Anda di halaman 1dari 36

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

INFEKSI SALURAN KEMIH

Oleh :
GINA REVANA DWI APRILIA, S.Ked
10542 0486 13

Pembimbing :
dr. Adnan Ibrahim, Sp.PD

(Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik bagian


Ilmu Penyakit Dalam)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2017
KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Wr. Wb.


Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas
rahmat, hidayah, kesehatan dan kesempatan-Nya sehingga laporan kasus dengan
judul “Infeksi Saluran Kemih” ini dapat terselesaikan. Salam dan shalawat
senantiasa tercurah kepada baginda Rasulullah SAW, sang pembelajar sejati yang
memberikan pedoman hidup yang sesungguhnya.
Pada kesempatan ini, secara khusus penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dosen pembimbing dr. Adnan
Ibrahim Sp.PD yang telah memberikan petunjuk, arahan dan nasehat yang sangat
berharga dalam penyusunan sampai dengan selesainya laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak terdapat kelemahan dan
kekurangan dalam penyusunan laporan kasus ini, baik dari isi maupun
penulisannya. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak senantiasa penulis
harapkan demi penyempurnaan laporan kasus ini.
Demikian, semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi pembaca secara
umum dan penulis secara khususnya.
Billahi Fi Sabilill Haq Fastabiqul Khaerat
Wassalamu Alaikum WR.WB.

Makassar, Agustus 2017

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Salah satu penyakit infeksi yang terjadi di Indonesia adalah infeksi saluran
kemih. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah istilah umum yang dipakai untuk
menyatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. Infeksi saluran
kemih dapat mengenai baik laki-laki maupun perempuan dari semua umur baik pada
anak, remaja, dewasa maupun umur lanjut (Tessy dkk, 2004). Prevalensi penyakit
infeksi saluran kemih cukup beragam pada tingkatan usia dan jenis kelamin, biasanya
ditandai dengan adanya bakteri dalam jumlah tertentu di urin (bakteriuria) yang tidak
lazim ditemukan dalam kondisi normal. Pada bayi baru lahir sampai usia enam bulan
misalnya, prevalensi infeksi saluran kemih pada rentang usia ini hanya sekitar 1% dan
umumnya diderita oleh bayi laki-laki. Kejadian infeksi pada bayi dihubungkan
dengan abnormalitas struktur dan fungsional saluran kemihnya, kelainan anatomi dan
fungsional saluran kemih diyakini sebagai salah satu faktor resiko terkena infeksi
saluran kemih. Pada usia 1 sampai 5 tahun prevalensinya meningkat antara pria dan
wanita masing-masing sekitar 4,5% dan 0,5% dan sekitar 8% wanita pernah
mendapat infeksi saluran kemih pada masa kanak-kanaknya. Pada masa remaja,
prevalensi infeksi saluran kemih meningkat secara dramatis dari 1% sebelum puber
hingga menjadi 4% pada masa setelah puber. Kenaikan ini pada umumnya
dihubungkan dengan perilaku seksual, dimana pada usia pertumbuhan sebagian
remaja sudah mulai melakukan aktivitas seksual (Coyle dan Prince, 2005). Pada usia
65 tahun keatas, bakteriuria pada laki-laki maupun wanita meningkat dengan pesat,
20% pada wanita dan 10% pada laki-laki. Kejadian pada wanita dan laki-laki tua ini
dihubungkan dengan perubahan anatomi dan fisiologi dalam saluran kemih yang
menyebabkan statis dan batu kemih (Bint dan Berrington, 2003). Peningkatan
tersebut bisa disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu terjadinya obstruksi karena
hipertrofi prostat pada pria, pengosongan kandung kemih yang lambat pada wanita;
buang air besar di sembarang tempat oleh pasien yang sudah pikun; penyakit

1
neuromuskular, termasuk stroke; serta penggunaan kateter (Coyle dan Prince, 2005).
Bakteri patogen penyebab infeksi saluran kemih seringkali dapat diperkirakan, dan E.
coli merupakan bakteri patogen utama baik pada pasien rawat jalan maupun rawat
inap (Sahm, et al.,2001). Staphylococcus saprophyticus, Klebsiella spp., Proteus spp.,
Enterococcus spp. dan Enterobacter spp., merupakan patogen lain yang menjadi
penyebab infeksi saluran kemih, namun jarang ditemukan (Sahm, et al., 2001).
Penggunaan antibiotik adalah pilihan utama dalam pengobatan infeksi saluran kemih.
Pemakaian antibiotik secara efektif dan optimal memerlukan pengertian dan
pemahaman mengenai bagaimana memilih dan memakai antibiotik secara benar.
Pemilihan berdasarkan indikasi yang tepat, menentukan dosis, cara pemberian, lama
pemberian, maupun evaluasi efek antibiotik. Pemakaian dalam klinik yang
menyimpang dari prinsip dan pemakaian antibiotik secara rasional akan membawa
dampak negatif dalam bentuk meningkatnya resistensi, efek samping dan pemborosan
(Santoso, 1990). Idealnya antibiotik yang dipilih untuk pengobatan infeksi saluran
kemih harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut: dapat diabsorpsi dengan baik,
ditoleransi oleh pasien, dapat mencapai kadar yang tinggi dalam urin, serta memiliki
spektrum terbatas untuk mikroba yang diketahui atau dicurigai. Di dalam pemilihan
antibiotik untuk pengobatan infeksi saluran kemih juga sangat penting untuk
mempertimbangkan peningkatan resistensi E.coli dan patogen lain terhadap beberapa
antibiotik. Resistensi E.coli terhadap amoksisilin dan antibiotik sefalosporin
diperkirakan mencapai 30%. Secara keseluruhan, patogen penyebab infeksi saluran
kemih masih sensitif terhadap kombinasi trimetoprimsulfametoksazol walaupun
kejadian resistensi di berbagai tempat telah mencapai 22%. Pemilihan antibiotik harus
disesuaikan dengan pola resistensi lokal, disamping juga memperhatikan riwayat
antibiotik yang digunakan pasien (Coyle dan Prince, 2005). Berdasarkan penelitian
Handayaningsih (2006) tentang evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien infeksi
saluran kemih rawat inap di RSUD Wonosobo tahun 2005, didapat ketepatan
pemilihan antibiotik sebesar 4,93% sesuai dengan Standar Pelayanan Medis RSUD
Wonosobo. Dengan penggunaan antibiotik yang paling banyak digunakan pada

2
penatalaksanaan infeksi saluran kemih adalah siprofloksasin (61, 72%), amoksisilin
(43, 20%), sefotaksim (37, 03%) dan ampisilin (4, 93%) (Handayaningsih, 2006).
Berdasarkan uraian di atas dan laporan pola penyakit dari unit rekam medik RSUD
Dr.Moewardi tercatat pada tahun 2009 penyakit infeksi saluran kemih menduduki
peringkat 7 dengan jumlah kasus sebanyak 258 pasien. Pengunaan antibiotik yang
tidak sesuai dengan standar tujuan terapi akan merugikan baik secara klinis maupun
ekonomi. Rumah sakit dalam menjalankan fungsi sebagai pusat pelayanan kesehatan
dan meningkatkan mutu pelayanan sesuai dengan perkembangan teknologi dan ilmu
pengetahuan kepada masyarakat banyak menggunakan antibiotik sebagai pengobatan
penyakit infeksi dengan memberikan hasil dan resikonya minimal. Untuk itu perlu
dilakukan penelitian tentang Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Infeksi
Saluran Kemih di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr.Moewardi Surakarta tahun 2009
dengan membandingkan standar terapi Clinical Guideline (Medecins San Frontieres)
tahun 2007.

3
BAB II

INFEKSI SALURAN KEMIH

A. DEFINISI
Infeksi saluran kemih adalah suatu infeksi yang melibatkan ginjal, ureter,
buli-buli, ataupun uretra. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang
menunjukkan keberadaan mikroorganisme dalam urin. Infeksi saluran kemih
(ISK) adalah infeksi yang terjadi akibat terbentuknya koloni kuman di saluran
kemih. 1,2

B. EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi ISK dibagi menjadi 2 kategori yaitu infeksi yang
berhubungan dengan kateter ( infeksi nosokomial) dan infeksi yang tidak
berhubungan dengan kateter (acquired infections). Agen penyebab ISK tidak
hanya dapat menyerang laki-laki, namun dapat juga menyerang wanita
dalam bermacam umur, remaja maupun orang tua.
Selama periode usia beberapa bulan dan lebih dari 65 tahun, perempuan
cenderung menderita ISK disbanding laki-laki. ISK berulang pada laki-laki
jarang dilaporkan, kecuali disertai faktor predisposisi (pencetus). Prevalensi
bakteriuri asimtomatik lebih sering ditemukan pada perempuan. Prevalensi
selama periode sekolah 1% meningkat menjadi 5% selama periode aktif secara
seksual. Prevalensi infeksi asimtomatik meningkat mencapai 30%, baik laki-laki
maupun perempuan bila disertai faktor pencetus.

C. KLASIFIKASI
Infeksi salran kemih diklasifikasikan berdasarkan gejala klinis, lokasi
infeksi, dan kelainan saluran kemih. Berdasarkan gejala, ISK dibedakan menjadi
ISK asimtomatik dan simtomatik. Berdasarkan lokasi infeksi, ISK dibedakan

4
menjadi ISK atas dan ISK bawah, dan berdasarkan kelainan saluran kemih, ISK
dibedakan menjadi ISK simpleks dan ISK kompleks. 1,4,5
1. Klinis
- ISK asimptomatik ialah bakteriuria bermakna tanpa gejala. 1
- ISK simtomatik yaitu terdapatnya bakteriuria bermakna disertai gejala dan
tanda klinik. Sekitar 10-20% ISK yang sulit digolongkan ke dalam
pielonefritis atau sistitis baik berdasarkan gejala klinik maupun
pemeriksaan penunjang disebut dengan ISK non spesifik. 1,4,5
2. Anatomi
- ISK bawah, presentasi klinis ISK bawah tergantung dari gender. 1,4,5
a. Perempuan : Sistitis, adalah presentasi klinis infeksi saluran kemih disertai
bakteriuria bermakna. Sindroma uretra akut (SUA), adalah presentasi
klinis sistitis tanpa ditemukan mikroorganisme (steril).
b. Laki-laki : Presentasi ISK bawah pada laki-laki dapat berupa sistitis,
prostatitis, epidimidis, dan uretritis.
- ISK atas
a. Pielonefritis akut (PNA), adalah proses inflamasi parenkim ginjal yang
disebabkan oleh infeksi bakteri. PNA ditemukan pada semua umur dan
jenis kelamin walaupun lebih sering ditemukan pada wanita dan anak-
anak. Pada laki-laki usia lanjut, PNA biasanya disertai hipertrofi
prostat.1,4,5
b. Pielonefritis kronis (PNK), mungkin terjadi akibat lanjut dari infeksi
bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran
kemih serta refluk vesikoureter dengan atau tanpa bakteriuria kronik
sering diikuti pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal yang ditandai
pielonefritis kronik yang spesifik. diagnosis PNK harus mempunyai dua
kriteria yakni telah terbukti mempunyai kelainan-kelainan faal dan
anatomi serta kelainan-kelainan tersebut mempunyai hubungan dengan
infeksi bakteri. 1,4,5

5
3. Kelainan Saluran Kemih
- ISK Sederhana/ tak berkomplikasi, yaitu ISK yang terjadi pada perempuan
yang tidak hamil dan tanpa kelainan struktural maupun fungsional saluran
kemih. 1,5
- ISK berkomplikasi, yaitu infeksi yang disebabkan oleh kelainan anatomis
pada saluran kemih, menyebar ke bagian tubuh yang lain, bertambah berat
dengan underlying disease, ataupun bersifat resisten terhadap pengobatan.
Penyakit penyerta dapat mengakibatkan lesi dalam saluran kemih,
obstruksi saluran kemih, pembentukan batu, pemasangan cateter,
kerusakan dan gangguan neurologi serta menurunnya sistem imun yang
dapat mengganggu aliran normal dan perlindungan saluran urin. 1,5

D. ETIOLOGI
Penyebab terbanyak adalah bakteri gram-negatif termasuk bakteri yang
biasanya menghuni usus kemudian naik ke sistem saluran kemih. Dari gram
negatif tersebut, ternyata Escherichia coli menduduki tempat teratas kemudian
diikuti oleh Proteus sp, Klebsiella, Pseudomonas. Jenis kokus gram positif lebih
jarang sebagai penyebab ISK sedangkan Enterococci dan Staphylococcus aureus
sering ditemukan pada pasien dengan batu saluran kemih, lelaki usia lanjut
dengan hiperplasia prostat atau pada pasien yang menggunakan kateter urin.
Demikian juga dengan Pseudomonas aeroginosa dapat menginfeksi saluran
kemih melalui jalur hematogen dan pada kira-kira 25% pasien demam tifoid dapat
diisolasi salmonella dalam urin. Bakteri lain yang dapat menyebabkan ISK
melalui cara hematogen adalah brusella, nocardia, actinomises, dan
Mycobacterium tubeculosa. Candida sp merupakan jamur yang paling sering
menyebabkan ISK terutama pada pasien-pasien yang menggunakan kateter urin,

6
pasien DM, atau pasien yang mendapat pengobatan antibiotik berspektrum luas.
Jenis Candida yang paling sering ditemukan adalah Candida albican dan Candida
tropicalis. Semua jamur sistemik dapat menulari saluran kemih secara
hematogen. 1,3,4

E. PATOMEKANISME
1. Patogenesis
Patogenesis bakteriuria asimtomatik menjadi bakteriuria simtomatik
dengan presentasi klinis ISK tergantung dari patogenisitas bakteri dan
status pasien sendiri (host).
Peranan patogenisitas bakteri
Sejumlah flora saluran cerna termasuk E. coli diduga terkait dengan
etiologi ISK. Penelitian melaporkan lebih dari 170 serotipe 0 (antigen)
E.coli yang patogen. Patogenitas E. coli terkait dengan bagian permukaan sel
polisakarida dari lipopolisakarin. Bakterti patogen dari urin (urinary
pathogen) dapat menyebabkan presentasi klinis ISK tergantung juga dari
faktor lainnya seperti perlengketan mukosa oleh bakteri, faktor virulensi,
dan variasi fase faktor virulensi.
1. Peranan bakterial attachment of mucosa. Penelitian membuktikan
bahwa fimbriae merupakan salah satu pelengkap patogenisitas yang
mempunyai kemampuan untuk melekat pada permukaan mukosa
saluran kemih. Pada umumnya P fimbria akan terikat pada P blood group
antigen yang terdapat pada sel epitel saluran kemih atas dan bawah.
Fimbriae dari strain E. coli ini dapat diisolasi hanya dari urin segar.
2. Peranan faktor virulensi lainnya. Kemampuan untuk melekat
(adhesion) mikroorganisme atau bakteri tergantung dari organ pili
atau fimbriae maupun non-fimbriae. Pada saat ini dikenal beberapa
adhesionseperti fimbriae (tipe 1, P, dan S), non fimbrial adhesion
(DR, haemaglutinin atau DFA component of DR blood group),

7
fimbrial adhesion (AFA-1 dan AFA-III), M-adhesions, G-adhesions
dan curli adhesions.Sifat patogenisitas lain dari E. coli berhubungan
dengan toksin. Dikenal beberapa toksin seperti α-haemolisin, CNF-1,
dan iron uptake system (aerobactin dan enterobactin) . Hampir 95% α-
haemolisin terikat pada kromosom dan berhubungan dengan
pathogenicity islands (PAIS) dan hanya 5% terikat pada gen plasmid.
Resistensi uropatogenik E. coli terhadap serum manusia dengan perantara
beberapa faktor terutama aktivasi sistem komplemen termasuk
membrane attack complex (MAC). Menurut beberapa peneliti
uropatogenik mikroorganisme (MO) ditandai dengan ekspresi faktor
virulensi ganda. Beberapa sifat uropatogen MO : seperti resistensi serum,
sekuestrasi besi, pembentukan hidroksat dan antigen K yang muncul
mendahului manifestasi klinis ISK. Gen virulensi dikendalikan faktor luar
seperti suhu, ion besi, osmolaritas, pH, dan tekanan oksigen.
3. Faktor virulensi variasi fase. Virulensi bakteri ditandai dengan
kemampuan untuk mengalami perubahan bergantung pada dari respon
faktor luar. Konsep variasi fase MO ini menunjukkan peranan
beberapa penentu virulensi bervariasi diantara individu dan lokasi
saluran kemih. Oleh karena itu, ketahanan hidup bakteri berbeda
dalam kandung kemih dan ginjal.
Peranan Faktor Tuan Rumah (Host)
1. Faktor predisposisi pencetus ISK. Penelitian epidemiologi klinik
mendukung hipotesis peranan status saluran kemih merupakan faktor
risiko atau pencetus ISK. Jadi faktor bakteri dan status saluran kemih
pasien mempunyai peranan penting untuk kolonisasi bakteri pada saluran
kemih. Kolonisasi bakteri sering mengalami kambuh (eksaserbasi) bila
sudah terdapat kelainan struktur anatomi saluran kemih. Dilatasi
saluran kemih termasuk pelvis ginjal tanpa obstruksi saluran kemih

8
dapat menyebabkan gangguan proses klirens normal dan sangat peka
terhadap infeksi.
2. Status imunologi pasien (host). Vesica urinaria mempunyai
mekanisme pertahanan melawan organisme asing. Pengeluaran
bakteria secara terus menerus dengan berkemih adalah mekanisme
untuk mengeluarkan bakteri yang telah mencapai pintu masuk. Fungsi
fagosit dari dinding saluran kemih memberi kesan sebagai pertahanan
lain, seperti karakter antibakteri urin sendiri. Penelitian laboratorium
mengungkapkan bahwa golongan darah dan status sekretor mempunyai
kontribusi untuk kepekaan terhadap ISK. Pada tabel dibawah ini dapat
dilihat beberapa faktor yang dapat meningkatkan hubungan antara
berbagai ISK (ISK rekuren) dan status sekretor (sekresi antigen darah
yang larut dalam air dan beberapa kelas imunoglobulin) sudah lama
diketahui. Prevalensi ISK juga meningkat terkait dengan golongan
darah AB, B, PI (antigen terhadap tipe fimbriae bakteri) dan dengan
fenotipe golongan darah Lewis.

Kepekaan terhadap ISK rekuren dari kelompok pasien dengan


saluran kemih normal (ISK tipe sederhana) lebih besar pada kelompok
antigen darah non-sekretorik. Dibandingkan kelompok sekretorik.

9
Penelitian lain melaporkan sekresi IgA urin meningkat dan diduga
mempunyai peranan penting untuk kepekaan terhadap ISK rekuren.

2. Patofisiologi ISK
Pada individu normal, laki-laki maupun perempuan urin selalu steril
karena dipertahankan jumlah dan frekuensi kencing. Uretro distal
merupakan tempat kolonisasi mikroorganisme non-pathogenic fastidious
gram-positive dan gram negatif . Hampir semua ISK disebabkan invasi
mikroorganisme asending dari uretra ke dalam saluran kemih yang lebih
distal, misalnya kandung kemih. Pada beberapa pasien tertentu invasi
mikroorganisme dapat mencapai ginjal. Proses ini dipermudah refluks
vesikoureter. Proses invasi mikroorganisme hematogen sangat jarang
ditemukan di klinik, mungkin akibat lanjut dari bakteriemia. Ginjal diduga
merupakan lokasi infeksi sebagai akibat lanjut septikemi atau endokarditis
akibat S. Aureus.

F. DIAGNOSIS
Gambaran klinis infeksi saluran kemih sangat bervariasi mulai dari tanpa
gejala hingga menunjukkan gejala yang sangat berat. Gejala yang sering timbul
ialah disuria, polakisuria, dan terdesak kencing yang biasanya terjadi bersamaan,
disertai nyeri suprapubik dan daerah pelvis. Gejala klinis ISK sesuai dengan
bagian saluran kemih yang terinfeksi, yaitu: 1
1. Pada ISK bagian bawah, keluhan pasien biasanya berupa nyeri suprapubik,
disuria, frekuensi, urgensi, nokturia dan stranguria
2. Pada ISK bagian atas, dapat ditemukan gejala demam tinggi, menggigil, kram,
sakit pinggang, muntah, skoliosis, dan penurunan berat badan.

10
Gambar 1. Hubungan antara lokasi infeksi dengan gejala klinis.1

Diagnosis dari infeksi saluran kemih dapat diketahui dari adanya keluhan
(bagi yang simptomatik) berupa: disuria, polakisuria, terdesak kencing (urgency),
stranguria, nokturia dan bila berat dapat dijumpai demam, menggigil, mual,
muntah serta nyeri pinggang pada pielonefritis. 6
Untuk mendeteksi bakteriuria diperlukan pemeriksaan bakteriologik yang
secara konvensional dilakukan dengan metode biakan dan ditemukannya jumlah
kuman > l00,000 colony forming unit /ml urine. Metode biakan ini tidak selalu
dapat dilakukan laboratorium sederhana, karena tidak semua laboratorium
mempunyai kemampuan untuk pembiakan itu, yang biayanya cukup tinggi dan
membutuhkan waktu yang lama. Yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan
mikroskopik pewarnaan secara Gram, dengan ditemukannya kuman batang Gram
- negatif. Namun cara ini membutuhkan keahlian khusus. Selain itu dapat
dilakukan dengan hitung jumlah lekosit dalam urin untuk membantu diagnosis
bakteriuria yang infektif. Bahan pemeriksaan adalah urine arus-tengah pagi hari,

11
urine diambil sebelum subyek minum sesuatu untuk menghindarkan efek
pengenceran. 6
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
Pemeriksaan urinalisis meliputi leukosituria, nitrit, leukosit esterase,
protein, dan darah. Leukosituria merupakan petunjuk kemungkinan adanya
bakteriuria, tetapi tidak dipakai sebagai patokan ada tidaknya ISK. Sel-sel
darah putih (leukosit) dapat diperiksa dengan dipstick maupun secara
mikroskopik. Untuk mencegah timbulnya kontaminasi sampel urine oleh
kuman yang berada di kulit vagina atau prepusium, perlu diperhatikan cara
pengambilan sampel urine. Sampel urine dapat diambil dengan cara: (1)
aspirasi suprapubik yang sering dilakukan pada bayi, (2) kateterisasi per-
uretram pada wanita untuk menghindari kontaminasi oleh kuman-kuman di
sekitar introitus vagina, dan (3) miksi dengan pengambilan urine porsi tengah
atau midstream urine. Dikatakan bakteriuria jika didapatkan lebih dari 105 cfu
(colony forming unit) per mL, pada pengambilan sampel urine porsi tengah,
sedangkan pada pengambilan melalui aspirasi suprapubik dikatakan
bakteriruria bermakna jika didapatkan > 103 cfu per mL. 6
Leukosuria atau piuria merupakan salah satu petunjuk penting terhadap
dugaan adalah ISK. Dinyatakan positif bila terdapat > 5 leukosit/lapang
pandang besar (LPB) sedimen air kemih. Adanya leukosit silinder pada
sediment urin menunjukkan adanya keterlibatan ginjal. Namun adanya
leukosuria tidak selalu menyatakan adanya ISK karena dapat pula dijumpai
pada inflamasi tanpa infeksi. Apabila didapat leukosituri yang bermakna, perlu
dilanjutkan dengan pemeriksaan kultur. 3,5
Hematuri Dipakai oleh beberapa peneliti sebagai petunjuk adanya ISK,
yaitu bila dijumpai 5-10 eritrosit/LPB sedimen urin. Hematuria kadang-kadang
dapat menyertai infeksi saluran kemih, tetapi tidak dipakai sebagai indikator
diagnostik. Protein dan darah mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang

12
rendah dalam diagnosis ISK Dapat juga disebabkan oleh berbagai keadaan
patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun oleh sebab lain misalnya
urolitiasis, tumor ginjal, atau nekrosis papilaris. 3,5
Uji nitrit merupakan pemeriksaan tidak langsung terhadap bakteri dalam
urin. Dalam keadaan normal, nitrit tidak terdapat dalam urin, tetapi dapat
ditemukan jika nitrat diubah menjadi nitrit oleh bakteri. Sebagian besar kuman
Gram negatif dan beberapa kuman Gram positif dapat mengubah nitrat menjadi
nitrit, sehingga jika uji nitrit positif berarti terdapat kuman dalam urin. Urin
dengan berat jenis yang tinggi menurunkan sensitivitas uji nitrit. Hasil palsu
terjadi bila pasien sebelumnya diet rendah nitrat, diuresis banyak, infeksi oleh
enterokoki dan asinetobakter. 6
b. Radiologis dan Pemeriksaan penunjang lainnya
Pemeriksaan radiologis pada ISK dimaksudkan untuk mengetahui adanya
batu atau kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi ISK.
Pemeriksaan ini dapat berupa foto polos abdomen, pielonegrafi intravena,
demikian pula dengan pemeriksaan lainnya, misalnya ultrasonografi dan CT
Scan. 1,2

H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Prinsip umum penatalaksanaan ISK adalah :
- Eradikasi bakteri penyebab dengan menggunakan antibiotik yang sesuai
- Mengkoreksi kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi
Tujuan penatalaksanaan ISK adalah mencegah dan menghilangkan
gejala, mencegah dan mengobati bakteriemia dan bakteriuria, mencegah dan
mengurangi risiko kerusakan ginjal yang mungkin timbul dengan pemberian
obat-obatan yang sensitif, murah, aman dengan efek samping yang minimal.
Oleh karenan itu pola pengobatan ISK harus sesuai dengan bentuk ISK,
keadaan anatomi saluran kemih, serta faktor-faktor penyerta lainnya.

13
Bermacam cara pengobatan yang dilakukan untuk berbagai bentuk yang
berbeda dari ISK, antara lain :
- Pengobatan dosis tunggal
- Pengobatan jangka pendek (10-14 hari)
- Pengobatan jangka panjang (4-6 minggu)
- Pengobatan profilaksis dosis rendah
- Pengobatan supresif.
a. Infeksi saluran kemih (ISK) bawah
Prinsip penatalaksanaan ISK bawah meliputi intake cairan yang banyak,
antibiotik yang adekuat, dan bila perlu terapi simtomatik untuk alkalinisasi
urin :
- Hampir 80% pasien akan memberikan respon setelah 48 jam dengan
antibiotika tunggal, seperti ampisilin 3 gram, trimetroprim 200 mg.
- Bila infeksi menetap disertai kelainan urinalisis (leukosuria) diperlukan
terapi konvensional selama 5-10 hari.
- Pemeriksaan mikroskopis urin dan biakan urin tidak diperlukan bila
semua gejala hilang dan tanpa leukosuria.
Bila pada pasien reinfeksi berulang (frequent re-infection) :
- Disertai faktor predisposisi, terapi antimikroba yang intensif diikuti
dengan koreksi faktor resiko.
- Tanpa faktor predisposisi, terapi yang dapat dilakukan adalah asupan
cairan yang banyak, cuci setelah melakukan senggama diikuti terapi
antimikroba dosis tunggal (misal trimentoprim 200 mg).
- Terapi antimikroba jangka lama sampai 6 bulan.
Pasien sindroma uretra akut (SUA) dengan hitung kuman 103 -105
memerlukan antibiotika yang adekuat. Infeksi klamidia memberikan hasil
yang baik dengan tetrasiklin. Infeksi yang disebabkan mikroorganisme
anaerobik diperlukan antimikroba yang serasi (misal golongan kuinolon).

14
b. Infeksi saluran kemih (ISK) atas
Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut memerlukan rawat
inap untuk memelihara status hidrasi dan terapi antibiotika parenteral paling
sedikit 48 jam.

The Infection Disease Society of America menganjurkan satu dari tiga


alternatif terapi antibiotika intravena sebagai terapi awal selama 48-72 jam
sebelum diketahui mikroorganisme penyebabnya :
- Flurokuinolon
- Aminoglikosida dengan atau tanpa ampisilin
- Sefalosporin berspektrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida

15
c. Infeksi Saluran Kemih Berulang
Untuk penanganan ISK berulang dapat dilihat pada gambar berikut :

Terapi jangka panjang yang dapat diberikan antara lain


trimetroprimsulfametoksazol dosis rendah (40-200 mg) tiga kali seminggu

16
setiap malam, Flurokuinolon dosis rendah, nitrofurantoin makrokristal 100 mg
tiap malam. Lama pengobatan 6 bulan dan bila perlu dapat diperpanjang 1-2
tahun lagi.

I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada infeksi saluran kemih antara lain batu saluran
kemih, okstruksi saluran kemih, sepsis, infeksi kuman yang multisitem, gangguan
fungsi ginjal.

J. PROGNOSIS
Prognosis pasien dengan pielonefritis akut, pada umumnya baik dengan
penyembuhan 100% secara klinik maupun bakteriologi bila terapi antibiotika
yang diberikan sesuai. Bila terdapat faktor predisposisi yang tidak diketahui atau
sulit dikoreksi maka 40% pasien PNA dapat menjadi kronik atau PNK. Pada
pasien Pielonefritis kronik (PNK) yang didiagnosis terlambat dan kedua ginjal
telah mengisut, pengobatan konservatif hanya semata-mata untuk
mempertahankan faal jaringan ginjal yang masih utuh. Dialisis dan transplantasi
dapat merupakan pilihan utama. 2,3
Prognosis sistitis akut pada umumnya baik dan dapat sembuh sempurna,
kecuali bila terdapat faktor-faktor predisposisi. Prognosis sistitis kronik baik bila
diberikan antibiotik yang intensif dan tepat serta faktor predisposisi mudah
dikenal dan diberantas. 2,3

17
BAB III
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. “Z”
Umur : 64 tahun.
Jenis kelamin : Laki-laki.
Alamat :-
Agama : Islam.
Status : Menikah.
Suku :-
Pekerjaan : Kuli bangunan
Pangkat/Golongan : BPJS
RM : 618338
MRS tanggal : 31 Oktober 2017
Tanggal Pemeriksaan : 31 Oktober 2017
Keluar RS : 3 November 2017

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri Perut
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien laki-laki, Tn. Z 64 tahun. Pasien sadar dan diantar oleh keluarga ke
IGD RS Pelamonia Makassar pada tanggal 31 Oktober 2017 dengan keluhan nyeri
perut kanan atas yang dirasakan sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu. Pasien juga
mengeluh nyeri ulu hati, mual dan disertai mutah sebanyak kurang lebih 5x
sebelum masuk RS, muntah yang keluar berisi cairan. Tn. Z juga batuk kering dan
demam sejak kurang lebih 4 hari yang lalu, Tn. Z juga mengeluh sakit kepala dan
pusing serta nyeri pada tulang dan pinggang. Nafsu makan Tn. Z menurun. BAB

18
dan BAK dalam batas normal, Tn. Z tidak pernah mengeluh saat berkemih ataupun
BAK berpasir. Tn. Z tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien dalam keadaan sakit
sedang, kesadaran compos mentis, berat badan 49 kg, tinggi badan 160 cm,
tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 80 x/menit,laju respirasi 20 x/menit, suhu axilla
36 C dan VAS : 4/10
Dari pemeriksaan abdomen, pada palpasi didapatkan ada nyeri tekan pada
regio epigastrik. Dari pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menunjang
diagnosis pasien ini, pada pemeriksaan darah ruitn didapatkan WBC 11,81 x
103/uL, RBC 5,31 x 106/uL, HGB 15,1 g/dL, PLT 350 x 103/uL, LED 103
mm/jam. Hasil Urin lengkap didapatkan Nitrit Positif, protein Positif 2. PH 5,5,
Bilirubin Positif 2 dan pada pemeriksaan sedimen urin didapatkan Leukosit 20-30
sel/LP, eritrosit 10-15 sel/LP, epitel 7-9 sel/LP,urat amorph Positif 2. Pada
pemeriksaan fungsi hati didapatkan SGOT 45,0 U/L dan SGPT 36,0 U/L.
Riwayat penyakit Dahulu : anemia (+)
Riwayat hipertensi (+), DM (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


 Tidak ada anggota keluarga os dengan keluhan demam, mual,muntah
 Riwayat tekanan darah tinggi (+), kencing manis (-), asthma (-),keganasan (-),
TBC ( - ).
Riwayat Pengobatan
 Riwayat alergi obat (-)
Riwayat Pribadi dan Sosial
 Os merupakan seorang kuli bangunan
 Os memiliki kebiasaan menahan saat ingin berkemih
 Os mengatakan juga jarang minum

19
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Keadaan umum : sedang
Keadaan sakit : sakit sedang.
Kesadaran/GCS : compos mentis/E4V5M6.
Tekanan Darah : 100/60 mmHg.
Nadi : 80 kali per menit, reguler, kuat angkat cukup.
Pernafasan : 20 kali per menit,thorakoabdominal.
Suhu : 36oC.
Berat Badan : 49 kg .
Tinggi Badan : 160 cm.
49
𝐼𝑀𝑇 =
(1,60)2
49
𝐼𝑀𝑇 =
2,56
𝐼𝑀𝑇 = 19,14→ baik
Status Lokalis
 Kepala :
- Ekspresi wajah : normal.
- Bentuk dan ukuran : normal.
- Rambut : normal.
- Udema (-).
- Malar rash (-).
- Parese N VII (-).
- Hiperpigmentasi (-).
- Nyeri tekan kepala (-).

20
 Mata :
- Simetris.
- Alis : normal.
- Exopthalmus (-/-).
- Ptosis (-/-).
- Nystagmus (-/-).
- Strabismus (-/-).
- Udema palpebra (-/-).
- Konjungtiva: anemia (-/-), hiperemia (-/-).
- Sclera: icterus (-/-), hyperemia (-/-), pterygium (-/-).
- Pupil : isokor, bulat, miosis (-/-), midriasis (-/-).
- Kornea : normal.
- Lensa : normal, katarak (-/-).
- Pergerakan bola mata ke segala arah : normal
 Telinga :
- Bentuk : normal simetris antara kiri dan kanan.
- Lubang telinga : normal, secret (-/-).
- Nyeri tekan (-/-).
- Peradangan pada telinga (-)
- Pendengaran : normal.
 Hidung :
- Simetris, deviasi septum (-/-).
- Napas cuping hidung (-/-).
- Perdarahan (-/-), secret (-/-).
- Penciuman normal.
 Mulut :
- Simetris.
- Bibir : sianosis (-), stomatitis angularis (-), pursed lips breathing (-).

21
- Gusi : hiperemia (-), perdarahan (-).
- Lidah: glositis (-), atropi papil lidah (-), lidah berselaput (-), kemerahan
di pinggir(-), tremor (-), lidah kotor (-).
- Gigi : caries (-)
- Mukosa : normal.
- Faring dan laring : tidak dapat dievaluasi.
- Foetor ex ore (-)
 Leher :
- Simetris (-).
- Kaku kuduk (-).
- Scrofuloderma (-).
- Pemb.KGB (-).
- Trakea : di tengah.
- JVP :R-4
- Pembesaran otot sternocleidomastoideus (-).
- Otot bantu nafas SCM tidak aktif.
- Pembesaran thyroid (-).
 Thorax
Pulmo :
Inspeksi :
- Bentuk: simetris.
- Ukuran: normal, barrel chest (-)
- Pergerakan dinding dada : simetris.
- Permukaan dada : petekie (-), purpura (-), ekimosis (-), spider nevi (-),
vena kolateral (-), massa (-), sikatrik (-) hiperpigmentasi (-),
ginekomastia (-).
- Iga dan sela antar iga: sela iga melebar (-), retraksi (-),.
- Fossa supraclavicula dan fossa infraclavicula : cekungan simetris

22
- Fossa jugularis: trakea di tengah.
- Penggunaan otot bantu napas: sternocleidomastoideus (-), otot
abdomen.
- Tipe pernapasan torakoabdominal, frekuensi napas 20 kali per menit.

Palpasi :
- Posisi mediastinum : trakea digaris tengah
- Pergerakan dinding dada : simetris
- Fremitus raba :
a. Lobus superior : D/S sama
b. Lobus medius dan lingua: D/S sama
c. Lobus inferior : D/S sama
- Nyeri tekan (-), edema (-), krepitasi (-).

Perkusi :
- Sonor (+/+).
- Nyeri ketok (-).
- Batas organ:
- Sinitra dari atas ke bawah sonor-tymphani : ICS 7 Paru-Lambung
- Dinding posterior : Suprascapularis (batas atas paru)
- Batas paru hepar : ICS 6

Auskultasi :
- Suara napas vesikuler (+/+).
- Suara tambahan rhonki basah (-/-).
- Suara tambahan wheezing (-/-).
- Suara gesek pleura (-/-).
Cor :
Inspeksi: Iktus cordis tidak tampak.

23
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba, thriil (-).
Perkusi : - batas kanan jantung : ICS II linea parasternal dextra.
batas kiri jantung : ICS V linea midklavikula sinistra.
Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-).
 Abdomen
Inspeksi :
- Bentuk : distensi (-),
- Umbilicus : masuk merata.
- Permukaan Kulit : sikatrik (-), pucat (-), sianosis (-), vena kolateral (-),
caput meducae (-), petekie (-), purpura (-), ekimosis (-), luka bekas
operasi (-), hiperpigmentasi (-).
Auskultasi :
- Bising usus (+) normal.
- Metallic sound (-).
- Bising aorta (-).
Palpasi :
- Turgor : normal.
- Tonus : normal.
- Nyeri tekan (+) kuadran epigastrium.
- Hepar/lien/renal tidak teraba.
Perkusi :
- Timpani (+) pada seluruh lapang abdomen
- Redup beralih (-)

 Extremitas :
Ekstremitas atas :
- Akral hangat : +/+
- Deformitas : -/-

24
- Edema: -/-
- Sianosis : -/-
- Ptekie: -/-
- Clubbing finger: -/-
- Infus terpasang +/-
Ekstremitas bawah:
- Akral hangat : +/+
- Deformitas : -/-
- Edema: -/-
- Sianosis : -/-
- Ptekie: -/-
- Clubbing finger: -/-

 Columna Vertebra :
Tidak ada kelainan, nyeri tekan (-).

 Genitourinaria :
Tidak dievaluasi.

25
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan Darah Lengkap :

31/10/2017
Parameter Normal
01:46
HGB 15,1 14,0– 18,0g/dL
HCT 46,4 36– 48 [%]
RBC 5,31 4,0 – 5,0[10^6/ µL]
WBC 11,81 4,0 – 10,0 [10^3/ µL]
PLT 350 150 – 450 [10^3/ µL]
MCV 87,4 84,0 – 96,0 [fL]
MCH 28,4 28,0 – 34,0 [pg]
MCHC 32,5 32,0 – 36,0 [g/dL]

Pemeriksaan Urin Lengkap :


Parameter 31/10/2017 Normal

Leukosit Negatif Negatif

Nitrit Positif Negatif

Urobilinogen 0,2 0,2 mg/dl

Protein Positif 2 Negatif

pH 5,5 5,0

Blood Positif 2 Negatif

SG >=1,030 1,003 – 1,

Keton Negatif Negatif

Bilirubin Positif 2 Negatif

Glukose Negatif Negatif

26
Pemeriksaan Sedimen Urin :
Parameter 31/10/2017 Normal

Leukosit 20-30 0-5 sel/LP

Eritrosit 10-15 0-5 sel/LP

Epitel 7-9 0-5 sel/LP

Urat amorph Positif 2 0-1 sel/LP

Bakteri Negatif 0-1 sel/LP

As. Urat Negatif 0-1 sel/LP

Ca Oksalat Negatif 0-1 sel/LP

Lain-lain - -

Pemeriksaan GDS, SGOT, SGPT, ureum dan kreatinin


parameter 31/10/2017 normal
GDS 146 70-200 mg/dl
SGOT 45,0 L:<37 P:31 u/l
SGPT 36,0 L:<42 P:32 u/l
Ureum 60,0 10-50 mg/dl
Kreatinin 1,7 L: 0,7-1,3 P: 0,61,1 mg/dl

E. DIAGNOSIS KERJA
Infeksi Saluran Kemih

27
F. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa :
1. IVFD RL 20 tetes/menit.
2. Neurobion drips/24 jam
3. Ondansentron amp/12 jam
4. Ranitidin amp/12 jam
5. Cefotaxime 1 gr/12 jam/iv
6. Meloxicam tab 2x1
7. Sotatic 3x1
8. Lansoprazole 2x1
9. Ulsafat 3x1
10. Lasix /12 jam
11. Curcuma 3x1

Non Medikamentosa:
1. Banyak minum air putih
2. Rajin BAK, jika ada perasaan ingin BAK jangan ditahan
3. Pasien dan keluarga diberi edukasi mengenai penyakit yang diderita pasien dan
penatalaksanaannya serta pencegahannya.
4. Jika keluhan dirasakan kembali segera berobat ke pelayanan medis terdekat

G. PROGNOSA
Dubia ad bonam

28
H. FOLLOW UP

Tanggal Subjektive Objective Assessment Planning

31/10/20 Nyeri perut kanan Ku : baik -Dyspepsia 1. IVFD NACL 20 tetes/menit.


17 atas (+), nyeri Kesadaran : CM susp gastritis 2. neurobion drips/24 jam
pinggang (+), nyeri Vital sign : -Gangguan 3. ranitidin tab 3x1
ketok pinggang (+), TD : 120/80 mmHg fungsi ginjal 4. sotatic /12 jam
Riwayat demam (+), N : 80 x/menit -Gangguan 5. lansoprazol tab 2x1
mual (+), muntah RR : 18 x/menit fungsi hati 6. ulsafat 3ddc
(+), batuk kering (+), T : 36,1 C 7. cefotaxim /12jam
nafsu makan Thorak : 8. lasix /12 jam
berkurang, NUH (+) Wheezing (-), Rh (- 9. curcuma 3x1
), vesikuler (+↓/+↓)
01/11/20 Nyeri abdomen (+), Ku : baik -mialgia 1. IVFD NACL 20 tetes/menit.
17 nyeri kepala (+), Kesadaran : CM -HT 2. sotatic 3x1
nyeri bahu (+) Vital sign : -isk 3. lansoprazole 2x1
TD : 150/90 mmHg -dyspepsia 4. ulsafat 3x1
N : 80 x/menit -gangguan 5. cefotaxim /12 jam
RR : 22 x/menit fungsi hati 6. lasix /12 jam
T : 36,2 -gangguan 7. curcuma tab 3x1
Thorak : fungsi ginjal 8. meloxicam tab 3x1
Wheezing (-), Rh (-
), vesikuler (+↓/+↓)
02/11/20 Nyeri abdomen Ku : baik -mialgia 1. IVFD NACL 20 tetes/menit.
17 berkurang Kesadaran : CM -HT 2. sotatic 3x1
Vital sign : -isk 3. lansoprazole 2x1
TD : 140/90 mmHg -dyspepsia 4. ulsafat 3x1
N : 80 x/menit -gangguan 5. cefotaxim /12 jam

29
RR : 20 x/menit fungsi hati 6. lasix /12 jam
T : 36 C -gangguan 7. curcuma tab 3x1
Thorak : fungsi ginjal 8. meloxicam 2x1
Wheezing (-), Rh (-
), vesikuler (+↓/+↓)
03/11/20 KU: Membaik Ku : baik -mialgia 1. cefixim 200 mg tab 2x1
17 Kesadaran : CM -HT KRS
Vital sign : -isk
TD : 130/90 mmHg -dyspepsia
N : 76 x/menit -gangguan
RR : 20 x/menit fungsi hati
T : 36 C -gangguan
Thorak : fungsi ginjal
Wheezing (-), Rh (-
), vesikuler (+↓/+↓)

30
RESUME

Pasien laki-laki, Tn. Z 64 tahun. Pasien sadar dan diantar oleh keluarga ke
IGD RS Pelamonia Makassar pada tanggal 31 Oktober 2017 dengan keluhan nyeri
perut kanan atas yang dirasakan sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu. Pasien juga
mengeluh nyeri ulu hati, mual dan disertai mutah sebanyak kurang lebih 5x
sebelum masuk RS, muntah yang keluar berisi cairan. Tn. Z juga batuk kering dan
demam sejak kurang lebih 4 hari yang lalu, Tn. Z juga mengeluh sakit kepala dan
pusing serta nyeri pada tulang dan pinggang. Nafsu makan Tn. Z menurun. BAB
dan BAK dalam batas normal, Tn. Z tidak pernah mengeluh saat berkemih ataupun
BAK berpasir. Tn. Z tidak pernah menderita penyaki yang sama sebelumnya.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien dalam keadaan sakit
sedang, kesadaran compos mentis, berat badan 49 kg, tinggi badan 160 cm,
tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 80 x/menit,laju respirasi 20 x/menit, suhu axilla
36 C dan VAS : 4/10
Dari pemeriksaan abdomen, pada palpasi didapatkan ada nyeri tekan pada
regio epigastrik. Dari pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menunjang
diagnosis pasien ini, pada pemeriksaan darah ruitn didapatkan WBC 11,81 x
103/uL, RBC 5,31 x 106/uL, HGB 15,1 g/dL, PLT 350 x 103/uL, LED 103
mm/jam. Hasil Urin lengkap didapatkan Nitrit Positif, protein Positif 2. PH 5,5,
Bilirubin Positif 2 dan pada pemeriksaan sedimen urin didapatkan Leukosit 20-30
sel/LP, eritrosit 10-15 sel/LP, epitel 7-9 sel/LP,urat amorph Positif 2. Pada
pemeriksaan fungsi hati didapatkan SGOT 45,0 U/L dan SGPT 36,0 U/L. Riwayat
penyakit Dahulu : anemia (+), Riwayat hipertensi (+), DM (-).

31
DISKUSI
Pasien MRS dengan keluahn nyeri pada perut kanan atas sejak kurang lebi 1
tahun terakhir. Pasien juga mengeluh nyeri pada ulu hati, mual dan muntah dengan
frekwensi lebih dari 5 kali, selain itu pasien juga mengeluhkan nyeri pada daerah
pinggang. Dari hasil anamnesis didapatkan bahwa pasien memiliki kebiasa
menahan saat ingin berkemih dan jarang minum, ini merupakan salah satu faktor
resiko yang menyebabkan infeksi saluran kemih. Pasien sempat demam sebelum
masuk ke rumah sakit. Demam dapat terjadi akibat adanya mikroorganisme yang
masuk kedalam tubuh yang memiliki suatu zat toksin yang dikenal sebagai pirogen
eksogen, sehingga tubuh akan berusaha melawan dengan memerintahkan leukosit,
makrofag dan limfosit untuk memakannya. Dengan adanya proses fagosit ini,
tubuh akan mengeluarkan berupa zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen
yang berfungsi sebagai anti infksi. Asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh
hipotalamus akan memacu pengeluaran prostaglandin (PGE2). Pengeluaran
prostaglandin akan mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus.1,8 Semula
pasien datang ke UGD dengan diagnosis kerja dispepsia susp gastritis, namun pada
anamnesis diketahui bahwa pasien memiliki kebiasaan suka menahan saat ingin
berkemih dan juga pasien jarang minum serta pasien juga mengeluh nyeri pada
daerah pinggang sehinggan dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa darah
rutin dan urinalisis.
Hasil pemeriksaan darah rutin dan Urinalisis didapatkan WBC 11,81 x
103/uL, RBC 5,31 x 106/uL, HGB 15,1 g/dL, dan PLT 350 x 103/uL. Hasil Urin
lengkap didapatkan Nitrit Positif, Protein Positif 2, PH 5,5, Blood Positif 2,
Bilirubin Positif 2. Hasil pemeriksaan sedimen urin didapatkan Leukosit 20-30
sel/LP, eritrosit 10-15 sel/LP, epitel 7-9 sel/LP, urat Amorph Positif 2.
Dari hasil pemeriksaan Laboratorium tersebut pasien di diagnois dengan
Infeksi Saluran Kemih karena dari hasil darah rutin terdapat leukositosis yang

32
menandakan adanya infeksi dalam tubuh serta hasil dari sedimen urin dan
hematuria mikroskopik.
Pada kasus ini penatalaksanaan yang didapatkan oleh pasien adalah terapi
konservatif berupa rehidrasi cairan maintenance dengan Infus NaCl 0,9% 20
tetes/menit, pemberian antagonis H2 reseptoryaitu ranitidine tab 3x1, pemberian
sotatic 1 amp/12jam/iv untuk menekan rasa mual dan muntah, pemberian
golongan PPI yaitu lansoprazole tab 2x1 untuk menurunkan sekresi asam lambung
ditambah dengan pemberian ulsafat untuk melindungi mukosa lambung,
pemberian vitamin neurobion /drips/24 jam, pemberian curcuma 3x1 untuk
menambah nafsu makan serta obat hepatoprotektor, pemberian NSAID yaitu
meloxicam 3x1 untuk menangani nyeri nyeri kepala, nyeri tulang dan nyeri
pinggang pasien, pemberian diuretik yaitu lasix /12 jam untuk menurunkan
tekanan darah, serta pemberian antibiotik cefotaxime 1gr/12 jam/iv untuk
mengatasi infeksi dan pemberian antibiotik cefixim 200 mg tab 2x1 pada saat
pasien dipulangkan dari rumah sakit.
Teori menyebutkan pemeriksaan fisik ISK adalah jika terdapat keluhan sering
timbulnya dorongan untuk berkemih, namun urinnya dalam jumlah sedikit
(oligouria), adanya sel darah merah pada urin (hematuria), urin berwarna gelap
dan keruh, serta adanya bau yang menyengat dari urin, ketidaknyamanan pada
daerah pelvis renalis, rasa sakit pada daerah suprapubik serta rasa tertekan pada
perut bagian bawh. Demam, lemah, susah makan dan muntah serta nyeri saat
berkemih. Jadi, dari seua pemeriksaan yang terah dilakukan kita dapat mengetahui
bahwa pasien di diagnosis dengan Infeksi Saluran Kemih.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Sukandar, E. Infeksi Saluran Kemih. In Sudoyo A.W, et all.ed. Buku Ajar


Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Internal Publishing. 2009. Hal
553-557.
2. Yulianto. Pola Kepekaan Antibiotic Pada Penderita Infeksi Saluran Kemih.
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2009. Hal: 1-6.
3. Samirah, Darwati, Windarwati, Hardjoeno. Pola Dan Sensitivitas Kuman Di
Penderita Infeksi Saluran Kemih (Bacterial Pattern And It’s Sensitivity In
Patients Suffering From Urinary Tract Infection). Indonesian Journal Of
Clinical Pathology And Medical Laboratory. Vol. 12, No. 3, Juli 2006: 110-
113.
4. Wilson L.M. Infeksi Traktus Urinarius. In Price S.A, Wilson L.M.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2 Edisi VI. EGC.
2007. Hal: 918-924.
5. Febrianto A.W, Mukaddas A, dan Faustine I. Rasionalitas Penggunaan
Antibiotik Pada Pasien Infeksi Saluran Kemih (ISK) Di Instalasi Rawat Inap
RSUD Undata Palu Tahun 2012. Online Jurnal Of Natural Science Vol. 2(3):
20-29 ISSN: 2338-0950 Desember 2013. Hal: 20-28.
6. Kepekaan Kuman Terhadap Antibiotik Pada Pasien Infeksi Saluran Kemih.
Universitas Sumatera Utara. 2009. Hal: 1-19.

34

Anda mungkin juga menyukai