3 Definisi
2.4 Epidemiologi
Sialolitiasis adalah penyakit yang umum pada kelenjar ludah. Penyakit yang
paling sering diketemukan adalah kelenjar sub mandibula pada usia pertengahan. Insiden
adalah 12 per 1000 pada populasi. Pada laki-laki resikonya dua kali di banding
perempuan. Untuk kelenjar kanan dan kiri tidak memiliki tempat yang dominan.
Kelenjar mandibula adalah kelenjar yang sering terkena. Batu lebih sering terdapat pada
intraduktal di bandingkan dengan intragandula. Sialolitiasis secara umum batu lebih dari
3 tempat pada kelenjar saliva kurang dari 3% dari kasus yang ada. 3,4,6
Salah satu penyakit sistemik yang bisa menyebabkan terbentuknya batu adalah
penyakit gout, dengan batu yang terbentuk mengandung asam urat. Kebanyakan, batu
pada kelenjar saliva mengandung kalsium fosfat, sedikit mengandung magnesium,
amonium dan karbonat. Batu kelenjar saliva juga dapat berupa matriks organik, yang
mengandung campuran antara karbohidrat dan asam amino. 3,4,6
2.7 Patogenesis
Beberapa patogenesis dapat digunakan untuk menjelaskan terjadinya penyakit ini.
Pertama, adanya ekresi dari intracellular microcalculi ke dalam saluran duktus dan
menjadi nidus kalsifikasi. Kedua, dugaan adanya substansi dan bakteri dari rongga mulut
yang migrasi ke dalam duktus salivary dan menjadi nidus kalsifikasi. Kedua hipotesis ini
sebagai pemicu nidus organik yang kemudian berkembang menjadi penumpukan
substansi organik dan inorganik. Hipotesis lainnya mengatakan bahwa terdapat proses
biologi terbentuknya batu, yang ditandai menurunnya sekresi kelenjar, perubahan
elektrolit, dan menurunnya sintesis glikoprotein. Hal ini terjadi karena terjadi
pembusukan membran sel akibat proses penuaan. 4
2.7 Diagnosis
Pemeriksaan Fisik
Batu dapat dideteksi dengan palpasi dan bantuan radiografi (sialography) bisa berbentuk
lonjong atau bulat, kasar atau halus dengan ukuran yang bervariasi. Batu umumnya berwarna
kuning muda yang jika dipotong akan kelihatan
struktur yang homogeny tetapi lebih sering
berlapis-lapis. Beberapa kasus dilaporkan
dibagian sulkus, bibir bawah, palatum dan lidah.
Biasanya merupakan massa kecil yang solid,
keras, dapat digerakkan (dapat berpindah-pindah)
bisa dengan atau simtom.4
Pemeriksaan Penunjang
Radiografi/ Sialografi
Sialografi merupakan pemeriksaan untuk melihat kondisi duktus dengan menggunakan kontras.
Dengan pemeriksaan ini kita dapat mengidentifikasi adanya iregularitas pada dinding duktus,
identifikasi adanya polip, mucous plug atau fibrin, serta area granulomatosa. Selain itu dapat pula
diidentifikasi adanya kemungkinan obstruksi duktus maupun stenosis. Pemeriksaan dimulai
dengan melakukan identifikasi terhadap duktus Stensen dan Wharton. Langkah selanjutnya
adalah dilakukan dilatasi duktus. Saat dilatasi duktus sudah maksimal, maka dapat
dimasukkan kateter sialografi. Pada pemeriksaan sialografi ini digunakan kontras, yang bisa
berupa etiodol atau sinografin.
Sialografi dapat memberikan pemandangan yang jelas pada duktus secara keseluruhan dan dapat
memberikan informasi mengenai area yang tidak dapat dijangkau dengan sialoendoskop,
misalnya pada area di belakang lekukan yang tajam dan striktur. Kekurangan dari pemeriksaan
sialografi adalah paparan radiasi dan hasil positif palsu pada pemeriksaan batu karena adanya air
bubble (gelembung udara). 5,7,8
Tomografi komputer
Ultrasonografi
Kekurangan pada pemeriksaan dengan ultrasonografi adalah, alat ini tidak dapat
memvisualisasi kelenjar saliva secara keseluruhan. Pada penegakan kelainan obstruksi
kelenjar saliva menggunakan ultrasonografi sering sulit untuk menentukan ukuran batu
secara tiga dimensi begitu juga dengan struktur stenosisnya. Selain itu, pemeriksaan
dengan alat ini tidak dapat memberikan informasi yang cukup jelas mengenai diameter
bagian distal obstruksi sehingga sulit memastikan apakah duktusnya cukup lebar dan
lurus sehingga memungkinkan masuknya instrumen pada endoskopi terapeutik. 3,4,6
2.8 Penatalaksanaan
Non Pembedahan
Pada beberapa kasus dimana batu berada di wharton papillae, dapat dilakukan
tindakan marsupialization (sialodochoplasty). Sering kali batu masih tersisa terutama bila
berada di bagian posterior Warton’s duct, sehingga pendekatan konservatif sering
diterapkan. 3,4,6
Pembedahan
Minimal Invasive
ESWL merupakan terapi dengan pendekatan non invasive yang cukup efektif
pada sialolithiasis. Setelah berhasil untuk penanganan batu di saluran kencing dan
pankreas, ESWL menjadi alternatif penanganan batu pada saluran saliva, dimulai tahun
1990an. Tujuan ESWL untuk mengurangi ukuran calculi menjadi fragmen yang kecil
sehingga tidak mengganggu aliran saliva dan mengurangi simptom. Diharapkan juga
fragmen calculi bisa keluar spontan mengikuti aliran saliva. 3,4,6
Indikasi ESWL bisa dilakukan pada semua sialolithiasis baik dalam glandula
maupun dalam duktus, kecuali posisi batu yang dekat dengan struktur N. facialis.
Inflamasi akut merupakan kontra indikasi lokal dan inflamasi kronis bukan merupakan
kontra indikasi, sedangkan kelainan pembekuan darah (haemorrhagic diathesis), kelainan
kardiologi, dan pasien dengan pacemaker merupakan kontraindikasi umum ESWL.
Metode ini tidak menimbulkan nyeri dan tidak membutuhkan anestesia, pasien duduk
setengah berbaring (semi-reclining position). Shockwave benar-benar fokus dengan lebar
2,5 mm dan kedalaman 20mm sehingga lesi jaringan sekitarnya sangat minimal. Energi
yang digunakan disesuaikan dengan batu pada kelenjar saliva, yaitu antara 5 – 30 mPa.
Tembakan dilakukan 120 impacts per menit, bisa dikurangi sampai 90 atau 60 impacts
per menit. Setiap sesion sekitar 1500 + / - 500 impacts dan antar sesion terpisah minimal
satu bulan. 3,4,6
Keberhasilan ESWL tergantung pada dimensi, lokasi, dan jumlah calculi.
Ketepatan posisi (pinpointing) calculi bisa dipandu dengan ultrasonography, echography
probe 7,5 Mhz. Calculi dengan ukuran > 10 mm sulit dipecah menjadi fragmen. Beberapa
penelitian telah melakukan pengamatan dan follow up atas keberhasilan penggunaan
ESWL, antara lain Escidier et al mengamati 122 kasus dimana 68% pasien terbebas dari
simptom setelah difollow up selama 3 tahun, Cappaccio et al dengan 322 kasus
melaporkan 87,6% pasien terbebas dari simptom setelah diamati 5 tahun sejak
pengobatan menggunakan ESWL. 3,4,6
Sialendoskopi
Pada kasus dengan batu yang lebih besar, kita memasukkan probe laser helium ke
dalam working chanel dan batu dipecah menjadi beberapa bagian kecil-kecil. Kemudian
bagian kecil tersebut ambil (removed) dengan teknik yang sama. Sedangkan pada kasus
mucus plug, sekret yang lengket dimobilisasi dengan pembilasan dan penghisapan. 3,4,6
Decision Tree
didapatkan batu ukuran kecil (< 4 mm submandibular atau < 3 mm parotis) maka dapat
diintervensi dengan Wire Basket Extraxion. Pada batu dengan ukuran > 4 mm submandibula atau
> 3 mm parotis, batu harus dipecah menjadi bagian yang lebih kecil menggunakan Laser
Lithotripsy kemudian dikeluarkan dengan Wire Basket Extraxion. Sedangkan stenosis pada
sistem duktus cukup dilakukan dilatasi menggunakan metalic dilator (main duct) atau dengan
balloon catheter bila stenosis terjadi pada cabang duktus. 3,4,6
2.9 Komplikasi
Segala bentuk intervensi pada sialolithiasis, baik pembedahan terbuka maupun minimally
invasive dapat menimbulkan komplikasi antara lain:
2.10 Prognosis