Anda di halaman 1dari 14

BAB.

6
PERSEDIAAN (INVENTORY)

PENGERTIAN

Menurut PSAK No. 14 persediaan adalah aktiva yang tersedia untuk


dijual dalam kegiatan usaha normal, dalam proses produksi atau dalam
perjalanan, atau dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk
digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.
Pada saat dilakukan pembelian, persediaan dicatat sebesar harga
perolehan yang meliputi ; harga beli, PPN yang tidak dapat dikreditkan,
biaya pengangkutan, dan biaya lainnya yang secara langsung dapat
diatribusikan pada perolehan sampai persediaan tersebut bisa dijual atau
dipergunakan.
Harga perolehan persediaan yang diproduksi sendiri meliputi biaya
bahan langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead .Biaya
overhead produksi meliputi biaya overhead tetap dan overhead variable yang
dialokasikan secara sistematis. Biaya overhead produksi tetap merupakan
biaya produksi tidak langsung yang relative konstan, tanpa terpengaruh oleh
volume produksi, seperti penyusutan bangunan dan peralatan pabrik, biaya
manajemen dan administrasi pabrik. Biaya overhead produksi variable
adalah biaya yang berubah seiring dengan perubahan volume produksi,
seperti bahan tidak langsung dan biaya tenaga kerja tidak langsung.
Proses produksi yang menghasilkan banyak produk, biaya overhead
ini jika tidak dapat diidentifikasikan secara terpisah kesetiap jenis produk
maka dialokasikan kesetiap produk secara rasional dan konsisten.
Pengalokasian biaya ini dapat dilakukan berdasarkan perbandingan harga
jual atau berdasarkan dasar lain yang logis seperti volume produk, lamanya
waktu proses produksi dan sebagainya.

PENCATATAN PERSEDIAAN

Pencatatan persediaan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu system


buku (perpetual inventory system) dan system phisik (physical inventory
system). Sistem phisik pembelian dengan mendebet rekening pembelian dan
mencatat penjualan dengan mengkredit rekening penjualan.Kelemahan
penggunaan system ini adalah tidak diketahuinya jumlah persedian setiap
saat tanpa dilakukan perhitungan persediaan secara phisik (stock opname)
terlebih dahulu.System buku mencatat pembelian dengan mendebet rekening
persediaan dan mencatat penjualan dengan mengkredit rekening penjualan
dan rekenin persediaan.Penggunaan system buku dalam mencatat persediaan

50
mengakibatkan dapat diketahuinya saldo persediaan setiap saat tanpa harus
melakukan perhitungan persediaan secara phisik.

Contoh 1: Pembelian barang dagang


PT. Kasang Makmur pada tanggal 5 Maret 2012 membeli barang
dagang berupa tepung terigu sebanyak 10 ton dengan harga perton Rp.
500.000. PPN 10%, biaya angkut dan bongkar Rp. 1.000.000.
Pada tgl 10 Maret 2012 dijual 4 ton tepung terigu dengan harga Rp. 700.000
perton, PPN 10%.

Pencatatan pada PT. Kasang Makmur


Physical Inventory System Perpetual Inventory System

5/3/2012. Pembelian 5/3/2012. Pembelian


Pembelian 6.000.000 Persd.brg. dagang 6.000.000
PPN Masukan 500.000 PPN Masukan 500.000
Kas .6.500.000 Kas 6.500.000

10/3/2012 Penjualan 10/3/2012 Penjualan


Kas 3.080.000 Kas 3.080.000
PPN Keluaran 280.000 PPN Keluaran 280.000
Penjualan 2.800.000 Penjualan 2.800.000

HPP 2.400.000
Persd. brg dagang 2.400.000

H P P = Harga pokok penjualan


= 4 ton x Rp. 600.000
= Rp. 2.400.000

Harga perolehan persediaan barang dagang :


Pembelian = 10 ton x Rp. 500.000 = Rp. 5.000.000
Biaya angkut dan bongkar = Rp. 1.000.000
--------------------- +
Jumlah harga perolehan = Rp. 6.000.000
PPN = 10 % x Rp. 5.000.000 = Rp. 500.000
---------------------- +
Jumlah pembayaran = Rp. 6.500.000

Harga perolehan per ton = Rp. 6.000.000 : 10 ton = Rp. 600.000

Pencatatan persediaan dengan menggunakan system periodic perlu


dilakukan perhitungan secara phisik untuk dapat diketahui jumlah persediaan

51
pada akhir periode tertentu.Tanpa perhitungan phisik laporan keuangan tidak
bisa disusun karena tidak ada pencatatan mutasi persediaan.Pencatatan
dengan system perpetual mutasi persediaan selalu dicatat dalam rekening
persediaan sehingga jumlah persediaan setiap saat dapat diketahui.Meskipun
begitu perhitungan secara phisik tetap perlu dilakukan untuk mengetahui
jumlah persediaan yang sebenarnya, sebab bisa saja terjadi saldo persediaan
menurut catatan perpetual berbeda dengan jumlah yang sebenarnya.Jika
terdapat perbedaan saldo persediaan dalam catatan perpetual dengan hasil
perhitungan phisik, harus dilakukan penyesuaian untuk menurunkan nilai
persediaan.

Contoh 2 : Hasil perhitungan phisik


Berdasarkan hasil perhitungan phisik ditemukan jumlah persediaan
senilai Rp 3.500.000, sedangkan menurut catatat perpetual saldo sebesar Rp.
3.600.000 (Rp. 6.000.000 – Rp. 2.400.000), terdapat selisih sebesar Rp.
100.000.

Rugi penurunan persediaan Rp. 100.000


Persediaan barang dagang Rp. 100.000

PENENTUAN HARGA POKOK

Penentuan nilai persediaan yang dibebankan ataupun dilaporkan


dalam neraca dapat dilakukan dengan beberapa metode :
a. Metode identifikasi khusus
b. Metode masuk pertama keluar pertama (Firs in First out)
c. Metode rata-rata tertimbang (average)

Contoh 3 : Penilaian persediaan


PT. Aman Jaya sebuah perusahaan enceran memiliki transaksi
penjualan dan pembelian barang dagang sebagai berikut :

Tgl Keterangan Unit Harga Jumlah


01/3/2012 Saldo awal 10 Rp. 1.200 Rp. 12.000
04/3/2012 Penjualan 8 Rp. 1.800 Rp. 14.400
20/3/2012 Pembelian 15 Rp. 1.300 Rp. 19.500
25/3/2012 Pembelian 20 Rp. 1.400 Rp. 28.000
30/3/2012 Penjualan 17 Rp. 2.000 Rp. 34.000

52
METODE IDENTIFIKASI KHUSUS

Metode identifikasi khusus mengidentifikasikan biaya persediaan


sesuai dengan persediaannya. Sebuah persediaan tidak dibebani dengan
biaya persediaan yang lain, misalkan mobil Toyota Camry tidak dibebani
dengan Toyota Inova. Metode ini digunakan pada entitas yang memiliki
persediaan yang sedikit dan bernilai besar, misalkan pada perusahaan
penjualan kendaraan bermotor. Penggunaan system perpetual maupun
system physical akan menghasilkan nilai persediaan akhir, harga pokok
penjualan, dan laba kotor yang sama karena nilai persediaan dikaitkan
dengan barang yang bersangkutan, bukan dengan barang yang lain.
Berdasarkan ilustrasi diatas dimisalkan bahwa penjualan yang
dilakukan pada tanggal 4 Maret 2012 adalah barang yang tersedia pada
tanggal 1 Maret 2012, penjualan pada tanggal 30 Maret adalah persediaan
yang dibeli pada tanggal 25 Maret 2012, maka perhitungan nilai
persediaan akhir dan harga pokok penjualan sebagai berikut :

Kartu Persediaan
Tgl Pembelian Penjualan Rp Saldo Rp
1/3 10 @ Rp.1.200 = 12.000
4/3 8 @ Rp.1.200 2 @ Rp.1.200 = 2.400
= 9.600
20/3 15 @ Rp.1.300 2 @ Rp.1.200 = 2.400
= 19.500 15 @ Rp.1.300 = 19.500
25/3 20 @ Rp.1.400 2 @ Rp.1.200 = 2.400
= 28.000 15 @ Rp.1.300 = 19.500
20 @ Rp.1.400 = 28.000
30/3 17 @ Rp.1.400 2 @ Rp.1.200 = 2.400
= 23.800 15 @ Rp.1.300 = 19.500
3 @ Rp.1.400 = 4.200

Penjualan Rp. 48.400


Harga pokok penjualan :
Persediaan awal Rp. 12.000
Pembelian Rp. 47.500
-------------- +
Persediaan tersedia untuk dijual Rp. 59.500
Persediaan akhir Rp. 26.100
-------------- -
Harga pokok penjualan Rp. 33.400
--------------- -
Laba kotor Rp. 15.000

53
METODE MASUK PERTAMA KELUAR PERTAMA (First in First
out)

Metode ini mengasumsikan barang yang pertama kali dibeli juga


pertama kali dijual.Barang-barang yang pertama kali dijual dibebani
dengan harga pokok barang yang pertama kali dibeli.Metode ini
mempunyai kelemahan yaitu harga hula saat ini dibebani dengan harga
pokok pada masa lalu. Jika terjadi kenaikan harga maka laba akan tercatat
lebih besar dari yang seharusnya. Sedangkan keuntungan metode ini
adalah dicatatnya persediaan akhir sebesar harga yang menunjukan harga
yang terakhir hingga menunjukan nilai yang sebenarnya jika tidak terjadi
kenaikan harga mulai dari tanggal pembelian terakhir sampai pada tanggal
neraca. Sebaliknya laba akan tercatat lebih kecil jika terjadi penurunan
harga.

Contoh 4 : Berdasarkan contoh 3


Tgl Keterangan Unit Harga Pokok Jumlah
01/3/012 Saldo awal 10 Rp. 1.200 Rp. 12.000
04/3/012 Penjualan 8 Rp. 1.800 Rp. 14.400
20/3/012 Pembelian 15 Rp. 1.300 Rp. 19.500
25/3/012 Pembelian 20 Rp. 1.400 Rp. 28.000
30/3/012 Penjualan 17 Rp. 2.000 Rp. 34.000

Kartu Persediaan
Tgl Pembelian Penjualan Saldo
1/3/012 10 @ Rp.1.200 =12.000
4/3/012 8 @ Rp.1.200 = 2 @ Rp.1.200 = 2.400
9.600
20/3/012 15 @ Rp.1.300 = 2 @ Rp.1.200 = 2.400
19.500 15 @ Rp.1.300 = 19.500
25/3/012 20 @ Rp.1.400 = 2 @ Rp.1.200 = 2.400
28.000 15 @ Rp.1.300 = 19.500
20 @ Rp.1.400 = 28.000
30/3/012 2 @ Rp.1.200 = 20 @ Rp.1.400 = 28.000
2.400
15 @ Rp.1.300 =
19.500
Jumlah 47.500 31.500 28.000

54
Laporan laba/Rugi
Periode 2012
Penjualan Rp. 48.400
Harga pokok penjualan :
Persediaan awal Rp. 12.000
Pembelian Rp. 47.500
-------------- +
Persediaan tersedia untuk dijual Rp. 59.500
Persediaan akhir Rp. 28.000
-------------- -
Harga pokok penjualan Rp. 31.500
--------------- -
Laba kotor Rp. 16.900

METODE RATA-RATA

Pencatatan dengan Perpetual Inventory System

Harga pokok rata-rata dihitung setiapkali terjadi pembelian sehinga


setiap kali ada pembelian maka akan menyebabkan perubahan harga rata-
rata dan harga pokok persediaan. Sistem ini dibuat dengan menggunakan
kartu persediaan seperti dibawah ini.

Contoh 5 : Berdasarkan contoh 3


Tgl Pembeliaan Unit Harga Jumlah
01/3/2012 Saldo awal 10 Rp. 1.200 Rp. 12.000
04/3/2012 Penjualan 8 Rp. 1.800 Rp. 14.400
20/3/2012 Pembelian 15 Rp. 1.300 Rp. 19.500
25/3/2012 Pembelian 20 Rp. 1.400 Rp. 28.000
30/3/2012 Penjualan 17 Rp. 2.000 Rp. 34.000

Kartu Persediaan
Tgl Pembelian Penjualan Saldo
1/3/012 10 @ Rp.1.200 =Rp.12.000
4/3/012 8 @ Rp.1.200 = 2 @ Rp.1.200 = Rp.2.400
Rp. 9.600
20/3/012 15 @ Rp.1.300 = 17 @ Rp.1.288 = Rp.21.900
Rp.19.500
25/3/012 20 @ Rp.1.400 = 37 @ Rp.1.348,65 = Rp.49.900
Rp.28.000
30/3/012 17 @ Rp.1.348,65 20 @ Rp.1.348,65 = Rp.26.973
= Rp.22.927
Jumlah 47.500 32.527 26.973

55
Pencatatan dengan system perpetual menghasilkan persediaan akhir
sebesar Rp. 26.973 dan harga pokok penjualan sebesar Rp.32.527 yaitu
Rp. 9.600 ditambah Rp. 22.927

Pencatatan Dengan System Physical

Harga pokok rata-rata dicari dengan cara membagi persediaan


yang tersedia untuk dijual dengan kuantitas persediaan. Persediaan akhir
ditentukan dengan mengalikan harga pokok rata-rata dengan kuantitas
persediaan yg masih tersisa diakhir periode tertentu. Sedangkan harga
pokok penjualan diperoleh dengan cara mengurangkan persediaan yang
tersedia untuk dijual dengan persediaan akhir yang telah dihitung
sebelumnya.

Tgl Pembelian Harga per kg Total


1/3/012 10 kg Rp. 1.200 Rp. 12.000
20/3/-12 15 kg Rp. 1.300 Rp. 19.500

25/3/012 20 kg Rp. 1.400 Rp. 28.000


Total 45 kg Total Rp.59.500

Rp. 59.500
Harga perolehan rata-rata = ----------------- = Rp. 1.322,22
45
Nilai Persediaan akhir = 20 kg x Rp. 1.322,22 = Rp. 26.444

Laporan Laba/Rugi
Periode 2012

Penjualan Rp. 48.400


Harga pokok penjualan :
Persediaan awal Rp. 12.000
Pembelian Rp. 47.500
-------------- +
Persediaan tersedia untuk dijual Rp. 59.500
Persediaan akhir Rp. 26.444
-------------- -
Harga pokok penjualan Rp. 33.056
--------------- -
Laba kotor Rp. 15.344

56
Perbandingan, persediaan akhir dan harga pokok penjualan berdasarkan
pencatatan dengan Perpetual Inventory System dan Physical Inventory
System sebagai berikut :

Persediaan akhir
Identifikasi Khusus MPKP Rata-Rata
Perpetual System Rp.26.100 Rp. 28.000 Rp. 26.973
Physical System Rp. 26.100 Rp. 28.000 Rp. 26.444

Harga pokok penjualan


Identifikasi Khusus MPKP Rata-Rata
Perpetual System Rp.33.400 Rp. 31.500 Rp. 32.527
Physical System Rp33.400 Rp. 31.500 Rp. 33.056

METODE TAKSIRAN

1) Metode Laba Kotor


Penentuan nilai persediaan yang habis terbakar dapat dilakukan
dengan menggunakan laba kotor sebagai dasar penentuan klaim ke
asuransi.Metode ini dapat juga digunakan untuk menguji keandalan
pencatatan persediaan dengan system perpetual dan physical. Penggunaan
metode ini akan mengalami kesulitan jika setiap persediaan mempunyai
laba kotor yang berbeda.
Contoh 6: Metode laba kotor
Persediaan barang dagang awal Rp. 10.000
Pembelian neto Rp. 50.000
Penjualan Rp. 40.000
Berapakah besarnya persediaan barang dagang akhir, jika :
a) Laba kotor 20% dari penjualan

Untuk menentukan besarnya persediaan akhir haruslah dihitung terlebih


dahulu besarnya harga pokok penjualan.

57
Laporan Laba/Rugi

Penjualan = xxxx
Harga pokok penjualan :
Persediaan awal = xxxx
Pembelian neto = xxxx
------- +
Persediaan untuk dijual = xxxx
Persediaan akhir = xxxx
------- -
Harga pokok penjualan = xxxx
------- -
Laba kotor = xxxx

Berarti besarnya harga pokok penjualan adalah :


= penjualan – Laba kotor
= 100% - 20%
= 80%

Persediaan tersedia untuk dijual = 10.000 + 50.000 = 60.000


Taksiran harga pokok penjualan = 80% x 40.000 = 32.000
---------- -
Taksiran nilai persediaan akhir = 28.000

b) Laba kotor 20% dari harga pokok penjualan


Penjualan = Harga pokok penjualan + laba kotor
= 100% + 20%
= 120%
Persediaan tersedia untuk dijual = 10.000 + 50.000 = 60.000

Penjualan = 40.000
Taksiran laba kotor = 20/120 x 100% x 40.000 = 6.667
---------- -
Taksiran harga pokok penjualan = 33.333
---------
-
Taksiran nilai persediaan akhir = 26.667

2) Metode Harga Enceran

Usaha retail yang mempunyai banyak barang dan belum


menggunakan system computer akuntansi akan kesulitan untuk mentukan

58
nilai persediaan akhirnya pada akhir suatu periode, apalagi kalau harus
diketahui setiap akhir bulan, karena hamper mustahil dilakukan
perhitungan phisik setap bulannya. Pencatatan persediaan dengan
menggunakan perpetual inventory system juga akan sulit dilakukan, maka
cara yang praktis adalah menggunakan physical inventory sustem.
Penggunaan metode harga enceran dapat digunakan untuk keluar dari
kesulitan menentukan nilai persediaan akhir untuk usaha retail yang
mempunyai banyak jenis persediaan ini.Metode harga enceran ini
memungkinkan diketahuinya jumlah persediaan akhir tanpa harus
melakukan perhitungan secara phisik (stock opname). Metode ini dapat
digunakan untuk :
a) Menaksir jumlah persediaan barang untuk penyusunan laporan
keuangan jangka pendek.
b) Mempercepat perhitungan fisik, karena jumlah yang dihitung
dicantumkan harga jualnya, maka untuk menentukan harga pokoknya
ialah mengalikan nilai persediaan dengan presentase harga pokok.
Nilai persediaan adalah mengalikan jumlah phisik persediaan dengan
harga jualnya.
Berikut ini langkah-langkah penentuan nilai persediaan akhir :
1. Tentukan nilai persediaan yang tersedia untuk dijual pada harga jual
dan harga pokok dengan cara menambahkan nilai persediaan awal
pada harga enceran dan harga pokok dengan nilai pembelian neto.
2. Mencari nilai persediaan akhir pada harga enceran dengan cara
mengurangi nilai persediaan yang tersedia dijual pd harga enceran
dengan penjualan.
3. Mencari presentase harga pokok dengan cara membagi nilai
persediaan yang tersedia untuk dijual pada harga pokok dengan
persediaan tersedia untuk dijual pada harga jual dikalikan 100%.
4. Penentuan nilai persediaan akhir pada harga pokok dengan cara
mengalikan presentase harga pokok dengan persediaan barang akhir
pada harga enceran.
5.
Contoh 7: Metode harga enceran
Harga enceran Harga pokok
Persediaan barang awal 400.000 350.000
Pembelian neto 1.000.000 850.000
-------------- -------------
Persediaan tersedia untuk dijual 1.400.000 1.200.000
Penjualan 1.100.000
--------------
Persediaan akhir 300.000

59
1.200.000
Presentase harga pokok = ------------------- x 100% = 86%
1.400.000
Persediaan akhir pada harga pokok = 86% x Rp. 300.00 = Rp.258.000

HARGA PEROLEHAN DAN NILAI REALISASI BERSIH

Persediaan dinilai sebesar harga terendah antara harga


perolehan(cost) dengan nilai realisasi bersih (net realizable value). Nilai
realisasi bersih adalah perkiraan harga jual dikurangi dengan perkiraan biaya
yang masih dibutuhkan untuk menyelesaikannya barang tersebut ditambah
biaya yang dibutuhkan untuk menjualnya.Penggunan nilai realisasi bersih
apabila nilai persediaan yang diukur dengan harga perolehan seperti
identifikasi khusus, masuk pertama keluar pertama, dan metode rata-rata
lebih tinggi dari nilai realisasi bersihnya.Sebaliknya jika nilai realisasi
bersihnya lebih tinggi daripada harga perolehannya digunakan metode harga
perolehan untuk menilai persediaan akhir.
Penggunaan metode yang terendah antara nilai realisasi bersih
dengan harga perolehan (Cost or Net realizable value is lower),
menyebabkan diakui adayanya kerugian akibat lebih rendahnya nilai realisasi
bersih dibandingkan harga perolehannya, karena persediaan akan dicatat
pada nilai realisasi bersih., sebaliknya tidak ada pengakuan keuntungan jika
nilai realisasi bersih lebih tinggi daripada harga perolehannya karena
persediaan tetap dicatat sebesar harga perolehannya. Penggunaan metode ini
dalam penilaian persediaan mengacu kepada prinsip dasar konservatif yang
mengakui adanya kerugian yang belum direalisasikan dan tidak mengakui
adanya laba yang juga belum direalisasikan.

Contoh 7: Penggunaan metode terendah antara nilai realisasi bersih dengan


harga perolehan

60
Terendah antara Cost dan NRV
Barang Cost NRV Perjenis Kelompok Total
Elektonik :
TV 20.000 25.000 20.000
DVD 15.000 12.000 12.000
Laptop 18.000 15.000 15.000
Jumlah 53.000 52.000 52.000
Meubel :
Lemari 30.000 26.000 26.000
Meja 25.000 28.000 25.000
Kursi 20.000 24.000 20.000
Jumlah 75.000 78.000 75.000
Total
125.000 130.000
125.000
Nilai persediaan
118.000 127.000 125.000

Nilai persediaan akhir bisa menggunakan nilai per jenis, per


kelompok, ataupun nilai secara keseluruhan.Karena nilai ketiga pilihan itu
berbeda maka berakibat pada perbedaan laba rugi maupun perbedaan jumlah
aktiva didalam neraca.

Jurnal penyesuaian diakhir periode

a. Jika digunakan nilai terendah per jenis


Kerugian penurunan nilai persediaan 7.000
Cadangan penurunan nilai 7.000

b. Jika nilai terendah per kelompok


Kerugian penurunan nilai persediaan 1.000
Cadangan penurunan nilai 1.000

SYARAT JUAL BELI

Pada saat pembelian dilakukan, perusahaan terikat dengan


persyaratan yang telah disepakati dengan sipenjual, misalkan tentang
besarnya potongan pembelian yang diberikan jika pembayaran dilakukan
pada masa potongan, dan juga tentang penentuan siapa yang akan membayar
ongkos angkut dari gudang sipenjual sampai kegudang atau ketempat
sipembeli.
Perjanjian siapa yang akan menanggung angkos angkut pembelian
akan sangat menentukan kapan waktunya pembelian diakui dan dicatat oleh
sipembeli, dan pada saat yang sama penjualpun juga akan mengakui dan

61
mencatat penjualan. Terdapat beberapa syarat jual beli yang biasa terjadi
didunia perdagangan sebagai berikut ;

1) Loko Gudang

Persaratan loko gudang ini pembeli menanggung biaya pengiriman


dari gudang sipenjual sampai barang diterima oleh pembeli. Bagi penjual
begitu barang keluar dari gudangnya maka penjualan dapat diakui, dan
pada saat yang sama pembelipun mengakui dan mencatat pembelian
yang dilakukan, walaupun barang tersebut belum sampai ditempat atau
digudang sipembeli tersebut. Segala resiko yang mungkin terjadi
terhadap barang tersebut selama dalam perjalana menjadi resiko yang
ditanggung oleh sipembeli.

2) Franco Gudang

Persaratan franco gudang, penjual yang menanggung semua biaya


angkut atau kirim mulai dari gudangnya sampai kegudang atau ketempat
sipembeli. Segala resiko yang mungkin terjadi dalam perjalanan seperti
barang hilang, rusak dan sebagainya menjadi resiko yang ditanggung si
penjual. Pembeli akan mencatat pembelian saat barang tersebut diterima
digudang atau ditempat sipembeli, dan pada saat yang sama sipenjualpun
mencatat penjualan.

3) Free on Board

Istilah ini dipergunakan untuk perdagangan luar negeri, dimana


pembeli menanggung semua biaya angkut dari pelabuhan muat penjual
sampai pelabuhan bongkar si pembeli.Penjual menanggung hanya
menanggung biaya angkut dari gudangnya sampai kepelabuhan muat.

4) Cost, Freight, and Insurance (CIF)

Persaratan ini membebankan semua biaya angkut pada pembeli dari


pelabuhan penjual sampai ketempat pembeli, termasuk asuransi kerugian
atas barang-barang tersebut.

Cohtoh 8 : Syarat jual beli


PT. Kasang Mustika di Bekasi pada tanggal 20 Februari 2013
membeli satu container barang dagang senilai Rp. 100.000 dari PT.
Minangkabau di Padang. Barang dikirimkan dari padang pada tanggal 26
Februari 2013 dengan angkutan darat. Semua ongkos angkut mulai dari

62
Padang sampai ketempat PT. Kasang Mustika di Bekasi sebesar Rp.
12.000.Barang sampai ditempat PT. Kasang Mustika pada tanggal 29
Februari 2013.Pembayaran dilakukan pada tanggal 1 Maret 2013.

a. Jika persaratan loko gudang

26/2/13 Pembelian barang dagang


Pembelian 100.000
Ongkos angkut 12.000
Utang dagang 112.000

30/2/13 Pembayaran utang


Utang dagang 112.000
Kas 112.000

b. Jika persaratan franco gudang

29/3/10 Pembelian barang dagang


Pembelian 100.000
Utang dagang 100.000

30/2/13 Pembayaran utang


Utang dagang 100.000
Kas 100.000

63

Anda mungkin juga menyukai