Oleh:
Pembimbing:
2019
0
KATA PENGANTAR
dokter pembimbing internsip di RSUD Lubuk Basung dr. Budiawati dan dr. Aulia
Rahmanike. Saya menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini masih
terdapat banyak kekurangan baik dalam cara penulisan maupun penyajian materi.
Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
Semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi pembaca dan terutama bagi penyusun.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
2
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari
3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti
proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal diagnosis penyakit ginjal kronik
ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m².
Batasan penyakit ginjal kronik:1,2
1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi
ginjal,dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
Kelainan patologik
Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada
pemeriksaan pencitraan radiologi
2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan dengan
atau tanpa kerusakan ginjal.
1.2 Klasifikasi
3
Tabel 1. Klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan laju filtrasi
glomerolus.1,3
1.3 Epidemiologi
1. Glomerulonefritis (46,39%)
2. Diabetes Mellitus (18,65%)
3. Obstruksi dan infeksi (12,85%)
4. Hipertensi (8,46%)
5. Sebab lain (13,65%)
Penyakit gagal ginjal kronik lebih sering terjadi pada pria daripada wanita.
Insidennya pun lebih sering pada kulit berwarna daripada kulit putih.2
1.4 Etiologi1,3,4
Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal
Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak
4
sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%)
dan ginjal polikistik (10%).
a. Glomerulonefritis
Kebanyakan kasus terjadi pada pasien berusia 5-15 tahun. Hanya 10%
terjadi pada pasien yang lebih tua dari 40 tahun. Gejala glomerulonefritis akut
yaitu dapat terjadi hematuri oligouri, edema preorbital yang biasanya pada pagi
hari, hipertensi, sesak napas, dan nyeri pinggang karena peregangan kapsul
ginjal.2
b. Diabetes mellitus
5
Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit
ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam
keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara
perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti
minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat
badan yang menurun.2
c. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah
diastolik ≥ 90 mmHg pada seseorang yang tidak makan obat anti hipertensi.
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu
hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau
idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal.5,6
6
Tabel 2. Klasifikasi tekanan darah sistolik, diastolik, modifikasi gaya
hidup, serta terapi obat berdasarkan Joint National Committee (JNC)VII:5,6
Target tekanan darah pada terapi pasien dengan CKD atau diabetes adalah
<130/80 mmHg.
d. Ginjal polikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau
material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat
ditemukan kista kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di
medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai
keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang
paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit
ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian
besar baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat
ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal
lebih tepat dipakai daripada istilah penyakit ginjal polikistik dewasa.2
7
Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes
melitus atau hipertensi, penyakit autoimun, batu ginjal, sembuh dari gagal ginjal
akut, infeksi saluran kemih, berat badan lahir rendah, dan faktor social dan
lingkungan seperti obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan
individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal
dalam keluarga, berpendidikan rendah, dan terekspos dengan bahan kimia dan
lingkungan tertentu.3
1.6 Patofisiologi
8
growth factors. Hal ini mengakibatkan hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan
tekanan kapiler dan aliran darah glomerolus. Proses adaptasi ini berlangsung
singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa skelrosis nefron yang
masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang
progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.1,2
Perjalanan umum gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi empat stadium.
Stadium ringan dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini
kreatinin serum dan kadar BUN normal dan penderita asimptomatik. Gangguan
fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberi beban kerja yang
berat pada ginjal tersebut, seperti test pemekatan kemih yang lama atau dengan
mengadakan test LFG yang teliti.1
9
Stadium berat dan stadium terminal gagal ginjal kronik disebut gagal
ginjal stadium akhir atau uremia. Gagal ginjal stadium akhir timbul apabila sekitar
90% dari massa nefron telah hancur, atau hanya sekitar 200.000 nefron saja yang
masih utuh. Nilai LFG hanya 10% dari keadaan normal, dan bersihan kreatinin
mungkin sebesar 5-10 ml per menit atau kurang. Pada keadaan ini kreatinin serum
dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat menyolok sebagai respons
terhadap LFG yang mengalami sedikit penurunan. Pada stadium akhir gagal
ginjal, penderita mulai merasakan gejala-gejala yang cukup parah, karena ginjal
tidak sanggup lagi mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam
tubuh. Kemih menjadi isoosmotis dengan plasma pada berat jenis yang tetap
sebesar 1,010. Penderita biasanya menjadi oligouri (pengeluaran kemih kurang
dari 500 ml/hari) karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula-
mula menyerang tubulus ginjal. Kompleks perubahan biokimia dan gejala-gejala
yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada
stadium akhir gagal ginjal, penderita umunya akan meninggal kecuali kalau ia
mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.1
a. Kelainan hemopoeisis
10
terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh
substansi uremik, proses inflamasi akut ataupun kronik.1
Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin < 10 g/dL atau
hematokrit < 30 %, meliputi evaluasi terhadap status besi (kadar besi serum /
serum iron, kapasitas ikat besi total / Total Iron binding Capacity(TIBC), feritin
serum), mencari sumber perdarahan, morfologi eritrosit, kemungkinan adanya
hemolisis dan sebagainya.1,6
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien
gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dan muntah
masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora
usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau
rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini
akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.2
c. Kelainan mata
11
hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal
ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.
d. Kelainan kulit
e. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan
depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat
seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering
dijumpai pada pasien GGK. Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai
pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar
kepribadiannya (personalitas).
f. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat
kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi
sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada
stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.
12
4. Menentukan strategi terapi rasional
5. Meramalkan prognosis
ii) sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual,
muntah, nokturia, kelebihan cairan (volume overload), neuropati perifer,
pruritusm uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma;
b. Pemeriksaan laboratorium
13
hiperfosfatemia, hipokalsemia. Kelainan urinanalisi meliputi proteinuria,
hematuri, leukosuria, dan silinder.1
1.9 Penatalaksanaan1,2,3,6
1. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal
secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,
memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan
dan elektrolit.
a.Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah
atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan
terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
14
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat
dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen,
memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.
2. Terapi simptomatik
a. Asidosis metabolik
b. Anemia
15
c. Keluhan gastrointestinal
d. Kelainan kulit
e. Kelainan neuromuskular
f. Hipertensi
16
3. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium
5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa
hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal.
a. Hemodialisis
17
1.10 Prognosis
1.11Pencegahan
BAB II
18
LAPORAN KASUS
2.1 IDENTIFIKASI
• Nama : Ny. B
• Umur : 65 tahun
• Jenis kelamin : Perempuan
• Alamat : Manggopoh
• Status : Menikah
• Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
• Agama : Islam
• Tanggal pemeriksaan : Senin / 11 Februari 2019
• Tanggal masuk : Sabtu / 9 Februari 2019
2.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama
Sesak napas yang makin meningkat sejak 1 hari sebelum masuk rumah
sakit.
- Sesak nafas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, sesak dirasakan
terus- menerus, sesak terutama dirasakan saat isitirahat dan memberat
dengan aktivitas, sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca dan makanan, riwayat
sering terbangun tengah malam karena sesak ada, riwayat tidur dengan
bantal ditinggikan ada.
- Lemah letih sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
- Pucat dirasakan 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
- Riwayat perdarahan pada hidung, mulut, dan kulit tidak ada.
- Sembab pada keempat ekstremitas dirasakan sejak 6 bulan ini.
- Demam, batuk, pilek tidak ada.
19
- Mual, muntah tidak ada
- Penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan yang signifikan tidak
ada.
- Gatal-gatal pada kulit tidak ada
- Buang air kecil tidak ada keluhan. Riwayat BAK berpasir tidak ada.
Riwayat BAK berdarah, Riwayat BAK seperti air cucian daging disangkal.
Riwayat nyeri pinggang tidak ada.
- Buang air besar warna dan konsistensi biasa.
- Riwayat konsumsi obat-obatan pengencer darah, obat anti nyeri dan jamu-
jamuan dalam jangka waktu lama tidak ada
- Riwayat terpapar radiasi dan bahan kimia seperti pestisida tidak ada.
- Pasien baru pulang dari rawatan di RSUD Lubuk Basung dengan keluhan
utama sesak napas, dan dirawat selama 6 hari.
Riwayat Penyakit Dahulu
Keadaan umum
20
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Pernafasan : 28x/menit
Suhu : 36,5° C
Berat Badan : 70 kg
BMI : 31 kg/m2
Keadaan spesifik
Kulit
Telapak tangan dan kaki pucat ada, warna kulit sawo matang, scar tidak
ada, pigmentasi normal, ikterus tidak ada, sianosis tidak ada, pertumbuhan
rambut normal.
Kelenjar Getah Bening
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening di leher, submandibula,
supraklavikula, infraklavikula, aksila, inguinalis.
Kepala
Bentuk normochepali, simetris, deformitas tidak ada, rambut putih hitam,
lurus, tidak mudah dicabut.
Mata
konjungtiva anemis ada (+/+), sklera ikterik tidak ada, edema palpebra
tidak ada.
Hidung
Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan
baik, tidak ditemukan penyumbatan maupun perdarahan, pernapasan
cuping hidung tidak ada.
Telinga
21
Kedua meatus acusticus eksternus normal, cairan tidak ada, nyeri tekan
processus mastoideus tidak ada, pendengaran baik.
Mulut
Tonsil T1-T1 tidak hiperemis, pucat pada lidah tidak ada, atrofi papil tidak
ada, gusi berdarah tidak ada, stomatitis tidak ada, bau pernafasan aseton
tidak ada. Oral trash tidak ada. Caries dentis ada.
Leher
Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, pembesaran kelenjar KGB tidak ada,
JVP (5+3) cmH2O, kaku kuduk tidak ada.
Thoraks
Bentuk dada simetris, spider nevi tidak ada.
Paru-paru
I : Statis,dinamis simetris kanan dan kiri, sela iga tidak melebar
P : Fremitus kanan sama dengan kiri
P : Sonor pada kedua lapangan paru
A: Bronkovesikular di kedua lapangan paru, ronkhi +/+, wheezing tidak
ada.
Jantung
I : ictus cordis tidak terlihat
P : ictus codis teraba 1 jari lateral LMCS RIC VI kiri,
P : batas atas RIC II, batas jantung kanan linea sternalis dextra, batas
jantung kiri 1 jari lateral LMCS RIC VI
A: irama reguler, 86 x/menit, murmur tidak ada, gallop tidak ada
Abdomen
I : tambak membesar
P: supel, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba.
P : timpani, undulasi positif
A: BU positif normal
Alat kelamin
Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas atas :
22
nyeri sendi tidak ada, gerakan bebas, edema ada, jaringan parut tidak ada,
pigmentasi normal, telapak tangan pucat ada, jari tabuh tidak ada, turgor
kembali cepat, eritema palmaris tidak ada, sianosis tidak ada. Reflek
fisiologis normal, reflek patologis tidak ada.
Ekstremitas bawah :
nyeri sendi tidak ada, gerakan bebas, edema pada kedua tungkai, jaringan
parut tidak ada, pigmentasi normal, jari tabuh tidak ada, turgor kembali
cepat, akral pucat ada, sianosis tidak ada. Reflek fisiologis normal, reflek
patologis tidak ada.
23
Kreatinin : 5,9 mg/dl (n= 0,6-0,9)
Laju Filtrasi Glomerolus :
LFG = (140-umur)x berat badan = 10,5 ml/menit/1,73m2
72x kreatinin plasma
Urinalisa
Warna : kuning muda
pH : 5.5
Protein : (++++) positif 4
Reduksi : negatif
Bilirubin : negatif
Urobilin : normal
Sedimen
eritrosit : 2-5 / lpb
leukosit : 3-7 /lpb
silinder : negatif
kristal : negatif
Sel epitel : negatif
Kesan : proteinuria
EKG
Kesan:
24
Pemeriksaan radiografi abdomen 2 posisi (AP dan LLD) (31/1/2019)
Kesan: asites
Pemeriksaan rontgen thoraks AP (31/12/18)
Diagnosis Kerja:
25
- CKD stg V + Asidosis metabolic
- Asites
Penatalaksanaan
Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungtionam : malam
Rencana Lanjutan
Transfuse PRC
Cek SGOT SGPT, Albumin, globulin
Follow Up
1. Selasa/12 Februari 2019
S/ Sesak napas (+) tapi mulai berkurang
Sembab (+) pada keempat ekstremitas
O/ Ku: sedang
Kes: CMC
26
TD: 140/70 mmHg
HR: 84 x/menit
RR: 26 x/menit
Suhu: 36,8
paru: bronkovesikular, Rh+/+, Wh-/-
A/ CKD stg V + asidosis metabolic
- CHF FC IV LVH RVH
- Asites
- CAP
- HHD
P/ terapi lanjut
27
BAB III
DISKUSI
Klasifikasi NYHA untuk congestive heart failure dibagi atas 4, yaitu kelas
1 (tidak terdapat batasan dalam melakukan aktivitas fisik, aktivitas fisik sehari-
hari tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi atau sesak napas), kelas II ( terdapat
batasan aktivitas ringan. Tidak terdapat keluhan saat istirahat, namun aktivitas
fisik sehari-hari menimbulkan kelelahan, palpitasi dan sesak napas), kelas III
(terdapat batasan aktivitas yang bermakna. Tidak terdapat keluhan saat istirahat,
tetapi aktivitas fisik ringan menyebabkan kelelahan palpitasi dan sesak napas) dan
kelas IV (tidak dapat melakukan aktivitas fisik tanpa keluhan). Pada pasien ini
sesak muncul saat istirahat dan memberat dengan aktfitas.
Sesak napas yang timbul pada pasien bisa disebabkan karena penyakit
jantung yang dideritanya yaitu CHF, bisa juga karena asidosis metabolic akibat
penyakit ginjal kronik
28
Pada CKD terutama stadium V dijumpai penurunan ekskresi sisa nitrogen
dalam tubuh. Sehingga terjadi uremia. Uremia yang bersifat toksik dapat
menyebar ke seluruh tubuh dan dapat mengenai sistem saraf perifer dan sistem
saraf pusat. Selain itu sindrom uremia ini akan menyebabkan trombositopati dan
memperpendek usia sel darah merah. Trombositopati akan meningkatkan resiko
perdarahan spontan terutama pada saluran cerna, dan dapat berkembang menjadi
anemia bila penanganannya tidak adekuat. Anemia pada CKD juga dapat
disebabkan oleh kurangnya produksi eritropoietin. Anemia ini yang mneyebabkan
timbulnya keluhan lemah, letih dan pucat.
Selain itu terdapat keluhan sembab pada kedua tungkai. Sembab bisa
disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler, berkurangnya protein plasma,
peningkatan tekanan hidrostatik, dan obstruksi pembuluh limfe. Beberapa
penyakit yang sering menimbulkan keluhan sembab terutama pada tungkai adalah
gagal jantung dan penyakit ginjal kronik.
Kerusakan ginjal kronis dapat menyebabkan sklerosis glomerulus dan
fibrosis sehingga protein tidak terfiltrasi dan terjadi proteinuria, akibatnya tubuh
kekurangan protein dalam pembuluh darah sehingga tekanan onkotik menurun.
Heal ini menyebabkan perpindahan plasma dari intravaskular ke ruang interstitial
yang menimbulkan manifestasi berupa edema.
Pasien telah dikenal menderita penyakit hipertensi sejak 5 tahun yang lalu
dan tidak terkontrol. Peningkatan tekanan darah berkepanjangan akan merusak
pembuluh darah di sebagian besar tubuh. Peningkatan tekanan dan regangan yang
kronik pada arteriol dan glomeruli diyakini dapat menyebabkan sklerosis pada
pembuluh darah glomeruli atau yang sering disebut degan glomerulosklerosis.
Perubahan fungsi ginjal dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan kerusakan
lebih lanjut pada nefron yang ada. Lesi-lesi sklerotik yang terbentuk semakin
banyak sehingga dapat menimbulkan obliterasi glomerulus, yang mengakibatkan
penurunan fungsi ginjal lebih lanjut.
Pasien juga telah dikenal menderita penyakit CKD, CHF dan Diabetes
Mellitus sejak 1 tahun ini. Pada diabetes mellitus dapat menyebabkan komplikasi
kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati, salah satunya ke arteriol
glomerolus. Diabetes menyebabkan kerusakan dan tubulointerstitial glomerular
29
yang pada akhirnya mengarah ke glomerulosclerosis diabetes.Glomerulosklerosis
diabetik terdiri dari penebalan difus matrik mesangial dengan bahan eosinofilik
disertai penebalan membran basalis kapiler, sehingga akan menurunkan fungsi
ginjal.
30
dan mengakibatkan sindrom uremia. Pembatasan cairan dan elektrolit untuk
mencegah terjadinya edema dan komplikasi kardiovaskular lebih lanjut.
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering
dijumpai pada penyakit ginjal kronik. Keluhan gastrointestinal ini merupakan
keluhan utama (chief complaint) dari penyakit ginjal kronik. Tindakan yang harus
dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.
31
DAFTAR PUSTAKA
32