Anda di halaman 1dari 13

Pengertian dan Cara Menghitung HPP Untuk Pengembangan Bisnis

Cara menghitung HPP tidaklah sulit, tetapi beberapa calon pengusaha terkadang melupakan
beberapa komponen HPP sehingga perhitungannya menjadi tidak tepat.

Dalam pengembangan bisnis, perhitungan harga pokok penjualan adalah sesuatu yang sangat
vital. Harga pokok penjualan atau HPP menjadi hal pertama yang harus dihitung sebelum
memulai penjualan.

Contents
1 Pengertian HPP
2 Komponen yang Digunakan dalam Cara Menghitung HPP
2.1 1. Persediaan Awal Barang
2.2 2. Pembelian Bersih
2.3 3. Persediaan Akhir Barang Dagangan
3 Cara Menghitung HPP
3.1 Rumus Perhitungan Harga Pokok Penjualan
3.1.1 Langkah Pertama: Menghitung Penjualan Bersih
3.1.2 Langkah Kedua : Menghitung Pembelian Bersih
3.1.3 Langkah Terakhir: Menghitung Harga Pokok Penjualan
3.2 Contoh Kasus
4 Mengapa Anda perlu Mengetahui HPP pada Bisnis Anda?
4.1 HPP dan harga
4.2 HPP dan keuntungan bisnis
4.3 Pencatatan harga pokok penjualan dalam akuntansi
5 Perubahan HPP

Pengertian HPP

HPP merupakan singkatan dari Harga Pokok Penjualan, sebuah istilah yang banyak
digunakan pada bidang akuntansi dan pajak. Harga Pokok Penjualan atau HPP
menggambarkan kisaran biaya yang digunakan dalam setiap kegiatan produksi suatu barang
atau jasa.

Biaya yang menjadi komponen HPP ini merupakan biaya-biaya langsung yang selama proses
produksi. Setiap perusahaan yang memproduksi barang atau jasa tentu harus menghitung
semua biaya yang keluar dalam proses produksinya.

Semua biaya tersebut menjadi harga dasar dalam setiap penjualan barang atau jasa tersebut.
Cara menghitung HPP tidak begitu rumit, tetapi pemilik usaha harus memiliki ketelitian yang
baik agar tidak ada komponen biaya yang terlewat dan tidak terhitung.

Komponen yang Digunakan dalam Cara Menghitung HPP

Sebelum menentukan harga pokok penjualan atau HPP, seorang pemilik usaha harus
mengetahui terlebih dahulu komponen-komponen yang digunakan dalam menghitung HPP.
Ada tiga komponen yang digunakan dalam penghitungan harga pokok penjualan suatu
produk barang atau jasa. Ketiga komponen tersebut adalah
1. Persediaan Awal Barang

Setiap perusahaan harus selalu memperhatikan dan menghitung jumlah ketersediaan barang
yang ada. Penghitungan persediaan awal barang ini umumnya dilakukan pada awal periode
tahun buku yang sedang berjalan.

Persediaan awal barang ini menjadi komponen pertama yang harus diperhitungkan sebelum
menghitung harga pokok penjualan suatu produk barang. Persediaan awal barang ini berisi
stok barang yang tersedia dan akan digunakan dalam proses produksi.

Menghitung persediaan awal barang sangat vital artinya bagi sebuah perusahaan karena dapat
menghindari terjadinya kekosongan stok barang. Kosongnya stok barang yang ada pada
perusahaan bisa mengakibatkan hal fatal mulai dari kelangkaan sehingga mempengaruhi laba
perusahaan.

Baca juga : Lulusan Akuntansi? Berikut 15 Bidang Akuntansi Yang Wajib Anda
Ketahui

2. Pembelian Bersih

Perusahaan harus terus melakukan pembelian barang dagangan, baik secara tunai maupun
kredit. Tujuannya agar tetap menjaga stok barang dagangan dalam kondisi aman. Dalam
penghitungan komponen pembelian bersih, harus memperhitungkan pula besar biaya
transportasi.

Bisa juga dengan mengurangi biaya pembelian bila perusahaan mendapatkan diskon atau
retur terhadap barang yang dibeli. Biaya transportasi juga turut diperhitungkan sebagai bagian
dari pembelian karena juga mempengaruhi nominal transaksi yang digunakan saat pembelian.

Begitu pula dengan adanya diskon, potongan, atau retur terhadap barang yang dibeli oleh
perusahaan. Dengan adanya diskon maka biaya pembelian bersih menjadi berkurang.
Kemudian semua komponen transaksi pembelian tersebut dihitung menjadi pembelian bersih.

3. Persediaan Akhir Barang Dagangan

Persediaan akhir barang dagangan disebut juga sebagai stok barang dagangan yang tersedia
pada akhir periode tahun pada buku berjalan. Informasi terkait besaran persediaan akhir
barang dagangan ini bisa diketahui dengan melihat data perusahaan yang telah disesuaikan
dan ada pada akhir periode tahun tersebut.

Persediaan akhir barang dagangan ini juga menjadi salah satu komponen perhitungan harga
pokok penjualan. Komponen persediaan akhir barang dagangan ini memiliki karakter
mengurangi stok barang yang siap untuk dijual.

Umumnya, tidak semua barang dagangan pada awal periode digunakan dalam proses
produksi sehingga ada sisa yang akan digunakan dalam proses produksi selanjutnya. Sisa
barang dagangan yang tidak dipakai inilah yang disebut sebagai persediaan akhir barang
dagangan.
Berikut adalah artikel menarik lainnya yang berhubungan dengan HPP:

 Cara Menghitung Hpp Makanan Melalui Food cost


 Anda Pebisnis? Pelajari Cara Menghitung HPP dengan Benar
 COGS Adalah: Pengertian, Tujuan, dan Cara Hitungnya
 Mengetahui Secara Lengkap Harga Pokok Pesanan
 Pengertian Harga Pokok Produksi, Unsur, Dan Cara Perhitungannya

Cara Menghitung HPP

Setelah komponen-komponen dalam perhitungan HPP sudah diketahui, maka selanjutnya


bisa dilanjutkan dengan menghitung harga pokok penjualan dengan memperhitungkan
berbagai komponen tersebut. Pada cara menghitung HPP terdapat beberapa langkah
perhitungan yang dilakukan dengan runut. Berikut ini adalah langkah-langkah yang
digunakan dalam menghitung harga pokok penjualan suatu barang

Rumus Perhitungan Harga Pokok Penjualan

Untuk menghitung besarnya harga pokok penjualan suatu barang, ada sebuah rumus
sederhana yang digunakan oleh akuntansi. Rumus perhitungan tersebut HPP adalah besarnya
persediaan barang yang tersedia untuk dijual dikurangi dengan persediaan akhir. Atau secara
matematis dituliskan sebagai berikut:

HPP = Persediaan Awal + Pembelian Selama Periode – Persediaan Akhir

Langkah Pertama: Menghitung Penjualan Bersih

Sebelum memulai menghitung harga pokok penjualan dengan rumus tersebut, langkah
pertama adalah dengan menghitung penjualan bersih suatu perusahaan. Penjualan bersih ini
merupakan salah satu komponen dalam pendapatan yang diterima oleh perusahaan.

Dalam penjualan bersih, terdapat berbagai komponen perhitungan seperti penjualan kotor,
retur, dan diskon yang diberikan perusahaan. Berikut ini adalah rumus yang bisa digunakan
untuk menghitung penjualan bersih:

Penjualan bersih = Penjualan kotor – (Retur penjualan + Potongan Penjualan)


Penjualan bersih yang dilakukan perusahaan ini memperhitungkan retur barang yang
dilakukan pembeli sebagai bentuk kondisi barang yang kurang baik.

Retur akan mengurangi penjualan karena menjadi komponen yang merugikan perusahaan.
Khusus pada tahap penjualan bersih tidak memperhitungkan biaya kirim yang dilakukan oleh
perusahaan karena hal tersebut ditanggung oleh pembeli.

Langkah Kedua : Menghitung Pembelian Bersih

Langkah selanjutnya adalah dengan menghitung pembelian bersih yang dilakukan oleh
perusahaan. Dalam perhitungan ini yang tidak boleh terlupa adalah menghitung komponen
biaya kirim yang harus ditanggung perusahaan saat membeli barang, selain biaya pembelian
secara umum tentunya.
Pembelian bersih = (Total pembelian tunai dan kredit + biaya angkut) – (retur pembelian
+ potongan pembelian)
Persediaan awal barang ini mengacu pada jumlah barang yang dimiliki perusahaan pada awal
periode perhitungan buku tahunan. Besarnya persediaan awal ini bisa berasal dari sisa barang
yang tidak terjual atau digunakan pada proses produksi pada periode sebelumnya. Sehingga
untuk mengamankan stok dilakukan pembelian bersih barang tambahan.

Baca juga : Akuntansi Anggaran, Pengertian, Tujuan, dan Fungsinya pada Bisnis

Langkah Terakhir: Menghitung Harga Pokok Penjualan

Setelah semua komponen perhitungan sudah terpenuhi, langkah terakhir adalah dengan
menghitung harga pokok penjualan sesuai dengan rumus di atas. Untuk menghitung harga
pokok dibutuhkan langkah yang cukup panjang.

Sehingga dalam melakukannya harus penuh hati-hati dan teliti. Kesalahan sedikit saja dalam
melakukan perhitungan harga pokok penjualan bisa berakibat fatal. Cara menghitung HPP
atau harga produksi tidak terlalu sulit. Yang terpenting adalah pemahaman yang mendalam
terkait dengan laporan keuangan perusahaan.

Setelah itu melakukan perhitungan dengan menggunakan langkah-langkah di atas, kemudian


dilanjutkan dengan menghitung harga pokok penjualan sesuai persamaan yang ada.

Harga Pokok Penjualan = Persediaan Barang – Persediaan Akhir


Penghitungan HPP ini cukup fleksibel, karena tidak semua komponen tersebut selalu ada.
Contohnya adalah retur pembelian atau retur penjualan. Namun, setiap komponen harus tetap
diperhitungkan dengan baik.

Oleh karena itu, Anda harus memahami dengan baik cara perhitungannya. Agar tidak terjadi
kesalahan fatal dalam bisnis Anda.

Contoh Kasus

PT ABCD, Jakarta 1 Maret 2020


–  Persediaan barang dagangan (awal) : Rp12.000.000

–  Pembelian : Rp60.000.000

–  Beban kirim pembelian : Rp2.000.000

–  Retur pembelian : Rp3.000.000

–  Potongan pembelian : Rp2.500.000

–  Persediaan barang dagangan (akhir) : Rp6.000.000

Penghitungan HPP:
–  Pembelian bersih = (Rp60.000.000 + Rp2.000.000) – (Rp3.000.000 + Rp2.500.000) =
Rp56.500.000

–  Barang tersedia untuk dijual = Rp12.000.000 + Rp56.500.000 = Rp68.500.000

–  Harga pokok penjualan = Rp68.500.000 – Rp6.000.000 = Rp62.500.000

Mengapa Anda perlu Mengetahui HPP pada Bisnis Anda?

Berikut beberapa alasan mengapa Anda harus mengetahui harga pokok penjualan.

HPP dan harga

Penetapan harga produk adalah salah satu tanggung jawab tersulit yang Anda miliki. Anda
perlu memberi harga barang yang tepat untuk menjualnya dan menghasilkan keuntungan.

Jika Anda mengetahui harga pokok penjualan, Anda dapat menetapkan harga yang memberi
Anda margin keuntungan yang sehat. Dan, Anda dapat menentukan kapan harga produk
tertentu perlu dinaikkan.

Misalkan harga pokok penjualan Anda untuk Produk A sama dengan 10.000 Anda perlu
memberi harga produk lebih tinggi dari 10.000 untuk menghasilkan keuntungan.

HPP dan keuntungan bisnis

Setelah Anda mengetahui harga pokok penjualan, Anda dapat menghitung pendapatan


kotor atau laba bisnis Anda, yang merupakan jumlah yang diperoleh bisnis Anda dari menjual
penawaran Anda sebelum dikurangi pajak dan biaya lainnya.

Dan ketika Anda mengetahui laba kotor bisnis Anda, Anda dapat menghitung pendapatan
atau laba bersih Anda, yang merupakan jumlah yang diperoleh bisnis Anda setelah
mengurangi semua biaya.

Berikut rumus laba kotor:

Pendapatan Kotor = Pendapatan Kotor – HPP


Dan berikut rumus mencari laba bersih:

Pendapatan Bersih = Pendapatan – HPP – Beban


Seperti yang Anda lihat, mengetahui HPP bisnis Anda adalah bagian integral dari
penghitungan profit bisnis Anda secara keseluruhan. Dan, Anda perlu mengetahui
keuntungan bisnis Anda untuk mencari pembiayaan dan membuat keputusan keuangan.

Pencatatan harga pokok penjualan dalam akuntansi

Pada laporan keuangan apa Anda mencatat harga pokok penjualan?


Catat HPP bisnis Anda di laporan laba rugi bisnis kecil Anda. HPP muncul di bawah
penjualan atau pendapatan bisnis Anda. Kurangi HPP dari pendapatan Anda untuk
mendapatkan laba kotor.

HPP Anda juga berperan dalam neraca Anda. Neraca untuk bisnis kecil mencantumkan nilai
persediaan bisnis Anda di bawah aset saat ini. Buat daftar persediaan akhir Anda untuk
periode akuntansi.
Break Even Point (BEP): Pengertian dan Cara Hitungnya0

Dalam berbisnis, ada saat dimana biaya yang kita keluarkan dalam
mengoperasikan bisnis menemui “titik impas”. Kondisi seperti ini dalam ilmu
manajemen keuangan disebut dengan Break Even Point atau disingkat BEP.
Singkatnya begini, BEP adalah dimana biaya operasional yang digunakan sama
besarnya dengan pendapatan yang didapat.
Kondisi keuangan yang Anda keluarkan untuk bisnis tidak untung maupun rugi
sehingga berada di posisi yang seimbang.
Untuk lebih lengkapnya mengenai Break Even Point atau BEP mari simak
penjelasan singkat berikut ini.
 

Pengertian Break Even Point


Masih banyak orang yang menyalah-artikan bahwa Break Even Point (BEP)
merupakan balik modal. Padahal balik modal dan Break Even Point memiliki
definisi yang berbeda.
Dalam istilah akuntansi, balik modal bisa diartikan sebagai return of
investment dimana yang dihitung adalah modal yang Anda keluarkan untuk
menjalankan bisnis sehingga mampu memberikan keuntungan pada jangka waktu
tertentu.
Sedikit berbeda dengan balik modal, Break Even Point lebih memerhatikan
besaran biaya operasional yang dikeluarkan berdasarkan aktiva tetap dan tidak
tetap.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, Break Even Point atau BEP
merupakan titik dimana jumlah pendapatan sama dengan jumlah pengeluaran atau
biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi barang/jasa atau yang disebut
dengan titik impas.
Lebih jelasnya, Harahap pada bukunya Analisis atas Laporan Keuangan (2004)
menjelaskan bahwa BEP merupakan kondisi dimana perusahaan tidak memperoleh
laba dan tidak menderita kerugian. Itu artinya semua biaya yang dikeluarkan untuk
operasi produksi bisa ditutupi oleh pendapatan dari penjualan produk.
Baca Juga: 5 Jenis Laporan Keuangan dan Pengertiannya
 

Fungsi Perhitungan Break Even Point


(BEP)
Berbeda dengan return of investment dimana berfungsi sebagai analisis seberapa
efisiensi penggunaan modal yang dikeluarkan untuk menjalankan usaha, analisis
BEP membantu bagaimana perusahaan bisa mengefisiensikan produksinya untuk
mencapai laba yang optimal.
Adapun fungsi atau tujuan perhitungan Break Even Point (BEP) sebagai berikut.
1. Pengusaha mampu menentukan volume kapasitas produksi yang tersisa setelah BEP
tercapai hal ini akan membantu perusahaan memproyeksikan laba maksimumnya.
2. Pengusaha bisa menentukan langkah efisiensi kerja yang bisa dilakukan. Contohnya,
mengurangi beban yang dianggap tidak perlu.
3. Mengetahui perubahan nilai laba jika terjadi perubahan harga produk. Hal ini karena
nilai BEP dengan harga produk dan laba memiliki hubungan linier. Itu artinya jika
salah satu nilai tinggi maka elemen lainnya juga tinggi.
4. Mampu mengetahui perubahan laba sehingga perusahaan bisa mengantisipasi nilai
kerugian ketika terjadi penurunan penjualan.
5. Pengusaha dapat menentukan margin untuk memperoleh keuntungan.
Intinya, adanya perhitungan BEP ini adalah sebagai pedoman bagi pengusaha
untuk mengefisiensikan produksi untuk mendapatkan keuntungan yang optimal.
Pengusaha bisa menetapkan kebijakan-kebijakan ekonomis bagi bisnisnya pada
periode mendatang. Pengusaha juga menjadi lebih jeli dalam memberikan inovasi
pada produk-produknya.
 

Komponen Pembentuk Break Even


Point
Tentu tidak lengkap jika membahas perhitungan BEP tanpa mengetahui komponen
pembentuknya.
Ada empat komponen pembentuk perhitungan Break Even Point (BEP) yaitu biaya
tetap, biaya variabel, harga jual, dan pendapatan. Berikut penjelasannya.

Biaya Tetap (Fixed Cost)


Biaya tetap atau fixed cost merupakan biaya yang nilainya tidak berubah meski ada
perubahan operasional bisnis.
Perubahan yang dimaksud adalah ada atau tidaknya aktivitas operasional
perusahaan untuk memproduksi barang pada periode tertentu. Misalnya biaya
tenaga kerja, biaya sewa, atau biaya penyusutan peralatan.

Biaya Variabel (Variable Cost)


Berbeda dengan biaya tetap, biaya variabel nilainya berubah-ubah sesuai dengan
kapasitas produksi. Biaya variabel bisa saja meningkat atau menurun sesuai dengan
permintaan.
Misalnya biaya bahan baku, biaya transportasi, atau biaya lainnya yang berkaitan
langsung dengan kapasitas produksi.
Harga Jual (Price)
Harga jual merupakan besaran harga setelah menentukan seluruh biaya produksi
ditambah dengan nilai keuntungan atau margin. Harga jual biasanya dihitung per-
unit setelah produksi.

Pendapatan (Revenue)
Pendapatan atau penghasilan merupakan perhitungan hasil yang didapat dari
penjualan. Jumlah pendapatan didapat dari harga jual dikalikan dengan jumlah
produk yang terjual.
Nilai pendapatan berfungsi untuk proyeksi pendapatan pada periode selanjutnya
dengan nilai keuntungan dan/atau jumlah unit dan harga yang berbeda.
 

Perhitungan Break Even Point (BEP)


Break Even Point atau BEP umumnya dapat dihitung menggunakan tiga metode;
metode persamaan, metode margin kontribusi dan metode grafik.
Meskipun memiliki perbedaan bentuk atau variasi analisis, namun pada dasarnya
hasil akhirnya tetap sama.
Berikut penjabaran metode perhitungan Break Even Point.

Metode Persamaan
Metode persamaan merupakan metode yang digunakan berdasarkan laporan laba
rugi.
Rumus pertama digunakan untuk mengetahui berapa unit jumlah barang/jasa yang
harus diproduksi untuk mencapai BEP yaitu:
BEP (unit) = Total Biaya Tetap (Fixed Cost) / (Harga Jual Per Unit Produk –
Biaya variabel setiap unit produk
Rumus kedua adalah untuk mengetahui berapa rupiah nilai penjualan yang harus
diterima untuk mendapatkan titik impas. Adapun rumusnya sebagai berikut.
BEP (rupiah) = Total Biaya Tetap (Fixed Cost) / (1 – Biaya Variabel Setiap
Unit Produk / Harga Jual Per Unit)
atau
BEP (Satuan Rupiah) = (Biaya Tetap / Harga Jual Per Unit – Biaya Variabel)
x Harga Jual per Unit
BEP untuk produk ganda
BEP Produk Ganda = Biaya Tetap (Fixed Cost) / [(1 – v/c) x Wi]
Dimana v/c merupakan perbandingan variable cost atau biaya variabel dan harga
jual.
Sedangkan Wi menyatakan persentase dari total penjualan tiap produk dalam
rupiah atau bisa disebut dengan bobot kontribusi margin.
Pada keadaan BEP laba operasionalnya sama dengan nol sehingga menghasilkan
jumlah produk yang dijual mencapai BEP ditambah biaya tetap.

Metode Kontribusi Unit


Metode kontribusi unit merupakan metode berdasarkan jumlah margin kontribusi.
Margin kontribusi sendiri adalah selisih antara pendapatan dari hasil penjualan
dengan biaya variabel.
Dengan menggunakan metode ini, pengusaha dapat mengetahui berapa keuntungan
dari suatu produk yang berhasil dijual dengan mengukur hasil dari penjualan
terhadap keuntungan.
Margin kontribusi unit = Pendapatan – Biaya variabel (Variable Cost)
Rasio Margin Kontribusi = Margin Kontribusi / Penjualan
Berdasarkan dasar rumus di atas akan menghasilkan rumus:
BEP (Unit) = Biaya Tetap / Margin Kontribusi per Unit
atau
BEP = Biaya Tetap / (Harga Jual – Biaya variabel)
Sedangkan untuk satuan rupiah:
BEP (Satuan Rupiah) = Biaya Tetap / Rasio Margin Kontribusi

Metode Grafik
Selain dengan metode persamaan, BEP atau Break Even Point dapat digambarkan
melalui metode grafik.
Grafis BEP akan menunjukkan volume penjualan pada sumbu x atau garis
horizontal dan biaya akan terletak pada sumbu y atau garis vertikal.
Nah, titik impas atau BEP terletak pada perpotongan antara garis volume penjualan
dan garis biaya.
Untuk lebih jelasnya, Anda bisa melihat grafik di bawah ini.
Pada grafik tersebut, irisan pada sebelah kiri garis BEP merupakan sisi kerugian
(loss) dan sebelah kanan merupakan sisi laba (profit).
Grafik BEP mampu mempermudah pengusaha untuk melihat dan mengevaluasi
perubahan volume tahun lalu dan memproyeksikan volume penjualan pada tahun
selanjutnya.
Menurut Henry Simamora dalam bukunya Akuntansi Manajemen (2012), melalui
grafik BEP, hal yang penting bagi pengusaha untuk diperhatikan adalah selama
harga jual melebihi biaya variabel, maka penjualan yang lebih banyak akan
menguntungkan perusahaan baik dengan meningkatkan laba atau mengurangi
kerugian.
Sehingga penting bagi perusahaan tetap beroperasi untuk mencegah kerugian yang
lebih besar lagi.
 

Contoh Perhitungan Break Even


Point (BEP)
Untuk membuktikan dan bisa lebih memahami analisis titik impas atau BEP, Anda
bisa melihat contoh soal berikut ini.
Contoh:
Sebuah perusahaan yang memproduksi peralatan rumah tangga ingin mengetahui
berapa unit yang harus diproduksi agar mencapai BEP atau titik impas.
Biaya tetap produksinya Rp 100.000.000 dan biaya variabel atau tidak tetap per-
unit sebesar Rp 250.000. Harga jual per-unitnya sebesar Rp 500.000. 
Berapakah unit yang harus diproduksi agar perusahaan tersebut mencapai BEP?
Diketahui:
Biaya tetap produksi (Fixed Cost): Rp 100.000.000
Biaya variabel per unit: Rp 250.000
Harga jual per unit: Rp 500.000
Menghitung BEP dalam Unit maka persamaan yang digunakan adalah:
BEP (unit) = Total Biaya Tetap (Fixed Cost) / (Harga Jual Per Unit Produk –
Biaya variabel setiap unit produk
BEP (Unit) = 100.000.000 / (500.000 – 250.000)
BEP (Unit) = 100.000.000 / 250.000
BEP (Unit) = 400 unit
Jadi, perusahaan tersebut harus memproduksi peralatan rumah tangga sebanyak
400 unit mencapai Break Even Point (BEP).
Untuk perhitungan berapa rupiah agar mencapai BEP maka;
BEP (Rupiah) = Total Biaya Tetap (Fixed Cost) / (1 – Biaya Variabel Setiap
Unit Produk / Harga Jual Per Unit)
BEP (Rupiah) = 100.000.000 / (1 – 250.000/500.000)
BEP (Rupiah) = 100.000.000 / (1 – 1/2)
BEP (Rupiah) = Rp 200.000.000
Jadi, perusahaan tersebut harus bisa mencapai penjualan sebesar Rp 200.000.000
untuk mencapai titik impasnya.
Tidak sampai di situ, melalui perhitungan tersebut perusahaan bisa
memproyeksikan target laba yang diinginkan menggunakan rumus:
BEP – Laba = (Biaya Tetap + Target Laba) / (Harga Jual Per Unit – Biaya
Variabel)
Katakanlah perusahaan tersebut menargetkan laba sebesar Rp 50 juta per bulan
maka,
BEP – Laba = (100.000.000 + 50.000.000) / (500.000 – 250.000)
BEP – Laba = 150.000.000 / 250.000
BEP – Laba (untuk target unit) = 600 unit
BEP – Laba (untuk target penjualan) = (jumlah unit x harga jual) = 600 x Rp
500.000 = Rp 300.000.000
Untuk membuktikan bahwa penjualan 600 unit bernilai Rp 300.000.000,
perusahaan mendapatkan laba sebesar Rp 50 juta, maka bisa menggunakan metode
berikut.
= Penjualan – (Biaya Tetap + Total Biaya Variabel)
= 300.000.000 – (100.000.000 + (600 unit x 250.000))
= 300.000.000 – 250.000.000
= Rp 50.000.000
Baca Juga: Laporan Keuangan UKM, Hal-Hal yang Wajib Anda Ketahui
Kesimpulan
BEP atau Break Even Point atau titik impas merupakan komponen keuangan
dimana pengusaha mampu memproyeksikan berapa unit produk yang harus dijual
atau berapa rupiah keuntungan yang harus dicapai agar berada di titik impasnya.
Hal ini tentu berguna bagi perusahaan untuk memproyeksikan langkah-langkah
yang akan diambil dalam aktivitas penjualan mulai dari inovasi, variasi produk,
hingga hal-hal yang bersifat operasional agar perusahaan mampu mencapai
keuntungan yang optimal.

Anda mungkin juga menyukai