Anda di halaman 1dari 20

HARGA POKOK

PENJUALAN DAN BEBAN


OPERASIONAL
KELOMPOK 7
NAMA KELOMPOK
1. Sabila Prisma Sari
2. Siti Fatimatuz Z
3. Siti Nur Hanifah
4. Siti Nurul Hidayah
5. Afif Kustyarini
6. Silvia Anggraini
7. Syarifa Latifatunnisa
8. Dyah Reza
9. Ardilla Sholikhatus Zahra
Harga Pokok Penjualan
(HPP)
Pengertian Harga Pokok Penjualan
Menurut para ahli:
● Lestari dan Permana (2018:28), “bagian penting dalam laporan keuangan adalah laporan laba
rugi (income statement) yang memuat laporan penjualan yang telah dilakukan dan
dibandingkan dengan biaya pembuatan barang jadi tersebut atau diistilahkan HPP (Cost of
good sold)” .
● Soemarso (2009:234), “harga pokok penjualan (cost of goods sold) adalah harga beli dari
barang yang dijual”. Dalam sebuah perusahaan dagang harga pokok penjualan dicari dengan
persediaan barang dagang awal periode ditambah pembelian bersih selama periode dikurangi
persediaan barang dagang pada akhir periode.
● Hery (2016:21), “ketika barang dagangan di jual, nilai dari transaksi penjualan ini akan
dilaporkan sebagai pendapatan penjualan dan harga pokok dari barang yang di jual akan
diakui sebagai beban yang dinakaman harga pokok penjualan”.
● Wiratna (2016:97), “harga pokok penjualan adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk
mendapatkan barang yang dijual atau harga perolehan dari barang yang dijual”.
Pengertian Harga Pokok Penjualan
Beban pokok usaha HPP diakui menggunakan pendekatan kausalitas, yaitu mengaitkan
beban secara langsung dengan penghasilan. Karena itu, HPP diakui saat persediaan dijual.
HPP dipengaruhi sistem pencatatan dan penilaian persediaan. Menurut Weygant, Kimmel
dan Kieso (2011: 202-203), ada sistem pencatatan persediaan, sebagai berikut:
1. Sistem periodik, persediaan dan HPP tidak dapat diketahui sewaktu-waktu. Persediaan
dihitung dengan melakukan perhitungan fisik (stock opname) pada setiap akhir periode.
Hasil perhitungan tersebut dipakai untuk menghitung HPP.
2. Sistem perpetual, menyajikan informasi mengenai persediaan dan HPP setiap saat tanpa
melakukan perhitungan fisik (stock opname). Dalam UU PPh Nomor 36 Tahun 2008,
sistem pencatatan persediaan tidak diatur secara jelas. Selama sistem dapat menunjukan
kebenaran pencatatan maka ketentuan perpajakan dapat menerimanya.
Menurut Wild dan Kwok (2011:201-220), penilaian persediaan barang
dagang, antara lain:
a. Specific Identification Method
b. Cost Flow Method : First-in, First-out (FIFO) dan Average-cost
c. Estimasi Persediaan: Gross Profit Method dan Retail Inventory
Method
Metode Masuk-Pertama dan Keluar-Pertama (FIFO)

Metode masuk-pertama dan keluar-pertama (First in First out - FIFO) berasumsi bahwa
persediaan pertama kali dijual adalah persediaan pertama kali dibeli. Maka, hanya ada
persediaan yang dibebankan sebagai HPP berasal dari persediaan yang dibeli pertama kali.

Metode Rata-Rata (Average-Cost)

Metode ini, HPP ditentukan dari biaya rata-rata per unit untuk masing-masing persediaan
setiap kali pembelian dilakukan. Pasal 10 ayat (6) UU PPh, penilaian pemakaian persediaan
untuk menghitung HPP menurut pajak hanya boleh dilakukan dengan menggunakan metode
FIFO dan metode Average. Pemilihan metode tersebut harus dilakukan secara taat asas. WP tidak
diperkanankan menggunakan metode penilaian mana yang lebih rendah antara harga perolehan
dengan harga pasar.
Contoh:
Perusahaan pada awal tahun 2011 mempunyai persediaan awal bahan baku 1.000 unit dengan harga satuan Rp.
1.000. Selaama 2011 perusahaan membeli bahan baku 50.000 unit, 75.000 unit, 100.000 unit, dan 125.000 unit
dengan harga per unit Rp. 900, Rp. 1.000, Rp. 1.100, dan Rp. 1.200. Selama 2011 perusahaan mengeluarkan bahan
baku produksinya 45.000 unit, 70.000 unit, 100.000 unit, dan 30.000 unit. Besarnya bahan baku yang digunakan
proses produksi dan besarnya persediaan bahan baku akhir akan dicatat perusahaan, sebagai beriku:
Metode FIFO: Persediaan Akhir (unit) = Persediaan Awal + Pembelian – Produksi
= 1.000 + (50.000 + 75.000 + 100.000 + 125.000) –
(45.000 + 70.000 + 100.000 + 30.000) = 16.000 unit
Persediaan Akhir = 16.000 unit x Rp. 1.200 = Rp. 19.200.000
Persediaan Awal = 1.000 unit x Rp. 1.000 = Rp. 1.000.000
Pembelian = 50.000 unit x Rp. 900 = Rp. 45.000.000
= 75.000 unit x Rp. 1.000 = Rp. 75.000.000
= 100.000 unit x Rp. 1.100 = Rp. 110.000.000
= 125.000 unit x Rp. 1.200 = Rp. 150.000.000
= Rp. 380.000.000
Harga Pokok Produksi = Persediaan Awal + Pembelian – Persediaan Akhir
= Rp. 1.000.000 + Rp. 380.000.000 – Rp. 19.200.000
= Rp. 361.800.000
Metode Average: Persediaan Awal = 1.000 unit x Rp. 1.000 = Rp. 1.000.000
Pembelian = 50.000 unit x Rp. 900 = Rp. 45.000.000
= 75.000 unit x Rp. 1.000 = Rp. 75.000.000
= 100.000 unit x Rp. 1.100 = Rp. 110.000.000
= 125.000 unit x Rp. 1.200 = Rp. 150.000.000
= 351.000 unit = Rp. 381.000.000

Harga per unit = Rp. 381.000.000/351.000 unit = Rp. 1.085 per unit
Persediaan Ahir (Rp) = 16.000 unit x Rp. 1.085 = Rp. 17. 360.000
Harga Pokok Produksi = (45.000 + 70.000 + 100.000 + 30.000) x Rp. 1.085
= 245.000 unit x Rp. 1.085 = Rp. 265.825.000
Tujuan dan Manfaat Harga Pokok Penjualan
Matz Curry dan Frank, dalam J. Sudarsono (2009:174), HPP mempunyai manfaat dan
tujuan sebagai berikut:
1. Menetapkan biaya menurut barang yang di produksi berdasarkan prosesnya, yaitu
pesanan, satuan atau bagian
2. Mengontrol pengeluaran yang berhubungan dengan proses produksi, distribusi atau
administrasi perusahaan
3. Memberi dasar dalam penaksiran biaya suatu barang hasil produksi dan menetapkan
harga jual yang menguntungkan
4. Memberi kemungkinan pada manajemen agar mendasarkan kebijakan operasinya
pada keterangan yang di berikan oleh bagian biaya
Harga pokok penjualan setidaknya memiliki manfaat yaitu, sebagai patokan
untuk menentukan harga jual dan mengetahui laba yang diinginkan perusahaan.
Harga jual yang lebih besar dari harga pokok penjualannya akan memperoleh
laba, dan sebaliknya harga jual yang lebih rendah dari harga pokok penjualan
akan mengalami kerugian.
Perhitungan Harga Pokok Penjualan
Samryn (2012:380), komponen HPP terdiri dari:
1. Persediaan awal barang , jadi yang tersedia pada awal tahun. Datanya diperoleh dari neraca
akhir tahun sebelumnya.
2. Pembelian bersih, pembelian barang dagangan yang akan dijual pada pelanggan, pembelian
bersih merupakan salah satu komponen dalam HPP.
3. Persediaan akhir barang , jadi yang tersisa pada akhir periode. Datanya diperoleh dari hasil
perhitungan fisik barang yang ada digudang pada akhir tahun berjalan. Bagi perusahaan yang
menggunakan metode perpetual dalam sistem akuntansi persediaannya, data seperti ini dapat
diperoleh dari saldo akhir kartu persediaan.

Menurut Wiratna (2016:98), untuk menghitung HPP dirumuskan sebagai berikut:


HPP = Persediaan barang awal + pembelian bersih – persediaan barang akhir
Metode Penetapan Harga Pokok Penjualan
1. Sistem perhitungan harga pokok penuh (full costing)
Metode penentuan harga pokok yang memperhitungkan semua unsur biaya
kedalam harga pokok, terdiri dari persediaan barang, biaya tenaga kerja
langsung, biaya overhead tetap, biaya overhead variabel.

2. Sistem perhitungan harga pokok variabel (variabel costing)


Metode penentuan harga pokok penjualan yang hanya menghitung biaya yang
berperilaku variabel ke dalam harga pokok penjualan, terdiri dari persediaan
barang, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead variabel.
Struktur Harga Pokok Penjualan

Struktur dasar dalam HPP umumnya terdiri dari tiga elemen besar, yaitu:
1. Persediaan barang atau inventory
2. Tenaga kerja langsung atau direct labour cost
3. Biaya overhead atau overhead cost”.
1. Persediaan barang atau inventory, persediaan barang dagang
menunjukan harga pokok barang dagang yang ada dalam
persediaan dan tersedia untuk dijual. Jenis-jenis persediaan, yaitu
persediaan awal barang dagang dan persediaan akhir barang
dagang.
2. Metode perpetual atau balance, menurut Astuti (2012:208),
metode perpetual setiap terjadi mutasi persediaan barang dagang
dilakukan pencatatan.
3. Biaya Overhead atau Overhead Cost, biaya-biaya yang dari segi
masalah praktis tidak dapat dibebankan kepada tujuantujuan
tersebut secara langsung. Suatu metode alokasi biaya yang
konsisten harus digunakan yang mana dengan beberapa ukuran
menaksir pengorbanan ekonomi yang terjadi
BEBAN OPERASIONAL
Beban yang Boleh Dikurangkan

Dalam akuntansi komersial, semua biaya kerugian (losses) dapat dikurangkan dalam
menghitung penghasilan neto (net income). Untuk tujuan perpajakan, tidak semua
biaya dapat dibuktikan/dikeluarkan dalam usaha memperoleh penghasilan,
ketentuan perpajakan mengakuinya sebagai biaya yang dapat dikurangkan dari
penghasilan. Pasal 6 ayat (1) UU PPh, beban yang dapat dikurangkan (deductible
expenses) adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan,
termasuk berikut ini:
a. Biaya yang secara langsung/tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha
b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas
pengeluaran untuk memperoleh hak atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat
lebih dari 1 tahun
c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan
d. Kerugian karena penjualan/pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam
perusahaan/yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih & memelihara penghasilan.
e. Kerugian selisih kurs mata uang asing
f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia
g. Biaya beasiswa, magang dan pelatihan
h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih
i. Sumbangan dalam rangka penganggulangan bencan ansional
j. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia
k. Biaya pembangunan infrastruktur sosial
l. Sumbangan fasilitas pendidikan
m. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga
Beban yang Tidak Dipebolehkan Pajak
Pasal 9 ayat (1) UU PPh, jenis biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto, yaitu:
a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen
b. Biaya yang dibebankan/dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu/anggota
c. Pembentukkan atau pemupukan dana cadangan
d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, jiwa, dwiguna, dan beasiswa yang dibayar WP
pribadi
e. Penggantian/imbalan sehubungan dengan pekerjaan/jasa diberikan bentuk natura/kenikmatan
f. Jumlah yang melebihi kewajaran dibayarkan kepada pemegang saham/kepada pihak yang
mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan pekerjaan yang dilakukan
g. Harta yang dihibahkan, bantuan/sumbangan dan warisan
h. Pajak Penghasilan
i. Biaya yang dibebankan/dikeluarkan untuk kepentingan pribadi WP/yang menjadi tanggungannya
j. Gaji dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya
tidak terbagi atas saham
k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikkan serta sanksi pidana berupa denda yang
berkenaan dengan pelaksanaan perundangan-undangan di bidang perpajakan
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai