Anda di halaman 1dari 13

Definisi Harga Pokok Penjualan

Harga Pokok Penjualan adalah biaya yang muncul dari barang yang diproduksi  dan dijual dalam
kegiatan bisnis. Harga Pokok Penjualan pada umumnya ada pada perusahaan dagang. Karena kegiatan
utama perusahaan dagang adalah memperjualbelikan barang dagangan.

Harga Pokok Penjualan mempunyai beberapa komponen diantaranya :

 Persediaan Awal Barang Dagangan


Persediaan awal barang dagangan adalah persediaan barang dagangan yang sudah tersedia pada
awal periode tahun buku berjalan. Saldo persediaan awal barang dagangan bisa dilihat pada
neraca saldo periode berjalan atau pada neraca awal perusahaan atau neraca tahun sebelumnya.

 Persediaan Akhir Barang Dagangan


Persediaan akhir barang dagangan adalah persediaan barang dagangan yang tersedia di akhir
periode tahun buku berjalan. Saldo persediaan ini bisa diketahui pada data penyesuaian
perusahaan pada akhir periode.

 Pembelian bersih
Pembelian bersih adalah seluruh pembelian barang dagang, baik pembelian secara tunai
maupun pembelian secara kredit yang dilakukan perusahaan, ditambah lagi dengan biaya
angkut pembelian, serta dikurangi dengan potongan pembelian dan retur pembelian yang
terjadi.

Manfaat Harga Pokok Penjualan

Harga Pokok penjualan setidaknya memiliki dua manfaat diantaranya:

 Sebagai patokan untuk menentukan harga jual.

 Untuk mengetahui laba yang diinginkan perusahaan. harga jual yang lebih besar dari harga
pokok penjualannya akan memperoleh laba, dan sebaliknya harga jual yang lebih rendah dari
harga pokok penjualan akan mengalami kerugian.

Cara Menghitung Harga Pokok Penjualan

Secara sederhana Harga pokok penjualan adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang
dagang atau bisa juga disebut harga perolehan dari barang yang dijual.

Penghitungan HPP merupakan perbandingan seluruh biaya yang di keluarkan untuk mendapatkan
barang yang di jual  dengan hasil dari barang-barang yang di jual (nilai-nilai dan harga jual).

Unsur yang mempengaruhi Laporan Harga Pokok Penjualan adalah

 persediaan barang dagangan awal (+)

 pembelian barang dagangan (+)

 beban angkut pembelian (+)

 retur pembelian dan pengurangan harga (–)


 potongan pembelian (–)

 persediaan barang dagangan akhir (–)

1. Menghitung Pembelian Bersih

Unsur-unsur menghitung pembelian bersih diantaranya adalah:

– pembelian kotor,

– biaya angkut pembelian,

– retur pembelian dan pengurangan harga,

– retur pembelian,

– potongan pembelian.

Rumus pembelian bersih : (Pembelian + Ongkos Angkut Pembelian) – (Return Pembelian +


Potongan Pembelian) = Pembelian Bersih

2. Menghitung Persediaan Barang

Rumus persediaan barang : Persediaan Awal + Pembelian Bersih = Persediaan Barang

3. Menghitung Harga Pokok Penjualan

Unsur-unsur Harga Pokok Penjualan diantaranya adalah:

– persediaan awal barang dagangan;

– pembelian;

– biaya angkut pembelian;

– retur pembelian dan pengurangan harga;

– potongan pembelian

Rumus HPP : Persediaan Barang – Persediaan Akhir = Harga Pokok Penjualan

Contoh Harga Pokok Penjualan


Demikian penjelasan secara ringkas tentang Harga Pokok Penjualan

2. Contoh:

PT XYZ, Jakarta 1 Januari 2017

–  Persediaan barang dagangan (awal) : Rp 10.000.000

–  Pembelian : Rp 50.000.000

–  Beban angkut pembelian : Rp 1.000.000

–  Retur pembelian : Rp 2.000.000

–  Potongan pembelian : Rp 1.500.000

–  Persediaan barang dagangan (akhir) : Rp 5.000.000

Penghitungan HPP:

–  Pembelian bersih = (Rp 50.000.000 + Rp 1.000.000) – (Rp2.000.000 + Rp 1.500.000) = Rp


47.500.000

–  Barang tersedia untuk dijual = Rp 10.000.000 + Rp 47.500.000 = Rp 57.500.000

–  Harga pokok penjualan = Rp 57.500.000 – Rp 5.000.000 = Rp 52.500.000

Dengan menghitung HPP, Anda bisa menentukan harga jual yang pas untuk dibebankan kepada
konsumen. Di sisi lain, HPP juga dapat membantu Anda untuk mengetahui laba yang
diinginkan oleh perusahaan. Jadi, jika harga jual lebih besar dari HPP, maka bisnis akan
menghasilkan laba. Sebaliknya, jika harga jual lebih rendah dari HPP, maka kemungkinan besar
bisnis akan mengalami kerugian.

Baca juga: Inilah 4 Cara Menghitung Laba Bersih Bisnis Anda

Harga pokok penjualan mengacu pada seluruh biaya langsung yang dikeluarkan untuk memperoleh
barang atau jasa yang dijual. (Source: Pixabay)

1. Harga Jual

Sementara itu, harga jual merupakan besaran harga yang dibebankan kepada konsumen.
Besaran harga jual didapatkan dari penghitungan biaya produksi ditambah biaya non-produksi
serta laba yang diharapkan. Nah, untuk menentukan harga jual, umumnya ada dua metode yang
biasanya diterapkan, yaitu:
Penetapan harga biaya plus

Menentukan harga biaya plus atau cost-plus pricing method bisa dilakukan dengan rumus
berikut:

Harga jual = biaya total + margin

Sebagai contoh, anggaplah usaha tas kecil Anda mendapatkan order sebanyak 100 buah untuk
souvenir pernikahan. Biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi tas tersebut diperkirakan
sebanyak Rp 5.000.000. Riniciannya sebagai berikut:

o Biaya bahan baku : Rp 3.500.000


o Biaya tenaga kerja : Rp 1.000.000
o Biaya lain-lain : Rp 500.000

Jika Anda menginginkan laba sebesar 10% dari biaya total, maka:

Harga total: biaya total + laba = Rp 5.000.000 + (10% x Rp 5.000.000) = Rp 5.500.000

Dengan demikian, harga setiap tas kecil yang dijual adalah sebesar Rp 55.000.

2. Penetapan harga mark up

Metode ini lebih banyak digunakan oleh pebisnis karena caranya yang cenderung lebih
sederhana. Mark up adalah kelebihan harga jual dari harga beli. Misalnya, Anda mempunyai
toko makeup. Anda membeli salah satu produk makeup seharga Rp 200.000. Karena ingin
mendapatkan keuntungan sebesar Rp 50.000, Anda pun menjualnya seharga Rp 250.000 (Rp
200.000 + Rp 50.000).

Harga pokok penjualan (HPP) bukanlah istilah yang asing untuk Anda dengar bukan?
Terlebih untuk orang yang bekerja dalam bidang akuntansi, istilah ini akan sangat familiar.
Namun, bagi sebagian orang juga masih ada yang bingung mengenai harga pokok penjualan.
Beberapa orang akan menganggap harga pokok penjualan merupakan harga jual, apakah
demikian? Harga pokok penjualan bukanlah harga jual. Harga jual dan harga pokok
penjualan memiliki arti dan cara penghitungan yang berbeda. Di bawah ini, Jurnal akan
memberikan penjelasan lebih lengkap mengenai Harga Pokok Penjualan dan Harga Jual.

Harga Pokok Penjualan (HPP) merupakan total keseluruhan biaya yang dikeluarkan secara
langsung oleh suatu perusahaan untuk mendapatkan barang atau jasa yang dijual.
Perhitungan HPP dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui besarnya biaya produksi yang
akan dikeluarkan oleh perusahaan saat akan memproduksi barang atau jasa. Pada umumnya
perhitungan Harga Pokok Penjualan (HPP) terdiri atas biaya bahan baku, biaya tenaga kerja,
dan biaya overhead.

Harga Pokok Penjualan


Harga pokok penjualan (HPP) atau yang biasa disebut dengan cost of good sold (COGS)
merupakan seluruh biaya langsung yang dikeluarkan untuk memperoleh barang atau jasa
yang dijual. Dalam menghitung HPP, biaya yang diperhitungkan mencakup biaya bahan
baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead.

Tujuan menghitung HPP adalah mengetahui besarnya biaya yang dikeluarkan dalam
produksi barang dan jasa. HPP merupakan salah satu komponen dalam laporan laba rugi.
Untuk menghitung HPP, Anda dapat menggunakan rumus berikut ini:
HPP = Persediaan Awal + Pembelian – Persedian Akhir

Sementara

Pembelian Bersih = (Pembelian + Biaya Angkut) – (Retur Pembelian + Potongan


Pembelian)

Agar lebih jelas, Anda dapat memperhatikan ilustrasi berikut:


PT Maju Bersama pada Tanggal 24 Maret 2017 memiliki:

 Persediaan barang dagangan (awal) sebanyak Rp20 juta.


 Pembelian sebesar Rp50 juta.
 Beban angkut pembelian Rp1 juta.
 Retur pembelian sebesar Rp5 juta.
 Potongan pembelian Rp2 juta.
 Persediaan barang dagangan akhir sebesar Rp10 juta.

Untuk menghitung HPPnya adalah sebagai berikut:

Pembelian Bersih = (Pembelian + Biaya Angkut) – (Retur Pembelian + Potongan


Pembelian)

Pembelian Bersih = (50.000.000 + 1.000.000) – (5.000.000 + 2.000.000)


Pembelian Bersih = 51.000.000 – 7.000.000
Pembelian Bersih = 44.000.000

Barang Tersedia Dijual = Persediaan Awal + Pembelian Bersih

Barang Tersedia Dijual = 20.000.000 + 44.000.000


Barang Tersedia Dijual = 64.000.000

HPP = Barang Tersedia Dijual – Persediaan Akhir

HPP = 64.000.000 – 10.000.000


HPP = 54.000.000

Dari contoh di atas, maka dapat diketahui jumlah HPP adalah sebesar Rp54 juta.

Harga Jual
Harga jual merupakan besarnya harga yang dibebankan kepada konsumen. Untuk
menghitung harga jual, Anda dapat menghitungnya dengan cara :
Harga Jual = Biaya Produksi + Biaya Non Produksi + Laba yang Diharapkan

Dalam menentukan harga jual, ada dua metode yang bisa digunakan, yakni penetapan harga
biaya plus dan penetapan harga mark up. Penetapan harga biaya plus (cost plus pricing
method) merupakan salah satu metode menghitung harga jual dengan cara menjumlahkan
semua biaya dengan margin yang diharapkan. Sementara penetapan harga mark up caranya
lebih sederhana, yakni dengan menambahkan jumlah keuntungan yang Anda harapkan
dengan harga beli dari barang yang akan dijual.

Kesimpulan
Harga pokok penjualan dan harga jual merupakan hal yang berbeda. Namun, dengan
menggunakan HPP, Anda dapat menentukan harga jual yang sesuai untuk dibebankan
kepada konsumen. Agar perusahaan mendapatkan laba, maka harga jual yang Anda
tetapkan harus lebih besar dari HPP.

Apa Itu Break Even Point (BEP) : Titik Impas atau Balik
Modal?
Apa itu Break Event Point (BEP)

BEP (Break Even Point) adalah titik dimana pendapatan dari usaha sama dengan modal yang
dikeluarkan, tidak terjadi kerugian atau keuntungan. Break Even Point menjadi ukuran yang penting
dalam bisnis. Namun seringkali pengusaha mengartikan BEP dengan balik modal. Titik impas dan
balik modal adalah dua hal yang sangat berbeda.

Balik Modal

Saat anda membuka sebuah usaha, anda tentunya menyediakan modal untuk sewa tempat, membeli
peralatan, atau kebutuhan lainnya. Yang dimaksud dengan balik modal ialah profit yang didapatkan
dari usaha, seluruh modal yang sudah dikeluarkan akhirnya bisa kembali. Dalam istilah keuangan ini
disebut dengan ROI (Return on Investment).

Berbeda dengan ROI, saat anda menjalankan usaha, pastinya akan mengeluarkan biaya operasional.
Ada dua jenis biaya operasional: biaya tetap dan biaya tidak tetap (variabel). Biaya tidak tetap adalah
penghitungan biaya yang berdasarkan dari penjualan usaha.  Sebagai contoh, dalam menjalankan usaha
ini anda harus menyewa tempat dengan biaya sewa Rp. 400.000/bulan. Maka meskipun tidak ada
penjualan produk yang anda tawarkan, anda tetap harus membayar biaya sewa tempat ini. Jadi,
meskipun usaha anda sepi dan tidak ada pemasukan, tetap ada biaya yang harus dikeluarkan.

Namun, saat terjadi proses penjualan, ada biaya lain yang ditimbulkan. Misalnya anda harus mengirim
pesanan pelanggan atau harus mengganti barang pesanan. Biaya yang dikeluarkan ini adalah biaya
tidak tetap. Semakin banyak penjualan, maka biayanya juga meningkat. Dalam proses bisnis ini, yang
dimaksud dengan biaya operasional adalah biaya tetap ditambah dengan biaya variabel.

Untuk memberi gambaran penjelasan diatas, berikut adalah ilustrasi penghitungan Break Even Point
(BEP) usaha mie ayam:

Biaya tidak tetap (misal: bayar listrik, pegawai, sewa tempat)  Rp. 100.000/hari. Biaya ini harus anda
keluarkan sekalipun tidak ada penjualan.  Jika ada penjualan, untuk tiap porsi terjual biaya yang
dikeluarkan sebesar Rp 5.000 untuk beli mie, ayam, bumbu dll. Misalnya, terjual 10 porsi, maka biaya
variabel yang dikeluarkan adalah Rp 50.000. Jadi total biaya adalah 150.000. Dari setiap porsi yang
terjual, anda mendapatkan Rp 10.000,  maka kalau menjual 10 porsi, biayanya adalah Rp 150.000
dengan pendapatan Rp 100.000. Perhitungan ini menunjukkan kalau bisnis anda belum impas. Untuk
mencapai titik impas, biaya harus sama dengan pendapatan. Berapa titik impasnya? Berikut ini rumus
penghitungannya:
Biaya tetap (A), biaya operasional (B), dan harga jual produk (C), maka rumusnya:
A + (B x n) = C x n
Dari contoh diatas:
Rp 100.000,- + (5000 x n) = 10000 x n
100000 = (10000 x n) – (5000 x n)
100000 = 5000 x n
n = 100000 / 5000
maka n = 20.

Titik Impas

Titik impas anda ialah jika anda dapat menjual 20 porsi, maka Anda akan mendapatkan penghasilan Rp
200.000 dan biaya (tetap + variabel) Rp 100.000 ditambah Rp 100.000 (dari Rp 5000 x 20), maka total
biayanya adalah Rp 200.000.

Ini adalah impas anda dimana anda tidak untung dan tidak rugi. Jika anda berhasil menjual lebih dari
30 porsi, maka barulah anda mendapatkan untung.

Inilah mengapa pelaku usaha perlu mengetahui Break Even Point (BEP) agar bisa memasang target
minimal penjualan harian atau bulanan. Anda bebas menentukannya, yang terpenting anda harus tahu
berapa banyak penjualan yang harus dicapai untuk berada pada posisi titik impas. Sehingga Anda bisa
menentukan bisnis anda untung atau rugi

Break Even Point sama dengan Titik Impas tapi tidak sama dengan Balik Modal

Anggapan yang selama ini ada bahwa BEP adalah balik modal, perlu diluruskan.
Jadi, yang dimaksud dengan BEP atau titik impas adalah pendapatan usaha sama dengan modal yang
dikeluarkan, tidak rugi dan juga tidak untung.

Sedangkan yang dimaksud dengan balik modal adalah keuntungan yang dihasilkan dari pemasukan
usaha, seluruh modal yang telah dikeluarkan (misal untuk sewa tempat, renovasi, membeli
perlengkapan dsb) bisa kembali. Yang dalam istilah keuangan disebut dengan Return on Investment.

Semoga dengan memahami perbedaan tersebut, kita tidak salah kaprah dalam menggunakan istilah
Break Even Point (BEP)….

Pengertian BEP (Break Even Point) dan Cara Menghitung BEP – Break-Even Point atau sering
disingkat dengan BEP adalah suatu titik atau keadaan dimana penjualan dan pengeluaran sama atau
suatu kondisi dimana penjualan perusahaan cukup untuk menutupi pengeluaran bisnisnya. Break-even
point yang biasanya dalam bahasa Indonesia disebut dengan “Titik Impas” ini biasanya
membandingkan jumlah pendapatan atau jumlah unit yang harus dijual untuk dapat menutupi biaya
tetap dan biaya variabel terkait dalam menghasilkan suatu penjualan. Dengan kata lain, Titik Impas
atau Break Even Point adalah titik dimana suatu bisnis tidak mengalami kerugian dan juga tidak
memperoleh keuntungan.
Baca juga : Pengertian Rasio Profitabilitas dan Jenis-jenisnya.

Analisis Break-Even Point (BEP) umumnya digunakan untuk menghitung kapan sebuah usaha/bisnis
atau proyek akan menguntungkan dengan cara menyamakan total pendapatannya dengan total biaya.
Dengan Analisi Break Even Point (BEP) ini, Manajemen Perusahaan dapat mengetahui jumlah
penjualan minimum yang harus dipertahankan agar tidak mengalami kerugian dan juga mengetahui
jumlah penjualan yang diharuskan untuk memperoleh tingkat keuntungan tertentu serta membantu
manajemen dalam pengambilan keputusan apakah akan melanjutkan atau memberhentikan bisnisnya.

Pengertian BEP (Break Even Point) menurut Para Ahli


Berikut ini adalah beberapa pengertian BEP atau Definisi BEP (Break-even Point) menurut para ahli.

 Pengertian BEP menurut Yamit (1998:62), Break Even Point atau BEP dapat diartikan
sebagai suatu keadaan dimana total pendapatan besarnya sama dengan total biaya (TR=TC).
 Pengertian BEP menurut Mulyadi (1997:72), impas adalah suatu keadaan dimana suatu
usaha tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi, dengan kata lain suatu usaha dikatakan
impas jika jumlah pendapatan (revenue) sama dengan jumlah biaya, atau apabila laba kontribusi
hanya dapat digunakan untuk menutup biaya tetap saja.
 Pengertian BEP menurut Simamora (2012:170), BEP atau titik impas adalah volume
penjualan dimana jumlah pendapatan dan jumlah bebannya sama, tidak ada laba maupun rugi
bersih.
 Pengertian BEP menurut Garrison (2006:335), Break Even Point adalah tingkat penjualan
dimana laba sama dengan nol, atau total penjualan sama dengan total beban atau titik dimana
total margin kontribusi sama dengan total beban tetap.
 Pengertian BEP menurut Hansen dan Mowen (1994:16), Break Even Point is where total
revenues equal total costs, the point is zero profits” atau dalam bahasa Indonesia dapat
diterjemahkan menjadi Break Even Point adalah di mana total pendapatan biaya total yang
sama, intinya adalah nol keuntungan.
 Pengertian BEP menurut Harahap (2004), Break Even Point adalah suatu kondisi perusahaan
tidak memperoleh laba dan tidak menderita kerugian artinya semua biaya biaya yang telah
dikeluarkan untuk operasi produksi bisa ditutupi oleh pendapatan dari penjualan produk.

Cara Menghitung BEP (Break Even Point)


Pada dasarnya, terdapat dua jenis perhitungan BEP yaitu menghitung berapa unit yang harus dijual agar
terjadi Break Even Point dan menghitung  berapa Rupiah penjualan yang perlu diterima agar terjadi
BEP. Berikut dibawah ini adalah rumus-rumus BEP untuk dua jenis perhitungan tersebut.

Rumus BEP untuk menghitung berapa unit yang harus dijual agar terjadi BEP

Rumus BEP untuk menghitung berapa unit yang harus dijual agar terjadi Break Even Point ini dapat
dihitung dengan cara membagi total biaya tetap produksi (Production Fixed Cost) dengan Harga Jual
per Unit (Sales Price per Unit) dikurangi biaya Variabel yang digunakan untuk menghasilkan produk
(Variable Cost). Berkut ini adalah persamaan atau Rumus BEP tersebut :

BEP (dalam Unit) = Biaya Tetap Produksi / (Harga Jual per Unit  – Biaya Variabel per Unit)

Atau

BEP (dalam Unit) = Biaya Tetap Produksi / Margin Kontribusi per unit

Rumus BEP untuk menghitung berapa Rupiah penjualan yang perlu diterima agar terjadi BEP
Rumus BEP untuk menghitung berapa Rupiah penjualan yang perlu diterima agar terjadi Break Even
Point ini dapat dihitung dengan cara membagi total biaya tetap produksi (Production Fixed Cost)
dengan Harga Jual per Unit (Sales Price per Unit) dikurangi biaya Variabel yang digunakan untuk
menghasilkan produk (Variable Cost) kemudian dikalikan dengan Harga per Unit lagi. Berkut ini
adalah persamaan atau Rumus BEP tersebut :

BEP (dalam Rupiah) = Biaya Tetap Produksi / (Harga per Unit  – Biaya Variabel per Unit) x
Harga per Unit

Atau

BEP (dalam Unit) = Biaya Tetap Produksi / Margin Kontribusi per unit x Harga per Unit

Keterangan :

 BEP (dalam Unit) = Break Even Point dalam unit (Q)


 BEP (dalam Rupiah) = Break Even Point dalam Rupiah (P)
 Biaya Tetap (Fixed Cost) = biaya yang jumlahnya tetap (baik sedang berproduksi atau tidak)
 Biaya Variabel (Variable Cost) = biaya yang jumlahnya meningkat sejalan peningkatan jumlah
produksi seperti bahan baku, bahan baku pembantu, listrik, bahan bakar, dan lain-lain
 Harga Jual per unit = harga jual barang atau jasa perunit yang dihasilkan.
 Biaya Variabel per unit = total biaya variabel per Unit (TVC/Q)
 Margin Kontribusi per unit = harga jual per unit – biaya variable per unit (selisih)

Contoh Kasus Perhitungan Break Even Point (BEP)


Berikut ini adalah contoh kasus untuk menghitung BEP (Break Even Point) :

Sebuah perusahaan yang memproduksi Smartphone ingin mengetahui jumlah unit yang harus
diproduksinya agar dapat mencapai break even point (BEP) atau titik impasnya. Biaya Tetap
Produksinya adalah sebesar Rp. 500 juta sedangkan biaya variabelnya adalah sebesar Rp. 1 juta. Harga
jual per unitnya adalah sebesar Rp. 1,5 juta. Berapakah unit yang harus diproduksi agar dapat mencapai
Break Even Point atau titik impasnya?

Diketahui :
Biaya Tetap Produksi : Rp. 500.000.000,-
Biaya Variabel per Unit : Rp. 1.000.000,-
Harga Jual per Unit : Rp. 1.500.000,-

Penyelesaian 1 : menghitung BEP dalam Unit :

BEP (dalam Unit) = Biaya Tetap Produksi / (Harga Jual per Unit  – Biaya Variabel per Unit)
BEP (dalam Unit) = 500.000.000 / (1.500.000 – 1.000.000)
BEP (dalam Unit) = 500.000.000 / 500.000
BEP (dalam Unit) = 1.000 unit

Jadi Perusahaan ini harus dapat memproduksi Smartphone sebanyak 1.000 unit untuk mencapai Break
Even Point atau titik impasnya.

Penyelesaian 2 : menghitung BEP dalam bentuk uang (Rupiah) :

BEP (dalam Rupiah) = Biaya Tetap Produksi / (Harga per Unit  – Biaya Variabel per Unit) x Harga per
Unit
BEP (dalam Rupiah) = 500.000.000 / (1.500.000 – 1.000.000) x 1.500.000
BEP (dalam Rupiah) = 500.000.000 / 500.000 x  1.500.000
BEP (dalam Rupiah) = 1.500.000.000 (1,5 milliar)
Jadi Perusahaan harus dapat mencapai penjualan sebanyak Rp. 1,5 miliar agar dapat Break Even (tidak
untung dan tidak rugi).

Menghitung Keuntungan yang diinginkan dengan Hasil Analisis Break Even Point
(BEP)

Setelah melakukan perhitungan diatas, kita masih dapat menghitung jumlah keuntungan yang kita
inginkan dengan menggunakan Hasil perhitungan BEP tersebut yaitu banyaknya unit yang harus
diproduksi untuk mencapai keuntungan yang kita inginkan. Berikut ini rumusnya :

Jumlah Unit = (Keuntungan yang diinginkan (Rupiah) / (Harga per Unit  – Biaya Variabel per
Unit)) + Jumlah Unit BEP

Atau

Jumlah Unit = (Keuntungan yang diinginkan (Rupiah) / Margin Kontribusi per unit)  + Jumlah
Unit BEP

Misalnya, perusahaan tersebut ingin mendapatkan laba atau keuntungan Rp. 100 juta, berapakah unit
smartphone yang harus diproduksinya?

Biaya Tetap Produksi : Rp. 500.000.000,-


Biaya Variabel per Unit : Rp. 1.000.000,-
Harga Jual per Unit : Rp. 1.500.000,-
Jumlah Unit BEP : 1.000 unit
Keuntungan yang diinginkan (Rupiah) : Rp. 100.000.000,-

Jumlah Unit = (Keuntungan yang diinginkan (Rupiah) / (Harga per Unit  – Biaya Variabel per Unit)) +
Jumlah Unit BEP
Jumlah Unit = (100.000.000 / (1.500.000  – 1.000.000)) + 1.000
Jumlah Unit = (100.000.000 / 500.000) + 1.000
Jumlah Unit = 200 + 1.000
Jumlah Unit = 1.200

Jadi untuk mendapatkan laba atau keuntungan sebanyak Rp. 100 juta, perusahaan tersebut harus dapat
memproduksi sebanyak 1.200 unit smartphone.

Contoh Kasus

Sebuah perusahaan yang diberi nama “Usaha Gemilang”  memiliki data-data biaya dan rencana
produksi seperti berikut ini:

1. Biaya Tetap sebulan adalah sebesar Rp140 juta yaitu terdiri dari:
Biaya Gaji Pegawai + Pemilik        : Rp75.000.000

Biaya Penyusutan Mobil        : Rp1.500.000

Biaya Asuransi Kesehatan        : Rp15.000.000

Biaya Sewa Gedung Kantor        : Rp18.500.000

Biaya Sewa Pabrik            : Rp30.000.000

2. Biaya Variable per Unit Rp75.000.00 yaitu terdiri dari :


Biaya Bahan Baku            : Rp35.000

Biaya Tenaga Kerja Langsung    : Rp25.000

Biaya Lain                    : Rp.15.000

3. Harga Jual per Unit Rp95.000

Sekarang mari kita hitung berapa tingkat BEP usaha tersebut baik dalam unit maupun dalam rupiah:

BEP Unit = Biaya Tetap (harga/unit – biaya variable/unit)

BEP Unit =Rp.140.000.000 Rp95.000 – Rp75.000)

BEP Unit = Rp140.000.000 Rp20.000

BEP Unit= Rp7000

Jadi, BEP per unit dari contoh di atas adalah Rp7.000/ unit

BEP Rupiah = Biaya Tetap (kontribusi margin/unit harga/unit)

BEP Rupiah = Rp.140.000.000 (Rp20.000 Rp95.000)

BEP Rupiah = Rp140.000.000 0.2105

BEP Rupiah = Rp665.083.135

Jadi, BEP Rupiah dari contoh di atas adalah Rp665.083.135

Dengan adanya perhitungan BEP di atas kita bisa memiliki kesimpulan bahwa untuk memperoleh titik
impas dengan harga penjualan sebesar Rp95.000, maka perusahaan harus dapat menjual sebanyak 7000
unit. Jika jumlah penjualan tidak sampai 7.000 unit, maka tidak akan menutup biaya produksi yang
sudah sudah dikeluarkan.

Dengan mengetahui kapan perusahaan melewati tingkat BEP, Anda juga akan dapat menghitung
berapa minimal penjualan untuk mendapatkan laba yang Anda targetkan. Sebagai manager atau
pemilik usaha, Anda dapat menambahkan laba yang ditargetkan tersebut dengan biaya tetap yang anda
miliki.

Misalnya target laba sebulan adalah Rp60 juta, maka minimal penjualan yang  harus dicapai adalah
sebagai berikut:

BEP- Laba = (biaya tetap + target laba) (harga/unit- biaya variable/unit)BEP – Laba = (140.000.000 +
60.000.000) (95.000 – 75.000)

BEP – Laba = 200.000.000 20.000

BEP – Laba = 10.000 unit

Penghitungan breakeven point atau titik impas dalam sebuah usaha sangatlah penting  untuk
menentukan target penjualan yang harus dipenuhi dalam rangka memperoleh keuntungan usaha.
Breakeven poin dapat digunakan sebagai bahan untuk mengevaluasi investasi apapun dari marketing
campaign yang sudah dilakukan. Hal ini karena berhubungan dengan biaya program marketing,
menganalisa kemampuan perusahaan terhadap permintaan konsumen untuk sebuah produk. Analisis ini
menanamkan disiplin ke dalam pembuatan keputusan pemasaran, kemudian melihat peluang seberapa
besar kemungkinan untuk berhasil. 

Contoh penggunaan rumus untuk menghitung Break Even Point :


1. Rumus BEP untuk menghitung berapa unit yang harus dijual agar terjadi Break Even Point :

Total Fixed Cost


__________________________________
Harga jual per unit dikurangi variable cost

Contoh :
Fixed Cost suatu toko lampu : Rp.200,000,-
Variable cost Rp.5,000 / unit
Harga jual Rp. 10,000 / unit

Maka BEP per unitnya adalah


Rp 200.000
__________ = 40 unit
10.000 – 5.000

Artinya perusahaan perlu menjual 40 unit lampu agar terjadi Break Even Point. Pada pejualan unit ke
41, baru mulai memperoleh keuntungan

2. Rumus BEP untuk menghitung berapa uang penjualan yang perlu diterima agar terjadi BEP :

Total Fixed Cost


__________________________________ x Harga jual / unit
Harga jual per unit dikurangi variable cost

Dengan menggunakan contoh soal sama seperti diatas maka uang penjualan yang harus diterima agar
terjadi BEP adalah

Rp.200,000
_________ x Rp.10,000 = Rp.400,000,-
10,000 – 5,000

Rumus dan Cara Menghitung BEP Rupiah = (Biaya Tetap) / (Kontribusi Margin Per Hari : Harga Per
Unit)

Keterangannya :

Biaya Tetap adalah Biaya yg Jumlahnya tetap, walaupun didalam Usaha Kalian tidak sedang
berproduksi

Kontribusi Margin Per Hari adalah Total Jual Per Unit – Biaya Variable Per Unit (Selisih)

Harga Per Unit adalah Harga Jual Barang atau Jasa Perunit yg dihasilkan

Contoh Soal BEP (Break Even Point) Bisnis Usaha

Usaha Dagang (UD) Tegar Jaya di Tahun 2017 mempunyai Data – Data Biaya dan Rencana Produksi
sebagai berikut:

Diketahui :

1. Biaya Tetap Dalam Sebulan adalah sebanyak Rp. 150 Juta yang terbagi dari  :

Rp. 1.500.000 Biaya Penyusutan Mobil Kijang

Rp. 10.000.000 Biaya Gaji Pemilik

Rp. 15.000.000 Biaya Gaji Asuransi Kesehatan


Rp. 18.500.000 Biaya Gaji Sewa Gedung Kantor

Rp. 30.000.000 Biaya Gaji Sewa Pabrik

Rp. 75.000.000 BIaya Gaji Pegawai

2. Biaya Variable Per Unit mencapai Rp. 75.000 yang terdiri dari :

Rp. 35.000 Biaya Bahan Baku

Rp. 15.000 Biaya Listrik dan Air

Rp. 15.000 Biaya Tenaga Kerja Langsung

Rp. 10.000 Biaya Lain – Lain

3. Harga Jual Per Unit Rp. 100.000

Jawabannya :

Cara Menghitung BEP Dalam Unit milik Badan Usaha Tegar Jaya adalah

= Biaya Tetap / (Harga Per Unit – Biaya Variable Per Unit)

= Rp. 150.000.000 / (Rp. 100.000 – Rp. 75.000)

= Rp. 150.000.000 / Rp. 25.000

= 6.000 Unit

Cara Menghitung BEP Dalam Rupiah milik Badan Usaha Tegar Jaya adalah

= Biaya Tetap / (Kontribusi Margin Per Unit / Harga Per Unit)

= Rp. 150.000.000 / (Rp. 25.000 / Rp. 100.000)

= Rp. 150.000.000 / 0.25

= Rp. 600.000.000

Jadi Nilai Break Event Point (BEP) dari Badan Usaha Tegar Jaya tercapai ketika Penjualan Barang
(Produknya) mencapai 6.000 Unit, yang telah dibuktikan dengan Cara Menghitung BEP Unit Badan
Usaha milik Tegar Jaya. Dan jika didalam BEP Rupiah dari Badan Usaha milik Tegar Jaya tercapai
jika menyentuh Penjualan Produk (Barang) dengan nilai sebesar Rp. 600 Juta.

Anda mungkin juga menyukai