Anda di halaman 1dari 18

KEPERAWATAN KRITIS

SISTEM RENAL : GAGAL GINJAL KRONIK

Kelompok VII

Gamar H. Kadir (NH0117045) Hania (NH0117048)

Fransiska Reanita (NH0117044) Hardiansyah (NH0117049)

Gretzia Heatubun (NH0117046) Huriyah (NH0117050)

Hajar Aswad (NH0117047) Iga Juwita Pratiwi (NH0117051)

SEKOLAH TIMGGI ILMU KESEHATAN NANI HASANUDDIN

MAKASSAR

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadiran Allah Swt, karena atas berkat dan
rahmat-Nya penyusun berhasil menyusun makalah Sistem Renal: Gagal Ginjal
Kronis. Makalah ini berusaha menjabarkan mengenai Patofisiologi, Farmakologi, dan
Terapi Diet pada kasus Gagal Ginjal Kronik. makalah ini bertujuan agar mahasiswa
lebih memahami materi pembelajaran tersebut.

Makassar, 09 Oktober 2020

Kelompok VII
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................1

DAFTAR ISI................................................................................................................2

BAB I............................................................................................................................3

PENDAHULUAN........................................................................................................3

A. Latar Belakang....................................................................................................3

B. Tujuan Penulisan................................................................................................3

BAB II...........................................................................................................................4

TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................4

A. Defenisi Penyakit Gagal Ginjal Kronik..............................................................4

B. Patofisiologi Penyakit Gagal Ginjal Kronik.......................................................5

C. Farmakologi Penyakit Gagal Ginjal Kronik.......................................................8

D. Terapi Diet Penyakit Gagal Ginjal Kronik.......................................................10

BAB III.......................................................................................................................14

PENUTUP..................................................................................................................14

A. Kesimpulan.......................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia.
Gagal ginjal merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan
lambat (biasanya berlangsung beberapa tahun. Penyakit ginjal kronik adalah
suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan
penurunan fungsi ginjal yang progesif, dan pada umumnya berakhir dengan
gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan
terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal .
Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) adalah
penyimpangan progresif, fungsi ginjal yang tidak dapat pulih dimana
kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan metabolik, dan cairan
dan elektrolit mengalami kegagalan, yang mengakibatkan uremia.

B. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui pengertian gagal ginjal kronik
2. Untuk mengetahui patofisiologi gagal ginjal kronik
3. Untuk mengetahui farmakologi gagal ginjal kronik
4. Untuk mengetahui terapi diet gagal ginjal kronik
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK

Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap-akhir merupakan gangguan


fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal
untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogenlain dalam darah).
[ CITATION Eli16 \l 1033 ]

Gagal Binjal kronik (Chronic Kidney Diseasel/CKD) adalah kehilangan


fungsi ginjal progresif, yang terjai berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, yag
dikarakterisasi degan perubahan struktur normal ginjal secara bertahap disetrtai
fibris interstisial.CKD dikategorikan menurut tingkat fungsi ginjal, berdasarkan
laju filtrasi glomerulus (Glomerular Filtration Rate/GFR), menjadi tahap 1
sampai tahap 5, dengan peningkatan nomor menjukkan peningkatan keparahan
penyakit, yang didefenisikan sebagai penurunan GFR. Sistem klasifikasi ini
diperoleh dari Nationol Kidney Foundation’s Kidney Dialysis Outcomes and
Quality Initiative (KDOQI), dan memperhitungkan kerusakan structural dari
kerusakan ginjal. CKD tahap 5, juga dikenal sebagai penyakit ginjal tahap akhir
(End Stage Renal Disease/ ERSD), terjadi ketika GFR turun sampai kurang dari
15mL/menit per 1,73 m2 luas permukaan tubuh. Pasien yang mengalami CKD
tahap 5 memerlukan dialysis berkepanjangan atau transplantasi ginjal untuk
mengurangi gejala uremik. [ CITATION Eli16 \l 1033 ]

Gagal ginjal kronik selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR.


Stadium-stadium gagal ginjal kronik didasarkan pada tingkat GFR yang tersisa
dan mencakup:
1. Penurunan cadangan ginjal, yang terjadi apabila GFR turun 50% dari normal.
2. Insufisiensi ginjal, yang terjadi apabila GFR turun menjadi 20-35% dari
normal. Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan
sendiri karena beratnya beban yang mereka terima.
3. Gagal ginjal, yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal. Semakinn
banyak nefron yang mati.
4. Penyakit ginjal stadium-akhir, yang terjadi apabila GFR menjadi kurang dari
5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh
ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus. [ CITATION Eli16 \l 1033 ]

B. PATOFISIOLOGI PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK

Beberapa susceptibility factor dapat meningkatkan risiko terjadinya


gangguan ginjal, namun tidak semua faktor tersebut menyebabkan kerusakan
ginjal. Faktor-faktor tersebut diantaranya usia lanjul, penurunan massa ginjal dan
kelahiran dengan bobot rendah (low birth weight), ras dan etnik minoritas,
riwayat keluarga, pendidikan atau pendapatan rendah, inflamasi sitemik, serta
dislipidemia. Faktor inisiasi (initiation factors) yang mengawali kerusakan ginjal
dan dapat dimodifikasi melalul terapi obat. Faktor inisiasi tersebut diantaranya
diabetes melitus, hipertensi, penyakit autoimun, penyakit ginjal polycystic, dan
toksisitas obat. [ CITATION Eli16 \l 1033 ]

Faktor progresif (progression factors) dapat mempercepat penurunan


fungsi ginjal setelah inisiasi gagal ginjal. Faktor-taktor tersebut dilantaranya
glikemia pada diabetes, hipertensi, proteinuria, dan merokok. Kebanyakan
nefropati progresil berakhir pada jalur umum menuju kerusakan parenkimal renal
ireversibel dan ESRD. Elemen utamanya adalah kehilangan massa nefron,
hipertensi kapilari glomerular, dan proteinuria. [ CITATION Eli16 \l 1033 ]
Secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut.

a. Pra renal

Aliran darah ke ginjal terganggu

Cairan tubuler menurun

Peningkatan reabsorpsi Na dan air

Terlarut dalam tubuler

Peningkatan tonus meduler

Memperbesar reabsorbsi ditubulus distal

Volume urine menurun,


Na menurun, Creatin meningkat
b. Renal
Renal

Osmolaritas dan creatinin menurun aliran urine menurun dan creatinin


meningkat
c. Post renal
Terhambatya urine keluar

Obstruksi

Kongesti

Aliran cairan tubuler menurun, IFG menurun

Reabsorbsi Na, air, urea meningkat

Sistem koligentes dilatasi

Merusak nefron

Kegagalan fungsi ginjal


C. FARMAKOLOGI PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK

1. Terapi Modifikasi Perkembangan Penyakit (Progression-Modifying


Therapies)

Penanganan CKD dapat dilakukan melalui terapi farmakologi dan non-


farmakologi. Strategi terapi yang digunakan dipilih berdasarkan pada ada atau
tidak adanya diabetes pada pasien.

2. Terapi Nonfarmakologi

Diet rendah protein (0,6 sampai 0,75 g/kg/hari) dapat membantu


memperlambat perkembangan CKD pada pasien dengan atau tanpa diabetes,
meskipun efeknya cenderung kecil.

3. Terapi Farmakologi
a. Pada Hiperglikemia

Terapi intensif pada pasien dengan diabetes tipe 1 dan 2 dapat


mengurangi komplikasi mikrovaskular, termasuk nefropati. Terapi
intensif dapat termasuk insulin atau obat oral dan melibatkan pengukuran
kadar gula darah setidaknya tiga kali sehari. Perkembangan CKD dapat
dibatasi melalui kontrol optimal terhadap hiperglikemia dan hipertensi.
Untuk informasi lain mengenai diabetes.

b. Pada Penderita Hipertensi

Kontrol tekanan darah yang memadai dapat mengurangi laju


penurunan GFR dan albuminuria pada pasien dengan atau tanpa diabetes.
Terapi antihipertensi untuk pasien CKD dengan diabetes atau tanpa
diabetes sebaiknya diawali dengan pemberian inhibitor ACE (angiotensin
converting enzyme) atau bloker reseptor angiotensin II. Bloker kanal
kalsium nondikidropiridin biasanya digunakan sebagai obat
antiproteinuria lini kedua apabila penggunaan inhibitor ACE atau bloker
reseptor angiotensin II tidak dapat ditoleransi. Klirens (clearance)
inhibitor ACE menurun pada kondisi CKD, sehingga sebaiknya terapi
dimulai dengan pemberian dosis terendah yang memungkinkan diikuti
dengan titrasi meningkat untuk mencapai target tekanan darah dan,
sebagai tambahan, mengurangi proteinuria. GFR umumnya menurun 25%
Sampal 30% dalam 3 sampai 7 hari setelah memulai terapi dengan
inhibitor ACE karena obat golongan tersebut mengurangi tekanan
intraglomerular. Peningkatan perlahan kreatinin serum lebih dari 30%
setelah inisiasi terapi dapat terjadi akibat inhibitor ACE dan penghentian
penggunaan sangat disarankan. Kadar serum potassium sebaiknya
dimonitor untuk mendeteksi perkembangan hiperkalemia setelah inisiasi
atau peningkatan dosis inhibitor ACE.

c. Hiperlipidemia

Penbatasan asupan protein, penggunaan obat-obatan penurun


kolesterol, penghentian kebiasaan merokok, dan manajemen anemia dapat
membatu memperlambat laju perkembangan penyakit CKD. Tujuan
utama (primer) penggunaan obat-obatan penurun kolesterol pada kondisi
CKD adalah untuk menurunkan risiko perkembangan penyakit
kardiovaskular aterosklerosis. Tujuan kedua (sekundernya) adalah untuk
mengurangi terjadinya proteinuria dan penurunan fungsi ginjal, yang
terlihat pada penggunaan statin (inhibitor 3-hidroksi-3-metilglutaril
koenzim A reduktase/Inhibitor HMG A reduktase).
D. TERAPI DIET PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK

Penatalaksanaan Nutrisi pada PGK Intervensi diet pada PGK meliputi


pengaturan asupan protein, energi, phosphate, sodium, potassium, kalsium,
pengaturan intake cairan, vitamin dan mineral. Asupan nutrisi tergantung dari
stadium PGK dan pada pasien yang menjalani dialisis tergantung dari jenis
dialisis yang dijalani. Sebelum memberi terapi nutrisi harus dilakukan penilaian
status nutrisi terlebih dahulu. Penilaian status nutrisi pada pasien PGK tidak
dapat menggunakan satu parameter saja, tetapi meliputi beberapa parameter
seperti antropometri, biokimia, klinis, food recall dan malnutrition inflammation
score (MIS). Indikator malnutrisi adalah: SGA (B) dan (C), albumin serum <3,8
g/dl, kreatinin serum < 10 mg/dl, IMT <20 kg/m2, kolesterol <147 mg/dl,
prealbumin serum < 30 mg/dl.5 berikut ini adalah rekomendasi nutrisi harian
pada pasien PGK.

Nutrient Stadium 1-4 Hemodialisis Peritoneal Dialisis


Protein LFG >30
mL/min/1.73 m2:
≥0.8 g/kg/hari ≥1.2 g/kg/hari
≥1.2-1.3 g/kg/hari
LFG 15-29 dengan paling
paling sedikit
mL/min/1.73 m2: sedikit 50% HBV
50% HBV
0.6-0.75 g/kg/hari
Sindrom Nefrotik:
0.8-1.0 g/kg/hari
≥60 tahun : 30-35
Energi (jika
35-40 kkal/kg, kkal/kg termasuk
pasien <90% atau ≥60 tahun: 30-35
tergantung status kalori dialisat
>115% dari rata- kkal/kg <60 tahun
nutrisi dan faktor <60 tahun: 35
rata BB standar, : 35 kkal/kg
stres kkal/kg termasuk
gunakan aBWef)
kalori dialisat
10-20 mg/g
900 mg/hari atau 900 mg/hari atau
Fosfat protein atau 600-
or <17 mg/kg/hari <17 mg/kg/hari
800 mg/hari
Tidak dilarang
pada CAPD and
APD: kira-kira
Biasanya tidak 40 mg/kg atau
30004000 mg/hari
dilarang sampai kira-kira
Potassium (80-105
LFG <10 20003000 mg/hari
mmol/hari)
mL/min/1.73 m2 (5080 mmol/hari)
kecuali serum
level meningkat
atau menurun
CAPD dan APD,
kira-kira 2000-
3000 mL/hari
500-1000 mL/hari berdasarkan status
Berdasarkan
Cairan ditambah jumlah klinis; tidak
status klinis
urin perhari dilarang jika BB
dan TD terkontrol
dan sisa fungsi
ginjal 2-3 L/hari
800 mg/hari atau
bila perlu untuk Sama seperti Sama seperti
Calcium
menjaga target CKD stadium 1-4 CKD stadium 1-4
level serum
Vitamins and RDA untuk Vitamin C, 60- Sama seperti
minerals vitamin B 100 mg; vitamin hemodialysis
complex dan C; B6, 510 mg; folic
zinc, iron, acid, 0.8-1 mg;
calcium, and DRI for others;
individualize
zinc, calcium,
vitamin D
iron, and vitamin

Bervariasi Tergantung
menurut pemeriksaan
2000-3000
Sodium penyebab CKD; fisik CAPD dan
mg/hari (88-130
biasanya “no APD, 3000-4000
mmol/hari)
added salt” (i.e., mg/hari (130175
2-4 g/hari) mmol/hari)

1. Diit Rendah Protein / Low Protein Diet (LPD) pada PGK [ CITATION Yen15 \l
1033 ]
Peningkatan asupan protein telah terbukti dapat mempengaruhi
hemodinamik ginjal dan berperan terhadap kerusakan fungsi dan jaringan
ginjal. Diet rendah protein memiliki peran penting dalam terapi penyakit
ginjal kronik (PGK). Terapi LPD telah dikenal sejak lama. Terapi LPD pada
PGK telah diketahui memberi manfaat menurunkan akumulasi toksin uremik
sehingga mengurangi gejala uremia, menurunkan proteinuria, dan
memperlambat inisiasi TPG.
Modifikasi diet protein pada pasien PGK dapat dibagi menjadi :
a. protein sangat rendah, kurang dari 0,3 g/kg BB;
b. diet protein rendah, 0,6-0,8 g/kg BB, dan
c. diet protein normal, 1-1,2 g/kg BB.

Pada berbagai studi prospektif diet protein sangat rendah secara nyata
dapat menurunkan progresifitas penyakit ginjal kronik, namun risiko
malnutrisi meningkat pada pasien. Kapan kita memulai LPD pada PGK
sampai saat ini masih diperdebatkan. Batasan LFG untuk memulai diet
rendah protein belum ditetapkan. Sebagian besar nefrologist menganjurkan
agar diet rendah protein sudah dimulai pada saat LFG <60 ml/mnt/1.73 m
(PGK stadium 3). Penurunan tersebut harus dilakukan secara progresif
berdasarkan stadium PGK dan banyaknya intake protein dari setiap pasien.

2. Implikasi Klinis Diet Rendah Protein [ CITATION Yen15 \l 1033 ]


Penelitian mengenai implikasi diet rendah protein pada pasien PGK
telah banyak dilakukan. Di bawah ini adalah beberapa penelitian mengenai
diet rendah protein:
a. Hansen HP et al pada tahun 2004 melaporkan penelitian mengenai
efek diet dengan restriksi protein terhadap prognosis pada pasien
dengan nefropati diabetes. Pada penelitian ini didapatkan bahwa
penurunan intake protein sebesar 0,2 g/kgbb/hari secara efektif dapat
memperbaiki gangguan metabolic pada kondisi uremia, asidosis
metabolic dan hiperfospatemia pada pasien PGK.
b. Bellizi dkk melaporkan bahwa pembatasan intake protein yang lebih
besar pada PGK dapat memperbaiki profil lipid dengan menurunkan
kadar kolesterol, trigliserida, Apo A1 dan rasio APO A1:Apo-B.
c. Cianciaruso dkk melaporkan bahwa diet protein 0,6 gr/kgbb/hari
menunjukkan control asidosis metabolic dan hiperparathiroidisme
yang lebih baik dibandingkan dengan diet protein 0,8 gr/kgbb/hari.
d. Diet sangat rendah protein juga dapat memperbaiki beberapa factor
risiko kardiovaskuler yang berhubungan dengan keadaan uremia,
memperbaiki kondisi anemia dan dapat mengontrol TD pada PGK.

3. Peranan Asam Keto pada Diit Rendah Protein


Dengan penerapan diet rendah protein, terutama diet sangat rendah
protein, disarankan untuk menambahkan penderita dengan α-ketoacid atau
asam amino esensial untuk menghindari malnutrisi. Suplemen α-ketoacid
lebih efektif daripada asam amino esensial dalam memperlambat
perjalanan gangguan ginjal.[ CITATION Yen15 \l 1033 ]
Asam keto adalah asam amino yang mengalami deaminasi dengan
rantai karbon yang tidak mengandung gugus amino. Asam keto tidak
mengandung nitrogen dan tidak menghasilkan nitrogen sehingga tidak
membebani ginjal. Asam keto digunakan sebagai pengganti asam amino
yang tidak mengandung nitrogen pada berbagai kelainan yang
menyangkut retensi nitrogen atau intoleransi protein. Transaminasi dari
sebagian besar asam amino menjadi analog ketonya bersifat reversible.
Keadaan ini menyebabkan dimungkinkannya penggunaan α–keto
analogues of branch-chainamino acids atau branched-chain keto acids
(BCKA) sebagai pengganti diet asam amino pada pasien uremia. Dalam
klinik bahan campuran tersebut diberikan bersama-sama dengan
pembatasan diet protein untuk memperbaiki compliance pasien serta
meningkatkan asupan asam amino essensial. Jadi analog bebas nitrogen
dari beberapa asam amino essensial tersebut dapat secara penuh
menggantikan asam aminonya dalam diet dan mampu memelihara nutrisi
bila diberikan dengan diet yang mengandung protein amat rendah dalam
jangka panjang. [ CITATION Yen15 \l 1033 ]
Penelitian terbaru dari Teplan dkk menyimpulkan bahwa penggunaan
jangka panjang dari asam keto/amino pada pasien yang mendapat terapi
diet rendah protein dan r EPO signifikan memperbaiki tidak hanya
metabolisme protein tetapi juga metabolism lipid, menurunkan proteinuria
dan dan juga dapat memperlambat penurunan LFG pada pasien PGK.
Walaupun mekanismenya belum jelas, peneliti menyarankan terapi diet
rendah protein, EPO dan tambahan asam keto dapat dipakai dalam terapi
konservatif PGK.[ CITATION Yen15 \l 1033 ]

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Gagal ginjal kronik/ CKD atau penyakit renal tahap-akhir merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogenlain dalam
darah).[ CITATION Eli16 \l 1033 ]
Penanganan CKD dapat dilakukan melalui terapi farmakologi dan non-
farmakologi. Strategi terapi yang digunakan dipilih berdasarkan pada ada atau
tidak adanya diabetes pada pasien. Terapi non farmakologis dapat dilakukan
dengan diet rendah protein (0,6 sampai 0,75 g/kg/hari) dapat membantu
memperlambat perkembangan CKD pada pasien dengan atau tanpa diabetes,
meskipun efeknya cenderung kecil.

DAFTAR PUSTAKA
Kadrianti, Yenny. "Penatalaksanaan Nutrisi pada Penyakit Ginjal Kronik ." Journal
Kesehatan UNUD, 2015: 31-37.

Sukandar, Elin Yulinah. ISO FARMAKOTERAPI 2. Jakarta Barat: Penerbit Ikatan


Apoteker Indonesia, 2016

Anda mungkin juga menyukai