Anda di halaman 1dari 14

PENERAPAN METODA ALIRAN BIAYA PEROLEHAN PERSEDIAAN DALAM SISTEM

PERSEDIAAN PERPETUAL
Metoda aliran biaya perolehan persediaan dapat juga diterapkan pada perusahaan yang menggunakan
sistem persediaan perpetual. Kedua metoda yang telah kita bahas di atas dapat diterapkan pada
perusahaan semacam itu.Bagaimana menerapkannya? Marilah kita ikuti contoh kasus pembelian dan
penjualan radio pada Toko Elektronik Rahayu di atas.

MASUK PERTAMA KELUAR PERTAMA (MPKM)


Pada metoda MPKP perusahaan membebankan ke beban pokok penjualan, biaya perolehan persediaan
yang berasal dari barang-barang yang dibeli lebih awal yang ada dalam persediaan sebelum terjadi
penjualan. Oleh karena itu beban pokok. penjualan pada tanggal 10 September terdiri dari unit yang ada
pada tanggal 1 Januari, ditambah unit yang dibeli tanggal 15 April, dan sebagian dari unit yang dibeli
tanggal 24 Agustus. Ilustrasi di bawah ini menggambarkan bagaimana metoda MPKP diterapkan pada
perusahaan yang mengunakan sistem persediaan perpetuai(Catatan: BP=Biaya Perolehan).

Dalam situasi di atas, persediaan akhir Radio Merek "X" adalah Rp5.800.000,00 dan beban pokok
penjualan Rp6.200.000.00[(100@ Rp10.000,00)+(200@Rp11.000,00)+(250@Rp12.000,00)]
Apabila kita bandingkan dengan penerapan metoda MPKP yang menggunakan sistem periodik,ternyata
hasilnya sama. Baik dalam sistem perpetual maupun sistem periodik, biaya perolehan persediaan
Rp5.800.000,00 dan beban pokok penjualan Rp6.200.000,00.
METODA BIAYA PEROLEHAN RATA – RATA
Metoda biaya perolehan rata-rata yang diterapkan pada perusahaan yang menggunakan sistem persediaan
perpetual disebut metoda rata-rata bergerak. Dalam metoda ini perusahaan menghitung biaya rata-rata
perolehan yang baru setiap kali terjadi pembelian dengan membagi biaya berolehan barang tersedia
dijual. dengan unit yang ada dalam persediaan. Angka rata-rata tersebut kemudian diterapkan pada (1)
unit yang dijual,untuk menentukan beban pokok penjualan, (2) unit barang yang tersisa, untuk
menentukan biaya perolehan barang dalam persediaan. llustrasi berikut ini menggambarkan penerapan
metoda rata-rata bergerak pada Toko Elektronik Rahayu.

Seperti telah ditunjukkan di atas, Toko Elektronik Rahayu menghitung biaya perolehan rata-rata yang
baru setiap kali terjadi pembelian. Pada tanggal 15 April, setelah terjadi pembèlian 200 unit dengan
seharga Rp2.200.000,00, sehingga total dari 300 unit yang ada dalam persediaan memiliki biaya
perolehan sebesar Rp3.200.000,00 (Rp1.000.000,00+ Rp2.200.000,00). Biaya rata-rata per unit saat itu
menjadi Rp10.667,00 (Rp3.200.000,00 : 300). Pada tanggal 24 Agustus, setelah Toko Elektronik Rahayu
membeli lagi 300 unit seharga Rp3.600.000,00, maka dalam persediaan tersedia 600 unit dengan total
biaya perolehan Rp6.800.000,00(Rp1.000.000,00+Rp2.200.000,00+Rp3.600.000,00), sehingga biaya
rata-rata perolehan per unit menjadi Rp11.333,00 (Rp6.800.000,00 :600). Toko Elektronik Rahayu
menggunakan biaya rata-rata perolehan per unit ini untuk menghitung beban pokok perolehan atas barang
yang dijual sampai terbentuk biaya perolehan yang baru karena terjadi pembelian yang baru. Oleh karena
itu, ketika perusahaan melakukan penjualan pada tanggal 10 September sebanyak 550 unit, besarnya
beban pokok penjualan adalah Rp6.233.000,00 (550 x Rp11.333,00). Pada tanggal 27 November,
perusahaan melakukan pembelian lagi sebanyak 400 unit seharga Rp5.200.000,00, sehingga tersedia
barang untuk dijual sebanyak 450'unit dengan total biaya perolehan Rp5.767.000,00 (Rp567.000,00 +
Rp5.200.000,00) dengan biaya perolehan rata-rata per unit Rp12.816,00 (Rp5.767.000,00 :450).
Cobalah anda bandingkan dengan penerapan metoda rata-rata ini pada perusahaan yang menggunakan
sistem persediaan periodik. Hasil perhitungan biaya perolehan rata-rata per unitnya. berbeda, karena
perhitungan rata-rata pada. sistem periodik tidak dilakukan setiap kali terjadi pembelian, melainkan
dikumpulkan dulu sampai akhir periode.
CONTOH SOAL DAN PENYELESAIANNYA
PT Batevia memiliki data persediaan, pembelian dan penjualan untuk bulan Maret 2010 sebagai berikut:
Persediaan: 1 Maret 200 unit@Rp4.000,00
Pembelian: 10 Maret. 500 unit@Rp4.500,00
20 Maret 400 unit@Rp4.750,00
30 Maret 300 unit@Rp5.000,00

Rp 800.000,00
2,250.000,00
1.900.000,00
1,500.000,00
Penjualan:

15 Maret 500 unit


25 Maret 400 unit
Perhitungan fisik yang dilakukan pada tanggal 31 Maret menunjukkan jumlah persediaan yang ada
berjumlah 500 únit.
Diminta
(1) Seandainya PT Batavia menggunakan sistem persediaan periodik, tentukan biaya perolehan
persediaanyang ada pada tanggal 31 Maret dan beban pokok penjualan bulan Maret dengan menggunakan
metoda(1)MPKP, dan (2) biaya perolehan Rata-rata Tertimbang.

(2) Seandainya PT Batavia menggunakan sistem persediaan perpetual, tentukan biaya perolehan
persediaan yang ada pada tanggal 31 Maret dan beban pokok penjualan bulan Maret dengan
menggunakan. metoda (1) MPKP, dan (2) biaya perolehan Rata-rata bergerak.

PENYELESAIAN
Biaya perolehan barang tersedia di jual adalah Rp. 6.450.000,00 dengan perhitungan sebagai berikut :
Persediaan awal 200 unit @Rp. 4.000,00 = Rp. 800.000,00
Pembelian : Maret 10 500 unit @Rp. 4.500,00 = 2.250.000,00
Maret 20 400 unit @Rp. 4.750,00 = 1.900.000,00
Maret 30 300 unit @Rp. 5.000,00 = 1.500.000,00
1.400 = Rp6.450.000,00
(1) Apabila perusahaan menggunakan metoda persediaan periodik, maka biaya perolehan persediaan
akhir dan beban pokok penjualan adalah sebagai berikut:

(a) Metoda MPKP


Biaya perolehan persediaan akhir adalah:

Biaya Perolehan Total


Tanggal Unit
Per unit Biaya Perolehan

Maret 30 300 Rp5.000,00 Rp1.500.000,00


Maret 20 200 Rp4.750,00 950.000,00
Rp2.450.000

Beban pokok penjualan adalah Rp6.450.000,00-Rp2.450.000,00= Rp4.000.000,00

(b) Metoda Rata-rata Tertimbang

Biaya perolehan rata-rata per unit: Rp6.450.000,0,00 : 1.400 = Rp4.610,00

Biaya perolehan persediaan akhir adalah: 500 x Rp. 4.610,00 = Rp2.305,000.00

Beban pokok penjualan : Rp6.450.000,00 - Rp2.305.000,00= Rp4.145.000.00

(2) Apabila pérusahaan menggunakan metoda persediaan penjualan, maka biaya perolehan persediaan
akhir dan beban pokok penjualan adalah sebagai berikut :
Biaya perolehan persediaan akhir Rp. 2.450.000,00 beban pokok penjualan Rp. 2.150.000,00 + Rp.
1.850.000,00 = Rp. 4.000.000,00

(b) Metoda Rata – rata Tertimbang

Pembelian Beban Pokok Penjualan Saldo


Tanggal
Unit BP/unit Total BP") Unit BP/unit Total BP Unik BP/unit Total BP

Maret 1 200 Rp4.000 Ro800,000.00

Maret
500 Rp4.500 Rp2.250.000 700 Rp4.357 Rp3.050.000.00
10

Maret Rp2.178.500*
500 Rp4.357 200 Rp4.357 Rp871.500,0
15 )

Maret
4Q0 Rp4.750 Rp1.900.000 600 Rp4.618 Rp2.771.500,00
20

Maret Rp1.847.200*
400 Rp4.618 200 Rp4.621 Rp924.300,0
25 )

Maret
300 Rp5.000 Rp1.500.000 500 Rp4.848 Rp2.424,300,0
30

catatan :*) Pembulanan

Biaya perolehan persediaan akhir Rp2.424.300,00; Beban pokok penjualan adalah Rp2.178.500,00 +
Rp1.847.200,00 = Rp4.025.700,00.

PENYIMPANGAN DARI PRINSIP BIAYA PEROLEHAN


Di atas telah dijelaskan bahwa sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, persediaan harus
dicatat dan dilaporkan berdasarkan biaya perolehannya. Prinsip ini bisa diterapkan dengan berbagai
metoda biaya perolehan, yaitu: metoda identifikasi khusus, metoda MPKP, dan Metoda Rata-rata.
Metoda-metoda itu juga bisa. diterapkan baik pada përusahaan yang menggunakan sistem persediaan
periodik maupun sistem persediaan perpetual.
Dalam keadaan tertentu, prinsip akuntansi yang berlaku umum memberi kemungkinan untuk
menyimpang (tidak menerapkan) prinsip biaya perolehan. Hal ini terjadi apabila persediaan tidak dapat
dijual dengan harga yang lebih tinggi dari biaya perolehannya, sehingga perusahaan menderita rugi.
Keadaan demikian sering dihadapi oleh erusahaan-perusahaan yang menjual barang bertechnologi tinggi
atau Parang-barang mode (fashion). Nilai persediaan bisa turun sangat cepat Karena' perubahan dalam
technologi atau mode, Sebagai contoh. perusahaan membeli sejumlah barang dalam partai besar karena
khawatir terjadi kekosongan persediaan di masa yang akan datang seharga Rp500.000.000,00. Apa yang
dikhawatirkan perusahaan tidak terjadi. Sampai dengan akhir tahun hanya Rp200.000,000,00 yang
terjual, sehingga persediaan menumpuk di gudang. Celakanya pada akhir tahun, nilai barang tersebut
merosot sangat tajam. Diperkirakan barang yang tersisa hanya akan dapat dijual dengan harga
Rp150.000.000,00. Apakah layak kalau persediaan barang yang tersisa dilaporkan sebesar biaya
perolehannya (Rp300.000.000,00)?
Dalam situasi seperti dilukiskan di atas, perusahaan diminta untuk menyimpang dari prinsip biaya
perolehan. Apabila nilai persediaan lebih rendah dari biaya perolehannya, perusahaan harus “menurunkan
nilai" persediaan menjadi sebesar nilai bersih yang bisa direalisasi. Hal ini dilakukan dengan menilai
persediaan pada nilai yang lebih rendah antara biaya perolehan atau nilai bersih yang bisa direalisasi pada
periode ketika terjadi penurunan harga. Konsep ini merupakan contoh konsep akuntansi yang disebut
konsep pertimbangan sehat yang mengandung unsur kehati-hatian (prudence)pada saat melakukan
pertimbangan yang diperlukan dalam kondisi ketidakpastian, sehingga aset dan penghäsilan tidak
disajikan lebih tinggi dan kewajiban atau beban tidak disajikan lebih rendah.
Dálam konsep ini, nilai bersih yang bisa direalisasi berarti jumlah bersih yang diharapkan dapat diterima
perusahaan dari penjualan persediaan. Secara lebih spesifik, nilai bersih yang bisa direalisasi adalah
taksiran harga jual dalam kegiatan bisnis normal, dikurangi biaya untuk menyelesaikan dan menjual.
Perusahaan menerapkan nilai yang lebih rendah antara biaya perolehan atau nilai bersih yang bisa
direalisasi setelah terlebih dahulu menerapkan salah satu dari metoda biaya perolehan (identifikasi
khusus,MPKP, atau biaya perolehan rata-rata) untuk menentukan biaya perolehan. Sebagai contoh,
misalkan Toko Elektronik Fajar memperdagangkan empat jenis barang sebagaimana terlihat di halaman
berikut.
Perhitungan nilai yang lebih rendah antara biaya perolehan atau nilai

bersih bisa direalisasi

Nilai yang lebih rendah

Nilai Bersih Yang antara Biaya


Biaya Perolehan
Parolehan atau Nilai
Bisa Direalisast
Bersih Bisa Direalisasi

TV Layar Datar Rp60.000.000,00 Rp 55.000.000,00


Rp55.000.000,00

Radio Satelit 45.000.000,00 52.000.000,00 45.000.000,00

DVD Recorder 48.000.000,00 45.000.000,00 45.000.000.00

Tape Recorder 15.000.000,00 14.000.000,00 14.000.000,00

Rp159.000.000,00

Nilai yang tercantum pada kolom terakhir adalah nilai yang lebih rendah antara biaya perolehan atau hilai

yang bisa direalisasi yang ditetapkan untuk tiap jenis barang.

KESALAHAN PERSEDIAAN
persediaan mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam laporan keuangan perusahaan, bahkan

dapat dikatakan istimewa. Dikatakan demikian, karena berbeda dengan aset yang lain, persediaan

dilaporkan dalam neraca dan sekaligus juga dalam laporan laba-rugi dalam rangka penentuan beban

pokok penjualan (silahkan lihat kembali penyajian persediaan di laporan keuangan pada awal bab ini).

Itulah sebabnya; apabila terjadi kesalahan dalam persediaan, maka yang terpengaruh bukan

hanya.neraca,tetapijuga laporan laba-rugi.

Kesalahan bisa terjadi antara lain karena adanya kesalahan dalam melakukan penghitungan atau

dalam penetapan harga persediaan. Kesalahan bisa juga terjadi karena perusahaan tidak menerapkan

dengan tepat saat terjadinya perpindahan kepemilikan barang atas barang-barang yang sedang dalam

perjalanan. Seperti telah dikemukakan di atas, kesalahan persediaan akan berdampak pada neraca maupun

laporan rugi-laba.

DAMPAK LAPORAN TERHADAP LABA - RUGI

Dalam sistem persediaan periodik, baik persediaan awal maupun persediaan akhir dicantumkan
dalam laporan laba-rugi. Persediaan akhir dari suatu periode, secara otomatis akan menjadi
persediaan awal periode berikutnya.Dengan demikian, kesalahan persediaan akan mempengaruhi
perhitungan beban pokok penjualan dan laba bersih pada dua periode.

Pengaruh atas beban pokok penjualan dapat dihitung dengan memasukkan data yang salah
dalam formula di bawah ini, dan kemudian menggantinya dengan data yang benar.

Formula Perhitungan Beban Pokok Penjualan

Apabila kesalahan berupa kurangsaji persediaan awal, maka beban pokok penjualan akan kurangsaji
juga. Jika kesalahan berupa kurangsaji persediaan akhir, maka beban pokok penjualan akan lebihsaji.
Ilustrasi berikut ini menggambarkan dampak kesalahan atas laporan laba-rugi tahun yang
bersangkutan.
Dampak kesalahan persediaan terhadap laba bersih tahun yang bersangkutan:

Maka

Apabila Beban Pokok Maka

Kesalahan Persediaan Penjualan Laba Bersih

Kurangsaji persediaan awal Kurangsaji Lebihsaji

Lebihsaji persediaan awal Lebihsaji Kurangsaji

Kurangsaji persediaan akhir Lebihsaji Kurangsaji


Sekarang marilah kita lihat dampak kesalahan persediaan terhadap laporan laba-rugi tahun berikutnya. Kesalahan dalam persediaan akhir tahun ini, akan
berdampak sebaliknya terhadap laba bersih tahun berikutnya. llustrasi berikut menggambarkan dampak tersebut.

Sebagaimana terlihat dalam ilustrasi di atas, dampak


sebaliknya terjadi karena kurangsaji persediaan akhir
tahun 2011 mengakibatkan kurangsaji persediaan awal
tahun 2012 dan selanjutnya menyebabkan lebihsaji
laba bersih tahun 2012.

Meskipun demikian, total laba bersih (gabungan)


selama dua tahun menjadi benar karena kesalahan
menjadi saling hapus satu sama lain. Cobalah
perhatikan total laba bersih selama dua tahun yang
salah adalah Rp35.000,00 (Rp22.000,00 +
Rp13.000,00),demikian pula total laba bersih yang
benar selama dua tahun adalah Rp35.000,00 (Rp25.000,00 Rp10.000,00).Perhatikan pula bahwa kesalahan yang terjadi pada persediaan awal tidak dengan
sendirinya mengakibatkan kesalahan dalam persediaan akhir- periode yang bersangkutan. Apabila perusahaan menggunakan sistem persediaan periodik,
kebenaran persediaan akhir sepenuhnya tergantung pada keakuratan penghitungan fisik dan penetapan biaya perolehan persediaan pada tanggal penyusunan
neraca.
DAMPAK TERHADAP LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA)

Perusahaan dapat menentukan dampak dari kesalahan dalam persediaan akhir terhadap laporan posisi keuangan (neraca) dengan menggunakan persamaan dasar
akuntansi yang kita pelajari pada Bab 1, yaitu: Aset = Kewajiban +Modal. Kesalahan dalam persediaan akhir akan berdampak sebagai berikut:
Kesalahan
Persedlaan Aset Køwajiban Ekuitas (Mo
Akhlr

Lebihsaji Lebihsaji Tidak berpengaruh Lebihsaji

Kurangsaji Kurangsaji Tidak berpengaruh Kurangsaji

Sebelum Anda melangkahlebihlanjut (8-2)

Untuk memastikan bahwa anda memahami apa yang baru saja anda pelajari,
PENYAJIAN DI LAPORAN
jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut:

1. Selaskan apa yang dimaksud dengan “nilai yang lebih rendah antara biaya

perolehan atau nilai bersih yang bisa direalisasi”

2. Apakah dampak kesalahan persediaan terhadap laporan laba-rugi dan

neraca?
Seperti telah ditunjukan bab 7 dan di ulangi pula pada awal bab ini persediaan dilaporkan dalam laporan posisi keuangan (neraca ) sebagai aset lancar.

Dalam laporan laba rugi beban pokok penjualan dikurangkan terhadap penjualan.

PENGUNGKAPAN

Selain harus dilaporkan dalam kelompok yang benar di laporan keuangan, hal – hal penting yang berkaitan dengan persediaan perlu diungkapkan
Kedua, manajemen berkeinginan untuk menyusun laporan keuangan secara bulanan atau triwulanan, tetapi perhitungan fisik dilakukan setahun sekali.
Sebagaimana telah disinggung di muka, perhitungan fisik seringkali rumit dan memakan waktu sehingga bila dilakukan terlalu sering akan memakan waktu dan
tenaga yang tidak sedikit, bahkan kadang-kadang mengganggu jalannya operasi perusahaan. Kebutuhan akan perhitungan fisik persediaan mutlak diperlukan
térutama bila perusahaan menerapkan sistem persediaan periodik karena perusahaan tidak memiliki catatan persediaan perpetual.

Dua metoda yang lazim digunakan untuk menaksirpersediaan adalah: (1)metoda laba kotor, dan (2) metoda harga eceran.

METODA LABA KOTOR

Metoda laba kotor adalah metoda untuk menaksir biaya perolehan persediaan dengan cara mengalikan persentase laba kotor terhadap penjualan bersih.
Metoda ini relatif sederhana, namun effektif. Dalam praktik metoda ini sering 'digunakan oleh para akuntan, auditor, atau manajemen untuk menguji
kewajaran jumlah persediaan akhir. Keunggulan metoda ini bisa digunakan untuk mendeteksi kesålahan yang berjumlah besar.

Untuk menerapkan metoda ini, perusahaan perlu mengetahui penjualan bersih, biaya perolehan barang tersedia dijual, dan tingkat persentase laba
kotor. Dengan data tersebut perusahaan akan dapat mengestimasi laba kotor periode yang bersangkutan. Berikut ini adalah formula yang digunakan metoda
laba kotor.

Untuk menggambarkan penerapan metoda ini, misalkan


perusahaan "Mitra Usaha" bermaksud untuk menyusun laporan laba-
rugi untuk bulan Januari.Catatan perusahaan menunjukkan penjualan bersih Rp 200.000.000,00,persediaan awal.Rp40.000.000;00,dan biaya perolehan
pembelian Rp120.000.000,00. Pada tahun-tahun yang lalu, perusahan
memperoleh laba kotor rata-rata sebesar 30%. Pada tahun ini perusahaan
mengharapkan laba kotor dengan tingkat persentase yang sama. Atas dasar
data dan asumsi di atas, perusahaan Mitra Usaha dapat menghitung taksiran biaya perolehan persediaan akhir tanggal 31 Januari dengan menggunakan metoda
laba kotor sebagai berikut:

Metoda laba kotor didasarkan pada asumsi bahiwa tingkatpersentase laba kofor akan tetap sama dari tahun ke tahun. Namun demikian, dalam kenyataannya
tingkat laba kotor bisa berubah, baik karena adanya perubahan kebijakan dalam perdagangan maupun karena perubahan pasar.Jika
demikian,perusahaan harus mengubah tingkat persentase perusahaan dapat memperoleh taksiran yang lebih. akurat dengan menerapkan
metoda inipada suatu departemen tertentu atau produk tertentu.

Pesrtudiperhabkan,bahwva metoda laba kotorinitidak bolel digunakan untuk menyusunlaporankeuangan pada akhir tahun. Dalam menyusun laporan
keuangan, perusahaan harus medasar pada perhitungan fisik sesungguhnya.

Anda mungkin juga menyukai