangan Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Total
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp
1 Hasil penjualan 150.000 160.000 325.000 635.000
2 Harga pokok barang dijual (55.000) (62.000) (112.000) (229.000)
3 Laba kotor 95.000 98.000 213.000 406.000

e. Gambaran aset pajak tangguhannya tampak tahun 2010


No keterangan Laba komersial Laba fiskal Selisih
1 Laba sebelum pajak 30.000 95.000 (15.000)
2 Pajak penghasilan kini 11.750 11.750 0
3 Manfaat pajak tangguhan 1.500 0 1.500
4 Beban pajak penghasilan 10.250 11.750 (1.500)
5 Laba bersih 69.750 83.250 (13.500)
6 PPh terutang 11.750 11.750 0
7 Aset pajak tangguhan 1.500 0 1.500

Apabila diperhatikan,laba kotor sesuai laporan keuangan fiskal lebih besar dibanding
laba kotor sesuai laporan keuangan komersial bertrut di tahun 2010, 2011, 2012.Beban
pajak penghasilan juga menjadi lebih besar. Perbedaan-perbedaan sebagai perbedaan
waktu yang dapat dikurangkan yan diakuinya sebaai aset pajak tanguhan dalam masa-masa
terseut seperti yang digambarkan dalam tahun 2010 dan tahun 2011 dan seterusnya

Aset pajak tangguhan = 10% x Rp 15.000.000,00 = Rp 1.500.000,00 pengakannya pada


akhir tahun 2010 dengan ayat jurnal

Tgl Keterangan Debit (Rp) Kredit (Rp)

31 des 2010 beban pajak penghasilan 10.250.000

aset pajak tangguhan 1.500.000

pajak penghasilan kini 11.750.000

Uraian tersebut dalam cara yang sama pada butir “e” akan menghasilkan perhitungan
untuk tahun 2010 dan 2011 sebagai berikut

No Keterangan Tahun 2010 Tahun 2011

akuntansi fiskal akuntansi fiskal


1 Laba sebelum pajak 83.000 98.000 188.000 213.000

2 Pajak penghasilan kini 12.200 12.200 46.400 46.400

3 Pajak tangguhan 1.500 0 2.500 0

4 Beban pajak penghasilan 10.700 12.200 43.900 46.400

5 Laba bersih 72.300 85.800 144.100 0

6 PPh terutang 12.200 12.200 46.400 46.400

7 Aset pajak tangguhan 1.500 0 2.500 0

Ketentuan yang menyangkut akuntansi persediaan untuk kepentingan akuntansi


komersial berlaku untuk kepetingan fiskal Undang-undang Pajak Penghasilan tidak
mewajibkan menggunakan metode fisik sebagai dasar perhitungannya, tetapi menyarankan
untuk menggunakan metode perpetual.

Sebagian telah dijelaskan sebelumnya bahwa Standar Akuntansi Keuangan (SAK)


memberlakukan alternatif dasar penilaian persediaan, yaitu metode harga perolehan (cost
method) dan metode harga yang terendah antara harga perolehan dan harga pasar.Undang-
Undang Pajak Penghasilan memberlakukan satu metode, yaitu nilai perolehan. Dasar ini
menimbulkan perbedaan waktu yang memunculkan pajak tangguhan pada neraca komersial

Dalam perusahaan industri alokasi biaya dapat digunakan metode harga pokok penuh
(full costing) atau menggunakan variabel costing. Penggunaan metode harga pokok penuh
dapat digunakan biaya standar setiap terjadi penyimpangan akan teralokasi ke harga pokok
penjualan. Namun, undang-undang Pajak Penghasilan ini tidak memperkenankan biaya
produksi tidak langsung sebagai beban periode. Demikian halnya menghapuskan nllai
persediaan tidak diperkenankan, kecuali apabila nilaii persediaan tersebut nyata-nyata
secara fisik tidak dapat dijual atau digunakan dalam kegiatan perusahaan (defect) yang biasa
dikategorikan rusak atau usang.

Anda mungkin juga menyukai