Anda di halaman 1dari 37

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

KOLELITIASIS

Oleh :
KHAULA SUGIRA, S.Ked
10542 0492 13

Pembimbing :
dr. Adnan Ibrahim, Sp.PD

(Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik bagian


Ilmu Penyakit Dalam)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2018
KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Wr. Wb.


Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas
rahmat, hidayah, kesehatan dan kesempatan-Nya sehingga laporan kasus dengan judul
“Kolelitiasis” ini dapat terselesaikan. Salam dan shalawat senantiasa tercurah kepada
baginda Rasulullah SAW, sang pembelajar sejati yang memberikan pedoman hidup
yang sesungguhnya.
Pada kesempatan ini, secara khusus penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dosen pembimbing dr. Adnan Ibrahim
Sp.PD yang telah memberikan petunjuk, arahan dan nasehat yang sangat berharga
dalam penyusunan sampai dengan selesainya laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak terdapat kelemahan dan
kekurangan dalam penyusunan laporan kasus ini, baik dari isi maupun penulisannya.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak senantiasa penulis harapkan demi
penyempurnaan laporan kasus ini.
Demikian, semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi pembaca secara umum
dan penulis secara khususnya.
Billahi Fi Sabilill Haq Fastabiqul Khaerat
Wassalamu Alaikum WR.WB.

Makassar, Juni 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Kolelitiasis adalah keadaan dimana terdapatnya batu di dalam kandung


empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada kedua-duanya.Kolelitiasis
merupakan masalah kesehatan yang penting di negara Barat, sedangkan di Indonesia
kolelitiasis baru mendapatkan perhatian. Diperkirakan lebih dari 95% penyakit yang
mengenai kandung empedu dan salurannya adalah penyakit kolelitiasis.1
Prevalensi kolelitiasis berbeda-beda di setiap negara dan berbeda antar setiap
etnik di suatu negara. Prevalensi kolelitiasis tertinggi yaitu pada orang-orang Pima
Indians di Amerika Utara, Cili, dan ras Kaukasia di Amerika Serikat. Sedangkan di
Singapura dan Thailand prevalensi penyakit kolelitiasis termasuk yang terendah.
Perbaikan keadaan sosial ekonomi, perubahan menu diet yang mengarah ke menu
gaya negara Barat, serta perbaikan sarana diagnosis khususnya ultrasonografi,
mengakibatkan prevalensi penyakit empedu di negara berkembang termasuk
Indonesia cenderung meningkat.2
Walaupun kolelitiasis memiliki angka mortalitas yang rendah, namun
penyakit ini berdampak signifikan terhadap aspek ekonomi dan kesehatan pada
penderita. 3
Diperkirakan lebih dari 20 juta orang di Amerika Serikat menderita
kolelitiasis.4 Kolelitiasis juga merupakan penyakit tersering dan termahal dari
seluruh penyakit digestif di Amerika Serikat, setiap tahun, sekitar 1 juta orang
dirawat dan 700.000 orang menjalani kolesistektomi.5 Sekitar 2% dari dana
kesehatan Amerika Serikat dihabiskan untuk penyakit kolelitiasis dan
komplikasinya.6 Di Negara Asia prevalensi kolelitiasis berkisar antara 3% sampai
10%. Berdasarkan data terakhir prevalensi kolelitiasis di Negara Jepang sekitar 3,2
%, China 10,7%, India Utara 7,1%, dan Taiwan 5,0%.3 Angka kejadian kolelitiasis
dan penyakit saluran empedu di Indonesia diduga tidak berbeda jauh dengan angka
negara lain di Asia Tenggara.1
Kolelitiasis terutama ditemukan di negara Barat, namun frekuensinya di
negara-negara Afrika dan Asia terus meningkat selama abad ke 20. Di Tokyo angka
kejadian penyakit ini telah meningkat menjadi dua kali lipat sejak tahun 1940.7
Angka kejadian kolelitiasis sangat dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin.
Di Amerika Serikat 5%-6% populasi yang berusia kecil dari 40 tahun menderita
kolelitiasis, dan pada populasi besar dari 80 tahun angka kejadian kolelitiasis
menjadi 25%-30%.6 Kolelitiasis lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria.8
Menurut Third National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III)
dalam Greenberger dan Paumgartner prevalensi kolelitiasis di Amerika Serikat yaitu
7,9% pada laki-laki dan 16,6% pada perempuan. Perbandingan kejadian kolelitiasis
pada pria dan wanita yaitu 3:1, dan pada dekade keenam dan ketujuh kehidupan
perbandingan akan semakin kecil.6
Selain umur dan jenis kelamin, angka kejadian kolelitiasis juga dipengaruhi
oleh obesitas, kehamilan, intoleransi glukosa, resistensi insulin, diabetes mellitus,
hipertrigliseridemia, pola diet, penyakit Crohn’s, reseksi ileus terminal, dan faktor
lain.9
Kolelitiasis umumnya berada di kandung empedu, tetapi kolelitiasis dapat
juga berada di saluran empedu ketika batu di kandung empedu bermigrasi, dan
disebut batu saluran empedu sekunder. Sekitar 10%-15% pasien dengan batu di
kandung empedu juga memiliki batu di saluran empedu. Batu di saluran empedu
juga dapat terbentuk tanpa melibatkan kandung empedu, disebut sebagai batu saluran
empedu primer.10
Sebagian besar pasien (80%) dengan kolelitiasis tidak bergejala, hanya
sedikit pasien yang mengeluhkan nyeri (Lesmana, 2009). Nyeri yang dirasakan
pasien adalah nyeri kolik.6
Sebelum dikembangkannya beberapa modalitas diagnosa seperti ultrasound
(US), pasien kolelitiasis sering salah terdiagnosis sebagai gastritis atau hepatitis
berulang. Dalam sebuah penelitian di Jakarta dari 74 pasien dengan kolelitiasis, 60%
diantaranya terdiagnosis sebagai gastritis atau hepatitis berulang.10
Kolelitisis dapat menimbulkan komplikasi berupa kolesistitis akut yang dapat
menimbulkan perforasi dan peritonitis, kolesistitis kronik, ikterus obstruktif,
kolangitis, kolangiolitis piogenik, pankreatitis, dan perubahan keganasan1
BAB II

KOLELITIASIS

A. DEFINISI
Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam

kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian

besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu.

B. EPIDEMIOLOGI

Di negara barat, batu empedu mengenai 10% orang dewasa. Angka prevalensi

orang dewasa lebih tinggi. Angka prevalensi orang dewasa lebih tinggi di negara

Amerika Latin (20% hingga 40%) dan rendah di negara Asia (3% hingga 4%). Batu

empedu menimbulkan masalah kesehatan yang cukup besar, seperti ditunjukkan

oleh statistik AS ini:

a. Lebih dari 20 juta pasien diperkirakan mengidap batu empedu, yang total

beratnya beberapa ton.

b. Sekitar 1 juta pasien baru terdiagnosis mengidap batu empedu per tahun,

dengan dua pertiganya menjalani pembedahan1

Kolelitiasis termasuk penyakit yang jarang pada anak. Menurut Ganesh et al

dalam pengamatannya dari tahun januari 1999 sampai desember 2003 di Kanchi

kamakoti Child trust hospital, mendapatkan dari 13.675 anak yang mendapatkan

pemeriksaan USG, 43 (0,3%) terdeteksi memiliki batu kandung empedu. Semua

ukuran batu sekitar kurang dari 5 mm, dan 56% batu merupakan batu soliter. Empat

puluh satu anak (95,3%) dengan gejala asimptomatik dan hanya 2 anak dengan

gejala.11

Tiap tahun 500.000 kasus baru dari batu empedu ditemukan di Amerika
Serikat. Kasus tersebut sebagian besar didapatkan di atas usia pubertas, sedangkan
pada anak-anak jarang. Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika
Serikat diperkirakan 20 juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada
pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung empedu ditemukan pada 20%
wanita dan 8% pria. Pada pemeriksaan autopsy di Chicago, ditemukan 6,3% yang
menderita kolelitiasis.Sekitar 20% dari penduduk negeri Belanda mengidap
penyakit batu empedu yang bergejala atau yang tidak. Persentase penduduk yang
mengidap penyakit batu empedu pada penduduk Negro Masai ialah 15-50 %. Pada
orang-orang Indian Pima di Amerika Utara, frekuensi batu empedu adalah 80%.
Di Indonesia, kolelitiasis baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara
publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Sebagian besar pasien dengan batu
empedu tidak mempunyai keluhan.
C. ANATOMI DAN FISIOLOGI KANDUNG EMPEDU
1. Anatomi
Kandung empedu bentuknya seperti kantong, organ berongga yang
panjangnya sekitar 10 cm, terletak dalam suatu fosa yang menegaskan batas
anatomi antara lobus hati kanan dan kiri. Kandung empedu merupakan kantong
berongga berbentuk bulat lonjong seperti buah advokat tepat di bawah lobus
kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, dan kolum. Fundus
bentuknya bulat, ujung buntu dari kandung empedu yang sedikit memanjang di
atas tepi hati. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum
adalah bagian yang sempit dari kandung empedu yang terletak antara korpus dan
daerah duktus sistika. Empedu yang disekresi secara terus-menerus oleh hati
masuk ke saluran empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil
bersatu membentuk dua saluran lebih besar yang keluar dari permukaan bawah
hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri yang segera bersatu membentuk
duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus
membentuk duktus koledokus.

2. Fisiologi

Fungsi kandung empedu, yaitu:


a. Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang ada
di dalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini
adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati.
b.Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan
vitamin yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus.
Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah diubah menjadi
bilirubin (pigmen utama dalam empedu) dan dibuang ke dalam empedu.
Kandung empedu mampu menyimpan 40-60 ml empedu. Diluar waktu
makan, empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu. Empedu hati
tidak dapat segera masuk ke duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus
hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus dan ke kandung empedu. Dalam
kandung empedu, pembuluh limfe dan pembuluh darah mengabsorpsi air dari
garam-garam anorganik, sehingga empedu dalam kandung empedu kira-kira lima
kali lebih pekat dibandingkan empedu hati.
Empedu disimpan dalam kandung empedu selama periode interdigestif dan
diantarkan ke duodenum setelah rangsangan makanan. Pengaliran cairan empedu
diatur oleh 3 faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu,
dan tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa, empedu yang diproduksi
akan dialih-alirkan ke dalam kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu
berkontraksi, sfingter relaksasi, dan empedu mengalir ke duodenum.3
Memakan makanan akan menimbulkan pelepasan hormon duodenum, yaitu
kolesistokinin (CCK), yang merupakan stimulus utama bagi pengosongan
kandung empedu, lemak merupakan stimulus yang lebih kuat. Reseptor CCK
telah dikenal terletak dalam otot polos dari dinding kandung empedu.
Pengosongan maksimum terjadi dalam waktu 90-120 menit setelah konsumsi
makanan. Empedu secara primer terdiri dari air, lemak, organik, dan elektrolit,
yang normalnya disekresi oleh hepatosit. Zat terlarut organik adalah garam
empedu, kolesterol, dan fosfolipid.7
Sebelum makan, garam-garam empedu menumpuk di dalam kandung
empedu dan hanya sedikit empedu yang mengalir dari hati. Makanan di dalam
duodenum memicu serangkaian sinyal hormonal dan sinyal saraf sehingga
kandung empedu berkontraksi. Sebagai akibatnya, empedu mengalir ke dalam
duodenum dan bercampur dengan makanan.
Empedu memiliki fungsi, yaitu membantu pencernaan dan penyerapan

lemak, berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama


hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan

kolesterol, garam empedu meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin

yang larut dalam lemak untuk membantu proses penyerapan, garam empedu

merangsang pelepasan air oleh usus besar untuk membantu menggerakkan isinya,

bilirubin (pigmen utama dari empedu) dibuang ke dalam empedu sebagai limbah

dari sel darah merah yang dihancurkan, serta obat dan limbah lainnya dibuang

dalam empedu dan selanjutnya dibuang dari tubuh.

Garam empedu kembali diserap ke dalam usus halus, disuling oleh hati dan

dialirkan kembali ke dalam empedu. Sirkulasi ini dikenal sebagai sirkulasi

enterohepatik. Seluruh garam empedu di dalam tubuh mengalami sirkulasi

sebanyak 10-12 kali/hari. Dalam setiap sirkulasi, sejumlah kecil garam empedu

masuk ke dalam usus besar (kolon). Di dalam kolon, bakteri memecah garam

empedu menjadi berbagai unsur pokok. Beberapa dari unsur pokok ini diserap

kembali dan sisanya dibuang bersama tinja. Hanya sekitar 5% dari asam empedu

yang disekresikan dalam feses.7

D. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko untuk kolelitiasis, yaitu:
a. Usia
Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia. Orang dengan usia > 40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda. Di Amerika Serikat, 20
% wanita lebih dari 40 tahun mengidap batu empedu. Semakin meningkat usia,
prevalensi batu empedu semakin tinggi. Hal ini disebabkan oleh batu empedu
sangat jarang mengalami disolusi spontan dan meningkatnya sekresi kolesterol ke
dalam empedu sesuai dengan bertambahnya usia serta empedu menjadi semakin
litogenik bila usia semakin bertambah.
b. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh
terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Hingga dekade ke-
6, 20 % wanita dan 10 % pria menderita batu empedu dan prevalensinya
meningkat dengan bertambahnya usia, walaupun umumnya selalu pada wanita.
c. Berat badan (BMI).
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih
tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar
kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu
serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.1
d. Makanan.
Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani
berisiko untuk menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen dari lemak.
Jika kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu melebihi batas normal,
cairan empedu dapat mengendap dan lama kelamaan menjadi batu. Intake rendah
klorida, kehilangan berat badan yang cepat mengakibatkan gangguan terhadap
unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung
empedu.
e. Aktifitas fisik.
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko
terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.

E. PATOMEKANISME

Empedu adalah satu-satunya jalur yang signifikan untuk mengeluarkan


kelebihan kolesterol dari tubuh, baik sebagai kolesterol bebas maupun sebagai
garam empedu.1 Hati berperan sebagai metabolisme lemak. Kira-kira 80 persen
kolesterol yang disintesis dalam hati diubah menjadi garam empedu, yang
sebaliknya kemudian disekresikan kembali ke dalam empedu; sisanya diangkut
dalam lipoprotein, dibawa oleh darah ke semua sel jaringan tubuh.
Kolesterol bersifat tidak larut air dan dibuat menjadi larut air melalui
agregasi garam empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersama-sama ke dalam
empedu. Jika kolesterol tidak lagi mampu berada dalam keadaan terdispersi
sehingga menggumpal menjadi kristal-kristal kolesterol monohidrat yang padat.1
Etiologi batu empedu masih belum diketahui sempurna. Sejumlah
penyelidikan menunjukkan bahwa hati penderita batu kolesterol mensekresi
empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol.2 Batu empedu kolesterol dapat
terjadi karena tingginya kalori dan pemasukan lemak. Konsumsi lemak yang
berlebihan akan menyebabkan penumpukan di dalam tubuh sehingga sel-sel hati
dipaksa bekerja keras untuk menghasilkan cairan empedu.4 Kolesterol yang
berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu dengan cara yang belum
dimengerti sepenuhnya.2

Patogenesis batu berpigmen didasarkan pada adanya bilirubin tak


terkonjugasi di saluran empedu (yang sukar larut dalam air), dan pengendapan
garam bilirubin kalsium. Bilirubin adalah suatu produk penguraian sel darah
merah.
F. TIPE BATU EMPEDU

Ada 3 tipe batu Empedu, yaitu:


1. Batu Empedu Kolesterol
Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70% kolesterol, dan sisanya
adalah kalsium karbonat, kalsium palmitit, dan kalsium bilirubinat. Bentuknya
lebih bervariasi dibandingkan bentuk batu pigmen. Terbentuknya hampir selalu di
dalam kandung empedu, dapat berupa soliter atau multipel. Permukaannya
mungkin licin atau multifaset, bulat, berduri, dan ada yang seperti buah
murbei.3Batu Kolesterol terjadi kerena konsentrasi kolesterol di dalam cairan
empedu tinggi. Ini akibat dari kolesterol di dalam darah cukup tinggi. Jika
kolesterol dalam kantong empedu tinggi, pengendapan akan terjadi dan lama
kelamaan menjadi batu. Penyebab lain adalah pengosongan cairan empedu di
dalam kantong empedu kurang sempurna, masih adanya sisa-sisa cairan empedu di
dalam kantong setelah proses pemompaan empedu sehingga terjadi pengendapan.

2. Batu Empedu Pigmen

Penampilan batu kalsium bilirubinat yang disebut juga batu lumpur atau batu
pigmen, tidak banyak bervariasi. Sering ditemukan berbentuk tidak teratur, kecil-
kecil, dapat berjumlah banyak, warnanya bervariasi antara coklat, kemerahan,
sampai hitam, dan berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh.3 Batu pigmen
terjadi karena bilirubin tak terkonjugasi di saluran empedu (yang sukar larut dalam
air), pengendapan garam bilirubin kalsium dan akibat penyakit infeksi.

3. Batu Empedu Campuran

Batu ini adalah jenis yang paling banyak dijumpai (±80%) dan terdiri atas
kolesterol, pigmen empedu, dan berbagai garam kalsium. Biasanya berganda dan
sedikit mengandung kalsium sehingga bersifat radioopaque.

G. GAMBARAN KLINIS

Batu empedu tidak menyebabkan keluhan penderita selama batu tidak


masuk ke dalam duktus sistikus atau duktus koledokus. Bilamana batu itu masuk
ke dalam ujung duktus sistikus barulah dapat menyebabkan keluhan penderita.
Apabila batu itu kecil, ada kemungkinan batu dengan mudah dapat melewati
duktus koledokus dan masuk ke duodenum.4
Batu empedu mungkin tidak menimbulkan gejala selama berpuluh tahun.
Gejalanya mencolok: nyeri saluran empedu cenderung hebat, baik menetap
maupun seperti kolik bilier (nyeri kolik yang berat pada perut atas bagian kanan)
jika ductus sistikus tersumbat oleh batu, sehingga timbul rasa sakit perut yang
berat dan menjalar ke punggung atau bahu. Mual dan muntah sering kali berkaitan
dengan serangan kolik biliaris. Sekali serangan kolik biliaris dimulai, serangan ini
cenderung makin meningkat frekuensi dan intensitasnya. Gejala yang lain seperti
demam, nyeri seluruh permukaan perut, perut terasa melilit, perut terasa kembung,
dan lain-lain.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. USG atau Pemeriksaan Ultrasonografi

USG ini merupakan pemeriksaan standard, yang sangat baik untuk


menegakkan diagnosa Batu Kantong Empedu. Kebenaran dari USG ini dapat
mencapai 95% di tangan Ahli Radiologi.
2. CT Scanning.
Pemeriksaan dengan CT Scanning dilakukan bila batu berada di dalam
saluran empedu.
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan ini apabila ada komplikasi sakit
kuning.
4. Pemeriksaan Laboratorium
Batu kandung empedu yang asimptomatik, umumnya tidak menunjukkan
kelainan laboratorik. Kenaikan ringan bilirubin serum terjadi akibat penekanan
duktus koledokus oleh batu, dan penjalaran radang ke dinding yang tertekan
tersebut.

I. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis, yang
dibuktikan dengan temuan radiologis berupa batu empedu pada kandung empedu.
1. Anamnesis
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis.
Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran
terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di
daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya
adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang
baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-
lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba. Lebih kurang seperempat penderita
melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi
kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas
dalam.3
2. USG atau Pemeriksaan Ultrasonografi
USG ini merupakan pemeriksaan standard, yang sangat baik untuk
menegakkan diagnosa Batu Kantong Empedu. Kebenaran dari USG ini dapat
mencapai 95% di tangan Ahli Radiologi.
3. CT Scanning.
Pemeriksaan dengan CT Scanning dilakukan bila batu berada di dalam
saluran empedu.
4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan ini apabila ada komplikasi sakit
kuning.
5. Pemeriksaan Laboratorium
Batu kandung empedu yang asimptomatik, umumnya tidak menunjukkan
kelainan laboratorik. Kenaikan ringan bilirubin serum terjadi akibat penekanan
duktus koledokus oleh batu, dan penjalaran radang ke dinding yang tertekan
tersebut.l
J. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan dari batu empedu tergantung dari stadium penyakit. Saat


batu empedu menjadi simptomatik maka intervensi operatif diperlukan. Biasanya
yang dipakai ialah kolesistektomi. Akan tetapi pengobatan batu dapat dimulai
dengan obat- obatan yang digunakan tunggal atau kombinasi yaitu terapi oral
garam empedu ( asam ursodeoksikolat ), dilusi kontak dan ESWL. Terapi tersebut
akan berprognosis baik apabila batu kecil < 1 cm dengan tinggi kandungan
kolestrol.

1. Penatalaksanaan Non Bedah

a. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP)

Untuk mengangkat batu saluran empedu dapat dilakukan ERCP terapeutik

dengan melakukan sfingterektomi endoskopik. Teknik ini mulai berkembang sejak


tahun 1974 hingga sekarang sebagai standar baku terapi non-operatif untuk batu

saluran empedu. Selanjutnya batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan

basket kawat atau balon ekstraksi melalui muara yang sudah besar tersebut menuju

lumen duodenum sehingga batu dapat keluar bersama tinja. Untuk batu saluran

empedu sulit (batu besar, batu yang terjepit di saluran empedu atau batu yang

terletak di atas saluran empedu yang sempit) diperlukan beberapa prosedur

endoskopik tambahan sesudah sfingterotomi seperti pemecahan batu dengan

litotripsi mekanik dan litotripsi laser.4

b. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)

Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) adalah Pemecahan batu dengan


gelombang suara. ESWL Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu,
analisis biaya manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya
terbatas pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani
terapi ini

c. Disolusi batu empedu

Agen disolusi yang digunakan adalah asam ursodioksikolat. Pada


manusia, penggunaan jangka panjang dari agen ini akan mengurangi saturasi
kolestrol pada empedu yaitu dengan mengurangi sekresi kolestrol dan efek
deterjen dari asam empedu dari kandung empedu. Desaturasi dari empedu
mencegah kristalisasi.
Dosis lazim yang digunakan ialah 8-10 mg/kgBB terbagi dalam 2-3 dosis
harian akan mempercepat disolusi. Intervensi ini membutuhkan waktu 6 – 18
bulan dan berhasil bila batu yang terdapat kecil dan murni batu kolestrol.

2. Penatalaksanaan Bedah
a. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan
kolelitiasis simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah
kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.7
b. Kolesistektomi laparoskopik

Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan

sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopik. Delapan

puluh sampai sembilan puluh persen batu empedu di Inggris dibuang dengan cara

ini. Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan

kecil di dinding perut.7 Indikasi pembedahan batu kandung empedu adalah bila

simptomatik, adanya keluhan bilier yang mengganggu atau semakin sering atau

berat. Indikasi lain adalah yang menandakan stadium lanjut, atau kandung empedu

dengan batu besar, berdiameter lebih dari 2 cm, sebab lebih sering menimbulkan

kolesistitis akut dibanding dengan batu yang lebih kecil.3 Kolesistektomi

laparoskopik telah menjadi prosedur baku untuk pengangkatan batu kandung

empedu simtomatik. Kelebihan yang diperoleh pasien dengan teknik ini meliputi

luka operasi kecil (2-10 mm) sehingga nyeri pasca bedah minimal.8

K. KOMPLIKASI
1. Kolesistisis
Kolesistisis adalah Peradangan kandung empedu, saluran kandung
empedu tersumbat oleh batu empedu, menyebabkan infeksi dan peradangan
kandung empedu.2
2. Kolangitis
Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena infeksi
yang menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah saluran-saluran
menjadi terhalang oleh sebuah batu empedu.4
3. Hidrops
Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops
kandung empedu. Dalam keadaan ini, tidak ada peradangan akut dan sindrom
yang berkaitan dengannya. Hidrops biasanya disebabkan oleh obstruksi duktus
sistikus sehingga tidak dapat diisi lagi empedu pada kandung empedu yang
normal. Kolesistektomi bersifat kuratif.3
4. Empiema
Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini dapat
membahayakan jiwa dan membutuhkan kolesistektomi darurat segera.
L. PROGNOSIS

Prognosis kolelitiasis adalah tergantung pada keberadaan dan tingkat


keparahan komplikasi. Diagnosis dan pemedahan yang cepat, tingkat mortalitas
dan morbiditas penyakit ini sangat kecil.
BAB III
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. “J”
Umur : 45 tahun.
Jenis kelamin : Laki-laki.
Alamat :-
Agama : Islam.
Status : Menikah.
Suku :-
Pekerjaan : Wiraswasta
Pangkat/Golongan : KIS
RM : 592551
MRS tanggal : 13 Mei 2018
Tanggal Pemeriksaan : 13 Mei 2018
Keluar RS : 26 Mei 2018
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri Perut
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien laki-laki, Tn. J 45 tahun. Pasien sadar dan diantar oleh keluarga ke IGD
RS Pelamonia Makassar pada tanggal 13 Mei 2018 dengan keluhan nyeri perut
kanan atas yang dirasakan sejak kurang lebih 1 hari yang lalu. Nyeri dirasakan
menjalar ke bagian belakang. Nyeri dirasakan hilang timbul. Pasien juga mengeluh
nyeri ulu hati, mual dan disertai muntah sebanyak kurang lebih 5x sebelum masuk
RS, muntah yang keluar berisi cairan. Pasien juga mengeluh susah tidur dan lemas.
Nafsu makan Tn. J menurun. Pasien berkeringat dingin. BAB cair sebelum masuk
RS dan BAK dalam batas normal. Tn. Z tidak pernah menderita penyakit yang
sama sebelumnya.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien dalam keadaan sakit
berat, kesadaran compos mentis, berat badan 75 kg, tinggi badan 165 cm, tekanan
darah 120/90 mmHg, nadi 72 x/menit,laju respirasi 20 x/menit, suhu axilla 36.2 C .
Dari pemeriksaan abdomen, pada palpasi didapatkan ada nyeri tekan pada
regio hipokondrium dextra dan epigastrik. Dari pemeriksaan penunjang yang
dilakukan untuk menunjang diagnosis pasien ini, pada pemeriksaan darah ruitn
didapatkan WBC 9.94 x 103/uL, RBC 5,12 x 106/uL, HGB 14,1 g/dL, PLT 234 x
103/uL. Hasil Urin lengkap didapatkan Leukosit negative, Nitrit negatif, protein
Positif 2, urobilinogen 1.0 mg/dl. PH 5,5 , berat jenis >= 1.030, Keton positif 1,
Bilirubin Positif 2 dan pada pemeriksaan sedimen urin didapatkan Leukosit 2-5
sel/LP, eritrosit 2-3 sel/LP, epitel 3-4 sel/LP,urat amorph negatif. Pada
pemeriksaan fungsi hati didapatkan SGOT 22.0 U/L dan SGPT 33,0 U/L. Pada
pemeriksaan bilirubin total 1.1 mg/dl, bilirubin direct 0.4 mg/dl, bilirubin indirect
0.7 mg/dl.Pemeriksaan elektrolit didapatkan Natrium 134.3 mmol/L, Kalium 2.82
mmol/L.Pada Widal test didapatkan S. Paratyphi AO 1/40.
Riwayat penyakit Dahulu : dispepsia (+)
Riwayat hipertensi (-), DM (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


 Tidak ada anggota keluarga os dengan keluhan sama.
 Riwayat tekanan darah tinggi (-), kencing manis (-), asthma (-),keganasan (-),
TBC ( - ).
Riwayat Pengobatan
 Riwayat alergi obat (-)
Riwayat Pribadi dan Sosial
 Os merupakan seorang wiraswasta
 Os suka makan makanan berlemak.
 Jarang berolahraga.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Keadaan umum : lemas
Keadaan sakit : sakit berat.
Kesadaran/GCS : compos mentis/E4V5M6.
Tekanan Darah : 120/90 mmHg.
Nadi : 72 kali per menit, reguler, kuat angkat cukup.
Pernafasan : 20 kali per menit,thorakoabdominal.
Suhu : 36.2oC.
Berat Badan : 75 kg .
Tinggi Badan : 165 cm.
75
𝐼𝑀𝑇 =
(1,65)2
75
𝐼𝑀𝑇 =
2,72
𝐼𝑀𝑇 = 27.57→ over weight
Status Lokalis
 Kepala :
- Ekspresi wajah : normal.
- Bentuk dan ukuran : normal.
- Rambut : normal.
- Udema (-).
- Malar rash (-).
- Parese N VII (-).
- Hiperpigmentasi (-).
- Nyeri tekan kepala (-).

 Mata :
- Simetris.
- Alis : normal.
- Exopthalmus (-/-).
- Ptosis (-/-).
- Nystagmus (-/-).
- Strabismus (-/-).
- Udema palpebra (-/-).
- Konjungtiva: anemia (+/+), hiperemia (-/-).
- Sclera: icterus (-/-), hyperemia (-/-), pterygium (-/-).
- Pupil : isokor, bulat, miosis (-/-), midriasis (-/-).
- Kornea : normal.
- Lensa : normal, katarak (-/-).
- Pergerakan bola mata ke segala arah : normal
 Telinga :
- Bentuk : normal simetris antara kiri dan kanan.
- Lubang telinga : normal, secret (-/-).
- Nyeri tekan (-/-).
- Peradangan pada telinga (-)
- Pendengaran : normal.
 Hidung :
- Simetris, deviasi septum (-/-).
- Napas cuping hidung (-/-).
- Perdarahan (-/-), secret (-/-).
- Penciuman normal.
 Mulut :
- Simetris.
- Bibir : sianosis (-), stomatitis angularis (-), pursed lips breathing (-).
- Gusi : hiperemia (-), perdarahan (-).
- Lidah: glositis (-), atropi papil lidah (-), lidah berselaput (-), kemerahan
di pinggir(-), tremor (-), lidah kotor (-).
- Gigi : caries (-)
- Mukosa : normal.
- Faring dan laring : tidak dapat dievaluasi.
- Foetor ex ore (-)
 Leher :
- Simetris (-).
- Kaku kuduk (-).
- Scrofuloderma (-).
- Pemb.KGB (-).
- Trakea : di tengah.
- JVP :R-4
- Pembesaran otot sternocleidomastoideus (-).
- Otot bantu nafas SCM tidak aktif.
- Pembesaran thyroid (-).
 Thorax
Pulmo :
Inspeksi :
- Bentuk: simetris.
- Ukuran: normal, barrel chest (-)
- Pergerakan dinding dada : simetris.
- Permukaan dada : petekie (-), purpura (-), ekimosis (-), spider nevi (-),
vena kolateral (-), massa (-), sikatrik (-) hiperpigmentasi (-),
ginekomastia (-).
- Iga dan sela antar iga: sela iga melebar (-), retraksi (-),.
- Fossa supraclavicula dan fossa infraclavicula : cekungan simetris
- Fossa jugularis: trakea di tengah.
- Penggunaan otot bantu napas: sternocleidomastoideus (-), otot
abdomen.
- Tipe pernapasan torakoabdominal, frekuensi napas 20 kali per menit.

Palpasi :
- Posisi mediastinum : trakea digaris tengah
- Pergerakan dinding dada : simetris
- Fremitus raba :
a. Lobus superior : D/S sama
b. Lobus medius dan lingua: D/S sama
c. Lobus inferior : D/S sama
- Nyeri tekan (-), edema (-), krepitasi (-).

Perkusi :
- Sonor (+/+).
- Nyeri ketok (-).
- Batas organ:
- Sinitra dari atas ke bawah sonor-tymphani : ICS 7 Paru-Lambung
- Dinding posterior : Suprascapularis (batas atas paru)
- Batas paru hepar : ICS 6

Auskultasi :
- Suara napas vesikuler (+/+).
- Suara tambahan rhonki basah (-/-).
- Suara tambahan wheezing (-/-).
- Suara gesek pleura (-/-).
Cor :
Inspeksi: Iktus cordis tidak tampak.
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba, thriil (-).
Perkusi : - batas kanan jantung : ICS II linea parasternal dextra.
batas kiri jantung : ICS V linea midklavikula sinistra.
Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-).
 Abdomen
Inspeksi :
- Bentuk : distensi (-),
- Umbilicus : masuk merata.
- Permukaan Kulit : sikatrik (-), pucat (-), sianosis (-), vena kolateral (-),
caput meducae (-), petekie (-), purpura (-), ekimosis (-), luka bekas
operasi (-), hiperpigmentasi (-).
Auskultasi :
- Bising usus (+) normal.
- Metallic sound (-).
- Bising aorta (-).
Palpasi :
- Turgor : normal.
- Tonus : normal.
- Nyeri tekan (+) kuadran epigastrium dan hipokondrium dextra.
- Hepar/lien/renal tidak teraba.
Perkusi :
- Timpani (+) pada seluruh lapang abdomen
- Redup beralih (-)

 Extremitas :
Ekstremitas atas :
- Akral hangat : +/+
- Deformitas : -/-
- Edema: -/-
- Sianosis : -/-
- Ptekie: -/-
- Clubbing finger: -/-
- Infus terpasang +/-
Ekstremitas bawah:
- Akral hangat : +/+
- Deformitas : -/-
- Edema: -/-
- Sianosis : -/-
- Ptekie: -/-
- Clubbing finger: -/-

 Columna Vertebra :
Tidak ada kelainan, nyeri tekan (-).

 Genitourinaria :
Tidak ada kelainan.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan Darah Lengkap :

14/05/2018
Parameter Normal
10:44
HGB 14,1 14,0– 18,0g/dL
HCT 41,0 36– 48 [%]
RBC 5.12 4,0 – 5,0[10^6/ µL]
WBC 9.94 4,0 – 10,0 [10^3/ µL]
PLT 234 150 – 450 [10^3/ µL]
MCV 80.1 84,0 – 96,0 [fL]
MCH 27.5 28,0 – 34,0 [pg]
MCHC 34.4 32,0 – 36,0 [g/dL]

Pemeriksaan Urin Lengkap :


Parameter 14/05/2018 Normal

Leukosit Negatif Negatif

Nitrit Negatif Negatif

Urobilinogen 1.0 0,2 mg/dl

Protein Positif 2 Negatif

pH 5,5 5,0

Blood Negatif Negatif

SG >=1,030 1,003 – 1,

Keton Positif 1 Negatif

Bilirubin Positif 2 Negatif

Glukose Negatif Negatif

Pemeriksaan Sedimen Urin :


Parameter 14/05/2018 Normal

Leukosit 2-5 0-5 sel/LP

Eritrosit 2-3 0-5 sel/LP

Epitel 3-4 0-5 sel/LP

Urat amorph Negatif 0-1 sel/LP

Bakteri Negatif 0-1 sel/LP

As. Urat Negatif 0-1 sel/LP


Ca Oksalat Negatif 0-1 sel/LP

Lain-lain - -

Pemeriksaan SGOT, SGPT


parameter 14/05/2018 Normal
SGOT 45,0 L:<37 P:31 u/l
SGPT 36,0 L:<42 P:32 u/l
Pemeriksaan Widal
Parameter 14/05/2018 Normal
S.TYPHI O NON REAKTIF NON REAKTIF
S. PARATYPHI AO 1/40 NON REAKTIF
S. PARATYPHI BO NON REAKTIF NON REAKTIF
S. TYPHI H NON REAKTIF NON REAKTIF
S. PARATYPHI AH NON REAKTIF NON REAKTIF
S. PARATYPHI BH NON REAKTIF NON REAKTIF
Pemeriksaan Elektrolit
Parameter 16/05/2018 Normal
Natrium 134.3 136 – 145 mmol/L
Kalium 2.82 3.5 – 5.1 mmol/L
Chlorida 99.6 98 – 106 mmol/L
Pemeriksaan Bilirubin
Parameter 15/05/2018 Normal
Bilirubin Total 1.1 0 -1.10 mg/dl
Bilirubin Direct 0.4 0 – 0.25 mg/dl
Bilirubin Indirect 0.7 0 – 0.75 mg/dl
Pemeriksaan USG
Hepar : bentuk, ukuran dan echotexture dalam batas normal, tidak tampak
dilatasi bile duct /extrahepatik
Pankreas : dalam batas normal
Lien : Echo normal
GB : tampak echo batu dalam empedu denganukuran 0.96 cm
Ginjal kanan : bentuk, ukuran dan echotexture dalam batas normal. Tidak tampak
bendungan maupun batu. Tampak lesi kistik, bulat, batas tegas, tepi licin pada pole
atas , ukuran 1.06 x 1.11 cm
Ginjal kiri : bentuk, ukuran echotexture dalam batas normal. Tidak tampak tanda-
tanda bendungan maupun batu.
VU : diding normal .tidak tampak bau maupun massa.
Kesan ; Cholelithiasis + Small kista ginjal dextra

E. DIAGNOSIS KERJA
Kolelitiasis
Kolesistitis

F. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa :
1. IVFD RL 20 tetes/menit.
2. Ulsafat Syr 4 x C
3. Ondansentron amp/12 jam
4. Radin amp/8 jam/iv
5. Omeprazole /12 jam/drips
6. Dexanta syr 4 x C
7. Profenid Suppositoria 1 x1
8. Cefotaxime 1 gr/12 jam/iv
9. Urdahex 3 x 1
10. KSR 2 x 1
11. KCL 1 flcn dalam Nacl 0.9 % 20 tpm
12. Clobazam 3 x 1
13. Dexketoprofen / 8jam/iv
14. Strocain tab 3 x 1
15. Lansoprazole tab 2 x1
16. Meloxicam tab 2 x 1
Non Medikamentosa:
1. Puasa makan
2. Diet rendah lemak
3. Pasien dan keluarga diberi edukasi mengenai penyakit yang diderita pasien dan
penatalaksanaannya serta pencegahannya.
4. Jika keluhan dirasakan kembali segera berobat ke pelayanan medis terdekat

G. PROGNOSA
Dubia ad bonam

H. HASIL FOLLOW UP
Tanggal Subjektive Objektive Assesment Planning
13/05/2018 Nyeri perut Ku : baik Kolelitiasis 1. IVFD RL 20 tpm
kanan (+), Kesadaran : Kolesititis 2. Sotatic amp /8 jam/
nyeri ulu hati CM iv
(+), muntah Vital sign : 3. Profenid sup 2 x 1
>5x (+), BAB TD:130/90mm 4. Omeprazole /24
encer (+), Hg jam /drips
susah tidur (+), N : 80 x/menit 5. Radin / 8 jam/iv
lemas (+) RR : 20 x/menit 6. Ulsafat syr 4 x C
T : 36,1 C 7. Dexanta syr 4 x C
Thorak :
Wheezing (-),
Rh (-),
vesikuler
14/05/2018 Nyeri perut Ku : baik Kolelitiasis 1.IVFD RL 20 tpm
kanan (+), Kesadaran : Kolesititis 2.Profenid sup 2 x 1
nyeri ulu hati CM 3.Omeprazole /24 jam
(+), muntah Vital sign : /drips
>5x (+), susah TD:120/80mm 4.Radin / 8 jam/iv
tidur (+), Hg 5.Ulsafat syr 4 x C
lemas (+) N : 80 x/menit 6.Dexanta syr 4 x C
RR : 22 x/menit 7.Ondancetron /12
T : 36,6 C jam/iv
Thorak : 8.Clobazam 2 x 1
Wheezing (-), 9. Cefotaxime 1 gr/ 12
Rh (-), jam/iv
vesikuler
15/05/2018 Nyeri perut Ku : baik Kolelitiasis 1.IVFD RL 20 tpm
kanan (+), Kesadaran : Kolesititis 2.Profenid sup 2 x 1
nyeri ulu hati CM 3.Omeprazole /24 jam
(+), muntah 5x Vital sign : /drips
(+), susah tidur TD:110/80mm 4.Radin / 8 jam/iv
(+), BAB Hg 5.Ulsafat syr 4 x C
encer N : 88 x/menit 6.Dexanta syr 4 x C
RR : 24 x/menit 7.Ondancetron /12
T : 36 C jam/iv
Thorak: 8.Clobazam 2 x 1
Wheezing (-), 9. Cefotaxime 1 gr/ 12
Rh(-), vesikuler jam/iv
16/05/2018 Nyeri ulu hati Ku : baik Kolelitiasis 1.IVFD RL : Dextrose
(+), muntah 3x Kesadaran : Kolesititis 28 tpm
(+), susah tidur CM 2.Profenid sup 2 x 1
(+), BAB Vital sign : 3.Omeprazole /24 jam
encer TD:120/90mm /drips
Hg 4.Radin / 8 jam/iv
N : 84 x/menit 5.Ulsafat syr 4 x C
RR : 20 x/menit 6.Dexanta syr 4 x C
T : 36.2 C 7.Ondancetron /12
Thorak: jam/iv
Wheezing (-), 8.Clobazam 2 x 1
Rh(-), vesikuler 9. Cefotaxime 1 gr/ 12
jam/iv
10.Urdahex 3 x 1
17/05/2018 Nyeri ulu hati Ku : baik Kolelitiasis 1.IVFD RL : Dextrose
(+), muntah 3x Kesadaran : Kolesititis 28 tpm
(+), susah tidur CM 2.Profenid sup 2 x 1
(+) Vital sign : 3.Omeprazole /24 jam
TD:120/90mm /drips
Hg 4.Radin / 8 jam/iv
N : 84 x/menit 5.Ulsafat syr 4 x C
RR : 20 x/menit 6.Dexanta syr 4 x C
T : 36.2 C 7.Ondancetron /12
Thorak: jam/iv
Wheezing (-), 8.Clobazam 2 x 1
Rh(-), vesikuler 9. Cefotaxime 1 gr/ 12
jam/iv
10.Urdahex 3 x 1
18/05/2018 Nyeri perut Ku : baik Kolelitiasis 1.IVFD RL : Dextrose
(+), muntah Kesadaran : Kolesititis : aminofluid 28 tpm
(+) CM 2.Profenid sup 2 x 1
Vital sign : 3.Omeprazole /24 jam
TD:150/90mm /drips
Hg 4.Radin / 8 jam/iv
N : 80 x/menit 5.Ondancetron /12
RR : 20 x/menit jam/iv
T : 36 C 6.Cefotaxime 1 gr/ 12
Thorak: jam/iv
Wheezing (-), 7.Urdahex 3 x 1
Rh(-), vesikuler 8.Dexketoprofen /8
jam/iv
19/05/2018 Nyeri perut Ku : baik Kolelitiasis 1.IVFD RL : Dextrose
(+), mual (+), Kesadaran : Kolesititis : aminofluid 28 tpm
muntah (+) CM 2.Profenid sup 2 x 1
Vital sign : 3.Omeprazole /24 jam
TD:150/90mm /drips
Hg 4.Radin / 8 jam/iv
N : 80 x/menit 5.Ondancetron /12
RR : 22 x/menit jam/iv
T : 36 C 6.Cefotaxime 1 gr/ 12
Thorak: jam/iv
Wheezing (-), 7.Urdahex 3 x 1
Rh(-), vesikuler 8.Dexketoprofen /8
jam/iv
20/05/2018 Nyeri perut Ku : baik Kolelitiasis 1.IVFD RL : Dextrose
(+), mual (+), Kesadaran : Kolesititis : aminofluid 28 tpm
muntah (+), CM 2.Profenid sup 2 x 1
BAB encer Vital sign : 3.Omeprazole /24 jam
(+). TD:130/90 /drips
mmHg 4.Radin / 8 jam/iv
N : 68 x/menit 5.Ondancetron /12
RR : 24 x/menit jam/iv
T : 36 C 6.Cefotaxime 1 gr/ 12
Thorak: jam/iv
Wheezing (-), 7.Urdahex 3 x 1
Rh(-), vesikuler 8.Dexketoprofen /8
jam/iv
21/05/2018 Nyeri perut Ku : baik Kolelitiasis 1.IVFD Nacl
(+), mual (+) Kesadaran : Kolesititis :Dextrose :
CM aminofluid 28 tpm
Vital sign : 2.Profenid sup 2 x 1
TD:130/100 3.Omeprazole /24 jam
mmHg /drips
N : 96 x/menit 4.Radin / 8 jam/iv
RR : 20 x/menit 5.Ondancetron /12
T : 36.1 C jam/iv
Thorak: 6.Cefotaxime 1 gr/ 12
Wheezing (-), jam/iv
Rh(-), vesikuler 7.Urdahex 3 x 1
8.Dexketoprofen /8
jam/iv
22/05/2018 Nyeri perut Ku : baik Kolelitiasis 1.IVFD Nacl :
(+), mual (+) Kesadaran : Kolesititis aminofluid 28 tpm
CM 2.Profenid sup 2 x 1
Vital sign : 3.Omeprazole /24 jam
TD:120/90 /drips
mmHg 4.Radin / 8 jam/iv
N : 96 x/menit 5.Ondancetron /12
RR : 20 x/menit jam/iv
T : 36.1 C 6.Cefotaxime 1 gr/ 12
Thorak: jam/iv
Wheezing (-), 7.Urdahex 3 x 1
Rh(-), vesikuler 8.Dexketoprofen /8
jam/iv
23/05/2018 Nyeri perut (+) Ku : baik Kolelitiasis 1.IVFD Nacl :
Kesadaran : Kolesititis aminofluid 32 tpm
CM 2.Profenid sup 2 x 1
Vital sign : 3.Omeprazole /24 jam
TD:110/70 /drips
mmHg 4.Radin / 8 jam/iv
N : 72 x/menit 5.Ondancetron /12
RR : 22 x/menit jam/iv
T : 36.2 C 6.Cefotaxime 1 gr/ 12
Thorak: jam/iv
Wheezing (-), 7.Urdahex 3 x 1
Rh(-), vesikuler 8.Dexketoprofen /8
jam/iv
9.Strocain tab 3 x 1
24/05/2018 Nyeri ulu hati Ku : baik Kolelitiasis 1.IVFD Nacl :
(+) Kesadaran : Kolesititis aminofluid 32 tpm
CM 2.Strocain tab 3 x 1
Vital sign : 3.Lansoprazole tab 2 x
TD:140/90 1
mmHg 4.Meloxicam 2 x 1
N : 72 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36.2 C
Thorak:
Wheezing (-),
Rh(-), vesikuler
25/05/2018 Nyeri ulu hati Ku : baik Kolelitiasis 1.Profenid sup 1x1
(+) Kesadaran : Kolesititis 2.Strocain tab 3 x 1
CM 3.Lansoprazole tab 2 x
Vital sign : 1
TD:110/90 4.Meloxicam 2 x 1
mmHg
N : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36.2 C
Thorak:
Wheezing (-),
Rh(-), vesikuler
26/05/2018 Nyeri ulu hati Ku : baik Kolelitiasis 1.Profenid sup 1x1
berkurang Kesadaran : Kolesititis 2.Strocain tab 3 x 1
CM 3.Lansoprazole tab 2 x
Vital sign : 1
TD:130/90 4.Meloxicam 2 x 1
mmHg
N : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36.2 5C
Thorak:
Wheezing (-),
Rh(-), vesikuler
RESUME

Pasien laki-laki, Tn. J 45 tahun. Pasien sadar dan diantar oleh keluarga ke IGD
RS Pelamonia Makassar pada tanggal 13 Mei 2018 dengan keluhan nyeri perut kanan
atas yang dirasakan sejak kurang lebih 1 hari yang lalu. Nyeri dirasakan menjalar ke
bagian belakang. Nyeri dirasakan hilang timbul. Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati,
mual dan disertai muntah sebanyak kurang lebih 5x sebelum masuk RS, muntah yang
keluar berisi cairan. Pasien juga mengeluh susah tidur dan lemas. Nafsu makan Tn. J
menurun. Pasien berkeringat dingin. BAB cair sebelum masuk RS dan BAK dalam
batas normal. Tn. Z tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien dalam keadaan sakit
berat, kesadaran compos mentis, berat badan 75 kg, tinggi badan 165 cm, tekanan
darah 120/90 mmHg, nadi 72 x/menit,laju respirasi 20 x/menit, suhu axilla 36.2 C .
Dari pemeriksaan abdomen, pada palpasi didapatkan ada nyeri tekan pada
regio hipokondrium dextra dan epigastrik. Dari pemeriksaan penunjang yang
dilakukan untuk menunjang diagnosis pasien ini, pada pemeriksaan darah ruitn
didapatkan WBC 9.94 x 103/uL, RBC 5,12 x 106/uL, HGB 14,1 g/dL, PLT 234 x
103/uL. Hasil Urin lengkap didapatkan Leukosit negative, Nitrit negatif, protein
Positif 2, urobilinogen 1.0 mg/dl. PH 5,5 , berat jenis >= 1.030, Keton positif 1,
Bilirubin Positif 2 dan pada pemeriksaan sedimen urin didapatkan Leukosit 2-5
sel/LP, eritrosit 2-3 sel/LP, epitel 3-4 sel/LP,urat amorph negatif. Pada pemeriksaan
fungsi hati didapatkan SGOT 22.0 U/L dan SGPT 33,0 U/L. Pada pemeriksaan
bilirubin total 1.1 mg/dl, bilirubin direct 0.4 mg/dl, bilirubin indirect 0.7
mg/dl.Pemeriksaan elektrolit didapatkan Natrium 134.3 mmol/L, Kalium 2.82
mmol/L.Pada Widal test didapatkan S. Paratyphi AO 1/40. Pada pemriksaan USG
didapatkan kesan batu empedu dengan ukuran 0.96 cm.
Diagnosa kerjanya yaitu Kolelitiasis dan kolesistitis. Dan terapi yang diberikan
yaitu Medikamentosa dengan : IVFD RL 20 tetes/menit, Ulsafat Syr 4 x C,
Ondansentron amp/12 jam, Radin amp/8 jam/iv, Omeprazole /12 jam/drips, Dexanta
syr 4 x C, Profenid Suppositoria 1 x1, Cefotaxime 1 gr/12 jam/iv, Urdahex 3 x 1,
KSR2 x 1, KCL 1 flcn dalam Nacl 0.9 % 20 tpm, Clobazam 3 x 1, Dexketoprofen /
8jam/iv, Strocain tab 3 x 1. Terapi non nedikamentosa: Puasa makan, diet rendah
lemak, pasien dan keluarga diberi edukasi mengenai penyakit yang diderita pasien dan
penatalaksanaannya serta pencegahannya, jika keluhan dirasakan kembali segera
berobat ke pelayanan medis terdekat.
DISKUSI
Pasien laki-laki Tn. J 45 tahun masuk RS dengan keluhan nyeri perut kanan
atas yang dirasakan sejak kurang lebih 1 hari yang lalu. Pada kasus ini pasien
mempunyai risiko terkena Kolelitiasis yaitu usia 45 tahun. Risiko untuk terkena
kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia > 40
tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan
usia yang lebih muda. Dari anamnesis pasien juga mempunyai faktor risiko yang lain
yaitu Berat badan yang over weight dan kebiasaan mengomsumsi makanan yang
berlemak serta jarang berolahraga. Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi,
mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan
tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga
mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani berisiko untuk
menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen dari lemak. Jika kadar
kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu melebihi batas normal, cairan empedu
dapat mengendap dan lama kelamaan menjadi batu.44 Intake rendah klorida,
kehilangan berat badan yang cepat mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia
dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
Pada pasien ini mengeluhkan nyeri perut dirasakan menjalar ke bagian
belakang. Nyeri dirasakan hilang timbul. Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati, mual
dan disertai muntah sebanyak kurang lebih 5x sebelum masuk RS, muntah yang
keluar berisi cairan. Nyeri yang dirasakan disebabkan oleh komplikasi dari kolelitiasis
yaitu kolesistitis. Pasien juga mengeluh susah tidur dan lemas. Nafsu makan pasien
menurun. Pasien berkeringat dingin. BAB cair sebelum masuk RS dan BAK dalam
batas normal. Tn. J tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya.
Dari pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menunjang diagnosis
pasien ini, pada pemeriksaan darah ruitn didapatkan WBC 9.94 x 103/uL, RBC 5,12 x
106/uL, HGB 14,1 g/dL, PLT 234 x 103/uL. Hasil Urin lengkap didapatkan Leukosit
negative, Nitrit negatif, protein Positif 2, urobilinogen 1.0 mg/dl. PH 5,5 , berat jenis
>= 1.030, Keton positif 1, Bilirubin Positif 2 dan pada pemeriksaan sedimen urin
didapatkan Leukosit 2-5 sel/LP, eritrosit 2-3 sel/LP, epitel 3-4 sel/LP,urat amorph
negatif. Pada pemeriksaan fungsi hati didapatkan SGOT 22.0 U/L dan SGPT 33,0
U/L. Pada pemeriksaan bilirubin total 1.1 mg/dl, bilirubin direct 0.4 mg/dl, bilirubin
indirect 0.7 mg/dl.Pemeriksaan elektrolit didapatkan Natrium 134.3 mmol/L, Kalium
2.82 mmol/L. Pada pemeriksaan USG didapatkan batu empedu dengan ukuran 0.96
cm pada kandung empedu.
Dari hasil pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi tersebut pasien di diagnois
dengan Kolelitiasis karena Pada pemeriksaan USG didapatkan batu empedu dengan
ukuran 0.96 cm pada kandung empedu dengan komplikasi kolesistitis karena dari
hasil laboratorium didapatkan peningatan bilirubin Kenaikan ringan bilirubin serum
terjadi akibat penekanan duktus koledokus oleh batu, dan penjalaran radang ke
dinding yang tertekan tersebut.
Pada kasus ini penatalaksanaan yang didapatkan oleh pasien adalah terapi non
bedah karena ukuran batu kurang dari 1 cm berupa disolusi batu empedu. Agen
disolusi yang digunakan adalah asam ursodioksikolat. Pada manusia, penggunaan
jangka panjang dari agen ini akan mengurangi saturasi kolestrol pada empedu yaitu
dengan mengurangi sekresi kolestrol dan efek deterjen dari asam empedu dari
kandung empedu. Desaturasi dari empedu mencegah kristalisasi. Pada pasien
diberikan asam ursodiokdikolat yaitu urdahex tab 3 x 1. Selain itu pasien juga diterapi
dengan Infus Nacl : aminofluid 28 tetes/menit karena pasien mengalami gangguan
elektrolit. Pemberian antagonis H2 reseptoryaitu ranitidine /8 jam/iv , pemberian
Ondansentron amp/12 jam dan sotatic 1 amp/12jam/iv untuk menekan rasa mual dan
muntah, pemberian golongan PPI yaitu omeprazole /24 jam/drips dan lansoprazole
tablet serta Strocain tablet untuk menurunkan sekresi asam lambung ditambah dengan
pemberian ulsafat dan dexanta untuk melindungi mukosa lambung serta obat
hepatoprotektor, pemberian NSAID yaitu meloxicam 3x1 dan Profenid Suppositoria
serta Dexketoprofen / 8jam/iv untuk menangani nyeri nyeri pasien, serta pemberian
antibiotik cefotaxime 1gr/12 jam/iv untuk mengatasi infeksi. KSR tablet diberikan
untuk gangguan elektrolit pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA

1. Wibowo, K.E. 2016.Faktor risiko batu empedu Rumah Sakit Umum Pusat
Sanglah Denpasar Bali. Program Pasca Sarjana Universitas Udayana
2. Ginting,S. A Description Characteristic Risk Factor of The Kolelitiasis Deases
in The Columbia Asia Medan Hospital. Journal Darma Agung. 2011: 38 – 45.
20
3. Chang YN, Jang JY, Kwon W, Park JW, Kang MJ, Ryu JK, et al.2013.
Changes in demographic features of gallstone deases : 30 years of surgically
treated patients. Gut and liver journal : 19-24
4. Ko CW, Lee SP (2009). Gallstones. Dalam: Yamada T, Alpers DH, Kallo
AN, Kaplowitz N, Owyang C, Powell DW (eds). Textbook of
gastroenterology. Fifth edition Volume 1. UK: Blackwell Publishing, p:
1952.
5. Corte CD, Falchetti D, Nebbia G, Calacoci M, Pastore M, Francavilla R, et
al (2008). Management of cholelithiasis in Italian Children: A national
multicenter study. World Journal Gastroenterology, 14 (9): 1383-1388.
6. Kumar V, Abbas AK, Mitchell R, Fausto N (2007). Robbins basic pathology.
Eighth edition. Philadelphia: Elsevier, p: 667.
7. Nuhadi M, (2010). Perbedaan komposisi batu kandung empedu dengan batu
saluran empedu pada penderita yang dilakukan eksplorasi saluran empedu di
RSHS Bandung. Universitas Padjadjaran. Disertasi.
8. Tierney LM, McPhee SJ, Papadakis MA (2010). Disease of liver and billiary
tract. In: Current medical diagnosis & treatment. 49th edition. New York:
Lange Medical Books/McGraw-Hill, p : 634.
9. Conte D, Fraquelli M, Giunta M, Conti CB (2011). Gallstones and liver
disease: an overview. J Gastrointestin Liver Dis, 20 (1): 9-11.
10. Lesmana LA (2009). Penyakit batu empedu. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B,Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (eds). Buku ajar ilmu
penyakit dalam. EdisiV Jilid 1. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI, pp: 721-726.
11. Gustawan, I.W., K. Nomor Aryasa, dkk. (2007). Kolelitiasis pada anak
dalam Maj kedokt Indon, volum:57, Nomor: 10, Oktober 2007

Anda mungkin juga menyukai