Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN ARITMIA PRE PEMASANGAN

IMPLANTABLE CARDIOVERTER DEFIBRILLATOR (ICD)


DI RUANG CICU
Laporan
diajukan untuk memenuhi salah sayu tugas mata kuliah Keperawatan Gadar Dan
Kritis Dengan Dosen Tri Antika Rizki Kusuma Putri, M.Kep.,SP.Kep.,M.Kep

disusun oleh:
Chanti Melnawati 319002

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
PPNI JAWA BARAT
BANDUNG
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan komplikasi yang
sering terjadi pada infark miokardium. Aritmia atau disritmia adalah
perubahan pada frekuensi dan irama jantung yang disebabkan oleh
konduksi elektrolit abnormal atau otomatis (Doenges, 1999).
Aritmia timbul akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel
miokardium. Perubahan elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai
perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel
(Price, 1994). Gangguan irama jantung tidak hanya terbatas pada
iregularitas denyut jantung tapi juga termasuk gangguan kecepatan denyut
dan konduksi (Hanafi, 1996).

Aritmia jantung (heart arrhythmia) menyebabkan detak jantung


menjadi terlalu cepat, terlalu lambat, atau tidak teratur. Aritmia jantung
umumnya tidak berbahaya. Kebanyakan orang sesekali mengalami detak
jantung yang tidak beraturan kadang menjadi cepat, kadang melambat.
Namun beberapa jenis aritmia jantung dapat menyebabkan gangguan
kesehatan atau bahkan sampai mengancam nyawa.

B. Etiologi
Penyebab yang paling umum dari aritmia ventrikel adalah penyakit
miokard (iskemi dan infark), yang disertai dengan perubahan
keseimbangan elektrolit, gangguan metabolisme, toksisitas obat dan
vasospasme coroner. Karena implus berasal dari ventrikel, maka tidak
melalui system konduksi yang normal melainkan jaringan otot ventrikel.
Hal ini menimbulkan gambaran kompleks QRS yang lebar (< 0,12 detik).
Penyebab dasar suatu aritmia sering sulit dikenali tetapi beberapa faktor
aritmogenik berikut ini dapat menjadi perhatian :
1. Hipoksia : miokardium yang kekurangan oksigen menjadi iritabel
2. Iskemia : infark miokard dan angina menjadi pencetus
3. Stimulasi simpatis : menguatnya otot tonus karena penyebab apapun
(hypertiroid, gagal jantung kongesti, latihan fisik dll) dapat
menimbulkan aritmia.
4. Gangguan elektrolit : ketidakseimbangan kalium, kalsium dan
magnesium
5. Bradikardi : frekuensi jantung yang sangat lambat dapat menjadi
predisposisi aritmia
6. Regangan (stretch) : hipertrofi ventrikel

C. Klasifikasi
1. Aritmia nodus sinus
a) Sinus Bradikardi
Sinus Bradikardi adalah irama sinus yang lambat dengan kecepatan
kurang dari 60 denyut/menit. Hal ini sering terjadi pada olahragawan
dan seringkali menunjukkan jantung yang terlatih baik. Bradikardia
sinus dapat juga disebabkan karena miksedema, hipotermia,vagotoni,
dan tekanan intrakarnial yang meninggi. Umumya bradikardia tidak
perlu di obati kalau tidak menimbulkan keluhan pada pasien. Tetapi
bila bradikardi > 40/menit dan menyebabkan keluhan pada pasien
maka sebaiknya di obati dengan pemberian sulfasatrofin yang dapat
diiberikan pada intra vena. Sampai bradikardia dapat diatasi.
b) Sinus Takikardi
Ialah irama sinus yang lebih cepat dari 100/menit. Biasanya tidak
melebihi 170/menit. Keadaan ini biasanya terjadi akibat kelainan
ekstrakardial seperti infeksi, febris, hipovolemia, gangguan
gastrointestinal,anemia, penyakit paru obstruktif kronik,
hipertiroidisme. Dapat terjadi pada gagal jantung.
c) Sinus Aritmia
Ialah kelainan irama jantung dimana irama sinus menjadi lebih
cepat pada watu inspirasi dan menjadi lambat pada waktu ekspirasi.
d) Henti sinus (sinus arrest)
Terjadi akibat kegagalan simpul SA, setelah jedah, simpul SA akan
aktif kembali
2. Aritmia atrium
a) Kontraksi prematur atrium (Ekstrasistole Atrial)
Secara klinis ekstrasistol nodal hampir tidak dapat dibedakan
dengan ekstrasistol ventrikular ataupun ekstrasistol atrial. Pada
gambaran EKG ialah adanya irama jantung yang terdiri atas
gelombang T yang berasal dari AV node di ikuti kompleks QRS,
biasanya dengan kecepatan 50-60/menit. Pada trakikardia idionodal
(AV junctional tachycardia atau nodaltachycardia) terdapat dua
macam, yaitu : idiojunctional tachycardia dengan kecepatan
denyutventrikel 100-140/menit, dan axtrasistolik AV junctional
tachycardia dengan denyut ventrikel140-200/ menit.
b) Paroksimal Takikardi Atriuum
Disebut juga takikardia supra vebtrikular. Merupakan sebuah
takikardia yang berasal dari atrium atau AV node. Biasanya
disebabkan karena adanya re-entry baik di atrium, AVnode atau sinus
node. Pasien yang mendapatkan serangan ini merasa jantungnya
berdebar cepat sekali, gelisah, keringat dingin, dan akan merasa
lemah. Kadang timbul sesak nafas dan hipotensi. Pada pemeriksaan
EKG akan terlihat gambaran seperti ekstrasistol atrial yag berturut-
turut > 6. Terdapat sederetan denyut atrial yg timbul cepat berturut-
turut dan teratur.
 Gelombang P sering tdk terlihat
 Rate : 140-250 x/mnt
c) Flutter atrium
Pelepasan impuls dari fokus ectopic di atrium cepat dan teratur
Rate : 250-350x/mnt
d) Fibrilasi atrium
Pada fase ini di EKG akan tampak gelombang fibrilasi
(fibrillation wave) yag berupa gelombang yang sangat tidak teratur
dan sangat cepat dengan frekuensi 300 x/menit. Pada pemeriksaan
klinis akan ditemukan irama jantung yang tidak teratur dengan bunyi
jantung yang intensitasnya juga tidak sama.
3. Aritmia ventrikel
a) Kontraksi prematur ventrikel
Terjadi akibat peningkatan otomatis sel ataupun ventrikel PVC
bisa di sebabkan oleh oksisitas digitalis, hipoksia, hipokalemia,
demam, asedosis atau peningktan sirkulkalasi katekolamin. Pada
kontraksi premature ventrikel mempunyai karakter sebagai berikut
 Frekuensi:60-100 x/menit
 Gelombang p: tidak akan muncul karena impuls berasal dari
ventrikel
 Gelombang QRS: biasanya lebar dan aneh, berdurasi lebih dari
0,10 detik
 Hantaran: terkadang retrograde melalui jaringan penyambung
atrium
 Irama ireguler bila terjadi denyut premature
b) Bigemini ventrikel
Biasanya terjadi disebabkan oleh intoksikasi digitalis, penyakit
arteri koroner, miokard, infark, akut dan chf. Istilah bigemini mengacu
pada kondisi dimana setiap denyut jantung adalah premature.
Karakter:
 Frekuensi: dapat terjadi pada frekuensi jantung berapapun, tetapi
biasanya kurang dari 90x/menit.
 Gelombang p: dapat tersembunyi dalam kompleks QRS
 Kompleks QRS: qrs lebar dan aneh dan terdapat jeda kompensasi
lengkap.
 Hantaran: denyut sinus dihantarkan dari nodus sinus secara normal
namun PVC yang ulai berselang-seling pada ventrikel akan
mengakibatkan hantaran retrograde ke jaringan penyambung dan
atrium-
 Irama: ireguler
c) Takikardi ventrikel
Ialah ekstrasistole ventrikel yang timbul berturut-turut 4 atau
lebih. Ekstrasistol eventrikel dapat berkembang menjadi fibrilasi
ventrikel dan menyebabkan cardiac arrest. Penyebab takikardia
ventrikel ialah penyakit jantung koroner, infark miokard akut, gagal
jantung. Diagnosis ditegakkan apabila takikardia dengan kecepatan
antara 150-250/menit, teratur, tapi sering juga sedikit tidak teratur.
Pada gambaran EKG kompleks QRS yang lebar dari 0,12 detik dan
tidak ada hubungan dengan gelombang P.
d) Fibrilasi ventrikel
Ialah irama ventrikel yang khas dan sama sekali tidak teratur. Hal
ini menyebabkan ventrikel tidak dapat berkontraksi dengan cukup
sehingga curah jantung menurun atau tidak ada, tekanan darah dan
nadi tidak terukur, penderita tidak sadar dan bila tidak segera ditolong
akan menyebabkan mati. Biasanya disebabkan oleh penyakit jantung
kooner, terutama infark miokard akut. Pengobatan harus dilakukan
secepatnya, yaitu dengan directed current counter shock dengan dosis
400 watt second.

D. Patofisiologi
Di dalam jantung terdapat sel-sel yang mempunyai sifat
automatisasi artinya dapat dengan sendirinya secara teratur melepaskan
rangsang. Impuls yang di hasilkan dari sel-sel ini akan digunakan untuk
menstimulus otot jantung untuk melakukan kontraksi. Sel-sel tersebut
adalah SA node, AV node, Bundle His, dan serabut Purkinjee. Secara
normal, impuls akan di hasilkan oleh SA node, yang kemudian diteruskan
ke AV node, bundle his, dan terakhir ke serabut purkinje. Terjadinya
aritmia dapat disebabkan oleh berbagai faktor.
Faktor yang pertama ialah menurunnya fungsi SA node, sehingga
AV node menghasilkan impuls sendiri, impuls ini akan diteruskan seperti
biasanya sampai ke serabut purkinje. Pada serabut purkinje akan diterima
2 impuls yang berasal dari SA node dan AV node sehingga menyebabkan
mekanisme reentry. Kedua, impuls yang dihasilkan oleh SA node, akan
terhambat pada percabangan SA node (Sinus arrest) sehingga impuls tidak
sampai ke AV node, maka AV node secara otomatis akan menghasilkan
impuls sendiri sehingga timbul juga irama jantung tambahan.
Penghambatan impuls tidak hanya dapat terjadi pada percabangan SA
node, tetapi dapat terjadi pada bundle his juga.

Gangguan irama jantung secara elektrofisiologik dapat disebabkan oleh:


1. Gangguan pembentukan rangsang
Gangguan ini dapat terjadi secara aktif atau pasif. Bila gangguan
rangsang terbentuk secara aktif di luar urutan jaras hantaran normal,
seringkali menimbulkan gangguan irama ektopik; dan bila terbentuk
secara pasif sering menimbulkan escape rythm (irama pengganti).
a. Irama ektopik timbul karena pembentukan rangsang ektopik secara
aktif dan fenomena reentry.
b. Escape beat (denyut pengganti) ditimbulkan bila rangsang normal
tidak atau belum sampai pada waktu tertentu dari irama normal,
sehingga bagian jantung yang belum atau tidak mendapat rangsang
itu bekerja secara automatis untuk mengeluarkan rangsangan
intrinsik yang memacu jantung berkontraksi. Kontraksi inilah yang
dikenal sebagai denyut pengganti (escape beat).
c. Active ectopic firing terjadi pada keadaan di mana terdapat
kenaikan kecepatan automasi pembentukan rangsang pada sebagian
otot jantung yang melebihi keadaan normal, atau mengatasi irama
normal.
d. Reentry terjadi bila pada sebagian otot jantung terjadi blokade
unidirectional (blokade terhadap rangsang dalam arah antegrad), di
mana rangsang dari arah lain dapat masuk kembali secara retrograd
melalui bagian yang mengalami blokade tadi, setelah masa
refrakternya dilampaui (gambar 1). Keadaan ini menimbulkan
rangsang baru secara ektopik (ectopic beat).Bila reentry terjadi
secara cepat dan berulang-ulang atau tidak teratur (pada beberapa
tempat), maka dapat menimbulkan keadaan takikardia ektopik atau
fibrilasi.
2. Gangguan penghantaran (konduksi) rangsang
Kelainan irama jantung dapat disebabkan oleh hambatan pada
hambatan (konduksi) aliran rangsang yang disebut blokade. Hambatan
tersebut mengakibatkan tidak adanya aliran rangsang yang sampai ke
bagian miokard yang seharusnya menerima rangsang untuk dimulai
kontraksi. Blokade ini dapat terjadi pada tiap bagian sistem hantaran
rangsang (conduction system), mulai dari nodus SA atrium, nodus AV,
jaras His dan cabang-cabang jaras kanan dan kiri sampai pada
percabangan Purkinje dalam miokard.
3. Gangguan pembentukan dan penghantaran rangsang
Gangguan irama jantung dapat terjadi sebagai akibat gangguan
pembentukan rangsang bersama gangguan hantaran rangsang.
E. Pathway

Peradangan Gangg. Intoksikasi Ketidakseimbang Gangg. Pengaturan


jantung sirkulasi obat-obatan an elektrolit sist saraf otonom
koroner (hipo/hiperkalemi
)
Lepasnya Mengubah
↓ suplai O2 Aktivasi N.
mediator repolarisasi Perub. permeabilitas
utk sel otot vagus
nodus sel otot thd ion K
jantung
jantung
↓ aktivasi. Sel
nekrosis sel Potensial pacu jantung SA
otot jantung istirahat sel node
otot jantung
memendek/
memanjang Kardiomiopati

Gangguan
pembentukan atau
Dilatasi
penghantaran impuls
sel otot
Sel jantung Memic jantung
Degenerasi digantikan ARITMIA u focus
jar. parut ektopi Gagal
k jantung

Waktu pengisian ventrikel Kebutuhan O2 otot


jantung meningkat Jantung tidak dapat
mengompensasi
Suplai darah Suplai darah ke Kelelah
ke jaringan jantung an Penurunan curah
Intoleransi jantung
Suplai O2 ke jantung aktivitas
Suplai O2 ke
jaringan Suplai darah ke
Metabolisme sel secara anaerob otak
Risiko
perubahan
Mengahsilkan asam laktat Suplai O2 ke
perfusi
otak
jaringan
perifer
Pelepasan Nyeri dada Risiko
peradangan
mediator ketidakefektifan
inflamasi perfusi jaringan
Nyeri akut
otak
F. Manifestasi klinis
1. Perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur;
defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut
menurun; kulit pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin
menurun bila curah jantung menurun berat.
2. Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi,
perubahan pupil.
3. Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat
antiangina, gelisah
4. Nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan;
bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada
menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri
(edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.
5. Demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema
(trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan

G. Pemeriksaan penunjang
1. EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi.
Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan
elektrolit dan obat jantung.
2. Monitor Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk
menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien
aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi
pacu jantung/efek obat antidisritmia.
3. Foto dada : Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung
sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup
4. Skan pencitraan miokardia : dapat menunjukkan area
iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi
normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa.
5. Tes stres latihan : dapat dilakukan untuk mendemonstrasikan latihan
yang menyebabkan disritmia.
6. Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan
magnesium dapat mnenyebabkan disritmia.
7. Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya
obat jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin.
8. Pemeriksaan tiroid : peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum
dapat menyebabkan.meningkatkan disritmia.
9. Laju sedimentasi : Peninggian dapat menunjukkan proses inflamasi
akut contoh endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.
10. GDA/nadi oksimetri: Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi
disritmia.

H. Penatalaksanaan
1. Terapi medis
Obat-obat anti aritmia dibagi 4 kelas yaitu :
a. Anti aritmia Kelas 1 : sodium channel blocker
1) Kelas 1 A
Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan
untuk mencegah berulangnya atrial fibrilasi atau flutter.
Procainamide untuk ventrikel ekstra sistol atrial fibrilasi dan aritmi
yang menyertai anestesi.
Dysopiramide untuk SVT akut dan berulang
2) Kelas 1 B
Lignocain untuk aritmia ventrikel akibat iskemia miokard, ventrikel
takikardia.
Mexiletine untuk aritmia entrikel dan VT
3) Kelas 1 C
Flecainide untuk ventrikel ektopik dan takikardi
b. Anti aritmia Kelas 2 (Beta adrenergik blokade)
Atenolol, Metoprolol, Propanolol : indikasi aritmi jantung, angina
pektoris dan hipertensi
c. Anti aritmia kelas 3 (Prolong repolarisation)
Amiodarone, indikasi VT, SVT berulang, sering di igd RJP.
d. Anti aritmia kelas 4 (calcium channel blocker)
Verapamil, indikasi supraventrikular aritmia
2. Terapi mekanis
a. Implantable Cardioverter Defibrillator (ICD)
1) Pengertian
Adalah tindakan pemasangan alat permanen pada dada yang
bertujuan mendeteksi dan memberikan energi terbatas ke otot
jantung untuk menghentikan aritmia ventrikel berbahaya pada
kelainan aritmia ventrikular takikardi.

Aritmia ventrikular berupa takikardi ventrikel dengan QRS


lebar, tipe LBBB ataupun RBBB, monomorfik, atau polimorfik,
baik normal struktur jantung atau kelainan struktur jantung, dapat
disertai dengan kelainan saluran ion ataupun kelainan genetik otot
jantung, dalam keadaan menetap ataupun tidak menetap, muncul
secara spontan ataupun terinduksi, yang dapat mengancam nyawa
dan menyebabkan ventrikular fibrilasi. Dalam kondisi ini
diperlukan tatalaksana pemasangan alat yang mencegah
terjadinya henti jantung karena aritmia ventrikel tersebut yaitu
Defibrilator Kardioverter Implant (DKI) atau ICD.
2) Anamnesis
a) Berdebar
b) Kehilangan denyut
c) Nyeri dada
d) Denyut yang tiba2 terasa keras
e) Sesak nafas
f) Dizzines
g) Hampir sinkop sampai sinkop
h) Selamat dari Henti Jantung
i) Pasien dengan gejala gagal jantung kronis sebelumnya.
3) Pemeriksaan fisik
Laju nadi teraba cepat dan regular
4) Kriteria diagnosis
a) Anamnesis
 Pasien dengan Fungsi ejeksi Ventrikel Kiri (FEVKi) < 40%
dan kelas fungsional II atau III NYHA, yang disebabkan
infark Miokard (IM), paling cepat 40 hari setelah kejadian
serangan jantung.
 Pasien dengan FEVKi < 40% dan kelas fungsional I
NYHA, yang disebabkan infark miokard, paling cepat 40
hari setelah kejadian serangan jantung.
 Pasien yang selamat dari kejadian henti jantung karena
Fentrikel Vibrilasi (FV) atau Takikardi Ventrikel (TV)
yang menetap dengan hemodinamik tidak stabil dan tidak
ditemukan penyebabnya yang reversibel.
 Pasien dengan TV tidak langgeng akibat IM, FEVKi < 40%
dan FV atau VT menetap yang terinduksi saat studi
elektrofisiologis (SEF).
 Pasien dengan kelainan struktur jantung dan TV yang
menetap dan spontan, baik dengan hemodinamik stabil
maupun tidak.
 Pasien dengan riwayat sinkop tanpa sebab yang jelas,
disertai TV atau FV yang menetap dan hemodinamik tidak
stabil pada saat SEF.
 Untuk mengurangi resiko kematian jantung mendadak pada
pasien dengan sindroma QT panjang (SQTPa), yang pernah
mengalami sinkop dan/ atau TV walaupun mengkonsumsi
obat penyekat beta
 Pasien dengan Kardiomiopati Dilatasi non Iskemik disertai
disfungsi ventrikel kiri yang bermakna dan memiliki
riwayat sinkop tanpa sebab yang jelas.
 Pasien dengan TV yang menetap dengan fungsi ventrikel
kiri yang normal atau mendekati normal.
 Mengurangi resiko kematian jantung mendadak pada pasien
dengan Aritmogenik Ventrikel Kanan Displasia yang
memiliki satu atau lebih faktor resiko mengalami aritmia
TV dan resiko kematian jantung mendadak.
 Pasien dengan TV polimorfik yang memiliki riwayat
pingsan dan/atau mengalami TV menetap yang
terdokumentasi walaupun mengkonsumsi obat penyekat
beta.
 Pasien dengan Brugada Sindrom yang memiliki riwayat
pingsan.
 Pasien dengan sarkoidosis jantung, miokarditis sleraksasa
atau penyakit chagas.
 Pasien yang menunggu transplantasi jantung.
 Pasien dengan penyakit jantung kongenital yang selamat
dari henti jantung setelah evaluasi mendalam tentang
penyebab kejadian dan penyebab reversibel telah
disingkirkan.
 Pasien penyakit jantung kongenital dengan TV menetap dan
simtomatik, setelah menjalani evaluasi hemodinamik dan
elektrofisiologis, yang telah menjalani ablasi bedah/kateter.
b) EKG 12 sandapan : seperti pada definisi
c) EKG Holter : untuk menilai seberapa sering timbul takikardia
d) Echocardiografi : Menilai kelainan struktur jantung sebagai
penyebab
e) CAG : menilai ada tidaknya keterlibatan koroner
f) Cardiac MRI: menyingkirkan kelainan ARVD/ ARVCM
g) Studi Elektrofisiologi
5) Prosedur pemasangan
a) Pasien ditidurkan di meja tindakan
b) Pasang electrode EKG 6 lead/extremitas, pasang elektroda
defibrillator sambungkan ke defibrilator
c) Pasang elektrade programmer di bawah clavicula kanan dan kiri
serta abdomen kanan dan kiri lalu sambungkan ke programmer
d) Pasang (electrode defibrillator) paddle defibrillator eksternal
disp di RA anterior, LL apex lalu sambungkan ke defibrillator
e) Pasang oxygen dengan sungkup/nasal untuk maintenance
f) Pasang dinamap dilengan kanan atau cap pressure untuk
monitoring TD
g) Pasang monitoring oxymetri atau saturasi O2 di ibu jari kanan
h) Merekam EKG 6 lead
i) Preparasi pasien dengan betadine cair 10 % dan sterilkan daerah
dada, dagu leher serta bahu kiri
j) Daerah diluar bidang sayatan ditutup dengan duk besar, bagian
kepala dimiringkan ke kanan menjauhi daerah insisi. Kepala
dihalangi dengan doek tanpa menghalangi usaha bernafas
k) Dilakukan anesthesi lokal dengan Marcain 0,5 % pada batas 1/3
sternal dan medial dari claviculal
l) Dilakukan sayatan kulit 1 – 2 cm ditempat tersebut
m) Dilakukan pungsi pada batas antara 1/3 medial dan 1/3 bagian
sternal dari clavicula menyusur bagian bawah dari OS clavicula
n) Dengan sedikit tekanan negatif pada spuit 10 ml di jarum pungsi
di tarik perlahanlahan, sampai terasa tiba-tiba tekanan pada puit
hilang dan darah vena keluar dengan bebas
o) Spuit di buka dengan hati-hati agar jarum tidak tertarik 16.
Masukan guide wire ke dalam vena lewat lunen jarum,
kemudian jarum di tarik keluar sambil mempertahankan guide
wire
p) Kemudian peel away dimasukkan lewat guide wire, kemudian
guide wire dan dilator dicabut, tutup peel away dengan ibu jari
q) Lewat peel away lead dimasukkan dengan stilet terpasang
didalamnya, setelah melalui introduce stilet ditarik + 5 cm dan
lead didorong terus
r) Lead didorong terus sampai ujungnya menumbuk dinding
bawah atrium, jika tidak berhasil stilet diganti dengan stilet lain
yang ujungnya dibengkokan dengan diameter sekitar 10 cm dan
dengan putaran melawan jarum jam didorong masuk ke
ventrikel kanan, kemudian stilet ditarik dan lead didorong terus
sampai masuk ke arteri pulmonal untuk memastikan bahwa lead
tidak masuk ke sinus coronarius atau vena-vena cardia,
kemudian lead ditarik kembali ke ventrikel kanan dan dengan
mendorong kembali stilet agar agar lead menjadi kaku kembali
(dengan stilet lurus) didorong sampai ke apex ventrikel kanan
dan terselip diantara trabekel ventrikel kanan (untuk optimalnya
ujung lead ventrikel kanan diletakan sejauh mungkin dari
ventrikel kiri) Dengan memaksimalkan jarak lead antara
ventrikel kanan dan kiri tidak hanya menurunkan kemungkinan
sensing jarak jauh, tetapi juga memperbaiki efektifitas pacu BIV
s) Stilet ditarik kembali secukupnya sampai vena cava dan dilihat
gerakan untuk jantung berdenyut
t) Kemudian dilakukan pengukuran threshold yaitu lead
disambungkan ke surgical cable steril lakukan pengukuran :
output, current, R wave, resistance. Lakukan stimulasi dengan
output 10 volts dan melihat adanya kontraksi diafragma atau
dinding dada
u) Kemudian stilet ditarik keluar sambil mempertahankan lead
pada posisi yang sama
v) Sesudah lead dipastikan stabil, pasang jangkar (anchor) dan
fixasi lead dengan benang sik O
w) Kemudian dibuat kantong untuk lead dan generator dengan
membebaskan secara tumpul jaringan subkutum ke arah bawah
diatas muskulus pectoris bagian lateral (besarnya disesuaikan
dengan kebutuhan)
x) Lead dihubungkan dengan generator sesuai letaknya dan
lakukan penguncian atau dengan mengencangkan skrup dan
putar dengan obeng yang tersedia sampai bunyi masing-masing
3 kali untuk memastikan semua itu terkunci atau cukup kuat
y) Kemudian generator dimasukan kantong subcutan yang telah
disediakan dengan memperhatikan agar lingkaran-lingkaran
yang dibuat oleh lead yang tersisa tidak mengakibatkan putaran-
putaran yang disampaikan ke ujung lead yang didalam jantung
z) Padle programmer sesil ditempatkan/ diletakan diatas generator,
lalu sambungan ujung cable ke programmer 28. Defibilator siap
pakai jika terjadi generator ACD waktu ditest tidak aktif
aa) Berikan diprivan sesuai instruksi operator/dokter
bb) Setelah pasien tertidur lakukan ACD dengan program yang telah
diset 31. Setelah test ACD selesai lanjutkan dengan : Berikan
flushing Unasyn 1,5 gram ke dalam kantong tersebut
cc) Kemudian generatir dimasukkan kantong subkutan yang telah
disediakan dengan memperhatikan agar lingkaran-lingkaran
yang dibuat oleh lead yang tersisa tidak mengakibatkan putaran-
putaran yang disampaikan ke ujung lead yang didalam jantung
dd) Kemudian luka sayatan ditutup lapis demi lapis dengan
memperhatikan bahwa baik letak generator maupun tegangan
dari lingkaran lead yang tersisa tidak menimbulkan regangan ke
arah kulit yang berlebihan sehingga mudah menimbulkan
penyembuhan luka sayat yang tidak sempurna atau cnecrotis
tekan pada kulit di kemudian hari Menjahit dilakukan dengan
benang dexan 2/0 untuk otot dan benang silk 2/0 untuk kulit
ee) Luka dioles betadien cair 10 % dan ditutup dengan kasa steril
kemudian diplester.
Hal-hal yang harus diperhatikan :
a) Pasien terpasang infus dilengan kanan
b) Pasien terpasang kondum kateter atau folley cateter
c) 1 jam sebelum tindakan pasien sudah di profilaksis dengan
unasyn 1,5 gram iv
d) Obat-obatan selama tindakan atas order operator/dokter
e) Konsul anesthesia bila diperlukan.
6) Edukasi
a) Mengenali tanda dan gejala secara mandiri
 Penjelasan mengenai tujuan dan fungsi alat serta menghindari
kondisi2 tertentu yang dapat mempengaruhi kerja alat.
 Alat yang dipasang dapat menghasilkan manfaat optimal
dengan tetap meminum obat teratur dan tetap kontrol teratur.
 Cara kerja alat dalam mengatasi debar2 dan keluhan yang
akan dirasakan oleh pasien.
b) Tindakan yang harus dilakukan
 Tahapan awal yang harus dilakukan ketika timbul tanda dan
gejala alat bekerja, jika berulang cukup sering maka harus
segera ke pelayanan kesehatan terdekat
c) Tindakan lanjut / terapi definitif
 Reprogram rutin alat untuk penilaian fungsi alat
 Pemeriksaan rutin jantung untuk menilai kondisi irama
jantung.
 Tatalaksana lanjutan irama jantung berupa ablasi TV.
b. Kardioversi : mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan
disritmia yang memiliki kompleks GRS, biasanya merupakan
prosedur elektif.
c. Defibrilasi : kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan
gawat darurat.
d. Terapi pacemaker : alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus
listrik berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekuensi jantung.
3. Terapi nonfarmakologi
a. Kurangi merokok
b. Kurangi stress
c. Kurangi minuman beralkohol
d. Diet
e. Olahraga

I. Komplikasi
1. Henti jantung
Komplikasi henti jantung terjadi saat jantung berhenti berdetak
secara tiba-tiba, kemudian menyebabkan gangguan pernapasan serta
kehilangan kesadaran akibat gangguan irama jantung. Henti jantung
bisa dikategorikan sebagai kondisi darurat. Apabila tidak ditangani
segera, dapat menyebabkan kematian mendadak.
2. Kontraksi atrial prematur
Kondisi ini merupakan denyut ekstra awal yang dimulai pada ruas
atas jantung, disebut pula sebagai atrium. Biasanya, kontraksi ini tidak
berbahaya dan bisa jadi tidak membutuhkan pengobatan.
3. Supraventrikular
Detak jantung yang cepat biasanya dengan irama yang teratur,
mulai dari atas ruang bawah jantung, atau ventrikel. Supraventrikular
tiba-tiba terjadi dan tiba-tiba juga berakhir.
4. Takikardia ventrikel (V-Tach)
Irama jantung yang cepat mulai dari ruang jantung yang lebih
rendah. Karena jantung berdetak terlalu cepat, maka jantung tidak terisi
darah dengan volume mencukupi. Hal ini dapat menjadi gangguan
jantung yang serius apalagi pada orang yang memiliki penyakit jantung.
Kondisi tersebut mungkin berkaitan dengan gejala lainnya.
5. Bradiaritmia
Kondisi ini ditandai dengan irama detak jantung yang lambat,
mungkin karena adanya gangguan pada sistem listrik pada jantung.
6. Kontraksi ventrikel prematur (PVC)
Gangguan ini salah satu komplikasi yang sering terjadi. Umumnya
kontraksi akan melewatkan detak jantung yang kamu kadang-kadang
merasakannya. Hal ini bisa berhubungan dengan stres, terlalu banyak
kafein atau nikotin. Namun terkadang, PVC bisa juga terjadi karena
penyakit jantung atau ketidakseimbangan elektrolit.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian primer
a. Airway
b. Breathing
c. Circulation
2. Pengkajian sekunder
Riwayat penyakit
a. Faktor resiko keluarga contoh penyakit jantung, sroke, hipertensi
b. Riwayat IM sebelumnya (disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit
katup, jantung, hipertensi
c. Penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat anti aritmia lainnya
kemungkinan untuk terjadinya intoksisasi
d. Kondisi psikososial
3. Pengkajian fisik

a. Aktivitas : kelelahan umum


b. Sirkulasi : perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi
mungkin tidak teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur,
bunyi ekstra, denyut menurun; kulit warna dan kelembaban
berubah misal pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin
menruun bila curah jantung menurun berat.
c. Integritas ego : perasaan gugup, perasaan terancam, cemas, takut,
menolak,marah, gelisah, menangis.
d. Makanan/cairan : hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran
terhadap makanan, mual muntah, peryubahan berat badan,
perubahan kelembaban kulit
e. Neurosensori : pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi,
bingung, letargi, perubahan pupil.
f. Nyeri/ketidaknyamanan : nyeri dada ringan sampai berat, dapat
hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah
g. Pernafasan : penyakit paru kronis, nafas pendek, batuk, perubahan
kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels,
ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan
seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena
tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.
h. Keamanan : demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi,
eritema, edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus
otot/kekuatan

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan respon fisiologis otot
jantung, peningkatan frekuensi, dilatasi, hipertrofi atau peningkatan isi
sekuncup
2. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan menurunnya curah
jantung, hipoksemia jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau
emboli
3. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan curah jantung yang rendah,
ketidakmampuan memenuhi metabolisme otot rangka, kongesti
pulmonal yang menimbulkan hipoksinia, dyspneu dan status nutrisi
yang buruk selama sakit kritis

C. RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan Intervensi


keperawatan
1. Penurunan curah NOC : NIC :
jantung b/d a. Cardiac Pump Cardiac Care
respon fisiologis effectiveness a. Evaluasi adanya nyeri dada
otot jantung, b. Circulation Status ( intensitas,lokasi, durasi)
peningkatan c. Vital Sign Status b. Catat adanya disritmia
frekuensi, Kriteria Hasil: jantung
dilatasi, a. Tanda Vital dalam c. Catat adanya tanda dan
hipertrofi atau rentang normal gejala penurunan cardiac
peningkatan isi (Tekanan darah, putput
sekuncup Nadi, respirasi) d. Monitor status
b. Dapat mentoleransi kardiovaskuler
aktivitas, tidak ada e. Monitor status pernafasan
kelelahan yang menandakan gagal
c. Tidak ada edema jantung
paru, perifer, dan f. Monitor abdomen sebagai
tidak ada asites indicator penurunan perfusi
d. Tidak ada penurunan g. Monitor balance cairan
kesadaran h. Monitor adanya perubahan
tekanan darah
i. Monitor respon pasien
terhadap efek pengobatan
antiaritmia
j. Atur periode latihan dan
istirahat untuk menghindari
kelelahan
k. Monitor toleransi aktivitas
pasien
l. Monitor adanya dyspneu,
fatigue, tekipneu dan
ortopneu
m. Anjurkan untuk
menurunkan stress
Vital Sign Monitoring
a. Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
b. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
c. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
d. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
e. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
f. Monitor kualitas dari nadi
g. Monitor adanya pulsus
paradoksus
h. Monitor adanya pulsus
alterans
i. Monitor jumlah dan irama
jantung
j. Monitor bunyi jantung
k. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
l. Monitor suara paru
m. Monitor pola pernapasan
abnormal
n. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
o. Monitor sianosis perifer
p. Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
q. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
2. Perfusi jaringan NOC : NIC :
tidak efektif b/d a. Circulation status Peripheral Sensation
menurunnya b. Tissue Prefusion : Management (Manajemen
curah jantung, cerebral sensasi perifer)
hipoksemia Kriteria Hasil : a. Monitor adanya daerah
jaringan, a. mendemonstrasikan tertentu yang hanya peka
asidosis dan status sirkulasi yang terhadap
kemungkinan ditandai dengan : panas/dingin/tajam/tumpul
thrombus atau  Tekanan systole b. Monitor adanya paretese
emboli dan diastole dalam c. Instruksikan keluarga
rentang yang untuk mengobservasi kulit
diharapkan jika ada lsi atau laserasi
 Tidak ada d. Gunakan sarun tangan
ortostatikhipertensi untuk proteksi
 Tidak ada tanda e. Batasi gerakan pada
tanda peningkatan kepala, leher dan
tekanan punggung
intrakranial (tidak f. Monitor kemampuan BAB
lebih dari 15 g. Kolaborasi pemberian
mmHg) analgetik
b. Mendemonstrasikan h. Monitor adanya
kemampuan kognitif tromboplebitis
yang ditandai dengan: i. Diskusikan menganai
 Berkomunikasi penyebab perubahan
dengan jelas dan sensasi
sesuai dengan
kemampuan
 Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi
 Memproses
informasi
 Membuat
keputusan dengan
benar
c. Menunjukkan fungsi
sensori motori
cranial yang utuh :
tingkat kesadaran
mambaik, tidak ada
gerakan gerakan
involunter
3. Nyeri akut b/d NOC : NIC :
agens cedera Pain Level, Pain Management
biologis a. Pain control, a. Lakukan pengkajian nyeri
b. Comfort level secara komprehensif
Kriteria Hasil : termasuk lokasi,
a. Mampu mengontrol karakteristik, durasi,
nyeri (tahu penyebab frekuensi, kualitas dan
nyeri, mampu faktor presipitasi
menggunakan tehnik b. Observasi reaksi
nonfarmakologi nonverbal dari
untuk mengurangi ketidaknyamanan
nyeri, mencari c. Gunakan teknik
bantuan) komunikasi terapeutik
b. Melaporkan bahwa untuk mengetahui
nyeri berkurang pengalaman nyeri pasien
dengan d. Kaji kultur yang
menggunakan mempengaruhi respon
manajemen nyeri nyeri
c. Mampu mengenali e. Evaluasi pengalaman
nyeri (skala, nyeri masa lampau
intensitas, frekuensi f. Evaluasi bersama pasien
dan tanda nyeri) dan tim kesehatan lain
d. Menyatakan rasa tentang ketidakefektifan
nyaman setelah nyeri kontrol nyeri masa lampau
berkurang g. Bantu pasien dan keluarga
e. Tanda vital dalam untuk mencari dan
rentang normal menemukan dukungan
h. Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
i. Kurangi faktor presipitasi
nyeri
j. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
k. Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan
intervensi
l. Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
m. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
n. Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
o. Tingkatkan istirahat
p. Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil
q. Monitor penerimaan
pasien tentang manajemen
nyeri
Analgesic Administration
a. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
b. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
c. Cek riwayat alergi
d. Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
e. Tentukan pilihan
analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
f. Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
g. Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur
h. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
i. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
j. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)

4. Intoleransi NOC : NIC :


aktivitas b/d a. Energy conservation Energy Management
curah jantung b. Self Care : ADLs a. Observasi adanya
yang rendah, Kriteria Hasil : pembatasan klien dalam
ketidakmampua a. Berpartisipasi dalam melakukan aktivitas
n memenuhi aktivitas fisik tanpa b. Dorong anal untuk
metabolisme disertai peningkatan mengungkapkan perasaan
otot rangka, tekanan darah, nadi terhadap keterbatasan
kongesti dan RR c. Kaji adanya factor yang
pulmonal yang b. Mampu melakukan menyebabkan kelelahan
menimbulkan aktivitas sehari hari d. Monitor nutrisi  dan
hipoksinia, (ADLs) secara sumber energi tangadekuat
dyspneu dan mandiri e. Monitor pasien akan
status nutrisi adanya kelelahan fisik dan
yang buruk emosi secara berlebihan
selama sakit f. Monitor respon
kritis kardivaskuler  terhadap
aktivitas
g. Monitor pola tidur dan
lamanya tidur/istirahat
pasien
Activity Therapy
a. Kolaborasikan dengan
Tenaga Rehabilitasi
Medik
dalammerencanakan
progran terapi yang tepat.
b. Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
c. Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten
yangsesuai dengan
kemampuan fisik,
psikologi dan social
d. Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas
yang diinginkan
e. Bantu untuk mendpatkan
alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek
f. Bantu untu
mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
g. Bantu klien untuk
membuat jadwal latihan
diwaktu luang
h. Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
i. Sediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas
j. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
k. Monitor respon fisik,
emoi, social dan spiritual
DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Alih
bahasa Peter Anugrah. Editor Caroline Wijaya. Ed. 4. Jakarta : EGC ; 1994.
Santoso Karo karo. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 1996
Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed.
8.Jakarta : EGC; 2001.
Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made
Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC;1999
Hanafi B. Trisnohadi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Ed. 3. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI ; 2001

Anda mungkin juga menyukai