SUPRAVENTRICULAR TACHYCARDIA(SVT)
Oleh :
dr. Alfiany Sahr
Pembimbing :
Pendamping :
BAB I
1
PENDAHULUAN
Aritmia merupakan adanya irama denyut yang tidak normal. Aritmia didefinisikan
dengan irama jantung yang bukan berasal dari nodus SA dan menghasilkan sinus aritmia,
baik bradikardia ataupun takikardia.1 Aritmia dapat menyerang usia muda dan usia lanjut.
Berdasarkan letak lokasinya, aritmia data dibagi menjadi kelompok aritmia supraventrikular
yaitu lokasi di atrial termasuk AV node dan berkas His dan aritmia ventrikular yaitu lokasi di
ventrikel mulai dari infra his bundle.1 Aritmia supraventrikular merupakan kelainan sekunder
akibat penyakit jantung atau ekstra kardiak, namun dapat juga merupakan kelainan primer.
Pada aritmia supraventricular gelombang QRS lebih sempit dan mirip normal. Aritmia
supraventricular dibagi menjadi premature beat atau ekstrasistol yang bersifat tidak menetap
awitan mendadak dan penghentian mendadak. Gangguan irama ini dapat terjadi karena faktor
alkohol. Takikardia atrium biasanya tidak berhubungan dengan penyakit jantung organik.
Frekuensi yang sangat tinggi dapat menyebabkan angina sebagai akibat penurunan pengisian
arteri koroner. Curah jantung akan menurun dan dapat terjadi gagal jantung.3,1
kematian mendadak dapat terjadi tetapi jarang. Gejala yang umum terjadi adalah palpitasi,
pusing dan nafas pendek. SVT seringkali disebabkan oleh pemicu ektopik dan dapat timbul
dalam salah satu atrium. Takikardi dapat mulai dan berhenti secara mendadak atau bertahap.
Pada ektopik atrium, gelombang P terbentuk abnormal dimana gelombang P tumpang tindih
dengan gelombang T, diikuti oleh kompleks QRS yang normal. 4 Mekanisme aritmia pada
2
Kebanyakan SVT merupakan takikardia regular yang disebabkan re-entry, suatu
irama abnormal yang gelombang depolarisasinya berjalan secara berulang pada lingkaran
(50%), jalur aksesoris lain (40%) serta di atrium atau nodal SA (10%). 5 Kelompok lain dari
SVT dianggap sebagai takikardia otomatisasi. Aritmia ini bukan diakibatkan sirkuit yang
bersirkulasi tetapi diakibatkan fokus otomatisitas yang terangsang. Tidak seperti pola
mendadak dari re-entry, karakteristik awitan dan terminasi dari takiaritmia ini lebih bertahap
dan mirip dengan bagaimana nodus sinus bekerja dalam mempercepat dan menurunkan
denyut jantung secara bertahap. Aritmia ini sulit ditangani dan tidak responsif terhadap
kardioversi dan biasanya dikontrol secara akut menggunakan obat yang memperlambat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.1 Definisi
Supraventrikular takikardi (SVT) adalah satu jenis takiaritmia yang berasal dari
supraventrikel atau atrium dimana terjadi kelainan irama jantung dengan perubahan laju
jantung lebih dari 100 kali per menit saat istirahat. Kelainan pada SVT mencakup komponen
system konduksi dan terjadi dibagian atas bundle his. Pada kebanyakan SVT mempunyai
kompleks QRS normal. Kelainan SVT mencakup komponen sistem konduksi di bagian atas
bundel HIS. Pada kebanyakan SVT mempunyai kompleks QRS normal.Kelainan ini sering
2.2 Epidemiologi
Penelitian yang dilakukan oleh the Marsfield Epidemiologic Study Area (MESA)
mengatakan bahwa prevalensi SVT adalah 2,25 kasus per 1000 orang dengan kejadian 36
kasus per 100.000 orang/tahun. Atrioventricular nodal re-entry tachycardia (AVNRT) lebih
sering terjadi pada pasien yang berusia menengah atau lebih tua. Jenis kelamin juga
mempengaruhi terjadinya angka kejadian SVT, pada perempuan 2 kali lebih beresiko
SVT merupakan aritmia yang jarang ditemui. Angka kejadian SVT mencapai 0,34%-0,46%,
pada pasien yang menjalani studi elektrofisiologi kejadian SVT mencapai 5-15%. SVT dapat
terjadi pada semua usia, meskipun lebih sering terjadi pada anak-anak dan orang dewasa
2.3 Etiologi
4
1. Idiopatik, ditemukan pada hampir setengah jumlah pasien.
2. Sindrom Wolf Parkinson White (WPW), terdapat pada 10-20% kasus dan terjadi
hanya setelah konversi menjadi sinus aritmia. Sindrom WPW adalah suatu sindrom
dengan interval PR yang pendek dan interval QRS yang lebar yang disebabkan
oleh hubungan langsung antara atrium dan ventrikel melalui jaras tambahan. 7
Sindrom WPW merupakan suatu fenomena menarik yang terlihat pada sejumlah
hubungan jaringan nodus atau otot yang menyimpang (berkas Kent) antara atrium
dan ventrikel. Berkas ini menghantar lebih cepat dibandingkan hantaran nodus AV
yang lambat dan satu ventrikel terangsang lebih awal. Manifestasi pengaktifannya
bergabung dengan pola QRS yang normal dan menghasilkan interval PR yang
pendek dan pemanjangan defleksi QRS yang tidak mulus pada bagian atasnya
Gambar 2.1
Gambaran
5
accessory pathway pada sindrom WPW
2.4 Patofisiologi
atrial tachycardia.9
AVNRT timbul karena adanya reentrant yang menghubungkan antara nodus AV dan
jaringan atrium. Nodus AV pada AVNRT memiliki dua jalur konduksi yaitu jalur konduksi
cepat dan jalur konduksi lambat. Jalur konduksi lambat yang terletak sejajar dengan katup
trikuspid, memungkinkan reentrant sebagai jalur impuls listrik baru melalui jalur tersebut,
keluar dari nodus AV secara retrograde (yaitu, mundur dari nodus AV ke atrium) dan secara
anterograde (yaitu, maju dari nodus AV ke ventrikel) dalam waktu bersamaan. Depolarisasi
atrium dan ventrikel yang bersamaan, mengakibatkan gelombang P jarang terlihat pada
gambaran EKG, meskipun depolarisasi atrium akan memunculkan gelombang P pada akhir
6
Gambar 2.3. Proses terjadinya atrioventricular nodal reentrant tachycardia dan
AVRT merupakan takikardi yang disebabkan oleh adanya satu atau lebih jalur
konduksi aksesori yang secara anatomis terpisah dari sistem konduksi jantung normal. Jalur
aksesori merupakan sebuah koneksi miokardium yang mampu menghantarkan impuls listrik
antara atrium dan ventrikel pada suatu titik selain nodus AV. AVRT terjadi dalam dua bentuk
secara antegrade seperti jalur konduksi normal dan menggunakan sebuah jalur aksesori secara
retrograde untuk masuk kembali ke atrium. Karakteristik jenis ini adalah adanya gelombang
P yang mengikuti setiap kompleks QRS yang sempit karena adanya konduksi retrograde.10,11
Impuls listrik AVRT antidromik akan dikonduksikan berjalan turun melalui jalur
aksesori dan masuk kembali ke atrium secara retrograde melalui nodus AV. Karena jalur
aksesori tiba di ventrikel di luar bundle His, kompleks QRS akan menjadi lebih lebar
dibandingkan biasanya.10,11
7
Gambar 2.4 Proses terjadinya atrioventricular reciprocating (reentrant)
3) Atrial tachycardia
Sekitar 10% dari semua kasus SVT, namun SVT ini sukar diobati. Takikardi ini
jarang menimbulkan gejala akut. Penemuannya biasanya karena pemeriksaan rutin atau
karena ada gagal jantung akibat aritmia yang lama. Takikardi atrium primer tampak adanya
gelombang P yang agak berbeda dengan gelombang P pada waktu irama sinus, tanpa disertai
Takikardi atrial adalah takikardi fokal yang dihasilkan dari adanya sebuah sirkuit
reentrant mikro atau sebuah fokus otomatis. Atrial flutter disebabkan oleh sebuah ritme
reentry di dalam atrium, yang menimbulkan laju detak jantung sekitar 300 kali/menit dan
bersifat regular atau regular-ireguler. Gambaran EKG akan tampak gelombang P dengan
biasanya berkisar 2:1 sampai dengan 4:1. Karena rasio gelombang P terhadap QRS
cenderung konsisten, atrialflutter biasanya lebih regular bila dibandingkan dengan atrial
fibrillation. Atrial fibrillation dapat menjadi SVT jika respon ventrikel yang terjadi lebih
besar dari 100 kali per menit. Takikardi jenis ini memiliki karakteristik ritme ireguler-ireguler
8
baik pada depolarisasi atrium maupun ventrikel. 9,10
Gambar 2.5 Proses terjadinya atrial tachycardia dan gambaran EKG yang timbul.
activity dan re-entry.Kebanyakan SVT merupakan takikardia regular yang disebabkan re-
entry, suatu irama abnormal yang gelombang depolarisasinya berjalan secara berulang pada
normal dari nodal SA). Penyebab tersering adalah iskemia miokard, keracunan obat
2. Triggered activity (kelainan impuls listrik yang kadang muncul saat repolarisasi, saat
sel sedang tenang dan dengan stimulus satu implus saja sel-sel miokard tersentak
iskemia miokard.
9
2.5 Klasifikasi
a. Sinus tachycardia
c. Atrial fibrillation
d. Atrial flutter
gelisah, bernafas cepat, tampak pucat, muntah-muntah, laju nadi sangat cepat sekitar 200-300
per menit, tidak jarang disertai gagal jantung atau kegagalan sirkulasi yang nyata.13Takikardia
supraventrikular pada pasien serangan awal disebabkan oleh sindrom WPW, baik yang
manifes maupun yang tersembunyi (concealed) sering menyebabkan pasien dibawa ke dokter
tahun. Frekuensi denyut nadi yang lebih lambat, berlangsung lebih lama, gejalanya lebih
10
ringan dan juga lebih dipengaruhi oleh sistem susunana saraf autonom. Sebagian besar pasien
terdapat disfungsi miokard akibat SVT pada saat serangan atau pada SVT
sebelumnya.13Gejala klinis lain SVT dapat berupa palpitasi, lightheadness, mudah lelah,
pusing, nyeri dada, nafas pendek dan bahkan penurunan kesadaran. Pasien juga mengeluh
Risiko terjadinya gagal jantung sangat rendah pada anak dan remaja dengan SVT tapi
risikonya meningkat pada neonatus dengan SVT, neonatus dengan WPW dan pada anak
dengan penyakit jantung. Bila takikardi terjadi saat fetus, dapat menyebabkan timbulnya
2.7 Diagnosis
a. Sulit minum, muntah, mudah mengantuk, mudah pingsan, keringat berlebihan. Bila
gagal jantung, maka dapat menjadi pucat, batuk, distress respirasi dan sianosis.
c. Palpitasi, nyeri dada, pusing, kesulitan bernapas, pucat, keringat berlebihan, mudah
e. Perubahan TD (hipertensi atau hipotensi); nadi mungkin tidak teratur; defisit nadi;
bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit pucat,
sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menurun bila curah jantung menurun
berat.
pupil.
11
g. Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina,
gelisah
pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena
j. EKG:
- Laju : 100-250x/menit
- Irama : regular
konduksi intraventrikel
12
Gambar 2.7 Diagnosis Banding untuk Takikardi dengan gambaran QRS sempit
2.8 Penatalaksanaan15
1. Manuver vagal
Manuver vagal dan adenosin merupakan pilihan terapi awal untuk terminasi SVT
stabil. Manuver vagal atau pijat sinus karotid akan menghentikan hingga 25% SVT.
2. Adenosin
Jika PSVT tidak respon dengan manuver vagal, maka berikan adenosin 6 mg iv secara
cepat melalui vena diameter besar (yaitu antekubitus) diikuti dengan flush menggunakan
13
cairan salin 20 ml. Jika irama tidak berubah dalam 1-2 menit, berikan adenosin 12 mg IV
secara cepat menggunakan metode yang sama. Efek samping adenosin umum terjadi tetapi
bersifat sementara seperti flushing, dipsnea dan nyeri dada adalah yang paling sering terjadi.
Jika adenosin atau manuver vagal gagal mengubah SVT maka dapat digunakan agen
penghambat AV nodul kerja panjang seperti penghambat kanal kalsium non dihidropiridin
4. Verapamil berikan 2,5 mg hingga 5 mg IV bolus selama 2 menit. Jika tidak ada
respon terapeutik dan tidak ada kejadian efek samping obat maka dosis berulang 5 mg hingga
10 mg dapat diberikan 15-30 menit dengan dosis keseluruhan 20 mg. Verapamil tidak boleh
diberikan pada pasien dengan fungsi ventrikel menurun atau gagal jantung.
diperlukan dalam 15 menit berikan dosis tambahan 20 mg hingga 25 mg IV. Dosis infus
6. Digoxin diberikan secara infus intravena, 0,25 mg – 0,5 mg dalam 15–20 menit,
diikuti dengan sisanya dalam dosis terbagi tiap 4-8 jam (tergantung dari respon jantung)
sampai total dosis muatan 0,5–1 mg tercapai. Bila memungkinkan dilakukan monitoring
kadar plasma digoksin, sampel darah diambil paling sedikit 6 jam setelah suatu dosis
serta dapat menurunkan resiko timbulnya toksisitas yang bisa saja timbul apabila masing-
14
7. SVT dengan aberansi obat pilihhanya ialah beta blockers, Blocker kalsium - channel
dan adenosin sering obat pilihan untuk SVT dengan aberrancy. Amiodaron oral dan
yaitu metoprolol, atenolol, esmolol dan labetalol. Pada prinsipnya agen-agen ini
mengeluarkan efeknya dengan melawan tonus simpatetik pada jaringan nodus yang
menghasilkan perlambatan pada konduksi. Efek samping beta bloker meliputi bradikardia,
15
Gambar 2.8 Algoritma tatalaksana SVT
16
Gambar 2.9Tatalaksana Lanjutan pada Regular SVT
ILUSTRASI KASUS
I. IdentitasPasien
Nama : Ny. X
Pekerjaan : IRT
17
II. Anamnesis
03 Juli 2020,
Autoanamnesis
Keluhan Utama
Dada terasa berdebar-debar yang semakin kuat sejak 4 jam Sebelum Masuk
debar muncul ketika pasien beraktivitas berat dan berkurang saat pasien
beristirahat. Keluhan disertai dengan Sesak nafas yang dirasakan tidak terus-
menerus dan diperingan jika pasien istirahat. Pasien juga merasa pusing dan
badan terasa lemah. Pasien mengaku pernah terbangun pada malam hari karena
sesak nafas dan merasakan dada tiba-tiba berdebar serta keringat dingin.
Keluhan berkurang setelah beberapa saat pasien kembali tidur atau istirahat.
2 minggu SMRS, Pasien terbangun pada malam hari karena sesak nafas yang
4 jam SMRS pasien mengeluhkan terbangun pada siang hari dengan karena
pusing dan sangat lemas. Pasien juga mengalami sesak napas. Sesak napas
dirasakan terus menerus, tidak dipengaruhi oleh cuaca, debu atau makanan.
Pasien tidak bisa tidur karena rasa berdebar-debar yang sangat kuat. Keluhan,
nyeri ulu hati (+), mual (+), muntah (-). BAB dan BAK tidak ada keluhan.
18
Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya pasien pernah mengalami keluhan seperti ini sejak 2 bulan yang
lalu.
Riwayat keluhan yang sama dengan pasien pada keluarga tidak ada.
Merokok (-)
Pasien mengeluh tidak bisa beraktivitas berat (mudah lelah), namun masih
III. PemeriksaanFisik
19
KeadaanUmum : Sedang
Kesadaran : Composmentis
GCS :E4V5M6
Pernapasan : 22 x/i
Suhu : 36,5 oC
Mulut : Mukosa bibir sianosis (-), pucat (-), kering (-), lidah kotor (-)
Inspeksi : bentuk dada simetris, gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan,
tidak ada bagian yang tertinggal, tidak ada penggunaan otot nafas tambahan.
20
Pemeriksaan thorak jantung
Palpasi : Ictus cordis teraba 1 jari lateral di linea midclavicularis sinistra SIK V
Perkusi : batas jantung kanan linea parasternalis dextra SIK IV dan batas
Pemeriksaan abdomen
Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (+), hepar tidak teraba, lien tidak teraba,
Extremitas
Eksremitas atas : pitting edema (-/-) akral hangat, capillaryrefilling time < 2
Eksremitas bawah : pitting edema (-/-), akral hangat, capillaryrefilling time < 2
detik, sianosis
Pemeriksaan penunjang
Tanggal :03-07-2020
Darah rutin
Hb : 14,4 g/dL
Ht : 44,3 %
21
Leukosit : 10.510/µL
Trombosit : 283.000/µL
Eritrosit : 4.810.000/µL
Kimia darah
Ureum : 34 mg/dL
EKG
22
Interpretasi EKG :
Regularitas : Reguler.
Rate : 220x/menit
Axis : Normoaxis
ST segment : ST Elevasi
IV. Tatalaksana
23
Bedrest
02 4L/menit
IVFD RF 20tpm
berhasil
Bisoprolol 5mg
Aspilet 80mg
Edukasi
Edukasi tindakan awal yang harus dilakukan ketika timbul tanda dan gejala,
seperti istirahat, bila keluhan tidak hilang harus segera ke pelayanan kesehatan
terdekat
Pemeriksaan Anjuran
Rontgen toraks PA
Echocardiografi ulang
24
Elektrofisiologi
V. Observasi
Pukul 13.55
TD : 120/80mmHg
HR : 96x/i
RR : 22x/i
T : 36,5 Celcius
A : SVT
Pukul 14.55
TD : 120/80mmHg
HR : 96x/i
RR : 22x/i
T : 36,5 Celcius
25
P : Lapor dr. Kurniatin Sp.PD
EKG ulang
Ro. Thorax
IVFD RF 18tpm
Aspilet 1x80mg
Bisoprolol 1x5mg
VI. Prognosis
Ad functionam : Malam
Ad Sanationam : Malam
Ad Vitam : Malam
BAB III
PEMBAHASAN
26
disimpulkan bahwa diagnosis pasien adalah Supraventrikular Takikardia (SVT). Manifestasi
klinis yang didapat dari anamnesis yaitu palpitasi secara tiba-tiba, sesak napas, mual, pusing
dan lemas. Pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai kelainan yang signifikan, namun Hate Rate
(HR) pasien meningkat, yaitu 220x/menit pada awal masuk. Hal ini sesuai dengan teori
bahwa takikardia merupakan gejala satu-satunya yang dijumpai pada pasien yang memiliki
hemodinamik yang baik. Kemudian dilakukan pemeriksaan penunjang elektrokardiografi
(EKG) dan didapatkan hasil SVT dengan HR 220x/menit irama yang regular dengan
gelombang P yang tidak dapat dinilai serta kompleks QRS sempit. Supraventrikular
takikardia merupakan salah satu jenis takidisritmia yang ditandai dengan perubahan denyut
jantung yang mendadak bertambah cepat dengan frekuensi jantung pasien diatas 100 kali per
menit, yang disebabkan oleh impuls listrik yang berasal di atas ventrikel jantung. Kelainan
SVT mencakup komponen sistem konduksi dan terjadi diatas bundle of his.
Penatalaksanaan pada kasus ini di ketika di IGD adalah dilakukan pemberian oksigen
4 liter yang adekuat yang berfungsi untuk mencegah disfungsi end organ dan serangan gagal
organ yang multipel. Pada pasien ini sebaiknya dilakukan maneuver vagal sebelum terapi
farmakologi yang bertujuan untuk meningkatkan tonus parasimpatik dan memperlambat
konduksi ke AV node sehingga frekuensi jantung akan menurun.
Pasien ini juga diberikan terapi anti aritmia berupa Amiodaron. Amiodaron
merupakan salah satu anti aritmia yang dapat mengendalikan detak jantung dan
meningkatkan kekuatan serta efisiensi jantung sehingga sirkulasi darah menjadi baik. Pada
pasien juga mendapatkan Bisoprolol (Beta Bloker) yang bekerja mengurangi frekuensi detak
jantungdan tekanan otot jantung saat berkontraksi. Dengan begitu, beban jantung dalam
memompadarah ke seluruh tubuh dapat berkurang. Pasien ini juga diberikan Pantoprazole
untuk menekan asam lambung, termasuk dalam golongan antihistamin (PPI). Obat ini
bertujuan untuk menekan produksi asam lambung. Obat ini diberikan karena pasien memiliki
keluhan mual dan muntah. Pasien juga di berikan aspilet di mana obat ini berfungsi untuk
mencegah pembekuan darah seperti penyumbatan otot jantung (Infark Mokard).
Penyebab SVT pada pasien ini kemungkinan idiopatik, hal ini dikarenakan dari
anamnesis yang tidak memiliki riwayat penyakit seperti hipertensi, DM, Dislipedimia, tapi
untuk lebih jelasnya harus di lakukan echocardiografi untuk melihat kelainan pada jantung.
Sehingga terapi yang diberikan ialah beradasarkan kausal yaitu berdasarkan terapi gagal
jantung seperti 02 4L/menit, IVFD RF 18 tetes permenit, Bisoprolol 5mg, aspilet 1x80mg, Inj,
Pantoprazole, dan Inj Amiodarone.
Evaluasi tetap dilakukan dengan melakukan EKG perhari. Hasilnya menunjukkan
27
SVT perbaikan dimana HR mengalami penurunan menjadi normal yaitu mencapai < 100 kali
per menit, gelombang P mulai terlihat dan kompleks QRS normal.
DAFTAR PUSTAKA
28
1. Rahman M. Mekanisme dan klarsifikasi Aritmia : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
jilid III edisi IV. Pusat penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Indonesia : Jakarta.2007.
2. Makmum LH. Aritmia Supraventrikular : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III
edisi IV. Pusat penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia :
Jakarta.2007.
3. Muttaqin A. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem kardiovaskular.
Editor: Nurachmach E. Jakarta: Salemba Medika; 2009.
4. Philip I, Aaronson, Jeremy PTW. At a glance: sistem kardiovaskular. Jakarta: PT.
Gelora Aksara Pratama; 2009: 106-7.
5. Dharma S. Pedoman praktis sistematika interpretasi EKG. Jakarta: EGC; 2009.
6. Karo SK, Rohajoe AU, Sulistyo S, Kosasih A. Buku panduan kursus bantuan hidup
jantung lanjut: ACLS (Advanced cardiac life support). Jakarta: PERKI; 2012.
7. Commite members, Richard L, Jose AJ, dkk. ACC/AHA/HRS. Guideline for
management of adult patients with supraventricular tachycardia. Journal of the
American College of Cardiology. 2015.
8. http://emedicine.medscape.com/article/151456-overview#a0156
9. Link, M. S., 2012. Evaluation and Initial Treatment of Supraventricular Tachycardia.
The New England Journal of Medicine, 367(15), pp. 1438-1448.
10. Doniger, S. J. & Sharieff, G. Q., 2010. Dysrythmias. Clinics of North America,
Volume 53, pp. 85-105.
11. Kantoch, M. J., 2011. Supraventricular tachycardia. Indian Journal, Volume 72, pp.
609-619.
12. Manole, M. D. & Saladino, R. A., 2013. Emergency Department Management of the
Patient With Supraventricular Tachycardia. Emergency Care, 23(3), pp. 176-189.
13. Schlechte, E. A., Boramanand, N. & Funk, M., 2011. Supraventricular Tachycardia in
the Primary Care Setting: Agerelated Presentation, Diagnosis, and Management.
Journal of Health Care, 22(5), pp. 289-299.
14. Kothari, D. S. &Skinner, J. R., 2013. Tachycardias: an update.Volume 91, p. 136–
144.
15. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Panduan Praktis Klinik
(PPK) dan Clinical Pathway (CP) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah. 2016
29