Anda di halaman 1dari 26

REFERAT SINDROM HEPATORENAL

OLEH :
Karmila Karim
(110103000051)
Pembimbing : dr. Waluyo Dwi Cahyono, Sp.PD, KEMD, FINASIM

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI UIN SYARIF HIDATULLAH JAKARTA
1435 H/2015

HALAMAN PENGESAHAN
REFERAT
berjudul
SINDROM HEPATORENAL
oleh:
Karmila Karim
NIM 110103000051
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Bekasi periode April 2015 Juni 2015.

Jakarta, 05 Mei 2015

dr. Waluyo Dwi Cahyono, Sp.PD, KEMD, FINASIM

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Puji Syukur kita panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan nikmat islam, iman, dan ikhsan
sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini dengan baik. Shalawat serta salam kita curahkan kepada baginda
Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita ke zaman yang terang benderang ini.
Pertama-tama penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dokter-dokter konsulen
penyakit dalam yang telah mengajarkan kami, terutama kepada dr. Waluyo Dwi Cahyono, Sp.PD, KEMD,
FINASIM sebagai pembimbing penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini dengan baik. Penulis
menyadari bahwa referat ini masih banyak kekurangan. Kritik dan saran yang bangun sangat penulis harapkan
dari semua pihak demi kesempurnaan referat ini yang diharapkan dapat bermanfaat di masa yang akan datang.
Demikian yang dapat penulisya sampaikan, semoga referat Sindrom Hepatorenal dapat bermanfaat.
Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia turunkan untuk penyakit itu obatnya. (HR. Al-Bukhari
no 5678)
Jakarta, 27 April 2015

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................

LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................

ii

KATA PENGANTAR................................................................................................

iii

DAFTAR ISI

.........................................................................................................

iv

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................

BAB II SINDROM HEPATORENAL ......................................................................

2.1. Definisi .........................................................................................................

2.2. Epidemiologi.................................................................................................

2.3. Patogenesis dan Patofisiologi.......................................................................

2.4. Faktor Presipitasi dan Faktor Prediktif.........................................................

BAB III DIAGNOSIS SINDROM HEPATORENAL...............................................

12

3.1. Manifestasi Klinis........................................................................................

12

3.2. Diagnosis......................................................................................................

13

BAB IV PENATALAKSANAAN SINDROM HEPATORENAL.............................

16

4.1. Penatalaksanaan Umum ..............................................................................

16

4.2. Penatalaksanaan Medikamentosa.................................................................

16

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................

26

BAB I
PENDAHULUAN

Akhir abad ke-19, Frerich (1861) dan Flint (1863) melaporkan adanya hubungan antara penyakit hati
lanjut, asites, dan gagal ginjal tanpa ditemukannya perubahan signifikan pada histologi ginjal. 1,2 Pasien dengan
sirosis dan asites sering berkembang menjadi gagal ginjal yang bersifat khusus, yang dikenal dengan nama
sindrom hepatorenal (SHR). Istilah sindrom hepatorenal pertama kali diperkenalkan P. Merklen tahun 1916 dan
diambil oleh W. Nonenbruch tahun 1939.2 Dalam beberapa tahun terakhir ini, telah diketahui bahwa sindrom
hepatorenal (SHR) merupakan komplikasi terminal pada pasien sirosis hati dengan ascites. Timbulnya gagal
ginjal tanpa adanya gejala klinis dan bukti histologis yang diketahui sebagai penyebab timbulnya gagal ginjal
tersebut.1,2,3 Pada SHR kelainan yang dijumpai pada ginjal hanya berupa kegagalan fungsi tanpa ditandai dengan
kelainan anatomi.1,3
Selain perubahan fungsi ginjal, penderita SHR juga ditandai dengan perubahan sirkulasi arteri sistemik
dan aktifitas sistim vasoactive endogen yang berperan dalam terjadinya hipoperfusi ke ginjal. Dengan alasan ini
SHR merupakan kumpulan patofisiologi yang unik untuk diketahui hubungannya antara sirkulasi sistemik dan
fungsi ginjal serta pengaruh faktor vasokonstriktor dan vasodilator pada sirkulasi ginjal.4

BAB II
SINDROM HEPATORENAL
2.1.1

Definisi
Berdasarkan International Ascites Club (1994), sindrom hepatorenal adalah sindroma klinis yang
terjadi pada pasien penyakit hati kronik dan kegagalan hati lanjut serta hipertensi portal yang ditandai oleh
penurunan fungsi ginjal dan abnormalitas yang nyata dari sirkulasi arteri dan aktifitas sistem vasoactive
endogen.1,3,4
Sindrom hepatorenal (SHR) adalah gangguan fungsi ginjal sekunder pada penyakit hati tingkat
berat baik yang akut maupun kronis. SHR bersifat fungsional dan progresif. SHR merupakan suatu
gangguan fungsi ginjal pre renal, yaitu disebabkan adanya hipoperfusi ginjal.1,4

2.1.2 Epidemiologi
Sekitar 20% pasien sirosis hepatis dengan asites disertai fungsi ginjal yang normal akan
mengalami sindrom hepatorenal (SHR) setelah 1 tahun dan 39% setelah 5 tahun perjalanan penyakit. 2
Gines dkk melaporkan kemungkinan insiden SHR pada pasien sirosis hepatis mencapai 18% pada tahun
pertama dan akan meningkat hingga 39% pada tahun ke lima.1,5
2.1.3 Patofisiologi
Sindrom Hepatorenal (SHR) merupakan salah satu komplikasi sirosis hepatis. Karakteristik khas pada
SHR adalah vasokonstriksi yang kuat dari sirkulasi ginjal namun disertai pengurangan pengisian arteri sistemik
yang disebabkan oleh vasodilatasi arteri pada sirkulasi splanik.5 Mekanisme yang mendasari SHR belum
sepenuhnya dipahami, namun mungkin mencakup peningkatan faktor vasokonstriktor dan penurunan vasodilator
pada sirkulasi ginjal.1 Ada tiga faktor dominan yang terlibat dalam patogenesis SHR, yaitu:1,5
- Perubahan hemodinamik dimana terjadi vasodilatasi arteri perifer yang luas dengan sirkulasi
-

hiperdinamik dan vasokonstriksi sirkulasi ginjal.


Stimulasi sistem saraf simpatis ginjal.
Peningkatan sintesis humoral dan mediator vasoaktif ginjal.

Gambar 2. Patogenesis Sindroma Hepatorenal2

Seperti penjelasan sebelumnya, pada pasien sindrom hepatorenal ditemukan vasokonstriksi ginjal
reversibel dan hipotensi sistemik. Penyebab utama dari vasokonstriksi ginjal ini belum diketahui secara
pasti, tapi kemungkinan melibatkan banyak faktor antara lain perubahan sistem hemodinamik,
meningginya tekanan vena porta, peningkatan vasokonstriktor dan penurunan vasodilator yang berperan
dalam sirkulasi di ginjal.4 Faktor-faktor vasoaktif yang berperan dalam pengaturan perfusi ke ginjal pada
sindrom hepatorenal tampak pada tabel 1.
Tabel 1. Faktor-Faktor Vasoaktif secara Potensial Berperan dalam Pengaturan Perfusi ke Ginjal pada
Penderita Sindrom Hepatorenal.4,5
Vasokonstriktor
-

Angiotensin II

Norepineprine

Neuropeptida Y

Endothelin

Adenosine

Cyteinyl leukotrine

F2-isoprostanes

Vasodilator
-

Prostaglandin

Nitric oxide

Natriuretic peptide
7

Kallikrein-kinin

Faktor Vasokonstriktor
Sistem renin angiotension dan sistem saraf simpatis merupakan mediator utama yang
mempunyai efek vasokonstriksi sirkulasi ginjal pada sindrom hepatorenal.4 Aktifitas dari sistem
vasokonstriksi ini meningkat pada penderita dengan sirosis dan asites, terutama penderita dengan sindrom
hepatorenal dan berkolerasi terbalik dengan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus.4,6,7
Selain itu, penelitian yang dilakukan terhadap pasien dengan SHR menunjukkan bahwa
konsentrasi plasma endothelin-1 meningkat. Endothelin-1 merupakan salah satu substansi vasokonstriktor
ginjal. Peningkatan level endothelin-1 mungkin berkontribusi pada vasokonstriksi ginjal. Hipotesis ini
juga didukung dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa pemberian antagonis reseptor
endotelin menginduksi peningkatan GFR pada pasien SHR.6,7
Cysteinyl leukotriene (leukotrien C4 dan D4) merupakan vasokonstriktor ginjal yang poten dan
menyebabkan kontraksi dari sel mesangial secara in vitro. Penelitian sebelumnya menunjukkan adanya
peningkatan cysteinyl leukotrien pada SHR.6 Tromboxane A2 juga memberikan kontribusi pada
vasokonstriksi sirkulasi ginjal dan menyebabkan kontraksi dari sel mesangial pada SHR. 6 Substansi
vasoaktif lainnya seperti adenosin, F2 isoprostanes dapat juga sebagai faktor yang mempengaruhi
patogenesa vasokonstriksi ginjal dalam SHR, tapi mekanismenya masih belum diketahui.4
Faktor Vasodilator
Sebuah penelitian pada penderita dengan sirosis atau percobaan pada hewan memperlihatkan
bahwa sintesa faktor vasodilator lokal pada ginjal memainkan peran yang penting dalam mempertahankan
perfusi ginjal dengan melindungi sirkulasi ginjal dari efek yang merusak dari faktor vasokonstriktor.
Mekanisme vasodilator ginjal yang paling penting adalah prostaglandin (PGs).4,8
Bukti yang paling kuat menyokong peran PGs ginjal dalam mempertahankan perfusi ginjal pada
sirosis dengan asites diperoleh dari penelitian yang menggunakan obat NSAIDs untuk menghambat
pembentukan prostaglandin ginjal. Pemberian NSAIDs, sekalipun dalam dosis tunggal pada penderita
sirosis hati dengan asites menyebabkan penurunan yang nyata dalam aliran darah ginjal dan laju filtrasi
glomerulus, yang perubahannya menyerupai kejadian dalam SHR pada penderita dengan aktifitas
vasokonstriktor yang nyata.4,9
Vasodilator ginjal lainnya yang mungkin berpartisipasi dalam mempertahankan perfusi ginjal pada
sirosis adalah nitrit oksida. Jika produksi nitrit oksida dan PGs dihambat secara tidak langsung dalam
percobaan sirosis dengan asites, maka akan terjadi penurunan perfusi ginjal. 4
Sistem saraf simpatis
8

Stimulasi sistem saraf simpatis sangat tinggi pada penderita SHR dan menyebabkan vasokonstriksi
ginjal dan meningkatnya retensi natrium. Hal ini telah diperlihatkan oleh beberapa peneliti adanya
peningkatan sekresi katekolamin di pembuluh darah ginjal dan splanik. Kostreva dkk mengamati
vasokonstriksi pada arteriol afferent ginjal menimbulkan penurunan aliran darah ginjal dan GFR dan
meningkatkan penyerapan air dan natrium di tubulus.4

Gambar 2. Patogenesis Sindroma Hepatorenal10


2.4.

Faktor Presipitasi dan Prediktif


Berbagai situasi beresiko dapat memicu terjadinya sindrom hepatorenal dan berbagai faktor
prediktif memungkinkan untuk memastikan perkembangan sindrom hepatorenal pada pasien non9

azotemik dengan sirosis dan asites. Pada SHR tipe 1, faktor-faktor presipitasi diidentifikasi pada 70-100%
pasien dengan SHR, dan lebih dari satu kejadian dapat terjadi pada satu pasien. 1 Di bawah ini tabel faktorfaktor presipitasi dan prediktif pada pasien sirosis dan asites yang berkaitan dengan SHR.
Tabel 2. Faktor Presipitasi dan Prediktif pada Pasein dengan Sirosis dan Asites yang Berkaitan dengan
Perkembangan Sindrom Hepatorenal2

Faktor-faktor presipitasi yang dapat diidentifikasi mencakup infeksi bakteri, parasentesis volume
besar tanpa infuse albumin, perdarahan saluran cerna, dan hepatitis alcohol akut dapat memicu terjadinya
sindrom hepatorenal.1,2,11

Gambar 6. Peran Faktor Presipitasi pada Sindrom Hepatorenal2

10

BAB III
DIAGNOSIS SINDROM HEPATORENAL

3.1.

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis penderita sindroma hepatorenal ditandai dengan kombinasi antara gagal ginjal,
gangguan sirkulasi, dan gagal hati. Gagal ginjal dapat timbul secara perlahan atau progresif dan biasanya
diikuti dengan retensi natrium dan air, yang menimbulkan asites, edema dan dilutional hyponatremia,
yang ditandai oleh ekskresi natrium urin yang rendah dan pengurangan kemampuan buang air (oliguri
anuria). Gangguan sirkulasi sistemik yang berat ditandai dengan tekanan arteri yang rendah, peningkatan
cardiac output, dan penurunan total tahanan pembuluh darah sistemik. 4 Pada pasien sirosis hepatis, 80%
kasus SHR disertai asites, 75% disertai ensefalopati hepatic, dan 40% disertai ikterus.3
Tabel 3. Gangguan Hemodinamik yang Sering Ditemukan pada Sindrom Hepatorenal4
Cardiac output meningkat
11

Tekanan arterial menurun


Total tahanan pembuluh darah sistemik menurun
Total volume darah meningkat
Aktivasi sistem vasokonstriktor meningkat
Tekanan portal menigkat
Portosystemic Shunt
Tekanan pembuluh darah splanik menurun
Tekanan pembuluh darah ginjal menigkat
Tekanan arteri brachial dan femoral menigkat
Tahanan pembuluh darah otak menigkat
Secara klinis Sindroma Hepatorenal dapat dibedakan atas 2 tipe yaitu;
1. Sindroma Hepatorenal tipe I
Merupakan manifestasi yang sangat progresif, dimana terjadi peningkatan serum kreatinin dua kali
lipat.3 Tipe I ditandai oleh peningkatan yang cepat dan progresif dari BUN (Blood Urea Nitrogen) dan
kreatinin serum yaitu nilai kreatinin >2,5 mg/dl atau penurunan kreatinin klirens dalam 24 jam sampai
50%, keadaan ini timbul dalam beberapa hari hingga 2 minggu. 3,4 Gagal ginjal sering dihubungkan
dengan penurunan yang progresif jumlah urin, retensi natrium dan hiponatremi.4
Penderita dengan tipe ini biasanya dalam kondisi klinik yang sangat berat dengan tanda gagal hati
lanjut seperti ikterus, ensefalopati atau koagulopati. 4,6 Tipe ini umum pada sirosis alkoholik
berhubungan dengan hepatitis alkoholik, tetapi dapat juga timbul pada sirosis non alkoholik. Kira-kira
setengah kasus Sindroma Hepatorenal tipe ini timbul spontan tanpa ada faktor presipitasi yang
diketahui, kadang-kadang pada sebagian penderita terjadi hubungan sebab akibat yang erat dengan
beberapa komplikasi atau intervensi terapi, seperti infeksi bakteri, perdarahan gastrointestinal,
parasintesis. Peritonitis Bakteri Spontan (SBP) adalah penyebab umum dari penurunan fungsi ginjal
pada sirosis. Kira-kira 35% penderita sirosis dengan SBP timbul Sindroma Hepatorenal tipe I.4
Sindroma Hepatorenal Tipe I adalah komplikasi dengan prognosis yang sangat buruk pada
penderita sirosis, dengan mortalitas mencapai 95%. Rata-rata waktu harapan hidup penderita ini
kurang dari dua minggu, lebih buruk dari lamanya hidup dibanding dengan gagal ginjal akut dengan
penyebab lainnya.3,4,6

2. Sindroma Hepatorenal Tipe II


Merupakan bentuk kronis SHR.3 Tipe II SHR ini ditandai dengan penurunan yang sedang dan
stabil dari laju filtrasi glomerulus (BUN dibawah 50 mg/dl dan kreatinin serum < 2 mg / dl). Tidak
seperti tipe I SHR, tipe II SHR biasanya terjadi pada penderita dengan fungsi hati relatif baik.
Biasanya terjadi pada penderita dengan ascites resisten diuretik. Diduga harapan hidup penderita
dengan kondisi ini lebih panjang dari pada Sindroma Hepatorenal tipe I.3,4,6
12

3.2.

Diagnosis
Tidak ada tes yang spesifik untuk diagnostik sindrom hepatorenal. Diagnosis SHR selalu dibuat
setelah eksklusi gangguan-gangguan lain yang dapat menyebabkan gagal ginjal pada pasien sirosis. 8
Kriteria diagnostik yang dianut sekarang adalah berdasarkan International Ascites Clubs Diagnostic
Criteria of Hepatorenal Syndrome.

Tabel 4. Kriteria diagnostik Sindroma Hepato Renal berdasarkan International Ascites Club1-12
Kriteria Mayor
1. Penyakit hati akut atau kronik dengan gagal hati lanjut dan hipertensi portal.
2. GFR rendah, keratin serum >1,5 mg/dl (130 mol/L) atau kreatinin klirens
24 jam < 40 ml/mnt.
3. Tidak ada syok, infeksi bakteri sedang berlangsung, kehilangan cairan dan
mendapat obat nefrotoksik.
4. Tidak ada perbaikan fungsi ginjal dengan pemberian plasma ekspander 1,5
liter dan diuretik (penurunan kreatinin serum menjadi < 1,5 mg/dl atau
peningkatan kreatinin klirens menjadi > 40 ml/mnt)
5. Proteinuria < 0,5 g/hari dan tidak dijumpai obstruktif uropati atau
penyakitparenkim ginjal secara ultrasonografi
Kriteria Tambahan
1. Volume urin < 500 ml / hari
2. Natrium urin < 10 meq/liter
3. Osmolalitas urin > osmolalitas plasma
4. Eritrosit urin < 50 /lpb
5. Natrium serum <130 mEq/liter
*Semua kriteria mayor harus dijumpai dalam menegakkan diagnose Sindroma
Hepatorenal, sedangkan criteria tambahan merupakan pendukung untuk diagnose
Sindroma Hepatorenal

13

Gambar 7. Alur Diagnosis Sindroma Hepatorenal Pada Pasien Sirosis8


SHR perlu dibedakan dengan adanya kondisi penyakit hati bersamaan dengan penyakit ginjal atau
penurunan fungsi ginjal. Pada beberapa keadaan, diagnosis SHR mungkin dapat dibuat setelah
menyingkirkan Pseudohepatorenal Syndrome. Pseudohepatorenal syndrome adalah suatu keadaaan
terdapatnya kelainan fungsi ginjal bersama dengan gangguan fungsi hati yang tidak ada hubungan satu
sama lain. Beberapa penyeebab Pseudohepatorenal Syndrome adalah:3
-

Penyakit congenital, misalnya penyakit polikista ginjal dan hati

Penyakit metabolic, misalnya diabetes, amyloidosis, penyakit Wilson

Penyakit sistemik, misalnya SLE, arthritis rheumatoid, sarkoidosis

Penyakit infeksi, misalnya leptospirosis, malaria, hepatitis virus, dan lain-lain

Gangguan sirkulasi, misalnya syok, insufisiensi jantung

Intoksikasi, misalnya endotoksin, bahan kimia, gigitan ular, luka bakar, dan lain-lain

Medikamentosa, misalnya metoksifluran, halotan, sulfonamid, parasetamol, tetrasiklin, iproniazid

Tumor, misalnya hipernefroma, metastasis

Eksperimenta, misalnya defisiensi kolin, dan lain-lain.

14

BAB IV
PENATALAKSANAAN SINDROM HEPATORENAL

Sampai saat ini belum ada pengobatan efektif untuk SHR, oleh karena itu pencegahan terjadinya SHR
harus mendapat perhatian yang utama.3 Dengan mengetahui beberapa faktor pencetus timbulnya SHR pada
penderita sirosis dengan ascites, maka kita dapat mencegah timbulnya gagal ginjal pada penderita ini. 4 Ada
beberapa modalitas terapi digunakan pada penderita dengan SHR dengan efek yang hanya sedikit atau tidak ada
sama sekali.

4.1.

Penatalaksanaan Umum
SHR sebagian besar dipacu oleh ketidakseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien sirosis
hepatis.3 Oleh karena itu, pasien sirosis hepatis sangat sensitif dengan perubahan keseimbangan cairan dan
elektrolit, maka hindari pemakaian diuretik agresif, parasentesis asites, dan restriksi cairan yang
berlebihan.3
15

Terapi suportif berupa diet tinggi kalori dan rendah protein.


Koreksi keseimbangan asam basa
Hindari penggunaan OAINS
Peritonitis bakterial spontan pada SHR harus segera diobati sedini dan seadekuat mungkin.
Pencegahan ensefalopatik hepatik juga harus dilakukan dalam rangka mencegah SHR.
Hemodialisa belum pernah secara formal diteliti pada pasien SHR, namun tampaknya tidak cukup
efektif dan efek samping yang cukup berat, misalnya hipotensi, koagulopati, sepsis, dan perdarahn
saluran cerna.3,4

4.2.

Pengobatan Medikamentosa
Vasodilator
Karena penyebab langsung SHR adalah vasokonstriksi sirkulasi ginjal, tentu masuk akal jika kita
menduga perubahan hemodinamik ginjal dapat diubah dengan menggunakan vasodilator renal, seperti
dopamin, fenoldopam, dan prostaglandin atau obat-obat antagonis vasokonstriktor renal, seperti saralasin,
ACEI, dan antagonis endothelin. Akan tetapi, tidak ada penelitian yang menyatakan bahwa penggunaan
vasodilator renal menunjukkan perbaikan dalam perfusi ginjal atau GFR.1,10
Penelitian Barnardo dkk dan Bennett dkk melaporkan infus dopamin dosis rendah selama 24 jam
memperbaiki aliran darah korteks dan tampilan angiografi dari korteks renal tanpa memperbaiki GFR atau
aliran urin.1,2,4
Pemberian PGs intravena atau pengobatan dengan misoprostol (analog PGs oral aktif) pada penderita
sirosis hati dengan SHR juga tidak diikuti dengan perbaikan fungsi renal. 1,3,4 Pemberian antagonis
endothelin spesifik segera berhubungan dengan perbaikan fungsi ginjal pada pasien dengan SHR. 4 Karena
efek samping dan kurangnya manfaat, penggunaan vasodilator renal dalam SHR sudah banyak
ditinggalkan.1
Vasokonstriktor
Vasokonstriktor sistemik merupakan agen farmakologis yang paling menjanjikan dalam
manajemen SHR. Vasokonstriktor sistemik digunakan untuk mengatasi vasodilatasi splanik. 1,3
Vasokonstriktor meliputi vasopressin analog (ornipressin dan terlipressin), somatostatin analog
(octreotide), dan -adrenergik dengan agonis (midodrine dan norepinefrin).1
Pemberian vasokonstriktor segera (norepinefrin, angiotension II, ornipressin) pada pasien sirosis
dengan ascites dan SHR menyebabkan vasokonstriksi arteri, yang mana meningkatkan tekanan arteri dan
resistensi vaskuler sistemik.4
Infus ornipressin dikombinasikan dengan ekspansi volume atau dopamin dosis rendah, dikaitkan
perbaikan yang bermakna pada perfusi ginjal, peningkatan RPF, GFR, dan ekskresi natrium. 1 Penelitian
Guevara dkk menunjukkan bahwa pemberian kombinasi ornipressin dengan penambahan volume plasma
dengan albumin memperbaiki fungsi ginjal dan menormalkan perubahan hemodinamik pada pasien sirosis
dengan SHR. Tiga hari pengobatan dengan ornipressin dan albumin dapat menormalkan aktifitas yang
berlebihan dari renin angiotensin dan sistem saraf simpatis. Peningkatan kadar natriuetik peptide arteri
dan hanya memperbaiki sedikit fungsi ginjal.1,3,4 Pemberian ornipressin dan albumin selama 15 hari,
perbaikan fungsi ginjal dijumpai dengan peningkatan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus.
16

Tetapi, terapi ini dapat digunakan dengan kewaspadaan yang tinggi. Pada beberapa pasien hal ini tidak
dilanjutkan karena komplikasi iskemik.1,4,11
Kombinasi terlipressin dengan albumin berkaitan dengan peningkatan GFR yang signifikan,
peningkatan tekanan arterial, normalisasi kadar neurohumoral dan penurunan kadar kreatinin serum pada
42-77% kasus.1
Angeli dkk memberikan Midodrine dan Otreotide pada 13 penderita SHR tipe I, setelah 20 hari
pengobatan didapatkan penurunan aktifitas plasma renin, vasopressin dan glucagon, 1 penderita bertahan
hidup sampai 472 hari, 1 penderita dilakukan transplantasi hati dan yang lain meninggal setelah 75 hari
karena gagal hati.4 Octreotide merupakan vasokonstriktor alternatif bila terlipressin belum atau tidak
tersedia.3
Tabel 5. Obat-Obat untuk Terapi Sindrom Hepatorenal11

Portosystemic shunt
Akhir-akhir ini telah diperkenalkan suatu metode nonbedah dari kompresi portal yaitu
Transjugular intrahepatic portosystemic shunt (TIPS).4 Sebelumnya digunakan sebagai terapi alternatif
untuk pasien sirosis hepatis dengan perdarahan dari varises esofagus atau lambung yang
tidak menanggapi pengobatan endoskopik dan medis.4,5 Intervensi ahli radiologi akan menempatkan shunt
portacaval

side

to

side

yang

menghubungkan

parenkim hati.5

17

vena

portal

dan

vena

hati

dalam

TIPS mengurangi tekanan portal dan mengembalikan sebagian volume darah yang terakumulasi di
sirkulasi splanknikus ke sirkulasi sistemik. Hal ini akan menekan renin-angiotensin-aldosteron dan sistem
saraf simpatik dan mengurangi efek vasokonstriktor pada sirkulasi ginjal.5
Keuntungan metode ini dibanding dengan operasi portocaval shunt adalah penurunan mortalitas
akibat operasi. Komplikasi yang paling sering pada pasien yang mendapat pengobatan dengan TIPS
adalah hepatic encephalophaty dan obstruksi dari stent. Beberapa laporan yang melibatkan sejumlah
pasien cendrung memperlihatkan bahwa prosedur ini meningkatkan fungsi ginjal pada pasien sirosis hati
dengan SHR yang tidak dapat lagi untuk dilakukan transplantasi hati.4
Hubungan antara penurunan tekanan portal yang diinduksi oleh insersi TIPS dan perubahan yang
bermanfaat dalam faktor-faktor neurohumoral, fungsi ginjal pada pasien sirosis, dan asites refraktori.
Mekanisme TIPS pada efek tersebut masih spekulatif, namun mungkin akibat penurunan tekanan portal,
penekanan reflex hepatorenal, perbaikan volume sirkulasi.1
TIPS memberikan banyak keuntungan pada penatalaksanaan SHR. Walaupun demikian,
penggunaan TIPS masih memerlukan penelitian kontrol untuk dapat merokomendasikan. Guevara dkk
melakukan TIPS pada 7 penderita SHR tipe 1 dan menyimpulkan TIPS dapat memperbaiki fungsi
ginjal,menurunkan aktifitas renin angiotension dan sistem saraf simpatis3,4,6
Dialisa
Hemodialisa atau peritoneal dialisa telah dipergunakan pada penatalaksanaan penderita dengan
SHR, dan pada beberapa kasus dilaporkan dapat meningkatkan fungsi ginjal. Walupun tidak terdapat
penelitian kontrol yang mengevaluasi efektifitas dari dialisa pada kasus ini, tetapi pada laporan penelitian
tanpa kontrol menunjukkan efektifitas yang buruk, karena banyaknya pasien yang meninggal selama
pengobatan dan terdapat insiden efek samping yang cukup tinggi. Pada beberapa pusat penelitian
hemodialisa masih tetap digunakan untuk pengobatan pasien dengan SHR yang sedang menunggu
transplantasi hati.3,4
Transplantasi Hati
Transplantasi hati ini secara teori adalah terapi yang tepat untuk penderita SHR, yang dapat
menyembuhkan baik penyakit hati maupun disfungsi ginjalnya. Tindakan transplantasi ini merupakan
masalah utama mengingat prognosis buruk dari SHR dan daftar tunggu yang lama untuk tindakan tersebut
di pusat transplantasi. Segera setelah transplantasi hati, kegagalan fungsi ginjal dapat diamati selama 48
jam sampai 72 jam. Setelah itu laju filtrasi glomerulus mulai mengalami perbaikan. 3,4,5,6

18

Gambar 8. Patogenesis Sindrom Hepatorenal pada Sirosis, Berdasarkan Teori Vasodilatasi Arterial, dan
Intervensi Terapi Efektif8

DAFTAR PUSTAKA

1. Arroyo V, Gines P, Gerbes AL, et al. Definition and diagnostic criteria of refractory ascites and hepatorenal syndrome in
cirrhosis. International Ascites Club. Hepatology. Jan 1996;23(1):164-76.
19

2. Wadei Hani M, L Martin. Ahsan Mai Nasimul et al. Hepatorenal Syndrome: Pathophysiology and
Management. Clin J Am Soc Nephrol. 2009;5 (1): 10661079.
3. Setiawan, P. B, Hernomo K. Sindrom Hepatorenal. Dalam: ed. Sudoyo, Ari W dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2009. Hal 454 455
4. Lawrence SF.Liver, biliary tract, & pancreas. In: Lawrence MT,Stephen JM,Maxine AP, editors. Current Medical
Diagnosis & Treatment. San Fransisco: McGraw-Hill, 2003;p628-73.

5. L Dagher and K Moore. The hepatorenal syndrome.Gut 2001;49:729737


6. Arroyo V, Guevara M, Gins P. Gastroenterology 122 (2002) (6): 165876.
7. Arroyo Vicente, Guevara Monica, and Gini Pere. Hepatorenal Syndrome in Cirrhosis:Pathogenesis and
Treatment. Gastroenterology. 2002;122:1658-1676
8. Gines P Arroyo V. Hepatorenal syndrome. J Am Soc Nephrol. 1999:10;1833-9.
9. Salerno F, Gerbes A, Gines P, Wong F, Arroyo V. Diagnosis, prevention and treatment of hepatorenal syndrome in
cirrhosis. Gut 2007;56:131018.

10. Siebernagl S, Lang F. Color Atlas of Pathophisiology.2000.New York:Thieme


11. Gines Pere and Schrier Robert W et al. Renal Failure in Cirrhosis. NEJM 2009; 36 (10) :127-90.

20

21

22

23

24

25

26

Anda mungkin juga menyukai