Pemeriksaan Laboratorium Pada Sindrom Hepatorenal
Pemeriksaan Laboratorium Pada Sindrom Hepatorenal
Tinjauan Pustaka
Divisi Kimia Klinik
Suryarini Trisa
Coriejati Rita
Halaman
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................3
2.1 Definisi Sindrom Hepatorenal...........................................................................3
2.2 Klasifikasi Sindrom Hepatorenal.......................................................................4
2.2.1 Sindrom Hepatorenal Tipe 1...........................................................................4
2.2.2 Sindrom Hepatorenal Tipe 2...........................................................................4
2.3 Patofisiologi Sindrom Hepatorenal....................................................................5
2.3.1 Vasodilatasi Arteri Sistemik dan Vasokonstriksi Ginjal................................6
2.3.2 Aktivasi Mediator Vasoaktif...........................................................................7
2.3.3 Gangguan Regulasi Ginjal..............................................................................8
2.4 Diagnosis Sindrom Hepatorenal........................................................................9
2.5 Pemeriksaan Laboratorium pada Sindrom Hepatorenal..................................12
2.5.1 Pemeriksaan Laboratorium Fungsi Hepar....................................................12
2.5.2 Pemeriksaan Laboratorium Fungsi Ginjal....................................................12
2.5.3 Pemeriksaan elektrolit...................................................................................13
2.5.4 Pemeriksaan Laboratorium Penilaian Sepsis................................................14
2.5.5 Urinalisis pada Sindrom Hepatorenal...........................................................15
BAB III RINGKASAN..........................................................................................17
SUMMARY.............................................................................................................18
PUSTAKA ACUAN..............................................................................................19
i
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
fungsional dan progresif yang terjadi pada penyakit hepar lanjut. Keadaan ini
bersifat reversibel karena bukan disebabkan oleh kelainan struktural pada ginjal
namun terjadi karena gangguan sirkulasi sistemik yang bersifat kompleks akibat
kerusakan hepar.1
Hubungan antara penyakit hepar dan gagal ginjal telah diketahui sejak lama.
pasien dengan asites pada tahun 1877. Istilah sindrom hepatorenal kemudian
diperkenalkan pada tahun 1939 untuk menjelaskan terjadinya gagal ginjal yang
berhubungan dengan penyakit hepar.2 Koppel dkk pada tahun 1960 membuktikan
bahwa gagal ginjal yang terjadi bersifat fungsional karena ginjal penderita SHR
yang telah meninggal ternyata dapat ditransplantasikan dan berfungsi baik pada
Kemungkinan terjadinya SHR pada pasien sirosis dengan asites sekitar 18%
setelah satu tahun dan meningkat menjadi 39% setelah 5 tahun. 2 Dari keseluruhan
tersering sebanyak 42%, nekrosis tubular akut 38%, dan sindrom hepatorenal
dengan sirosis sebanyak 40%4 sedangkan Ruiz dkk mendapatkan bahwa pada
2
pasien sirosis yang diikuti selama 10 tahun terdapat 9% kasus yang berkembang
prognosis penyakit yang buruk serta perjalanan penyakit yang progresif dan cepat.
secara dini pada pasien dengan kegagalan fungsi hepar sehingga penanganan
Pada tinjauan pustaka ini akan dibahas mengenai definisi dan klasifikasi
TINJAUAN PUSTAKA
pada keadaan kegagalan fungsi hepar lanjut tanpa adanya kelainan ginjal
instrinsik. Keadaan ini ditandai dengan konstriksi sistem pembuluh darah ginjal
yang buruk dan kemungkinan kecil untuk kembali memiliki fungsi ginjal yang
sindrom hepatorenal sebagai sindrom yang dapat bersifat reversibel yang terjadi
pada pasien dengan sirosis, asites, dan kegagalan fungsi hepar. Keadaan ini
Keadaan ini juga dapat dijumpai pada kegagalan fungsi hepar yang akut. Sindrom
3
4
Pasien dengan penyakit hepar lanjut dapat mengalami sindrom hepatorenal tipe
1 atau tipe 2 yang dibedakan berdasarkan kecepatan penurunan fungsi ginjal dan
kali lipat (>2,5 mg/dL) dalam waktu dua minggu. Karakteristik tipe ini adalah
progresivitas yang cepat dan mortalitas yang tinggi. Sindrom hepatorenal tipe 1
Pada SHR tipe 2 kreatinin serum mengalami peningkatan secara perlahan dan
bertahap dalam hitungan minggu sampai bulan disertai penurunan laju filtrasi
hepar dan muncul tanpa adanya faktor pemicu. Rata-rata pasien dengan SHR tipe
suatu keadaan asites yang tidak berkurang atau muncul kembali dalam waktu
tabel 2.1
hepar yang bersifat kronis maupun akut dapat menyebabkan hipertensi portal.
Keadaan ini lebih lanjut akan menyebabkan vasodilatasi dan pengumpulan darah
6
(ginjal, hepar, otal, otot, kulit). Pada keadaan terminal, aktivasi sistem renin-
penurunan drastis perfusi ginjal dan LFG, peningkatan kadar kreatinin serum dan
regulasi ginjal.
Pada keadaan gangguan fungsi hepar lanjut dan terjadi hipertensi portal maka
darah di vaskularisasi splangnik akibat aliran darah yang tidak dapat memasuki
sirkulasi.14
patofisiologi SHR adalah nitrit oksida (NO) dan prostaglandin intrarenal. Nitrit
oxide synthase (eNOS) karena peningkatan shear stress dalam sirkulasi splangnik
dan sistemik. Pasien dengan sirosis dekompensata disertai asites memiliki kadar
nitrit oksida plasma lebih tinggi dibanding individu normal ataupun dengan pasien
8
sirosis kompensata. Kadar nitrit oksida yang tinggi berkorelasi dengan tingginya
menjadi antagonis vasokonstriksi yang terjadi di ginjal, namun pada SHR hal ini
tidak terjadi karena pada penyakit hepar lanjut juga terjadi peningkatan produksi
tinggi.13
terus berlanjut.13
Pada keadaan normal proses regulasi di ginjal akan menjaga aliran darah tetap
konstan walaupun terjadi fluktuasi pada tekanan darah arteri. Pada pasien dengan
sirosis atau penyakit hepar lanjut, aktivasi sistem saraf simpatis dan vasopressin
bergantung pada tekanan darah arteri dan akibatnya pada pasien sirosis sedikit
saja terjadi perubahan pada perfusi akan menyebabkan gangguan besar pada aliran
Sirosis
hipertensi portal
vasodilatasi splangnik
pengisian volume
arteri yang rendah
stimulasi sistem
vasokonstriktor
vasokonstriksi ginjal
sindrom hepatorenal
Gambar 2.1 Mekanisme Terjadinya Sindrom Hepatorenal
Disadur dari: Gines15
menegakkan diagnosis. Selain itu SHR merupakan diagnosis eksklusi yang artinya
pasien dengan penyakit hepar lanjut dengan asites. Kegagalan fungsi ginjal pada
SHR sering dihubungkan dengan oliguria, retensi natrium urine dan terjadinya
yang disebabkan oleh faktor lain harus disingkirkan. Diagnosis banding SHR
terutama adalah nekrosis tubular akut (NTA). Pasien dengan sirosis dapat
adanya perdarahan akut dari varises esofagus atau gaster yang pecah sehingga
granular atau silinder sel epitel sedangkan pada SHR tidak. Sindrom hepatorenal
prerenal sehingga sulit dibedakan dengan gagal ginjal prerenal dengan etiologi
yang sama seperti muntah dan diare hebat, perdarahan, diuretik, atau penggunaan
ginjal prerenal namun bila tetap tidak terjadi perbaikan dan dari pemeriksaan
ditegakkan.18 Penyebab gangguan ginjal fungsional pada sirosis dapat dilihat pada
tabel 2.3
seperti pada pasien dengan sirosis atau penyakit hepar lanjut lain pada umumnya.
12
dengan kondisi stabil dan rawat jalan. Monitoring dilakukan setiap 4 minggu
dengan pemeriksaan fungsi hepar seperti albumin, bilirubin total, direk, dan
merupakan penanda standar yang digunakan untuk menilai fungsi ginjal, namun
sebenarnya pada pasien dengan penyakit hepar lanjut kreatinin bukan merupakan
penanda yang ideal karena pasien SHR umumnya mengalami penurunan massa
otot akibat gangguan asupan makanan dan penurunan kemampuan dalam konversi
kreatin menjadi kreatinin. Sehingga tidak jarang ditemukan nilai kreatinin pada
pasien SHR berada dalam nilai rujukan. Namun International Ascites Club
keadaan lain yang dapat menyebabkan kegagalan fungsi ginjal akut pada pasien
prerenal yang ditandai dengan histologi ginjal normal, fungsi tubulus ginjal dan
menyerupai gagal ginjal akut yang disebabkan oleh dehidrasi berat akibat
esofagus/gaster yang pecah), atau akibat diuretik yang berlebihan. Apabila gagal
ginjal akut yang terjadi disebabkan oleh deplesi cairan maka tindakan rehidrasi
akan memperbaiki renal output sedangkan pada SHR tidak akan terjadi perbaikan.
Selain itu pada pemeriksaan urinalisis gagal ginjal akut prerenal umumnya dapat
Hiponatremia merupakan keadaan yang khas pada SHR akibat retensi cairan
dengan pelepasan vasopressin dengan kadar natrium urine yang rendah (<10
mEq/L). Pada pasien dengan sirosis yang disertai gagal ginjal apabila didapatkan
kadar natrium darah dalam batas normal maka klinisi harus mencari penyebab
gagal ginjal selain SHR. Pada pasien SHR dapat terjadi hiperkalemia, namun
14
Hiponatremia terjadi pada 20-30% pasien sirosis dengan asites dan ditandai
dengan kadar natrium serum <130 meq/L. Hiponatremia yang terjadi merupakan
Pasien dengan penyakit hepar lanjut dan gagal ginjal memiliki kerentanan
menyebabkan gangguan ginjal pada 10%-30% pasien dengan sirosis. Sekitar 28%
pasien dengan SBP akan berlanjut menjadi SHR. Penyebab SBP tersering adalah
asites pada SHR sama seperti gambaran asites pada sirosis tanpa komplikasi SHR.
Total protein asites dan serum asites albumin gradien (SAAG) merupakan
dan diagnosis SBP dapat ditegakkan bila jumlah PMN >250/mm 3. Pada asites
yang steril, jumlah lekosit umumnya kurang dari 100/mm3 dengan dominasi sel
morfonuklear (MN).20
Pemeriksaan kultur dari bahan pemeriksaan asites, darah, atau urine dapat
kemungkinan SBP dilakukan pada setiap pasien sirosis yang menjalani rawat inap
karena merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya SHR.20 Pada tabel 2.4 dapat
Pada pasien SHR terjadi oligouria sehingga volume urine yang dihasilkan pada
umumnya <500 mL/24 jam. Urinalisis pada SHR terutama ditujukan untuk
menilai sel, silinder, dan proteinuria. Pada SHR, karena merupakan gangguan
(<50/hpf) dan proteinuria (<500 mg/24jam). Hal ini untuk membedakan dengan
gagal ginjal yang disebabkan oleh adanya kelainan intrinsik ginjal. Pada tabel 2.5
Tabel 2.5 Parameter Pemeriksaan untuk Monitoring SHR pada Pasien Penyakit
Hepar Lanjut
Evaluasi Parameter
Laboratorium Fungsi hepar: PT/INR, bilirubin, protein,
albumin
Enzim hepar: AST, ALT
Fungsi ginjal: kreatinin serum dan elektrolit
Penilaian sepsis Darah lengkap
Kultur darah, urine.
Analisis cairan asites dan kultur
Pemeriksaan untuk menyingkirkan penyebab USG ginjal untuk menilai ukuran ginjal,
lain gagal ginjal kelainan parenkim, dan kemungkinan obstruksi
Urinalisis: menilai sel, silinder, proteinuria
Disadur dari: Wong8
BAB III
RINGKASAN
pada pasien penyakit hati lanjut dengan prognosis yang buruk. Mekanisme
ginjal karena aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron, saraf simpatis, dan
pelepasan vasopressin.
bilirubin, albumin, dan waktu protrombin. Kegagalan fungsi ginjal pada SHR
volume urine. Pemeriksaan kultur darah atau cairan asites dapat digunakan untuk
menentukan penyebab infeksi pada SBP karena merupakan pencetus SHR tipe 1.
dan cepat. Terapi definitif adalah hanya dengan melakukan transplantasi hepar.
17
SUMMARY
stage liver disease. Liver function laboratory examination including AST, ALT,
there was absent or a little abnormalities found beside low urine output. Blood or
ascites fluid culture may also need to be addressed since SBP are precipitating
Poor prognosis of SHR is due to its rapid and progresive disease. Currently,
18
PUSTAKA ACUAN
3. Koppel MH, Coburn JW, Mims MM, Goldstein H, Boyle JD, Rubini ME.
Transplantation of cadaveric kidneys from patients with hepatorenal
syndrome - evidence for the functional nature of renal failure in advanced
liver disease. N Engl J Med. 1969;280:1367-71.
5. Ruiz R, Barri YM, Jennings LW, Chinnakotla S, Goldstein RM, Levy MF,
et al. Hepatorenal syndrome: A proposal for kidney after liver
transplantation (KALT). Liver Transplantation. 2007;13(6):838-43.
10. Gustot T, Moreau R. Renal failure in cirrhosis. Dalam: Gerbes AL, editor.
Ascites, hyponatermia, and hepatorenal syndrome: progress in treatment.
Munich: Karger; 2011. hlm. 112-21.
19
12. Salerno F, Gerbes A, Gines P, Wong F, Arroyo V. Diagnosis, prevention,
and treatment of hepatorenal syndrome in cirrhosis. Gut 2007;56(9):1310-
8.
13. Wadei HM, Mai ML, Ahsan N, Gonwa TA. Hepatorenal syndrome:
pathophysiology and management. Clinical journal of the American
Society of Nephrology : CJASN. 2006 Sep;1(5):1066-79.
14. Wadei HM. Hepatorenal syndrome: a critical update. Semin Respir Crit
Care Med. 2012;33:55-69.
19. Fisher EM, Brown DK. Hepatorenal syndrome beyond liver failure. Adv
Crit Care. 2010;21(2):165-86.
20. Tsao GG. Ascites. Dalam: Dooley JS, Lok AS, Burroughs AK, Heathcote
J, editor. Sherlock's diseases of the liver and biliary system. Edisi ke-12.
West Sussex: Wiley Blackwell; 2011. hlm. 222.
20