Anda di halaman 1dari 9

Definisi Harga Pokok Penjualan

Pengertian harga pokok penjualan sendiri, menurut prinsip akuntansi Indonesia dapat
dijelaskan sebagai jumlah pengeluaran dan beban yang diperkenankan, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Hal tersebut untuk menghasilkan barang atau jasa di dalam kondisi
dan tempat di mana barang itu dapat dijual atau digunakan. Untuk mendapatkan perhitungan
HPP yang tepat , rasional, dan wajar, kita harus mengenali komponen yang menentukannya.

Tujuan menghitung Harga Pokok


Penjualan
Tujuan menghitung HPP adalah mengetahui besarnya biaya yang dikeluarkan dalam produksi
barang dan jasa. HPP merupakan salah satu komponen dalam laporan laba rugi.

Manfaat Menghitung Harga Pokok


Penjualan
Beberapa manfaat lain dari perhitungan harga pokok penjualan diantarannya adalah sebagai
berikut:
 Dapat menghitung laba rugi
 Sebagai alat bantu menentukan realisasi biaya produksi
 Dan yang terakhir sebagai penentu harga jual barang

Komponen Penentu Harga Pokok


Penjualan Perusahaan Dagang
Seperti yang dituliskan di pembuka, bahwa kamu juga perlu tahu komponen-komponen
dalam perhitungan harga pokok penjualan, maka sekarang akan kita bahas. Ada apa saja
komponen penentu harga pokok penjualan perusahaan dagang. Apakah berbeda dengan
perusahaan manufaktur? Berikut ini komponen-komponennya.

Persediaan Awal Barang Dagang


Persediaan awal barang dagang merupakan persediaan barang yang tersedia di awal periode
atau tahun buku berjalan. Saldo persediaan awal barang dagang bisa dilihat pada neraca saldo
periode berjalan atau neraca awal perusahaan, atau neraca tahun sebelumnya.
Persediaan Akhir Barang Dagang
Persediaan akhir barang dagang merupakan persediaan barang yang tersedia di akhir periode,
atau akhir tahun buku berjalan. Saldo persediaan ini biasanya diketahui pada data
penyesuaian perusahaan pada akhir periode.

Pembelian Bersih
Pembelian bersih merupakan seluruh pembelian barang dagang yang dilakukan perusahaan,
baik pembelian barang secara tunai maupun secara kredit. Ditambah juga dengan biaya
angkut pembelian dikurangi potongan pembelian dan retur pembelian yang terjadi.

Cara Menghitung Harga Pokok


Penjualan Perusahaan Dagang
Selanjutnya, kita akan bahas cara menghitungnya. Adapun untuk mendapatkan harga
penjualan pokok dalam perusahaan dagang bisa menggunakan tahapan penghitungan di
bawah ini:

Menghitung Penjualan Bersih


Penjualan Bersih = Penjualan – (Retur Penjualan + Potongan Penjualan)

Ongkos Angkut Penjualan tidak termasuk dalam hitungan HPP dan menjadi biaya umum.

Menghitung Pembelian Bersih


Pembelian Bersih = (Pembelian + Ongkos Angkut Pembelian) – (Retur Pembelian +
Potongan Pembelian)

Menghitung Persediaan Barang


Persediaan Barang = Persediaan Awal + Pembelian Bersih

Menghitung Harga Pokok Penjualan


Harga Pokok Penjualan = Persediaan Barang – Persediaan Akhir

Contoh Perhitungan Harga Pokok Penjualan Perusahaan Dagang

Cara Menghitung Harga Pokok


Penjualan Perusahaan Manufaktur
Seperti yang telah dikatakan diatas bahwa cara menghitung HPP perusahaan dagang dan
perusahaan manufaktur berbeda. Berikut cara menghitung HPP perusahaan manufaktur.
Menghitung Semua Bahan Baku yang Digunakan
Perusahaan manufaktur merupakan perusahaan yang memproduksi barang dagangannya
sendiri dari bahan mentah dan menentukan HPP-nya sendiri. Oleh karena itu, perusahaan
manufaktur membutuhkan bahan baku.

Bahan baku merupakan modal utama dalam menghitung HPP untuk pertama kalinya.
Perusahaan harus menentukan berapa banyak bahan baku yang akan digunakan untuk
memproduksi suatu barang.

Untuk menentukannya, kamu dapat melihat dari berapa banyak bahan baku yang masih
tersisa di akhir periode, setelah saldo awal periode. Kemudian ditambah dengan pembelian
yang ada selama periode tersebut berlangsung.

Berikut cara untuk menghitung semua bahan baku yang digunakan untuk produksi:

Bahan Baku Terpakai = Saldo Awal Bahan Baku + Pembelian Bahan Baku – Saldo Akhir
Bahan Baku

Menghitung Biaya Produksi Lainnya


Terdapat biaya lain yang berpengaruh terhadap proses produksi barang dari bahan mentah
sampai menjadi barang jadi selain bahan baku utama. Biaya-biaya tersebut antara lain:

 Biaya tenaga kerja langsung.


 Biaya overhead (biaya bahan baku yang bersifat tidak pokok). Misalnya biaya listrik, biaya
reparasi, biaya pemeliharaan, dan sebagainya.

Menghitung Total Biaya Produksi


Salah satu hal yang perlu kamu ketahui ketika akan menghitung harga pokok produksi di
perusahaan manufaktur adalah total biaya produksi. Kamu tahu apa itu total biaya produksi?
Total biaya produksi disebut juga sebagai harga pokok produksi.

Total biaya produksi merupakan sebagian biaya yang dikeluarkan saat barang sudah masuk
ke dalam proses produksi dan biaya yang dikeluarkan untuk produksi barang tersebut.

Cara menentukan total biaya produksi adalah bahan baku barang yang diproses pada awal
periode produksi ditambah dengan bahan baku penambahnya atau bahan baku tidak pokok
(tenaga kerja langsung dan overhead). Lalu selanjutnya dikurangi dengan barang yang masih
tersisa di gudang pada akhir periode.
Secara sederhana, formula cara menghitung biaya produksi lainnya adalah sebagai berikut:
Total Biaya Produksi = Bahan Baku Yang Digunakan + Biaya Tenaga Kerja Langsung +
Biaya Overhead Produksi

Menghitung Harga Pokok Produksi


Selanjutnya adalah menghitung harga pokok produksi. Formula cara menghitung harga
pokok produksi adalah sebagai berikut:

Harga Pokok Produksi = Total Biaya Produksi + Persediaan Barang Dalam Proses Produksi
Awal – Persediaan Barang Dalam Proses Produksi Akhir

Menghitung Harga Pokok Penjualan (HPP)


Terakhir adalah menghitung HPP (Harga Pokok Penjualan). Cara menentukan HPP adalah
harga pokok produksi ditambah dengan persediaan barang awal dikurangi dengan persediaan
barang akhir.

Secara sederhana, formula cara menghitung HPP di perusahaan manufaktur adalah sebagai
berikut:

Harga Pokok Penjualan (HPP) = Harga Pokok Produksi + Persediaan Barang Awal –
Persediaan Barang Akhir

Contoh Perhitungan Harga Pokok Penjualan Perusahaan Manufaktur

Pada dasarnya, untuk menyusun patokan harga pokok penjualan, sebuah usaha membutuhkan
informasi dari laporan neraca lajur, sebelum menyederhanakannya dan menjadikannya dalam
beberapa komponen inti penyusun perhitungan HPP. Untuk memperoleh HPP yang akurat,
maka laporan neraca lajur yang dimiliki sebuah perusahaan pun harus tepat.
Pengertian Neraca Lajur
Neraca lajur disebut juga kertas kerja (worksheet) yang berbentuk kertas, berisi kolom-kolom
untuk mencatat keuangan secara manual. Pencatatan pada neraca lajur ini cenderung bersifat
tidak formal, sehingga pengisiannya dapat diperbaiki dan dikoreksi jika perlu nantinya.
Neraca lajur memang bukan merupakan salah satu jenis laporan keuangan, namun
pembuatannya akan mempermudah proses penyusunan laporan keuangan itu sendiri.

Dalam neraca lajur, semua akun yang terdapat pada perusahaan akan dicatat dan digolongkan
ke kolom atau lajur yang ada. Data akun yang akan dimasukkan dalam neraca lajur diambil
dari data yang dicatat pada neraca saldo dan jurnal penyesuaian. Sedangkan untuk
penggolongan kolom neraca lajur terbagi menjadi enam jenis, yaitu Neraca Saldo,
Penyesuaian, Neraca Saldo Setelah Penyesuaian, Neraca, dan Laba Rugi.

Fungsi Neraca Lajur


Setelah memahami apa itu neraca lajur, selanjutnya kita akan membahas fungsi dari neraca
tersebut. Terdapat beberapa fungsi penerapan neraca lajur dalam pencatatan keuangan, yaitu:
Meringkas Data dalam Pencatatan Keuangan
Fungsi neraca lajur yang pertama adalah menggolongkan dan meringkas data yang berisi
akun keuangan pada perusahaan. Dengan adanya neraca lajur, data keuangan akan lebih
mudah untuk dilihat dan digunakan untuk keperluan selanjutnya. Data yang ringkas akan
membantu menunjukkan informasi yang dibutuhkan tanpa proses yang panjang.

Memeriksa Kembali Data yang Dicatat


Adanya pencatatan dengan menggunakan neraca lajur akan membantu memeriksa kembali
data pada pencatatan sebelumnya, terutama dalam neraca saldo dan jurnal penyesuaian.
Dalam pencatatan keuangan sangat mungkin terjadi kesalahan, baik oleh human
error maupun kesalahan software yang digunakan. Karena itu, proses pencatatan yang
dilakukan dalam neraca lajur akan dapat memperbaiki dan menghindari kesalahan pencatatan
keuangan secara keseluruhan.

Membantu Penyusunan Laporan Keuangan


Seperti yang telah diulas pada bagian sebelumnya, pencatatan dalam neraca lajur akan
membantu dalam proses pembuatan laporan keuangan. Hal ini karena dalam neraca lajur
sudah mencakup dan merangkum data-data yang dibutuhkan dalam menyusun laporan
keuangan. Tentunya ini akan sangat memudahkan dan menghemat waktu pembuatan laporan
keuangan, tanpa perlu mencari data dari sumber yang terlalu banyak.

Menunjukkan Perusahaan Telah Menjalankan


Prosedur
Fungsi terakhir dari neraca lajur adalah untuk menunjukkan bahwa perusahaan telah
menjalankan prosedur pencatatan keuangan yang seharusnya dilakukan. Ini juga
menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kredibilitas dalam mencatat dan mengelola
keuangan dengan benar. Sehingga laporan keuangan yang dibuat pun memiliki kredibilitas
karena disusun berdasarkan neraca lajur, yang merupakan bagian dari prosedur pencatatan
keuangan.

Membuat Neraca Lajur


Dalam membuat neraca lajur sebenarnya tidak banyak proses pencatatan dan penghitungan
yang dilakukan, karena tinggal memindahkan beberapa data dari pencatatan lain yang sudah
ada. Namun dalam proses memindahkan data tersebut perlu diperhatikan untuk mengecek
kembali apakah data yang tertera sudah benar. Hal ini sesuai dengan salah satu fungsi neraca
lajur yaitu untuk memeriksa kembali data dan menghindari kesalahan pencatatan keuangan.
Untuk gambaran lebih jelasnya mengenai pencatatan neraca lajur, berikut adalah proses yang
perlu dilakukan dalam membuat neraca lajur:

Membuat Format dan Kolom Neraca Lajur


Hal pertama yang harus dilakukan adalah membuat format dan kolom yang dibutuhkan dalam
neraca lajur. Untuk format neraca, di bagian atas harus ditulis nama perusahaan, judul
“Neraca Lajur”, dan periode pencatatan.

Sedangkan kolom yang harus dibuat berjumlah total 7 kolom, satu untuk Nama Akun dan 6
untuk golongan lajur (Neraca Saldo, Penyesuaian, Neraca Saldo Setelah Penyesuaian,
Neraca, dan Laba Rugi). Enam golongan kolom ini harus dibuat dua sisi yang menunjukkan
Debet (D) dan Kredit (K).

Memasukkan Data dari Neraca Saldo dan Jurnal


Penyesuaian
Hal yang selanjutnya harus dilakukan adalah mengisi kolom-kolom yang telah dibuat, mulai
dari Nama Akun dan Neraca Saldo. Kolom ini diisi dengan memasukkan data dari neraca
saldo yang memuat data saldo akhir setiap akun berdasarkan pencatatan buku besar
perusahaan.

Untuk kolom Penyesuaian, data dimasukkan dari jurnal penyesuaian yang telah dibuat
sebelumnya secara terpisah. Jurnal penyesuaian dibuat untuk menyesuaikan pendapatan dan
pengeluaran yang benar-benar terjadi, agar dapat menunjukkan keadaan perusahaan yang
sebenarnya.

Menghitung Saldo yang Telah Disesuaikan


Setelah data pada kolom Neraca Saldo dan Penyesuaian terisi, selanjutnya kita perlu
menghitung saldo pada akun yang mengalami penyesuaian. Perhitungan ini dilakukan dengan
menambah atau mengurangi saldo dalam kolom Neraca Saldo dengan saldo dalam kolom
Penyesuaian.

Saldo yang telah dihitung dan disesuaikan kemudian diletakkan dalam kolom Neraca Saldo
Setelah Penyesuaian. Isi saldo dalam kolom ini juga yang akan dipindahkan untuk mengisi
kolom Neraca tanpa melakukan perubahan apapun.

Mengisi dan Menghitung Kolom Laba Rugi


Untuk mengisi kolom Laba Rugi, data yang dimasukkan berasal dari kolom sebelumnya yaitu
Neraca. Namun tidak semua data dipindahkan, hanya dari akun pendapatan dan beban-beban
saja. Data ini yang kemudian dihitung untuk mendapatkan saldo laba atau rugi perusahaan.
Setelah itu, neraca lajur pun telah selesai dibuat dan siap digunakan untuk keperluan
selanjutnya.

Setelah mendapatkan penjelasan mengenai harga pokok penjualan, tentunya sekarang kamu
tahu kan bagaimana menghitungnya? Nah, perhitungan harga pokok penjualan ini dapat
diaplikasikan untuk perusahaan manufaktur maupun perusahaan dagang.

Anda mungkin juga menyukai