Anda di halaman 1dari 19

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN JANUARI 2020

UNIVERSITAS HALU OLEO

KOLELITIASIS (BATU EMPEDU)

OLEH:
Iriamana Liasyarah Marudin, S.Ked
K1A1 15 018

Pembimbing:
dr.Abdul Rahman, Sp.PD.(K)GEH

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :


Nama : Iriamana Liasyarah Marudin, S.Ked
NIM : K1A1 15 018
Judul : Kolelitiasis (Batu Empedu)
Bagian : Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas : Kedokteran
Telah menyelesaikan Referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, Januari 2020


Pembimbing

dr. Abdul Rahman, Sp,PD.(K)GEH


A. PENDAULUAN1,2,3,4.6
Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang
penting di negara Barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian
di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas.
Penyakit batu kandung empedu (kolelitiasis) saat ini merupakan
masalah saluran cerna yang paling sering terjadi di dunia. Penyakit ini
bahkan telah menjadi penyakit yang paling membebani biaya kesehatan dan
merupakan gangguan saluran cerna dengan biaya termahal di Amerika
Serikat yaitu sekitar 6,5 juta dolar Amerika setiap tahunnya.
Insiden kolesistitis akut akibat batu kandung empedu ialah komplikasi
yang paling sering timbul pada pasien-pasien dengan kolelitiasis. Menurut
survei komprehensif dari Living Conditions of the People on Health and
Welfare, jumlah kasus kolesistitis akut meningkat dari 3,9 juta pada tahun
1979 menjadi lebih dari 10 juta pada tahun 1993. Diperkirakan hampir
mencapai 10% penduduk dunia memiliki batu kandung empedu.
Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan.
Resiko penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi
relatif kecil. Walaupun demikian, sekali batu empedu mulai menimbulkan
serangan nyeri kolik yang spesifik maka resiko untuk mengalami masalah
dan penyulit akan terus meningkat.
Perjalanan batu saluran empedu sekunder belum jelas benar, tetapi
komplikasi akan lebih sering dan berat di bandingkan batu kandung empedu
asimtomatik. Kolelitiasis empedu secara klasik dikategorikan berdasarkan
kandungannya menjadi batu kolesterol (>80 kasus), batu pigmen, dan
campuran, yang hanya dapat ditentukan setelah batu tersebut diangkat.
Masing-masing jenis batu memiliki etiologi penampakan radiologis yang
berbeda, namun tetap pendekatan diagnosis dan tatalaksana yang sama.
Di negara Barat 10-15% pasien dengan batu empedu juga disertai batu
saluran empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat
terbentuk primer disaluran empedu intra atau ekstra hepatik tanpa
melibatkan kandung empedu. Batu saluran empedu primer lebih banyak
ditemukan pada pasien diwilayah Asia dibandingkan dengan pasien di
negara Barat.
Prevalensi kolelitiasis berkisar antara 5-25% dengan angka kejadian
yang lebih sering pada populasi negara barat, perempuan dan usia lanjut.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Patrick dkk tahun 2015,
Ditemukan 225 kasus penyakit batu empedu di Bagian Radiologi FK
UNSRAT/SMF BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode
Oktober 2012- Oktober 2014. Penderita batu empedu lebih banyak pada
periode Oktober 2013- Oktober 2014 149 kasus (66,2%). Prevalensi
penderita batu empedu terbanyak pada perempuan 124 kasus (55,1%) dan di
dapatkan penderita batu empedu terbanyak kelompok umur lansia awal (46-
55 tahun) dengan 59 orang (26,2%).
Berdasarkan penelitian yang di lakuran oleh Ahmad Ulil tahun 2013
di simpulkan bahwa distribusi pasien kolelitiasis berdasarkan kelompok
umur, dan di dapatkan insiden terbanyak terjadi pada rentan umur 40-49
tahun, diikuti oleh rentan umur 50-59 tahun, selanjutnya rentan umur 30-39
tahun lalu diikuti kelompok umur >60 tahun, lalu diikuti kelompok umur
20-29 dan terakhir kelompok umur <20 tahun.

B. ANATOMI KANDUNG EMPEDU5


Kandung empedu bentuknya seperti kantong, organ berongga yang
panjangnya sekitar 10 cm, terletak dalam suatu fossa yang menegaskan
batas anatomi antara lobus hati kanan dan kiri. Kandung empedu merupakan
kantong berongga berbentuk bulat lonjong seperti buah advokat tepat di
bawah lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, dan
kolum. Fundus bentuknya bulat, ujung buntu dari kandung empedu yang
sedikit memanjang di atas tepi hati. Korpus merupakan bagian terbesar dari
kandung empedu. Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung empedu
yang terletak antara korpus dan daerah duktus sistika.
Empedu yang disekresi secara terus-menerus oleh hati masuk ke
saluran empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu
membentuk dua saluran lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati
sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri yang segera bersatu membentuk
duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus
sistikus membentuk duktus koledokus.
C. FISIOLOGI KANDUNG EMPEDU5
Fungsi kandung empedu, yaitu tempat menyimpan cairan empedu dan
memekatkan cairan empedu yang ada di dalamnya dengan cara
mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit
yang dihasilkan oleh sel hati.
Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol,
lemak dan vitamin yang larut dalam lemak, sehingga membantu
penyerapannya dari usus. Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel
darah merah diubah menjadi bilirubin (pigmen utama dalam empedu) dan
dibuang ke dalam empedu.
Empedu disimpan dalam kandung empedu selama periode
interdigestif dan diantarkan ke duodenum setelah rangsangan makanan.
Pengaliran cairan empedu diatur oleh 3 faktor, yaitu sekresi empedu oleh
hati, kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter koledokus. Dalam
keadaan puasa, empedu yang diproduksi akan dialih-alirkan ke dalam
kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter
relaksasi, dan empedu mengalir ke duodenum.
Memakan makanan akan menimbulkan pelepasan hormon duodenum,
yaitu kolesistokinin (CCK), yang merupakan stimulus utama bagi
pengosongan kandung empedu, lemak merupakan stimulus yang lebih kuat.
Reseptor CCK telah dikenal terletak dalam otot polos dari dinding kandung
empedu. Pengosongan maksimum terjadi dalam waktu 90-120 menit setelah
konsumsi makanan. Empedu secara primer terdiri dari air, lemak, organik,
dan elektrolit, yang normalnya disekresi oleh hepatosit. Zat terlarut organik
adalah garam empedu, kolesterol, dan fosfolipid.
Sebelum makan, garam-garam empedu menumpuk di dalam kandung
empedu dan hanya sedikit empedu yang mengalir dari hati. Makanan di
dalam duodenum memicu serangkaian sinyal hormonal dan sinyal saraf
sehingga kandung empedu berkontraksi. Sebagai akibatnya, empedu
mengalir ke dalam duodenum dan bercampur dengan makanan.
Empedu memiliki fungsi, yaitu membantu pencernaan dan penyerapan
lemak, berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama
hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan
kolesterol, garam empedu meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak dan
vitamin yang larut dalam lemak untuk membantu proses penyerapan. Garam
empedu merangsang pelepasan air oleh usus besar untuk membantu
menggerakkan isinya, bilirubin (pigmen utama dari empedu) dibuang ke
dalam empedu sebagai limbah dari sel darah merah yang dihancurkan, serta
obat dan limbah lainnya dibuang dalam empedu dan selanjutnya dibuang
dari tubuh.
Garam empedu kembali diserap ke dalam usus halus, disuling oleh
hati dan dialirkan kembali ke dalam empedu. Sirkulasi ini dikenal sebagai
sirkulasi enterohepatik. Seluruh garam empedu di dalam tubuh mengalami
sirkulasi sebanyak 10-12 kali/hari. Dalam setiap sirkulasi, sejumlah kecil
garam empedu masuk ke dalam usus besar (kolon). Di dalam kolon, bakteri
memecah garam empedu menjadi berbagai unsur pokok. Beberapa dari
unsur pokok ini diserap kembali dan sisanya dibuang bersama tinja. Hanya
sekitar 5% dari asam empedu yang disekresikan dalam feses.
Kandung empedu mampu menyimpan 40-60 ml empedu. Diluar
waktu makan, empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu.
Empedu hati tidak dapat segera masuk ke duodenum, akan tetapi setelah
melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus dan ke
kandung empedu. Dalam kandung empedu, pembuluh limfe dan pembuluh
darah mengabsorpsi air dari garam-garam anorganik, sehingga empedu
dalam kandung empedu kira-kira lima kali lebih pekat dibandingkan
empedu hati.
D. DEFINISI1,2.5
Deposit kristal empedu yang ditemukan didalam kandung empedu.
Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam
kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya.
Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam
kandung empedu.
Batu empedu umumnya ditemukan dalam kandung empedu, tetapi
batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran
empedu dan disebut batu saluran empedu skunder

E. FAKTOR RESIKO1,9,10,11,12,13,14,15,16
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko. Namun,
semakin banyak faktor resiko, semakin besar pula kemungkinan untuk
terjadinya kolelitiasis
Faktor resiko tersebut antara lain:
1. Genetik
Batu empedu memperlihatkan variasi genetik. Kecenderungan
membentuk batu empedu bisa berjalan dalam keluarga. Di negara Barat
penyakit ini sering dijumpai, di USA 10-20 % laki-laki dewasa menderita
batu kandung empedu. Batu empedu lebih sering ditemukaan pada orang
kulit putih dibandingkan kulit hitam. Batu empedu juga sering ditemukan
di negara lain selain USA, Chili dan Swedia.
2. Umur
Usia rata-rata tersering terjadinya batu empedu adalah 40-50 tahun.
Sangat sedikit penderita batu empedu yang dijumpai pada usia remaja,
setelah itu dengan semakin bertambahnya usia semakin besar
kemungkinan untuk mendapatkan batu empedu, sehingga pada usia 90
tahun kemungkinannya adalah satu dari tiga orang.
3. Jenis Kelamin
Batu empedu lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki dengan
perbandingan 4 : 1. Di USA 10- 20 % laki-laki dewasa menderita batu
kandung empedu, sementara di Italia 20 % wanita dan 14 % laki-laki.
4. Beberapa faktor lain
Faktor lain yang meningkatkan resiko terjadinya batu empedu antara lain:
obesitas, makanan, riwayat keluarga, aktifitas fisik, dan nutrisi parenteral
yang lama.
Adapun beberapa faktor resikonya adalah sebagai berikut:
Batu Kolesterol Batu Pigmen
Perempuan Infeksi kronis bekteri atau parasit
Kehamilan Hemolisis (misal penyakit sel sabit)
Faktor genetik dan demografi, asia,
Terapi Estrogen peningkatan usia
daerah pedesaan
Faktor etnis Sirosis alkoholik
Faktor genetik Peningkatan usia
Obesitas
Kadar Trigliserida tinggi
Kadar HDL rendah
Kehilangan berat badan dalam waktu
singkat
Diet tinggi kalori
Tingkat aktifitas fisis yang rendah
Sirosis hati

F. ETIOLOGI5
Batu Empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan
jarang dibentuk pada bagian saluran empedu lain. Etiologi batu empedu
masih belum diketahui. Satu teori menyatakan bahwa kolesterol dapat
menyebabkan supersaturasi empedu di kandung empedu. Setelah beberapa
lama, empedu yang telah mengalami supersaturasi menjadi mengkristal dan
mulai membentuk batu. Akan tetapi, tampaknya faktor predisposisi
terpenting adalah gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya
perubahan komposisi empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung empedu.
Berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan batu empedu,
diantaranya:
1. Eksresi garam empedu
Setiap faktor yang menurunkan konsentrasi berbagai garam empedu
atau fosfolipid dalam empedu. Asam empedu dihidroksi atau dihydroxy
bile acids adalah kurang polar dari pada asam trihidroksi. Jadi dengan
bertambahnya kadar asam empedu dihidroksi mungkin menyebabkan
terbentuknya batu empedu.
2. Kolesterol empedu
Apabila binatang percobaan di beri diet tinggi kolestrol, sehingga kadar
kolesrtol dalam vesika vellea sangat tinggi, dapatlah terjadi batu
empedu kolestrol yang ringan. Kenaikan kolestreol empedu dapat di
jumpai pada orang gemuk, dan diet kaya lemak.
3. Substansia mukus
Perubahan dalam banyaknya dan komposisi substansia mukus dalam
empedu mungkin penting dalam pembentukan batu empedu.
4. Pigmen empedu
Pada anak muda terjadinya batu empedu mungkin disebabkan karena
bertambahya pigmen empedu. Kenaikan pigmen empedu dapat terjadi
karena hemolisis yang kronis. Eksresi bilirubin adalah berupa larutan
bilirubin glukorunid.
5. Infeksi
Adanya infeksi dapat menyebabkan krusakan dinding kandung empedu,
sehingga menyebabkan terjadinya stasis dan dengan demikian
menaikan pembentukan batu.

G. PATOGENESIS1,3
Batu kolesterol terbentuk akibat ketidak seimbangan antara faktor
pronukleasi, pembentukan (relatif meningkat) dengan fakfor anti
nukleasi/penghambat(relatif menurun). Faktor pronukleasi ialah kolesterol
empedu yang berlebihan dan glikoprotein mukus, sementara faktor anti
nukleasi ialah kadar garam empedu, dan lestin (vesikel fosfolipid). Batu
empedu dapat berimigrasi melalui duktus sistikus ke saluran empedu dan
menjadi batu saluran empedu (koledokoliatis) .
Pada umunya batu empedu merupakan endapan satu atau lebih
komponen empedu: kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein,
asam lemak dan fosfolipid.
Kolesterol hampir tidak dapat larut dalam air dan bilirubin sukar larut
dalam air. Batu empedu memiliki komposisi yang terutama terbagi atas tiga
jenis: pigmen, kolesterol,dan batu campuran. Batu pigmen terdiri atas garam
kalsium dan salah satu dari keempat anion yaitu biliribunat, karbonat fosfat
atau asam lemak rantai panjang. Batu-batu ini cenderung berukuran
kecil,multiple, dan berwarna hitam kecoklatan. Batu pigmen berwarna hitam
berkaitan hemolisis kronis. Batu berwarna coklat berkaitan dengan infeksi
empedu kronis (batu semacam ini jarang dijumpai). Batu kolesterol murni
biasanya berukuran besar, soliter,berstruktur bulat atau oval, berwarna
kuning pucat dan sering kali mengandung kalsium dan pigmen. Batu
kolesterol campuran paling sering ditemukan. Batu ini memiliki gambaran
batu pigmen maupun batu kolesterol majemuk, dan berwana coklat tua.
Menurut gambaran makroskopik dan komposisi kimianya batu saluran
empedu dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori mayor, yaitu: 1) Batu
kolesterol dimana komposisi kolesterol melebihi 70%, 2) Batu pigmen
coklat atau batu kalsium bilirubinate yang mengandung Ca-bilirubinate
sebagai komponen utama dan 3) Batu pigmen hitam yang kaya akan residu
hitam tak terektraksi.
Patogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, statis
empedu, malnutrisi, dan faktor diet. Kelebian enzim B-glukoronidase
bakteri dan manusia (endogen) memegang peranan kunci dalam patogenesis
batu pigmen pada pasien di negara timur. Hidrolisis bilirubin oleh enzim
tersebut akan membentuk bilirubin tak terkonjugasi. Enzim B-glukoronidase
bakteri berasal dari kuman E.coli dan kuman lainnya di saluran empedu.
Enzim ini dihambat oleh glukrolactond yang konsentrasinya meningkat
pada pasien dengan diet rendah protein dan rendah lemak.
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan
jarang dibentuk dalam saluran empedu lain. Etiologi batu empedu masih
belum diketahui sepenuhnya, akan tetapi, tampaknya faktor predisposisi
terpenting adalah gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya
perubahan komposisi empedu, statis empedudan infeksi kandung empedu.
Perubahan komposisi kemumngkinan merupakan faktor terpenting
dalam pembentukan batu empedu. Sejumlah penyelidikan menunjukkan
bahwa hati penderita batu empedu kolesterol menyekresi empedu yang
sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap
dalam kandung empedu (dengan cara yang belum di mengerti ) untuk
membentuk batu empedu.
Statis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan
supersaturasi progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur
tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu, atau spasme Singter Oddi,
atau keduanya dapat menyebabkan terjadinya statis. Faktor hormonal
(terutama selama kehamilan) dapat dikaitkan dengan perlambatan
pengosongan kandung empedu dan menyebabkan tingginya insidensi dalam
kelompok ini.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam
pembentukan batu. Mukus meningkatkan viskositas empedu, dan unsur sel
atau bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi. Akan tetapi, infeksi
mngkin lebih sering timbul sebagai akibat dari terbentuknya batu empedu,
dibandingkan sebagai penyebab terbentuknya batu empedu.

.
H. DIAGNOSIS1,
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis,
yang dibuktikan dengan temuan radiologis berupa batu empedu pada
kandung empedu.
1. Anamnesis dan Pemriksaan Fisik1,7
Dapat bersifat asimtomatis. Gejala muncul saat terjadi inflamasi
dan obstruksi ketika baru berimigrasi ke duktus sistikus. Keluhan khas
spesifik dan karakteristik adalah kolik bilier.
Karakteristik kolik bilier:
a. Nyeri kuadran kanan atas atau epigastrium
b. Nyeri viseral ini bersifat nyeri yang hebat dan menetap
c. Kadang menjalar ke area interskapularis, skapula kanan atau bahu
d. Episodik, remiten,mendadak
e. Berlangsung 15 min-5 jam
f. Hilang perlahan dengan sendirinya
g. Disertai mual atau muntah
h. Adanya demam atau menggigil yang menyertai kolik bilier

Kolik bilier dapat dicetuskan dengan makan makanan berlemak,


konsumsi makanan dalam porsi besar setelah berpuasa berkepanjangan atau
dengan makan makanan normal, seringkali pada malam hari. Nyeri menetap
>5 jam atau disertai demam, mengindikasiakan adanya kolelitiasis akut atau
komlikasi lainnya.
Pemeriksaan laboratorium dan Ultrasonografi atau CT Scan abdomen
menunjukkan bahwa bilamana kolik hanya disebabkan oleh batu kandung
empedu yang tersangkut di duktus sistikus tanpa proses peradangan
dikandung empedu (tanpa kolesistitis akut) dan tanpa adanya batu empedu
di duktus koledokus maka tidak akan didapatkan kelainan laboratorium
yakni lekositosis (-), gangguan fungsi hati (-). Bilamana sudah terdapat
kolesistitis akut akan ditemukan lekositosis serta pasien demam
2. Pemeriksaan Penunjang1,8
a. Pemeriksaan Darah.
Pada pasien suspek batu empedu komplikasi, darah rutin dapat
dilakukan untuk menentukan diagnosis banding, fungsi hati, amilase,
dan lipase. Pada kasus koledokolitiasis obstruksi bisanya
menghasilkan peningkatan SGOT dan SGPT, diikuti dengan
peningkatan serum bilirubin setiap jamnya. Beningkatan bilirubin
mengindikasikan adanya obstruksi. Hal ini di dapatkan pada 60%
pasien dengan peningkatan serum bilirubin > 3 mg/dL. Bila obstruksi
menetap akan mengalami penurunan vitamin K akibat dari absorbsi
empedu. Obstruksi pada ampula Vater akan memberikan hasil
peningkatan serum lipase dan amilase.
b. USG
Akurat dalam mendiagnosis kolelitiasis (sensitifitas 90% dan
spesifitas 88%). Pada pasien dianjurkan untuk puasa 8 jam sebelum
pemeriksaan. Gambaran utama kolelitiasis antara lain, posterior
acoustic shadow dari opasitas pada lumen kandung empedu yang
berubah dengan sesuai posisi pasien (pengaruh gravitasi). USG juga
dapat melihat fungsi pengosongan batu empedu serta mendeteksi
adanya komplikasi kolelitiasis dan pankreatitis.

Gambar 1. Garis hyperechoic merupakan tepi batu empedu berkumpul.


Acoustic Shadow yang mudah terlihat. Saluran empedu dapat dilihat di atas
vena porta
c. Foto Polos.
Tidak disarankan karena sebagian besar batu empedu > 75%
bersifat radiolusen
I. TATALAKSANA1,17,18
1. Pasien Asimtomatis
Belum terdapat bukti yang mendukung interfensi bedah pada kasus
asimtoatik. Resiko operasi dianggap lebih besar dibandingkan
manfaatnya.
Tatalaksana berupa intervensi gaya hidup, antara lain olahraga,
menurunkan berat badan dan diet rendah kolesterol
2. Pasien simtomatis
Pilihan terapi utama berupa intervensi bedah atau prosedur invasive
minimal untuk mengeluarkan batu. Terapi farmakologis masih belum
menunjukkan efikasi yang bermakna.
a. Intervensi bedah (Kolesistektomi Laparoskopi).
Direkomendasikan pada pasien dengan gejala berat atau frekuensi
sering, ukuran batu sangat besar (>3 cm), atau disertai komplikasi
atau penyulit.
b. Prosedur Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatografia
(ERCP) dengan sfingterotomi endoskopik. Bertujuan untuk
mengeluarkan batu saluran empedu dengan balon-ekstraksi
melalui muara yang sudah dilebarkan menuju duodenum. Batu
saluran empedu akan keluar bersama tinja atau di keluarkan
melalui mulut bersama intrumen ERCP.
c. Litotripsi gelombang elektrosyok meskipun sangat populer
beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pada saat ini
hanya terbatas untuk pasien yang benar-benar telah
dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini. Efektifitas ESWL
memerlukan terapi adjuvant asam ursodeoksilat.
3. Terapi farmakologis dengan Asam Ursodeksikolat (dosis 10-15
mg/kgBB/hari).
4. Prinsip perawatan dietetik pada penderita batu kandung empedu
adalah memberi istirahat pada kandung empedu dan mengurangi rasa
sakit, juga untuk memperkecil kemungkinan batu memasuki duktus
sistikus. Di samping itu untuk memberi makanan secukupnya untuk
memelihara berat badan dan keseimbangan cairan tubuh.Pembatasan
kalori juga perlu dilakukan karena pada umumnya batu kandung
empedu tergolong juga ke dalam penderita obesitas. Bahan makanan
yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan makanan juga harus
dihindarkan
J. KOMPLIKASI1,19
1. Kolesistitis
Kolesistitis adalah Peradangan kandung empedu, saluran kandung
empedu tersumbat oleh batu empedu, menyebabkan infeksi dan
peradangan kandung empedu.
2. Kolangitis
Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena infeksi
yang menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah saluran-
saluran menjadi terhalang oleh sebuah batu empedu.
3. Hidrops
Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops
kandung empedu. Dalam keadaan ini, tidak ada peradangan akut dan
sindrom yang berkaitan dengannya. Hidrops biasanya disebabkan oleh
obstruksi duktus sistikus sehingga tidak dapat diisi lagi empedu pada
kandung empedu yang normal. Kolesistektomi bersifat kuratif.
4. Empiema
Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini dapat
membahayakan jiwa dan membutuhkan kolesistektomi darurat segera.
5. Koledokolitiasis
6. Pankreatitis akut
7. Keganasan kandung empedu.
K. PROGNOSIS2,5
Prognosis pada kolelitiasis sendiri tidak dihubungkan dengan
meningkatnya kematian atau ditandai dengan kecacatan. Bagaimanapun, bisa
disebabkan karena adanya komplikasi. Jadi prognosis cholelithiasis
tergantung dari ada/tidak dan berat/ringannya komplikasi. Namun, adanya
infeksi dan halangan disebabkan oleh batu yang berada di dalam saluran
biliaris sehingga dapat mengancam jiwa. Walaupun demikian, dengan
diagnosis dan pengobatan yang cepat serta tepat, hasil yang didapatkan
biasanya sangat baik
DAFTAR PUSTAKA

1. Klarisa, Cindia. Liwang, Frans, Kurniawan, Juferdi. 2014. Kapita Selekta


Jilid II. Media Aesculapius. Jakarta.
2. Ipd jiid 2
3. Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. Patofisiologi Volume 1 Edisi 6.
EGC. Jakarta
4. Gadola, Patrick C D., Timban, Joan F J., Ali, Ramli Hadji. 2015.
Gambaran Ultrasonografi Empedu pada Pria dan Wanita di Bagian
Radiologi FK Unstrat BLU RSUP Prof. DR.R.D. Kandou Manado Periode
Oktober 2012-2014. Jurnal e-Clinic Volume 3. Manado
5. Albab, Ahmad Ulil. 2013. Karakteristik Pasien Kolelitiasis Di RSUP DR
Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Januari - Desember 2012.
Skripsi. Makassar.
6. Kereh, David S., Lampus, Harsali. Sapan, Harbert B., Loho, Lily L. 2015.
Hubungan antara Jenis Batu dan Perubahan Mukosa Kandung Empedu
pada Pasien Batu Kandung Empedu. Jurnal e-Clinic Volume 3. Manado
7. Nurman, A. Penatalaksanaan Batu Empedu. Rumah Sakit TNI AL Dr.
Mintoharjo. Jakarta
8. Dauer M, Lammert F. Mandatory and optional function tests for biliary
disorders. Best Pract Res Clin Gastroenterol. 2009;23(3):441-51.
(http://reference.medscape.com/medline/abstract/19505670)
9. Sarr, M.G., Cameron, J.L. 1996. Sistem empedu. In: Cameron, J.L., editor.
Esentials of Surgery. 2nd. Ed. Jakarta: EGC.p.121-123
10. ClinicStaff.2008.Gallstones.(serialonline), Mei.-Jun. Available from:
URL: http:/www.6clinic.com/health/digetivesystyem/DG9999.htm.
11. Heuman, D.M. 2011. Cholelithiasis. (serial online), Jan.-Mar.,(cited 2011
Jun.5) Available from: URL: http://emedicine.medscape.
com/article/175667-overview.htm.
12. Bateson, M. 1991. Batu Empedu. In: Bateson, M., editor. Batu Empedu
dan Penyakit Hati. Jakarta: Arcan.p. 35-41.
13. Latchie, M.1996. Cholelitiasis. In: Latchie, M., editor. Oxford Handbook
of Clinical Surgery. Oxford University.p. 162-182.
14. Henry,V. 2005. Independent Risk Factors for Gallstone Formation in a
Region with High Cholelithiasis Prevalence. Digestion. 71:97–105.
15. Garden, J.2007. Gallstone.In: Garden, J. editor. Principle and Practice of
Surgery. China: Elseiver.p. 23-28.
16. Bhangu, A.A. 2007. Cholelitiasis and Cholesistitis. In: Bhangu, A.A.,
editor. Flesh and Bones of Surgery. China: Elseiver.p.123-128.
17. Lesmana, L. Penyakit Batu Empedu. In : Sudoyo B, Alwi I, Simadibrata
MK, Setiati S Editors. Ilmu Penyakit Dalam. 5th edition. Jakarta: Interna
Publishing; 2009. p. 721-26
18. Klingensmith ME, Chen LE, Glasgow SC, Goers TA, Spencer J. Biliary
Surgery. In: Washington Manual of Surgery. 5th edition. Washington :
Lippincott Williams & Wilkins; 2008

19. Pearce, E. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Penerbit Buku


Gramedia. Jakarta : 2002.

Anda mungkin juga menyukai