Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

SUPRAVENTRICULAR TACHYCARDIA(SVT)

Oleh :
dr. Alfiany Sahr

Pembimbing :

Pendamping :

Program Internship Kedokteran Indonesia


RSUD Engku Haji Daud Tanjung Uban Juni 2020

BAB I

1
PENDAHULUAN

Aritmia merupakan adanya irama denyut yang tidak normal. Aritmia didefinisikan

dengan irama jantung yang bukan berasal dari nodus SA dan menghasilkan sinus aritmia,

baik bradikardia ataupun takikardia.1 Aritmia dapat menyerang usia muda dan usia lanjut.

Berdasarkan letak lokasinya, aritmia data dibagi menjadi kelompok aritmia supraventrikular

yaitu lokasi di atrial termasuk AV node dan berkas His dan aritmia ventrikular yaitu lokasi di

ventrikel mulai dari infra his bundle.1 Aritmia supraventrikular merupakan kelainan sekunder

akibat penyakit jantung atau ekstra kardiak, namun dapat juga merupakan kelainan primer.

Pada aritmia supraventricular gelombang QRS lebih sempit dan mirip normal. Aritmia

supraventricular dibagi menjadi premature beat atau ekstrasistol yang bersifat tidak menetap

dan takikardi aritmia yang bersifat menetap.2

Supraventricular tachycardia (SVT) adalah takikardia atrium yang ditandai dengan

awitan mendadak dan penghentian mendadak. Gangguan irama ini dapat terjadi karena faktor

pencetus seperti emosi, tembakau, kafein, kelelahan, pengobatan simpatomimetik atau

alkohol. Takikardia atrium biasanya tidak berhubungan dengan penyakit jantung organik.

Frekuensi yang sangat tinggi dapat menyebabkan angina sebagai akibat penurunan pengisian

arteri koroner. Curah jantung akan menurun dan dapat terjadi gagal jantung.3,1

Sebagian besar SVT menyulitkan namun tidak mengancam nyawa, meskipun

kematian mendadak dapat terjadi tetapi jarang. Gejala yang umum terjadi adalah palpitasi,

pusing dan nafas pendek. SVT seringkali disebabkan oleh pemicu ektopik dan dapat timbul

dalam salah satu atrium. Takikardi dapat mulai dan berhenti secara mendadak atau bertahap.

Pada ektopik atrium, gelombang P terbentuk abnormal dimana gelombang P tumpang tindih

dengan gelombang T, diikuti oleh kompleks QRS yang normal. 4 Mekanisme aritmia pada

SVT bisa merupakan otomatisitas abnormal, triggerred activity dan re-entry.5

2
Kebanyakan SVT merupakan takikardia regular yang disebabkan re-entry, suatu

irama abnormal yang gelombang depolarisasinya berjalan secara berulang pada lingkaran

jaringan jantung.6 Jalur re-entry pada takikardia supraventrikular dijumpai di nodal AV

(50%), jalur aksesoris lain (40%) serta di atrium atau nodal SA (10%). 5 Kelompok lain dari

SVT dianggap sebagai takikardia otomatisasi. Aritmia ini bukan diakibatkan sirkuit yang

bersirkulasi tetapi diakibatkan fokus otomatisitas yang terangsang. Tidak seperti pola

mendadak dari re-entry, karakteristik awitan dan terminasi dari takiaritmia ini lebih bertahap

dan mirip dengan bagaimana nodus sinus bekerja dalam mempercepat dan menurunkan

denyut jantung secara bertahap. Aritmia ini sulit ditangani dan tidak responsif terhadap

kardioversi dan biasanya dikontrol secara akut menggunakan obat yang memperlambat

konduksi melalui nodus AV dan kemudian akan memperlambat denyut ventrikel.6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

3
2.1 Definisi

Supraventrikular takikardi (SVT) adalah satu jenis takiaritmia yang berasal dari

supraventrikel atau atrium dimana terjadi kelainan irama jantung dengan perubahan laju

jantung lebih dari 100 kali per menit saat istirahat. Kelainan pada SVT mencakup komponen

system konduksi dan terjadi dibagian atas bundle his. Pada kebanyakan SVT mempunyai

kompleks QRS normal. Kelainan SVT mencakup komponen sistem konduksi di bagian atas

bundel HIS. Pada kebanyakan SVT mempunyai kompleks QRS normal.Kelainan ini sering

terjadi pada demam, emosi, aktivitas fisik dan gagal jantung. 2

2.2 Epidemiologi

Penelitian yang dilakukan oleh the Marsfield Epidemiologic Study Area (MESA)

mengatakan bahwa prevalensi SVT adalah 2,25 kasus per 1000 orang dengan kejadian 36

kasus per 100.000 orang/tahun. Atrioventricular nodal re-entry tachycardia (AVNRT) lebih

sering terjadi pada pasien yang berusia menengah atau lebih tua. Jenis kelamin juga

mempengaruhi terjadinya angka kejadian SVT, pada perempuan 2 kali lebih beresiko

mengalami SVT daripada laki-laki.7

SVT merupakan aritmia yang jarang ditemui. Angka kejadian SVT mencapai 0,34%-0,46%,

pada pasien yang menjalani studi elektrofisiologi kejadian SVT mencapai 5-15%. SVT dapat

terjadi pada semua usia, meskipun lebih sering terjadi pada anak-anak dan orang dewasa

dengan penyakit jantung bawaan.8

2.3 Etiologi

4
1. Idiopatik, ditemukan pada hampir setengah jumlah pasien.

2. Sindrom Wolf Parkinson White (WPW), terdapat pada 10-20% kasus dan terjadi

hanya setelah konversi menjadi sinus aritmia. Sindrom WPW adalah suatu sindrom

dengan interval PR yang pendek dan interval QRS yang lebar yang disebabkan

oleh hubungan langsung antara atrium dan ventrikel melalui jaras tambahan. 7

Sindrom WPW merupakan suatu fenomena menarik yang terlihat pada sejumlah

individu dengan aritmia atrium paroksismal. Sindrom WPW adalah konduksi AV

(atrioventrikular) yang dipercepat. Pengidap sindrom WPW memiliki tambahan

hubungan jaringan nodus atau otot yang menyimpang (berkas Kent) antara atrium

dan ventrikel. Berkas ini menghantar lebih cepat dibandingkan hantaran nodus AV

yang lambat dan satu ventrikel terangsang lebih awal. Manifestasi pengaktifannya

bergabung dengan pola QRS yang normal dan menghasilkan interval PR yang

pendek dan pemanjangan defleksi QRS yang tidak mulus pada bagian atasnya

(delta wave).5 Dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.1

Gambaran

5
accessory pathway pada sindrom WPW

Gambar 2.2 Gambaran EKG pada sindrom WPW

3. Beberapa penyakit jantung bawaan (anomali Ebstein’s, single ventricle)7

2.4 Patofisiologi

Mekanisme supraventrikular takikardi adalah atrioventricular nodal reentrant

tachycardia (AVNRT), atrioventricular reciprocating (reentrant) tachycardia (AVRT), dan

atrial tachycardia.9

1) Atrioventricular Nodal Reentrant Tachycardia (AVNRT)

AVNRT timbul karena adanya reentrant yang menghubungkan antara nodus AV dan

jaringan atrium. Nodus AV pada AVNRT memiliki dua jalur konduksi yaitu jalur konduksi

cepat dan jalur konduksi lambat. Jalur konduksi lambat yang terletak sejajar dengan katup

trikuspid, memungkinkan reentrant sebagai jalur impuls listrik baru melalui jalur tersebut,

keluar dari nodus AV secara retrograde (yaitu, mundur dari nodus AV ke atrium) dan secara

anterograde (yaitu, maju dari nodus AV ke ventrikel) dalam waktu bersamaan. Depolarisasi

atrium dan ventrikel yang bersamaan, mengakibatkan gelombang P jarang terlihat pada

gambaran EKG, meskipun depolarisasi atrium akan memunculkan gelombang P pada akhir

kompleks QRS pada lead V1.9

6
Gambar 2.3. Proses terjadinya atrioventricular nodal reentrant tachycardia dan

gambaran EKG yang timbul

2) Atrioventricular Reciprocating (Reentrant) Tachycardia (AVRT)

AVRT merupakan takikardi yang disebabkan oleh adanya satu atau lebih jalur

konduksi aksesori yang secara anatomis terpisah dari sistem konduksi jantung normal. Jalur

aksesori merupakan sebuah koneksi miokardium yang mampu menghantarkan impuls listrik

antara atrium dan ventrikel pada suatu titik selain nodus AV. AVRT terjadi dalam dua bentuk

yaitu orthodromik dan antidromik. 10

AVRT orthodromik, impuls listrik akan dikonduksikan turun melewati nodus AV

secara antegrade seperti jalur konduksi normal dan menggunakan sebuah jalur aksesori secara

retrograde untuk masuk kembali ke atrium. Karakteristik jenis ini adalah adanya gelombang

P yang mengikuti setiap kompleks QRS yang sempit karena adanya konduksi retrograde.10,11

Impuls listrik AVRT antidromik akan dikonduksikan berjalan turun melalui jalur

aksesori dan masuk kembali ke atrium secara retrograde melalui nodus AV. Karena jalur

aksesori tiba di ventrikel di luar bundle His, kompleks QRS akan menjadi lebih lebar

dibandingkan biasanya.10,11

7
Gambar 2.4 Proses terjadinya atrioventricular reciprocating (reentrant)

tachycardia dan gambaran EKG yang timbul.

3) Atrial tachycardia

Sekitar 10% dari semua kasus SVT, namun SVT ini sukar diobati. Takikardi ini

jarang menimbulkan gejala akut. Penemuannya biasanya karena pemeriksaan rutin atau

karena ada gagal jantung akibat aritmia yang lama. Takikardi atrium primer tampak adanya

gelombang P yang agak berbeda dengan gelombang P pada waktu irama sinus, tanpa disertai

pemanjangan interval PR. Pada pemeriksaan elektrofisiologi intrakardiak tidak didapatkan

jaras abnormal (jaras tambahan).12

Takikardi atrial adalah takikardi fokal yang dihasilkan dari adanya sebuah sirkuit

reentrant mikro atau sebuah fokus otomatis. Atrial flutter disebabkan oleh sebuah ritme

reentry di dalam atrium, yang menimbulkan laju detak jantung sekitar 300 kali/menit dan

bersifat regular atau regular-ireguler. Gambaran EKG akan tampak gelombang P dengan

penampakan “sawtooth”. Perbandingan antara gelombang P dan QRS yang terbentuk

biasanya berkisar 2:1 sampai dengan 4:1. Karena rasio gelombang P terhadap QRS

cenderung konsisten, atrialflutter biasanya lebih regular bila dibandingkan dengan atrial

fibrillation. Atrial fibrillation dapat menjadi SVT jika respon ventrikel yang terjadi lebih

besar dari 100 kali per menit. Takikardi jenis ini memiliki karakteristik ritme ireguler-ireguler

8
baik pada depolarisasi atrium maupun ventrikel. 9,10

Gambar 2.5 Proses terjadinya atrial tachycardia dan gambaran EKG yang timbul.

Mekanisme aritmia pada SVT bisa merupakan otomatisitas abnormal, triggerred

activity dan re-entry.Kebanyakan SVT merupakan takikardia regular yang disebabkan re-

entry, suatu irama abnormal yang gelombang depolarisasinya berjalan secara berulang pada

lingkaran jaringan jantung.Disritmia atrial merupakan kelainan pembentukan dan konduksi

impuls listrik di atrium. Mekanisme yang mendasarinya adalah:3

1. Gangguan automaticity (sel miokard di atrium mengeluarkan impuls sebelum impuls

normal dari nodal SA). Penyebab tersering adalah iskemia miokard, keracunan obat

dan ketidakseimbangan elektrolit.

2. Triggered activity (kelainan impuls listrik yang kadang muncul saat repolarisasi, saat

sel sedang tenang dan dengan stimulus satu implus saja sel-sel miokard tersentak

beberapa kali). Penyebab tersering adalah hipoksia, peningkatan katekolamin, hipo-

magnesemia, iskemia, infark miokard dan obat yang memperpanjang repolarisasi.

3. Re-entry (keadaan dimana impuls kembali menstimulasi jaringan yang sudah

terdepolarisasi melalui mekanisme sirkuit, blokunidirectional dalam konduksi serta

perlambatan konduksi dalam sirkuit). Penyebab tersering adalah hiperkalemia dan

iskemia miokard.

9
2.5 Klasifikasi

Berikut ini adalah jenis takikardia supraventrikular:

1) SVT yang melibatkan jaringan sinoatrial :

a. Sinus tachycardia

b. Inappropriate sinus tachycardia

c. Sinoatrial node reentrant tachycardia (SANRT)

2) SVT yang melibatkan jaringan atrial :

a. Atrial tachycardia (Unifocal) (AT)

b. Multifocal atrial tachycardia (MAT)

c. Atrial fibrillation

d. Atrial flutter

3) SVT yang melibatkan jaringan nodus atrioventrikular :

a. AV nodal reentrant tachycardia (AVNRT)

b. AV reentrant tachycardia (AVRT)

c. Junctional ectopic tachycardia

2.6 Gejala klinis

Gejala klinis takikardia supraventrikular (SVT) biasanya dibawa karena mendadak

gelisah, bernafas cepat, tampak pucat, muntah-muntah, laju nadi sangat cepat sekitar 200-300

per menit, tidak jarang disertai gagal jantung atau kegagalan sirkulasi yang nyata.13Takikardia

supraventrikular pada pasien serangan awal disebabkan oleh sindrom WPW, baik yang

manifes maupun yang tersembunyi (concealed) sering menyebabkan pasien dibawa ke dokter

karena rasa berdebar dan perasaan tidak enak13

SVT kronik dapat berlangsung selama berminggu-minggu bahkan sampai bertahun-

tahun. Frekuensi denyut nadi yang lebih lambat, berlangsung lebih lama, gejalanya lebih

10
ringan dan juga lebih dipengaruhi oleh sistem susunana saraf autonom. Sebagian besar pasien

terdapat disfungsi miokard akibat SVT pada saat serangan atau pada SVT

sebelumnya.13Gejala klinis lain SVT dapat berupa palpitasi, lightheadness, mudah lelah,

pusing, nyeri dada, nafas pendek dan bahkan penurunan kesadaran. Pasien juga mengeluh

lemah, nyeri kepala dan rasa tidak enak di tenggorokan 13

Risiko terjadinya gagal jantung sangat rendah pada anak dan remaja dengan SVT tapi

risikonya meningkat pada neonatus dengan SVT, neonatus dengan WPW dan pada anak

dengan penyakit jantung. Bila takikardi terjadi saat fetus, dapat menyebabkan timbulnya

gagal jantung berat dan hidrops fetalis.14

2.7 Diagnosis

Diagnosis SVT berdasarkan pada gejala dan tanda sebagai berikut:3,11,12,13

a. Sulit minum, muntah, mudah mengantuk, mudah pingsan, keringat berlebihan. Bila

gagal jantung, maka dapat menjadi pucat, batuk, distress respirasi dan sianosis.

b. Palpitasi, nyeri dada, pusing, kesulitan bernapas, pingsan.

c. Palpitasi, nyeri dada, pusing, kesulitan bernapas, pucat, keringat berlebihan, mudah

lelah, toleransi latihan fisik menurun, kecemasan meningkat dan pingsan.

d. Denyut jantung :150 – 250 kali/menit.

e. Perubahan TD (hipertensi atau hipotensi); nadi mungkin tidak teratur; defisit nadi;

bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit pucat,

sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menurun bila curah jantung menurun

berat.

f. Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan

pupil.

11
g. Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina,

gelisah

h. Napas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas

tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi

pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena

tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.

i. Demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis

siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan

j. EKG:

- Laju : 100-250x/menit

- Irama : regular

- Gelombang P : gelombang P tumpang tindih dengan gelombang T

dan disebut gelombang P’

- Durasi QRS : 0,10 detik atau kurang kecuali ada perlambatan

konduksi intraventrikel

Gambar 2.6 Gambaran takikardia supraventrikular.

12
Gambar 2.7 Diagnosis Banding untuk Takikardi dengan gambaran QRS sempit

2.8 Penatalaksanaan15

1. Manuver vagal

Manuver vagal dan adenosin merupakan pilihan terapi awal untuk terminasi SVT

stabil. Manuver vagal atau pijat sinus karotid akan menghentikan hingga 25% SVT.

2. Adenosin

Jika PSVT tidak respon dengan manuver vagal, maka berikan adenosin 6 mg iv secara

cepat melalui vena diameter besar (yaitu antekubitus) diikuti dengan flush menggunakan

13
cairan salin 20 ml. Jika irama tidak berubah dalam 1-2 menit, berikan adenosin 12 mg IV

secara cepat menggunakan metode yang sama. Efek samping adenosin umum terjadi tetapi

bersifat sementara seperti flushing, dipsnea dan nyeri dada adalah yang paling sering terjadi.

Adenosin tidak boleh diberikan pada pasien dengan asma

3. Ca channel bloker dan beta bloker

Jika adenosin atau manuver vagal gagal mengubah SVT maka dapat digunakan agen

penghambat AV nodul kerja panjang seperti penghambat kanal kalsium non dihidropiridin

(verapamil dan diltiazem) atau penghambat beta.

4. Verapamil berikan 2,5 mg hingga 5 mg IV bolus selama 2 menit. Jika tidak ada

respon terapeutik dan tidak ada kejadian efek samping obat maka dosis berulang 5 mg hingga

10 mg dapat diberikan 15-30 menit dengan dosis keseluruhan 20 mg. Verapamil tidak boleh

diberikan pada pasien dengan fungsi ventrikel menurun atau gagal jantung.

5. Diltiazem, diberikan dengan dosis 15 mg hingga 20 mg IV selama 2 menit. Jika

diperlukan dalam 15 menit berikan dosis tambahan 20 mg hingga 25 mg IV. Dosis infus

rumatan adalah 5 mg/jam hingga 15 mg/jam.

6. Digoxin diberikan secara infus intravena, 0,25 mg – 0,5 mg dalam 15–20 menit,

diikuti dengan sisanya dalam dosis terbagi tiap 4-8 jam (tergantung dari respon jantung)

sampai total dosis muatan 0,5–1 mg tercapai. Bila memungkinkan dilakukan monitoring

kadar plasma digoksin, sampel darah diambil paling sedikit 6 jam setelah suatu dosis

diberikan. Pemberian propranolol atau esmolol intravena yang dikombinasikan dengan

digoxin dapat memberikan efek pengendalian takidisaritmia supraventrikuler secara cepat

serta dapat menurunkan resiko timbulnya toksisitas yang bisa saja timbul apabila masing-

masing obat tersebut diberikan dalam dosis tunggal.

14
7. SVT dengan aberansi obat pilihhanya ialah beta blockers, Blocker kalsium - channel

dan adenosin sering obat pilihan untuk SVT dengan aberrancy. Amiodaron oral dan

Penggunaan kardioversi juga dapat dilakukan sebgai terapinya.7

Berbagai jenis penghambat beta tersedia untuk penanganan takiaritmia supraventrikel

yaitu metoprolol, atenolol, esmolol dan labetalol. Pada prinsipnya agen-agen ini

mengeluarkan efeknya dengan melawan tonus simpatetik pada jaringan nodus yang

menghasilkan perlambatan pada konduksi. Efek samping beta bloker meliputi bradikardia,

keterlambatan konduksi AV dan hipotensi.4

15
Gambar 2.8 Algoritma tatalaksana SVT

16
Gambar 2.9Tatalaksana Lanjutan pada Regular SVT

ILUSTRASI KASUS

I. IdentitasPasien
Nama : Ny. X

Tanggal Lahir : 12 - 12 – 1978

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Perumahan Indung Suri

Pekerjaan : IRT

17
II. Anamnesis

03 Juli 2020,

Autoanamnesis

Keluhan Utama

Dada terasa berdebar-debar yang semakin kuat sejak 4 jam Sebelum Masuk

Rumah Sakit (SMRS).

Riwayat Penyakit Sekarang

 2 bulan SMRS pasien pernah mengeluhkan rasa berdebar-debar. Rasa berdebar-

debar muncul ketika pasien beraktivitas berat dan berkurang saat pasien

beristirahat. Keluhan disertai dengan Sesak nafas yang dirasakan tidak terus-

menerus dan diperingan jika pasien istirahat. Pasien juga merasa pusing dan

badan terasa lemah. Pasien mengaku pernah terbangun pada malam hari karena

sesak nafas dan merasakan dada tiba-tiba berdebar serta keringat dingin.

Keluhan berkurang setelah beberapa saat pasien kembali tidur atau istirahat.

 2 minggu SMRS, Pasien terbangun pada malam hari karena sesak nafas yang

dirasakan tiba-tiba. Pasien mengatakan pada sore harinya, pasien beraktivitas

berat. Sesak nafas disertai dengan rasa berdebar-debar terus menerus.

 4 jam SMRS pasien mengeluhkan terbangun pada siang hari dengan karena

berdebar-debar, berdebar-debar dirasakan terus menerus, tidak berkurang

dengan istirahat. Pasien juga mengalami keringat dingin. Pasien mengeluh

pusing dan sangat lemas. Pasien juga mengalami sesak napas. Sesak napas

dirasakan terus menerus, tidak dipengaruhi oleh cuaca, debu atau makanan.

Pasien tidak bisa tidur karena rasa berdebar-debar yang sangat kuat. Keluhan,

nyeri ulu hati (+), mual (+), muntah (-). BAB dan BAK tidak ada keluhan.

18
Riwayat Penyakit Dahulu

 Sebelumnya pasien pernah mengalami keluhan seperti ini sejak 2 bulan yang

lalu.

 Riwayat hipertensi tidak ada

 Riwayat asma tidak ada. Riwayat kencing manis tidak ada.

 Riwayat maag ada

Riwayat penyakit keluarga

 Riwayat keluhan yang sama dengan pasien pada keluarga tidak ada.

 Riwayat jantung (+) paman pasien

 Riwayat asma tidak ada.

 Riwayat kencing manis tidak ada .

Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi

 Pasien adalah seorang ibu rumah tangga

 Pasien jarang berolahraga.

 Pasien rutin mengkonsumsi makanan bersantan dan goreng-gorengan sejak

muda, makan yang asin-asin dan jarang makan sayur.

 Merokok (-)

 Pasien mengeluh tidak bisa beraktivitas berat (mudah lelah), namun masih

mandiri dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

III. PemeriksaanFisik

19
KeadaanUmum : Sedang

Kesadaran : Composmentis

GCS :E4V5M6

 Tekanan darah : 120/60 MmHg

 Nadi : 220 x/i reguler

 Pernapasan : 22 x/i

 Suhu : 36,5 oC

 Berat badan : 70kg

 Tinggi badan : 165 cm

 IMT : 25,71 (Overweight)

Pemeriksaan Kepala dan leher

 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

 Telinga : kelainan (-) tanda inflamasi (-)

 Hidung : kelainan (-) tanda inflamasi (-)

 Mulut : Mukosa bibir sianosis (-), pucat (-), kering (-), lidah kotor (-)

 Leher : JVP (5 + 2 cm H2O), pembesaran KGB dan tiroid (-)

Pemeriksaan thorak paru

 Inspeksi : bentuk dada simetris, gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan,

tidak ada bagian yang tertinggal, tidak ada penggunaan otot nafas tambahan.

 Palpasi : vokal fremitus simetris normal kanan dan kiri

 Perkusi : sonor diseluruh lapangan paru

 Auskultasi: suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-) wheezing (-/-).

20
Pemeriksaan thorak jantung

 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

 Palpasi : Ictus cordis teraba 1 jari lateral di linea midclavicularis sinistra SIK V

 Perkusi : batas jantung kanan linea parasternalis dextra SIK IV dan batas

jantungkiri1 jari lateral linea midclavicularis sinistra SIK V.

 Auskultasi : bunyi jantung S1 dan S2 reguler, murmur(-) , gallop (-),

Pemeriksaan abdomen

 Inspeksi: Perut tampak cembung, venektasi (-), striae (-), jejas(-)

 Auskultasi: Bising usus (+) 10x/menit

 Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (+), hepar tidak teraba, lien tidak teraba,

ballotement ginjal (-), ketok CVA(-/-)

 Perkusi: Timpani seluruh lapangan abdomen, shifting dullness (-)

Extremitas

 Eksremitas atas : pitting edema (-/-) akral hangat, capillaryrefilling time < 2

detik, sianosis (-).

 Eksremitas bawah : pitting edema (-/-), akral hangat, capillaryrefilling time < 2

detik, sianosis

Pemeriksaan penunjang

Tanggal :03-07-2020

Darah rutin

 Hb : 14,4 g/dL

 Ht : 44,3 %

21
 Leukosit : 10.510/µL

 Trombosit : 283.000/µL

 Eritrosit : 4.810.000/µL

Kimia darah

 Glukosa sewaktu : 133 mg/dL

 Ureum : 34 mg/dL

 Creatinin : 0,95 mg/dl

EKG

Hasil EKG 03-07-2020 pukul 12.20 wib (di IGD)

22
Interpretasi EKG :

 Irama : Sinus Takikardia

 Regularitas : Reguler.

 Rate : 220x/menit

 Axis : Normoaxis

 Gelombang P : Sulit dinilai

 Interval PR : Sulit dinilai

 QRS interval : 0,08

 ST segment : ST Elevasi

 Kesan : Supraventrikular Takikardi + LVH

IV. Tatalaksana

23
 Bedrest

 Posisi semi fowler

 02 4L/menit

 IVFD RF 20tpm

 Manuver Vagal, sebelumnya cek bruit, perikarteri carotis 10 detik  Tidak

berhasil

 Bisoprolol 5mg

 Aspilet 80mg

 Inj. Pantoprazole 1vial

 Inj. Amiodaron 150mg selama 10 menit

Edukasi

 Edukasi mengenali tanda dan gejala secara mandiri

 Ajarkan cara menghitung nadi

 Edukasi tindakan awal yang harus dilakukan ketika timbul tanda dan gejala,

seperti istirahat, bila keluhan tidak hilang harus segera ke pelayanan kesehatan

terdekat

 Sarankan tindakan lanjut/terapi definitif: Radio Frekuensi Ablasi

 Edukasi eassurance: meyakinkan pasien kondisinya tidak berbahaya

Pemeriksaan Anjuran

 Rontgen toraks PA

 Echocardiografi ulang

24
 Elektrofisiologi

V. Observasi

Pukul 13.55

S : Muka Memerah, sesak (-), berdebardebar terasa berkurang

O : KU Sedang, Compos Mentis

TD : 120/80mmHg

HR : 96x/i

RR : 22x/i

T : 36,5 Celcius

Thorax : SP Verikuler (+/+) Rhonki (-/-) Whezzing (-/-)

S1 S2 Reguler, Murmur (-)

A : SVT

P : Inj. Amiodaron  di stop setelah masuk 0,5cc

Pukul 14.55

S : Muka Memerah (-), sesak (-), berdebardebar terasa berkurang

O : KU Sedang, Compos Mentis

TD : 120/80mmHg

HR : 96x/i

RR : 22x/i

T : 36,5 Celcius

Thorax : SP Verikuler (+/+) Rhonki (-/-) Whezzing (-/-)

S1 S2 Reguler, Murmur (-)

A : SVT Stabil Perbaikan

25
P : Lapor dr. Kurniatin Sp.PD

EKG ulang

Ro. Thorax

IVFD RF 18tpm

Inj. Pantoprazole 2x40mg

Aspilet 1x80mg

Bisoprolol 1x5mg

VI. Prognosis

Ad functionam : Malam

Ad Sanationam : Malam

Ad Vitam : Malam

BAB III
PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat

26
disimpulkan bahwa diagnosis pasien adalah Supraventrikular Takikardia (SVT). Manifestasi
klinis yang didapat dari anamnesis yaitu palpitasi secara tiba-tiba, sesak napas, mual, pusing
dan lemas. Pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai kelainan yang signifikan, namun Hate Rate
(HR) pasien meningkat, yaitu 220x/menit pada awal masuk. Hal ini sesuai dengan teori
bahwa takikardia merupakan gejala satu-satunya yang dijumpai pada pasien yang memiliki
hemodinamik yang baik. Kemudian dilakukan pemeriksaan penunjang elektrokardiografi
(EKG) dan didapatkan hasil SVT dengan HR 220x/menit irama yang regular dengan
gelombang P yang tidak dapat dinilai serta kompleks QRS sempit. Supraventrikular
takikardia merupakan salah satu jenis takidisritmia yang ditandai dengan perubahan denyut
jantung yang mendadak bertambah cepat dengan frekuensi jantung pasien diatas 100 kali per
menit, yang disebabkan oleh impuls listrik yang berasal di atas ventrikel jantung. Kelainan
SVT mencakup komponen sistem konduksi dan terjadi diatas bundle of his.
Penatalaksanaan pada kasus ini di ketika di IGD adalah dilakukan pemberian oksigen
4 liter yang adekuat yang berfungsi untuk mencegah disfungsi end organ dan serangan gagal
organ yang multipel. Pada pasien ini sebaiknya dilakukan maneuver vagal sebelum terapi
farmakologi yang bertujuan untuk meningkatkan tonus parasimpatik dan memperlambat
konduksi ke AV node sehingga frekuensi jantung akan menurun.
Pasien ini juga diberikan terapi anti aritmia berupa Amiodaron. Amiodaron
merupakan salah satu anti aritmia yang dapat mengendalikan detak jantung dan
meningkatkan kekuatan serta efisiensi jantung sehingga sirkulasi darah menjadi baik. Pada
pasien juga mendapatkan Bisoprolol (Beta Bloker) yang bekerja mengurangi frekuensi detak
jantungdan tekanan otot jantung saat berkontraksi. Dengan begitu, beban jantung dalam
memompadarah ke seluruh tubuh dapat berkurang. Pasien ini juga diberikan Pantoprazole
untuk menekan asam lambung, termasuk dalam golongan antihistamin (PPI). Obat ini
bertujuan untuk menekan produksi asam lambung. Obat ini diberikan karena pasien memiliki
keluhan mual dan muntah. Pasien juga di berikan aspilet di mana obat ini berfungsi untuk
mencegah pembekuan darah seperti penyumbatan otot jantung (Infark Mokard).
Penyebab SVT pada pasien ini kemungkinan idiopatik, hal ini dikarenakan dari
anamnesis yang tidak memiliki riwayat penyakit seperti hipertensi, DM, Dislipedimia, tapi
untuk lebih jelasnya harus di lakukan echocardiografi untuk melihat kelainan pada jantung.
Sehingga terapi yang diberikan ialah beradasarkan kausal yaitu berdasarkan terapi gagal
jantung seperti 02 4L/menit, IVFD RF 18 tetes permenit, Bisoprolol 5mg, aspilet 1x80mg, Inj,
Pantoprazole, dan Inj Amiodarone.
Evaluasi tetap dilakukan dengan melakukan EKG perhari. Hasilnya menunjukkan

27
SVT perbaikan dimana HR mengalami penurunan menjadi normal yaitu mencapai < 100 kali
per menit, gelombang P mulai terlihat dan kompleks QRS normal.

DAFTAR PUSTAKA

28
1. Rahman M. Mekanisme dan klarsifikasi Aritmia : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
jilid III edisi IV. Pusat penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Indonesia : Jakarta.2007.
2. Makmum LH. Aritmia Supraventrikular : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III
edisi IV. Pusat penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia :
Jakarta.2007.
3. Muttaqin A. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem kardiovaskular.
Editor: Nurachmach E. Jakarta: Salemba Medika; 2009.
4. Philip I, Aaronson, Jeremy PTW. At a glance: sistem kardiovaskular. Jakarta: PT.
Gelora Aksara Pratama; 2009: 106-7.
5. Dharma S. Pedoman praktis sistematika interpretasi EKG. Jakarta: EGC; 2009.
6. Karo SK, Rohajoe AU, Sulistyo S, Kosasih A. Buku panduan kursus bantuan hidup
jantung lanjut: ACLS (Advanced cardiac life support). Jakarta: PERKI; 2012.
7. Commite members, Richard L, Jose AJ, dkk. ACC/AHA/HRS. Guideline for
management of adult patients with supraventricular tachycardia. Journal of the
American College of Cardiology. 2015.
8. http://emedicine.medscape.com/article/151456-overview#a0156
9. Link, M. S., 2012. Evaluation and Initial Treatment of Supraventricular Tachycardia.
The New England Journal of Medicine, 367(15), pp. 1438-1448.
10. Doniger, S. J. & Sharieff, G. Q., 2010. Dysrythmias. Clinics of North America,
Volume 53, pp. 85-105.
11. Kantoch, M. J., 2011. Supraventricular tachycardia. Indian Journal, Volume 72, pp.
609-619.
12. Manole, M. D. & Saladino, R. A., 2013. Emergency Department Management of the
Patient With Supraventricular Tachycardia. Emergency Care, 23(3), pp. 176-189.
13. Schlechte, E. A., Boramanand, N. & Funk, M., 2011. Supraventricular Tachycardia in
the Primary Care Setting: Agerelated Presentation, Diagnosis, and Management.
Journal of Health Care, 22(5), pp. 289-299.
14. Kothari, D. S. &Skinner, J. R., 2013. Tachycardias: an update.Volume 91, p. 136–
144.
15. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Panduan Praktis Klinik
(PPK) dan Clinical Pathway (CP) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah. 2016

29

Anda mungkin juga menyukai