Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CKD

DENGAN ANSIETAS DI RUANG HEMODIALISIS

RSUD LAWANG

Oleh :

Setiajeng Putriani

NIM: 2021001801

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN

MALANG

2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pasien CKD dengan Ansietas di Ruang
Hemodialisis RSUD Lawang, Kab. Malang, yang Dilakukan Oleh:

Nama : SETIAJENG PUTRIANI

NIM : 2021001801

Prodi : PENDIDIKAN PROFESI NERS

Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas praktik Progam Pendidikan Profesi
Ners Departemen KMB, yang dilaksanakan pada tanggal 24 Mei - 29 Mei 2021 yang
telah disetujui dan disahkan pada:

Hari : Selasa

Tanggal : 1 Juni 2021

Malang, 1 Juni 2021

Mengetahui,

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

1. Definisi

(.............................................) (.............................................)
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA

PASIEN CKD DENGAN ANSIETAS

I. Konsep Hemodialisis

a. Pengertian (Chronic Kidney Desease) CKD


(Chronic Kidney Desease) CKD atau gagal ginjal kronis adalah hilangnya
fungsi ginjal. Apabila hanya 10 % dari ginjal yang berfungsi pasien dikatakan
sudah sampai pada penyakit ginjal End Stage Renal Desease atau penyakit ginjal
tahap akhir. Awitan gagal ginjal mungkin akut yaitu berkembang sangat cepat
dalam beberapa jam dan dalam beberapa hari gagal ginjal dapat juga menjadi
kronik, yaitu terjadi perlahan dan mungkin dalam beberapa tahun. Gagal ginjal
akut merupakan penurunan fungsi ginjal tiba - tiba yang ditentukan dengan
peningkatan kadar BUN dan kreatinin plasma. Haluaran urin dapat kurang dari
40 ml/jam (oliguria), Acute Renal Failure atau gagal ginjal akut terbagi sesuai
etiologinya meliputi prarenal, renal, dan post renal (Marry et al,. 2009). Gejala-
gejala gagal ginjal akut dapat dikelola dan fungsi ginjal dapat dikembalikan
dengan perawatan medis tepat waktu, gejala gagal ginjal akut dapat memburuk
dan juga berkembang menjadi gagal ginjal kronis.
Chronic kidney desease (CKD) atau gagal ginjal kronis adalah kegagalan
fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan
dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi
penumpukan sisa metabolit (toksis uremik) di dalam darah (Arif, 2012). CKD
terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak massa nefron ginjal dan
merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat dan biasanya
berlangsung pada beberapa tahun (Wilson, 2011).

b. Etiologi
Penyebab CKD (Chronic Kidney Desease) menurut Lorraine (2006) meliputi,
1. Penyakit infeksi tubulointestinal: pielonefritis kronik atau refluks nefropati
2. Penyakit peradangan: glumerulonefritis
3. Penyakit vascular hipertensif: nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna,
stenosis arteria renalis
4. Gangguan jaringan ikat: lupus eritomatosus sistemik, poliarteritis nodosa,
sclerosis sistemik progresif
5. Gangguan genitasl dan herediter: penyakit ginjal polikistik
6. Asidosis tubulus ginjal
7. Penyakit metabolic: Diabetes Mellitus, Gout, Hiperparatiroidisme, Amyloidosis
8. Nefropati toksik: penyalahgunaan analgesic, nefropati timah
9. Nefropati obstruksif: traktus urinarius bagian atas, batu, neoplasma, fibrosis,
retroperitoneal, traktus urinarius bagian bawah, hipertrofi prostat, striktur uretra,
anomaly kongenital leher vesika urinaria dan uretra.

c. Klasifikasi
1. Menurut tahapan perkembangan:
a) Penurunan cadangan ginjal, sekitar 40-75% nefron tidak berfungsi. Laju filtrasi
glomerulus 40-50% normal. BUN dan kreatinin serum masih normal, pasien
asimtomatik.
b) Gagal ginjal, 75-80% nefron tidak berfungsi, laju filtrasi glomerulus 20-40%
normal. BUN dan kreatinin serum mulai meningakat anemia ringan dan
azotemia ringan, nokturia dan poliuri
c) Gagal ginjal, laju filtrasi glomerulus 10-20% normal. BUN dan kreatinin serum
meningkat, anemia, azotemia, dan asidosis metabolic. Berat jenis urin, Poliuri
dan nokturia. Gejala gagal ginjal
d) End stage renal desease, lebih dari 85% nefron tidak berfungsi, laju filtrasi
glomerulus kurang dari 10% normal. BUN dan Kreatinin tinggi, anemia,
azotemia dan asidosis metabolic. Berat jenis urine tetap 1, 010, Oliguria dan
gejala gagal ginjal (Baradero, Mary., et al, 2009).

2. Menurut progresivitas penurunan Laju Filtrasi Glomerulus

Elizabeth (2009) menyebutkan dalam bukunya bahwa The U. S. national


Kidney Foundation’s Kidney Desease Outcomes Quality Initiative menjelaskan
stadium penyakit ginjal kronis berdasarkan ada tidaknya gejala dan progresivitas
penurunan GFR yang dikoreksi per ukuran tubuh (per 1,73 m2). GFR normal
pada dewasa kira-kira 120-130 ml per menit.
Stadium penyakit ginjal adalah sebagai berikut:
a) Stadium 1: Kerusakan ginjal (kelainan atau gejala dari patologi kerusakan,
mencakup kelainan dalam pemeriksaan darah atau urine atau dalam
pemeriksaan pencitraan) dengan Laju filtrasi glomerulus (GFR) normal atau
hamper normal, tepat atau diatas 90 ml/menit (≥75% dari nilai normal).
b) Stadium 2: laju filtrasi glomerulus antara 60-89 ml/menit (kira-kira 50% dari
nilai normal), dengan tanda- tanda kerusakan ginjal. Stadium ini dianggap
sebagai salah satu tanda penurunan cadangan ginjal. Nefron yang tersisa
dengan sendirinya sangat rentan mengalami kegagalan fungsi saat terjadi
kelebihan beban.
c) Stadium 3: laju filtrasi glomerulus antara GFR 30-59 ml/ menit (20%-50% dari
nilai normal) insufisiensi ginjal dianggap dianggap terjadi pada stadium ini.
Nefron terus menerus mengalami kerusakan.
d) Stadium 4: laju filtrasi glomerulus 15-29 ml/menit (12%-24% dari nilai
normal) dengan hanya sedikit nefron yang tersisa.
e) Stadium 5: Gagal ginjal stadium lanjut, laju filtrasi glomerulus kurang dari 15
ml/ menit (<12% dari nilai normal) nefron yang berfungsi tinggal beberapa.
Terbentuk jaringan parut dan atrofi tubulus ginjal.

d. Respons Gangguan pada CKD (Chronic Kidney Desease)


1. Ketidakseimbangan cairan
Pertama ginjal kehilangan fungsinya sehingga tak mampu untuk
memekatkan urin (hipothenuria) karena peningkatan beban nefron dan
kehilangan cairan yang berlebihan (poliuri). Terjadi osmotic diuretic
menyebabkan seorang menjadi dehidrasi. Jika jumlah nefron yang rusak
meningkat, maka ginjal tak mampu menyaring urine (isothenuria). Pada
tahap ini glomerulus menjadi kaku dan plasama tidak dapat difilter dengan
mudah melalui tubulus, maka akan terjadi kelebihan cairan dengan retensi
air dan natrium
2. Ketidakseimbangan Natrium
Ketidakseimbangan natrium merupakan masalah yang serius dimana
ginjal dapat mengeluarkan sedikitnya 20-30 mEq natrium setiap hari atau
dapat meningkat sampai 200 mEq/hari. Variasa kehilangan natrium
berhubungan dengan intact nephron theory. Dengan kata lain, bila terjadi
kerusakan nefron maka tidak terjadi pertukaran natrium. Nefron menerima
kelebihan natrium sehingga menyebabkan GFR menurun dan dehidrasi.
Kehilangan natrium lebih meningkat pada gangguan gastrointestinal,
terutama muntah dan diare. Hal ini memperburuk hiponatremi dan dehidrasi.
3. Ketidakseimbangan Kalium
Jika kesimbangan cairan dan asidosis metabolic terkontrol, maka
hiperkalemia jarang terjadi sebelum stadium IV. Keseimbangan kalium
berhubungan dengan sekresi aldosterone. Selama urine output
dipertahankan, kadar kaliumbiasanya terpelihara. Hiperkalemia terjadi
karena pemasukan kalium yang berlebihan, dampak pengobatan
hiperkatabolik (infeksi) atau hyponatremia. Hiperkalemia juga merupakan
karakteristik dari tahap uremia.
Hipokalemia terjadi pada keadaan muntah dan diare berat, pada penyakit
tubuler ginjal dan penyakit nefron ginjal dimana kondisi ini akan
menyebabkan ekskresi kalium meningkat.
4. Ketidakseimbangan asam basa
Asidosis metabolic terjadi pada ginjal karena tidak mampu
mengekskresikan ion hydrogen untuk menjaga PH darah normal. Disfungsi
renal tubuler mengakibatkan ketidakmampuan pengeluaran ion H dan pada
umumnya penurunan ekskresi H+ sebanding dengan penurunan GFR. Asam
yang terus menerus terbentuk oleh metabolisme dalam tubuh dan tidak
difiltrasi secara efektif.
5. Ketidakseimbangan magnesium
Maknesium pada GGK tahap awal adalah normal, tetapi menurun secara
progresif dalam ekskresi urin sehingga menyebabkan akumulasi. Kombinasi
penurunan ekskresi dan intake yang berlebihan pada hipermagnesemia dapat
mengakibatkan henti napas dan jantung.
6. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfor
Secara normal kalsium dan fosfor dipertahankan oleh paratiroid hormone
yang menyebabkan ginjal mereabsorbsi kalsium. Mobilisasi kalsium dari
tulang, dan depresi reabsorbsitubuler dari fosfor. Bila fungsi ginjal menurun
20-15% dari normal, hiperfosfatemia dan hipokalsemia terjadi sehingga
timbul hyperparatiroidisme sekunder. Metabolisme vitamin D terganggu dan
bila hiperparathyroidisme berlangsung dalam waktu lama dapat
mengakibatkan osteorenal dystrophy
7. Anemia
Penurunan kadar HB disebabkan oleh kerusakan produksi eritropoetin,
masa hidup sel darah merah memendek karena perubahan plasma,
peningkatan kehilangan sel darah merah karena ulserasi gastrointestinal,
dialysis, dan pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium, intake
nutrisi tidak adekuat, defisiensi folat, defisiensi iron, zat besi, peningkatan
hormone paratiroid merangsang jaringan fibrosa atau osteitis fibrosis
menyebabkan produksi sel darah merah menurun.
8. Ureum kreatinin
Urea merupakan hasil metabolic protein yang meningkat (terakumulasi).
Kadar BUN bukan indicator yang tepat dari penyakit ginjal sebab
peningkatan BUN dapat terjadi pada penurunan GFR dan peningkatan intake
protein. Penilaian kreatinin serum adalah indicator yang lebih baik pada
gagal ginjal sebab kreatinin diekskresikan sama dengan jumlah yang
diproduksi tubuh.
(Arif, 2012)
e. Pengkajian Diagnostik
1. Laboratorium
a) LED meninggi yang diperberat oleh anemia, hypoalbuminemia, anemia
normositer dan jumlah retikulosit yang rendah.
b) Ureum kreatinin yang meninggi, biasanya perbandingannya 20:1.
Perbandingan juga bisa meninggi karena perdarahan saluran cerna,
demam, lika bakar, pengobatan steroid dan obstruksinsaluran kemih.
c) Hiponatremia: umunya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia: biasanya
terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunya diuresis
d) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia karena berkurangnya sintesis vitamin
D pada GGK
e) Phosphate alkaline meninggiakibat gangguan pada metabolisme tulang,
terutama isoenzim fosfatase lindi tulang.
f) Huipoalbuminemia dan hipokolesterolemia karena gangguan
metabolisme dan diet rendah protein
g) Hiperglikemia karena gangguan metabolisme karbohidrat
h) Hipertrigliserida akibat gangguan metabolisme lemak dan peninggian
hormone insulin
i) Asidosis metabolic dengan kompensasi respirasi menunjukan Ph
menurun.
2. Pemeriksaan Diagnostik lain
a) Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan ukuran ginjal
b) IVP intavena pielografi untuk menilai system pelviokalesis dan ureter.
c) USG untuk mengukur bentuk, besar, kepadtan parenkim ginjal,
kepadatan anatomi system pelviokalesis, ureter proksimal, kandung
kemih dan prostat.
d) Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri.
e) EKG untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kir, tanda tanda
pericarditis, aritmia dan gangguan elektrolit (hiperkalemia).

f. Penatalaksanaan Chronic Kidney Desease (CKD)


Tujuan penatalaksanaan CKD adalah untuk mempertahankan fungsi
ginjal dan homeostasis selama mungkin. Penatalaksanaan CKD dibagi menjadi
dua tahap. Tahap pertama adalah tindakan konservatif, untuk meredakan atau
memperlambat gangguan fungsi ginjal progresif, mencegah dan mengobati
komplikasi yang terjadi. Penanganan konservatif CKD dilakukan ketika tindakan
konservatif tidak lagi efektif berupa terapi pangganti ginjal (Lemone & Burke,
2008). Terapi pengganti ginjal menjadi pilihan untuk mempertahankan fungsi
normal ginjal, menghindar komplikasi dan memperpanjang usia pasien ESRD
(Shahgholian, et al., 2008). Ada tiga terapi pengganti ginjal yaitu hemodialisis,
peritoneal dialisis dan transplantasi ginjal. Hemodialisis merupakan terapi
pengganti ginjal yang paling banyak dilakukan didunia dan jumlahnya dari
tahun ke tahun terus meningkat (Shahgholian, et al., 2008).
Penatalaksanaan untuk mengatasi penyakit CKD (Chronic Kidney Desease)
menurut Smeltzer dan Bare (2001) yaitu:
1. Penatalaksanaan untuk mengatasi komplikasi:
a) Hipertensi diberikan antihipertensi yaitu Metildopa (Aldomet), Propanolol
(Inderal), Minoksidil (Loniten), Klonidin (Catapses), Beta Blocker,
Prazonin (Minipress), Metrapolol Tartrate (Lopressor).
b) Kelebihan cairan diberikan diuretic diantaranya adalah Furosemid (Lasix)
yang salah satu efek sampingnya hiponatremia, Bumetanid (Bumex),
Torsemid, Metolazone (Zaroxolon), Chlorothiazide (Diuril).
c) Peningkatan trigliserida diatasi dengan Gemfibrozil.
d) Hiperkalemia diatasi dengan Kayexalate, Natrium Polisteren Sulfanat.
e) Hiperurisemia diatasi dengan Allopurinol
f) Osteodistoofi diatasi dengan Dihidroksiklkalsiferol, alumunium
hidroksida.
g) Kelebihan fosfat dalam darah diatasi dengan kalsium karbonat, kalsium
asetat, alumunium hidroksida.
h) Mudah terjadi perdarahan diatasi dengan desmopresin, estrogen
i) Ulserasi oral diatasi dengan antibiotic.
2. Diet yang diberikan pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal tahap akhir
dengan terapi pengganti, jika hasil tes kliren kreatinin < 15 ml/ menit. Tujuan
Diet menurut Kementrian kesehatan RI 2011 yaitu Mencukupi kebutuhan zat
gizi sesuai kebutuhan perorangan agar status gizi optimal, Menjaga
keseimbangan cairan dan elektrolit. Menjaga agar penumpukan produk sisa
metabolisme protein tidak berlebihan. Pasien mampu melakukan aktifitas
normal seharihari. Syarat Diet:
a) Energi 30-35 kkal/kg BBI/hari
b) Protein 1,1-1,2 gr/kgBBI/hari, 50 % protein hewani dan 50 % protein
nabati.
c) Kalsium 1000 mg/hari
d) Batasi garam terutama bila ada penimbunan air dalam jaringan tubuh
(edema) dan tekanan darah tinggi.
e) Kalium dibatasi terutama bila urin kurang dari 400 ml atau kadar kalium
darah lebih dari 5,5 m Eq/L
f) Jumlah asupan cairan = jumlah jumlah urin 24 jam + (500 ml – 750 ml).
3. Asidosis metabolic diatasi dengan suplemen natrium karbonat.
4. Abnormalitas neurologi diatasi dengan Diazepam IV (valium), fenitonin
(dilantin).
5. Anemia diatasi dengan rekombion eritropoitein manusia (epogen IV atau SC 3x
seminggu), kompleks besi (imferon), androgen (nandrolandekarnoat/deca
durobilin) untuk perempuan, androgen (depo-testoteron) untuk pria, transfuse
Packet Red Cell/PRC.
6. Terapi pengganti ginjal meliputi, Cuci darah (dialisis) yaitu dengan hemodialisa
maupun peritoneal dialisa, Transplantasi ginjal dan menurut terapi yang paling
sering dipilih oleh penderita CKD adalah Hemodialisa.

II. Konsep Kecemasan


a. Pengertian
Banyak ahli mendefinisikan mengenai ansietas. Berikut ini adalah salah satu
definisi dari ansietas seperti pengertian ansietas dari Stuart dan Laraia (2005) yang
mengatakan bahwa ansietas memiliki nilai yang positif. Karena dengan ansisetas
maka aspek positif individu berkembang karena adanya sikap konfrontasi
(pertentangan), antisipasi yang tinggi, penggunaan pengetahuan serta sikap
terhadap pengalaman mengatasi kecemasan. Tetapi pada keadaan lanjut perasaan
cemas dapat mengganggu kehidupan seseorang. Kecemasan merupakan suatu
respon psikologis maupun fisiologis individu terhadap suatu keadaan yang tidak
menyenangkan, atau reaksi atas situasi yang dianggap mengancam (Hulu &
Pardede, 2016).

b. Tanda dan Gejala


1. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri serta mudah
tersinggung.
2. Pasien merasa tegang, tidak tenang, gelisah dan mudah terkejut.
3. Pasien mengatakan takut bila sendiri, atau pada keramaian dan banyak orang.
4. Mengalami gangguan pola tidur dan disertai mimpi yang menegangkan.
5. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.
6. Adanya keluhan somatik, mis rasa sakit pada otot dan tulang belakang,
pendengaran yang berdenging atau berdebar-debar, sesak napas, mengalami
gangguan pencernaan berkemih atau sakit kepala

c. Tingkatan Ansietas
Stuart dan Laraia (2005), membagi ansietas terbagi dalam beberapa tingkatan.
yaitu:
1. Ansietas ringan.
Ansietas ringan sering kali berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan
sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan memperluas
pandangan persepsi. Ansietas ringan memiliki aspek positif yaitu memotivasi
individu untuk belajar dan menghasilkan serta meningkatkan pertumbuhan dan
kreativitas. Respon dari ansietas ringan adalah
a) Respon fisiologis meliputi sesekali nafas pendek, mampu menerima
rangsang yang pendek, muka berkerut dan bibir bergetar. Pasien mengalami
ketegangan otot ringan
b) Respon kognitif meliputi koping persepsi luas, mampu menerima rangsang
yang kompleks, konsentrasi pada masalah, dan menyelesaikan masalah.
c) Respon perilaku dan emosi meliputi tidak dapat duduk tenang, tremor halus
pada lengan, dan suara kadang meninggi.
2. Ansietas sedang.
Pada ansietas tingkat ini, memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada
hal yang penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga seseorang
mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih
terarah. Manifestasi yang muncul pada ansietas sedang antara lain:
a) Respon fisiologis Sering napas pendek, nadi dan tekanan darah naik, mulut
kering, diare atau konstipasi, tidak nafsu makan, mual, dan berkeringat
setempat.
b) Respon kognitif Respon pandang menyempit, rangsangan luas mampu
diterima, berfokus pada apa yang menjadi perhatian dan bingung.
c) Respon perilaku dan emosi Bicara banyak, lebih cepat, susah tidur dan tidak
aman.
3. Ansietas Berat.
Pada ansietas berat pasien lapangan persepsi pasien menyempit. Seseorang
cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci, spesifik dan tidak
dapat berfikir tentang hal lain. Semua perilaku pasien hanya ditujukan untuk
mengurangi ketegangan. Pasien tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk
dapat memusatkan pada suatu area lain. Manifestasi yang muncul pada ansietas
berat antara lain:
a) Respon fisiologis Napas pendek, nadi dan tekanan darah naik, berkeringat
dan sakit kepala, penglihatan kabur, dan ketegangan.
b) Respon kognitif Lapang persepsi sangat sempit, dan tidak mampu
menyelesaikan masalah.
c) Respon perilaku dan emosi Perasaan terancam meningkat, verbalisasi cepat,
dan menarik diri dari hubungan interpersonal.
4. Tingkat Panik.
Perilaku yang tampak pada pasien dengan ansietas tingkat panik adalah pasien
tampak ketakutan dan mengatakan mengalami teror, tidak mampu melakukan
sesuatu walaupun dengan pengarahan serta disorganisasi kepribadian. Terjadi
peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan berhubungan dengan
orang lain, persepsi menyimpang, kehilangan pemikiran rasional. Manifestasi
yang muncul terdiri dari:
a) Respon fisiologis Napas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, sakit dada,
pucat, hipotensi, dan koordinasi motorik rendah.
b) Lapang kognitif Lapang persepsi sangat sempit, dan tidak dapat berfikir
logis.
c) Respon perilaku dan emosi Mengamuk- amuk dan marah- marah, ketakutan,
berteriak- teriak, menarik diri dari hubungan interpersonal, kehilangan
kendali atau kontrol diri dan persepsi

d. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Laraia terdapat beberapa teori yang dapat menjelaskan
terjadinya ansietas, diantaranya:
1. Faktor Biologis, Otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepine, yang
membantu mengatur ansietas. Penghambat GABA juga berperan utama dalam
mekanisme biologis timbulnya ansietas sebagaimana halnya dengan endorfin.
Ansietas mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan
kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor.
2. Faktor Psikologis
a) Pandangan Psikoanalitik. Ansietas adalah konflik emosional yang terjadi
antara antara 2 elemen kepribadian – id dan superego. Id mewakili dorongan
insting dan impuls primitif, sedangkan superego mencerminkan hati nurani
seseorang yang dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego atau
aku berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan dan
fungsi ansietas adalah mengingatkan ego bahwa akan bahaya.
b) Pandangan Interpersonal, Ansietas timbul dari perasaan takut terhadap
penerimaan dan penolakan interpersonal. Ansietas berhubungan dengan
kejadian trauma, seperti perpisahan dan kehilangan dari lingkungan maupun
orang yang berarti bagi pasien, Individu dengan harga diri rendah sangat
mudah mengalami perkembangan ansietas yang berat.
c) Pandangan Perilaku, Ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala
sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan
yang diinginkan. Pakar perilaku menganggap ansietas sebagai dorongan
belajar dari dalam diri unntuk menghindari kepedihan. Individu yang sejak
kecil terbiasa menghadapi ketakutan yang berlebihan lebih sering
menunjukkan ansietas dalam kehidupan selanjutnya dibandingkan dengan
individu yang jarang menghadapi ketakutan dalam kehidupannya.
d) Sosial budaya. Ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam keluarga.
Faktor ekonomi, latar belakang pendidikan berpengaruh terhadap terjadinya
ansietas.

e. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi ansietas dibedakan menjadi 2 yaitu:
1. Ancaman terhadap integritas seseorang seperti ketidakmampuan atau penurunan
fungsi fisiologis akibat sakit sehingga menganggu individu untuk melakukan
aktivitas hidup sehari-hari
2. Ancaman terhadap sistem diri seseorang. Ancaman ini akan menimbulkan
gangguan terhadap identitas diiri, harga diri, dan fungsi sosial individu.
3. Sumber Koping Dalam menghadapi ansietas, individu akan memanfaatkan dan
menggunakan berbagai sumber koping di lingkungan.
4. Mekanisme Koping Pada pasien yang mengalami ansietas sedang dan berat
mekanisme koping yang digunakan terbagi atas dua jenis mekanisme koping
yaitu
a) Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari dan berorientasi
pada tindakan realistik yang bertujuan untuk menurunkan situasi stres,
misalnya
1) Perilaku menyerang (agresif). Digunakan individu untuk mengatasi
rintangan agar terpenuhinya kebutuhan.
2) Perilaku menarik diri. Dipergunakan untuk menghilangkan sumber
ancaman baik secara fisik maupun secara psikologis.
3) Perilaku kompromi. Dipergunakan untuk mengubah tujuan-tujuan yang
akan dilakukan atau mengorbankan kebutuhan personal untuk mencapai
tujuan.
b) Mekanisme pertahanan ego. bertujuan untuk membantu mengatasi ansietas
ringan dan sedang. Mekanisme ini berlangsung secara tidak sadar, melibatkan
penipuan diri, distorsi realitas dan bersifat maladaptif. Mekanisme pertahanan
Ego yang digunakan adalah:
1) Kompensasi.Adalah proses dimana seseorang memperbaiki penurunan
citra diri dengan secara tegas menonjolkan keistimewaan/kelebihan yang
dimilikinya.
c) Penyangkalan (Denial). Menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas dengan
mengingkari realitas tersebut. Mekanisme pertahanan ini paling sederhana dan
primitif.
d) Pemindahan (Displacemen). Pengalihan emosi yag semula ditujukan pada
seseorang/benda tertentu yang biasanya netral atau kurang mengancam
terhadap dirinya.
e) Disosiasi.Pemisahan dari setiap proses mental atau prilaku dari kesadaran atau
identitasnya.
f) Identifikasi (Identification) Proses dimana seseorang mencoba menjadi orang
yang ia kagumi dengan mengambil/menirukan pikiran-pikiran perilaku dan
selera orang tersebut.
g) Intelektualisasi (Intelektualization). Penggunaan logika dan alasan yang
berlebihan untuk menghindari pengalaman yang mengganggu perasaannya.
h) Introjeksi (Intrijection). Mengikuti norma-norma dari luar sehingga ego tidak
lagi terganggu oleh ancaman dari luar (pembentukan superego)
i) Fiksasi. Berhenti pada tingkat perkembangan salah satu aspek tertentu (emosi
atau tingkah laku atau pikiran) sehingga perkembangan selanjutnya terhalang.
j) Proyeksi.Pengalihan buah pikiran atau impuls pada diri sendiri kepada orang
lain terutama keinginan. Perasaan emosional dan motivasi tidak dapat
ditoleransi.
k) Rasionalisasi. Memberi keterangan bahwa sikap/tingkah lakunya menurut
alasan yang seolah-olah rasional sehingga tidak menjatuhkan harga diri.
l) Reaksi formasi. Bertingkah laku yang berlebihan yang langsung bertentangan
dengan keinginan-keinginan perasaan yang sebenarnya.
m) Regressi.Kembali ketingkat perkembangan terdahulu (tingkah laku yang
primitif), contoh; bila keinginan terhambat menjadi marah, merusak, melempar
barang, meraung, dsb.
n) Represi.Secara tidak sadar mengesampingkan pikiran, impuls, atau ingatan
yang menyakitkan atau bertentangan, merupakan pertahanan ego yang primer
yang cenderung diperkuat oleh mekanisme ego yang lainnya.
o) Acting Out.Langsung mencetuskan perasaan bila keinginannya terhalang.
p) Sublimasi.Penerimaan suatu sasaran pengganti yang mulia artinya dimata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami halangan dalam
penyalurannya secara normal.
q) Supresi.Suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme pertahanan tetapi
sebetulnya merupakan analog represi yang disadari; pengesampingan yang
disengaja tentang suatu bahan dari kesadaran seseorang;kadang-kadang dapat
mengarah pada represif berikutnya.
r) Undoing.Tindakan/perilaku atau komunikasi yang menghapuskan sebagian
dari tindakan/perilaku atau komunikasi sebelumnya merupakan mekanisme
pertahanan primitif.

f. Data yang perlu dikaji:


Berikut adalah data yang harus dikaji pada pasien ansietas.
1. Perilaku. Ditandai dengan produktivitas menurun, mengamati dan waspada,
kontak mata minimal, gelisah, pergerakan berlebihan (seperti; foot shuffling,
pergerakan lengan/ tangan), insomnia dan perasaan gelisah.
2. Afektif Menyesal, iritabel, kesedihan mendalam, takut, gugup, sukacita
berlebihan, nyeri dan ketidakberdayaan meningkat secara menetap,
ketidakpastian, kekhawatiran meningkat, fokus pada diri sendiri, perasaan tidak
adekuat, ketakutan, khawatir, prihatin dan mencemaskan
3. Fisiologis Respon fisiologis pada pasien kecemasan tampak dengan adanya
suara bergetar, gemetar/ tremor tangan atau bergoyang-goyang refleks- refleks
meningkatEksitasi kardiovaskuler seperti peluh meningkat, wajah tegang,
mual, jantung berdebar-debar, mulut kering, kelemahan, sukar bernafas
vasokonstriksi ekstremitas, kedutan meningkat, nadi meningkat dan dilatasi
pupil. Sedangkan perilaku pasien akibat respon fisiologis pada sistem
parasimpatis yaitu sering berkemih, nyeri abdomen dan gangguan tidur.
perasaan geli pada ekstremitas, diarhea, keragu-raguan kelelahan, bradicardia,
tekanan darah menurun, mual, keseringan berkemih pingsan dan tekanan darah
meningkat.
4. Kognitif Respon kognitif pada pasien ansietas yaitu hambatan berfikir,
bingung, pelupa, konsentrasi menurun, lapang persepsi menurun, Takut
terhadap sesuatu yang tidak khas, cenderung menyalahkan orang lain., sukar
berkonsentrasi, Kemampuan berkurang untuk memecahkan masalah dan
belajar.

g. Faktor yang Mempengaruhi Ansietas


Ansietas dapat disebabkan karena individu terpapar zat bebahaya/racun (toksin),
konflik tidak disadari tentang tujuan hidup, hambatan hubungan dengan
kekeluargaan/ keturunan, adanya kebutuhan yang tidak terpenuhi, gangguan dalam
hubungan interpersonal, krisis situasional/ maturasi, ancaman kematian, ancaman
terhadap konsep diri, stress, penyalahgunaan zat, perubahan dalam status peran,
status kesehatan, pola interaksi, fungsi peran, perubahan lingkungan dan perubahan
status ekonomi. (NANDA 2005)

h. Diagnosa Yang Mungkin Muncul


Kecemasan

i. Rencana Intervensi
Tindakan Keperawatan untuk Pasien
1. Tujuan:
a. Pasien mampu mengenal ansietas.
b. Pasien mampu mengatasi ansietas melalui teknik relaksasi.
c. Pasien mampu memperagakan dan menggunakan teknik relaksasi untuk
mengatasi ansietas.
2. Tindakan keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya. Dalam membina hubungan saling percaya perlu
dipertimbangkan agar pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi.
Tindakan yang harus dilakukan dalam membina hubungan saling percaya
adalah sebagai berikut.
1) Mengucapkan salam terapeutik.
2) Berjabat tangan.
3) Menjelaskan tujuan interaksi.
4) Membuat kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu pasien.
b. Bantu pasien mengenal ansietas.
1) Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan menguraikan perasaannya.
2) Bantu pasien menjelaskan situasi yang menimbulkan ansietas.
3) Bantu pasien mengenal penyebab ansietas.
4) Bantu pasien menyadari perilaku akibat ansietas.
c. Ajarkan pasien teknik relaksasi untuk meningkatkan kontrol dan rasa percaya
diri.
1) Pengalihan situasi.
2) Latihan relaksasi dengan tarik napas dalam, mengerutkan, dan
mengendurkan otot-otot.
3) Hipnotis diri sendiri (latihan lima jari).
d. Motivasi pasien melakukan teknik relaksasi setiap kali ansietas muncul
j. Tindakan Keperawatan untuk Keluarga
1. Tujuan:
a) Keluarga mampu mengenal masalah ansietas pada anggota keluarganya.
b) Keluarga mampu memahami proses terjadinya masalah ansietas.
c) Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami ansietas.
d) Keluarga mampu mempraktikkan cara merawat pasien dengan ansietas.
e) Keluarga mampu merujuk anggota keluarga yang mengalami ansietas.
2. Tindakan keperawatan
a) Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.
b) Diskusikan tentang proses terjadinya ansietas serta tanda dan gejala.
c) Diskusikan tentang penyebab dan akibat dari ansietas.
d) Diskusikan cara merawat pasien dengan ansietas dengan cara mengajarkan
teknik relaksasi.
1) Mengalihkan situasi.
2) Latihan relaksasi dengan napas dalam, mengerutkan, dan mengendurkan
otot.
3) Menghipnotis diri sendiri (latihan lima jari).
e) Diskusikan dengan keluarga perilaku pasien yang perlu dirujuk dan
bagaimana merujuk pasien.

k. Daftar pustaka
Ardiansyah, Taruna A. 2014. Penyakit Ginjal Kronik Derajat V. Medula,
Volume 2, Nomor 3
Baradero, Mary., et al. 2009. Klien Gangguan Ginjal: Seri Asuhan
Keperawatan. EGC: Jakarta
Price, S. A dan Lorraine M.2006. Pathophysiology Clinical Concept of Disease
Prosesses 6/E Volume 2. diterjemahkan oleh: Brahm U, et al. EGC: Jakarta
Price, S. A dan Lorraine M.2006. Pathophysiology Clinical ConceptoOf Disease
Prosesses 6/E Volume 1. diterjemahkan oleh: Brahm U, et al. EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai