Anda di halaman 1dari 23

PORTOFOLIO

APENNDISITIS AKUT
Oleh:

dr. AULIDAWELI

Pembimbing:

dr. Budiawati

dr. Aulia Rahmanike

PROGRAM DOKTER INTERNSIP

RSUD LUBUK BASUNG

2019
BORANG STATUS FORTOFOLIO

No. ID dan Nama peserta dr. Aulidaweli


No. ID dan Nama Wahana RSUD Lubuk Basung
Topik Apendisitis akut
Tanggal (kasus) 10 Januari 2019
Nama Pasien Ny. M No. RM -
Tanggal Presentasi 25 Juni 2019 Pendamping dr. dr. Budiawati
dr. Aulia Rahmanike
Tempat Presentasi Aula RSUD Lubuk Basung
Objektif Presentasi
 Keilmuan o Keterampilan oPenyegaran o Tinjauan Pustaka
 Diagnostik o Manajemen oMasalah o Istimewa
o Neonatus o Bayi o Anak o Remaja  Dewasa o Lansia o Bumil
Deskripsi Nyeri perut kanan bawah sejak 2 hari SMRS
Tujuan
Bahan bahasan o Tinjauan Pustaka o Riset  Kasus o Audit
Cara membahas o Diskusi  Presentasi dan diskusi o E-mail o Pos
Data Pasien Nama: Ny. M No. Registrasi:
Nama RS : RSUD Lubuk Basung Telp: Terdaftar sejak:
DATA UTAMA UNTUK BAHAN DISKUSI
Diagnostik/gambaran klinis:

Pasien datang ke IGD RSUD Lubuk Basung dengan keluhan nyeri perut kanan bawah yang
dialami sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pada awalnya, nyeri dirasakan pada ulu hati lalu,
berpindah ke perut kanan bawah. Demam (+) sejak 2 hari ini bersifat naik turun, mual (+) muntah
(+) sebanyak 3 kali pada hari ini, isi muntah air dan makanan yang dimakan, banyaknya lebih
kurang ½ gelas. Nyeri pada perut kanan bawah ketika batuk. Riwayat keluhan yang sama
sebelumnya tidak ada.
Riwayat pengobatan: Tidak ada
Riwayat kesehatan/penyakit: Tidak ada
Riawayat keluarga : Tidak ada
Riwayat pekerjaan : Mahasiswa

Daftar Pustaka:

1. Kally KP, Cox CS, Andrassy RJ, Appendix. In: Sabiston Texbook of Surgery. 17th
edition. Ed:Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Philadelphia:
Elsevier Saunders. 2004: 1381-93
2. Jaffe BM, Berger DH. The Appendix. In: Schwartz’s Principles of Surgery Volume 2.
8th edition. Ed: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG,
Pollock RE. New York: McGraw Hill Companies Inc. 2005:1119-34
3. Way LW. Appendix. In: Current Surgical Diagnosis & Treatment. 11 edition.
Ed:Way LW. Doherty GM. Boston: McGraw Hill. 2003:668-72
4. Human Anatomy 205. Retrieved at October 20th 2011 From: http://www
.talkorigins.org/faqs/vestiges/vermiform_Appendix.jpg
5. http://www.med.unifi.it/didonline/annoV/clinchirI/Casiclinici/Caso10/Appendicitis1x.
jpg
6. Ellis H, Nathanson LK. Appendix and Appendectomy. In : Maingot’s Abdominal
Operations Vol II. 10th edition. Ed: Zinner Mj, Schwartz SI, Ellis H, Ashley SW,
McFadden DW. Singapore: McGraw Hill Co. 2001: 1191-222
7. Soybel DI. Appedix In: Surgery Basic Science and Clinical Evidence Vol 1. Ed:
Norton JA, Bollinger RR, Chang AE, Lowry SF, Mulvihill SJ, Pass HI, Thompson
RW. New York: Springer Verlag Inc. 2000: 647-62
Hasil Pembelajaran:
Mengetahui Penyebab Apendisitis Akut
Mengetahui Diagnosis Apendisitis Akut
Mengetahui Penatalaksanaan Apendisitis Akut
Mengetahui Pencegahan dan Komplikasi Apendisitis Akut
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

SUBJEKTIF
Diagnostik/gambaran klinis:

 Pasien datang ke IGD RSUD Lubuk Basung dengan keluhan nyeri perut kanan
bawah yang dialami sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pada awalnya,
nyeri dirasakan pada ulu hati lalu, berpindah ke perut kanan bawah. Demam (+)
sejak 2 hari ini bersifat naik turun, mual (+) muntah (+) sebanyak 3 kali pada hari
ini, isi muntah air dan makanan yang dimakan, banyaknya lebih kurang ½ gelas.
Nyeri pada perut kanan bawah ketika batuk. Riwayat keluhan yang sama
sebelumnya tidak ada.

OBJEKTIF
A. PEMERIKSAAN FISIK
 Status Generalis
Tanda Vital
Tekanan Darah: 120 / 80 mmHg
Nadi : 80 x / menit
Pernafasan : 20 x / menit
Suhu : 37.9oC
Kepala
Konjungtiva : anemis (-)
Sklera : ikterus (-)
Bibir : tidak ada sianosis
Gusi : perdarahan (-)
Mata : pupil bulat, isokor, θ2,5mm/2,5mm, RC +/+
Paru
Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi : nyeri tekan (-), massa tumor (-), fremitus raba kiri=kanan
Perkusi : sonor R=L
Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikuler Kiri = Kanan
Bunyi tambahan: ronkhi - / -, Wheezing - / -

Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V midclavicularis (S)
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1 / S2 reguler,murmur (-)

Abdomen (Status Lokalis) :


Inspeksi : Datar, ikut gerak napas, warna kulit sama dengan sekitar. Darm
Contour (-), Darm Steifung (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan menurun
Palpasi : Massa Tumor (-), Nyeri Tekan (+) pada titik Mc Burney (+),
Rovsing Sign (+), Blumberg Sign (+), Psoas sign (+) Obturator
Sign (+)
Hepar / Lien tidak teraba.
Perkusi : Timpani, Nyeri Ketok pada titik Mc Burney(+).

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis pemeriksaan Hasil Rujukan
Hemoglobin (HGB) 14,0 g% 12-16
Leukosit (WBC) 15.700 /µL 4000-11.000
Hematokrit 40 % 36–47
Trombosit (PLT) 427.000/µL 150.000-450.000
Waktu pendarahan 2” 1-3 menit
Waktu Pembekuan 5” 7-6 menit

Gula darah sewaktu 111 mg/dl 200 mg/dl

Skor Alvarado
Gejala Klinik Value
Adanya migrasi nyeri 1
Anoreksia 0
Mual/muntah 1
Nyeri RLQ 2
Nyeri lepas 1
Febris 1
Leukositosis 2
Shift to the left -
 JUMLAH 8

B. DIAGNOSIS KERJA
Appendisitis Akut

C. PENATALAKSANAAN
- Infus RL 20 tpm
- Injeksi Cefotaxim 2 x 1 ampul
- Injeksi ranitidin 2 x 1 ampul
- Rencana Operasi besok pagi
- Puasakan

D. FOLLOW UP POST OP
Tanggal 11 Januari 2019
S : Nyeri bagian operasi.
O : SP : Sensorium : Compos mentis.
Tekanan darah : 110/70 mmHg.
HR : 84 x/menit.
RR : 20 x/menit.
Suhu : 36,5 ºC.
SL : Abdomen : Soepel, peristaltik (+).
L/O : Tertutup verban.
BAK : (+) via kateter.
BAB : (-) flatus (+ )
A : Post Appendiktomi
P : IVFD RL 20 gtt/menit
Inj. Cefotaxim 2 x 1 ampul
Inj. Ketorolac 2 x 1 ampul
Inj. Ranitidin 2 x 1 ampul

Tanggal 12 Januari 2019


S : Nyeri bagian operasi.
O : SP : Sensorium : Compos mentis.
Tekanan darah : 110/70 mmHg.
HR : 84 x/menit.
RR : 20 x/menit.
Suhu : 36,5 ºC.
SL : Abdomen : Soepel, peristaltik (+).
L/O : Tertutup verban.
BAK : (+) via kateter.
BAB : (-) flatus (+ )
A : Post Appendiktomi
P : IVFD RL 20 gtt/menit
Inj. Cefotaxim 2 x 1 ampul
Inj. Ketorolac 2 x 1 ampul
Inj. Ranitidin 2 x 1 ampul

Tanggal 11 Januari 2019


S : Nyeri bagian operasi.
O : SP : Sensorium : Compos mentis.
Tekanan darah : 110/70 mmHg.
HR : 84 x/menit.
RR : 20 x/menit.
Suhu : 36,5 ºC.
SL : Abdomen : Soepel, peristaltik (+).
L/O : Tertutup verban.
BAK : (+) via kateter.
BAB : (-) flatus (+ )
A : Post Appendiktomi
P : Paracetamol 3 x 500 mg
Cefixim 2 x 1
R : Boleh pulang, kontrol poli bedah
PEMBAHASAN
APENDISITIS AKUT

2.1 ANATOMI, FISIOLOGI, DAN EMBRIOLOGI APPENDIX


Appendix merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara Ileum dan
Colon ascendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan Appendix terlihat pada
minggu ke-8 kehamilan sebagai suatu tonjolan pada Caecum. Awalnya Appendix berada
pada apeks Caecum, tetapi kemudian berotasi dan terletak lebih medial dekat dengan Plica
ileocaecalis. Dalam proses perkembangannya, usus mengalami rotasi. Caecum berakhir pada
kuadran kanan bawah perut. Appendix selalu berhubungan dengan Taenia caecalis. Oleh
karena itu, lokasi akhir Appendix ditentukan oleh lokasi Caecum.1,2,3

Gambar 1. Appendix vermicularis4

Vaskularisasi Appendix berasal dari percabangan A. ileocolica. Gambaran histologis


Appendix menunjukkan adanya sejumlah folikel limfoid pada submukosanya. Pada usia 15
tahun didapatkan sekitar 200 atau lebih nodul limfoid. Lumen Appendix biasanya mengalami
obliterasi pada orang dewasa. 1,3
Panjang Appendix pada orang dewasa bervariasi antara 2-22 cm, dengan rata-rata panjang
6-9 cm. Meskipun dasar Appendix berhubungan dengan Taenia caealis pada dasar Caecum,
ujung Appendix memiliki variasi lokasi seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.
Variasi lokasi ini yang akan mempengaruhi lokasi nyeri perut yang terjadi apabila Appendix
mengalami peradangan. 1,2
Awalnya, Appendix dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhir-akhir ini,
Appendix dikatakan sebagai organ imunologi yang secara aktif mensekresikan
Imunoglobulin terutama Imunoglobulin A (IgA). Walaupun Appendix merupakan komponen
integral dari sistem Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT), fungsinya tidak penting dan
Appendectomy tidak akan menjadi suatu predisposisi sepsis atau penyakit imunodefisiensi
lainnya.2
2.2 ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada Appendicitis acuta. Fecalith merupakan
penyebab umum obstruksi Appendix, yaitu sekitar 20% pada anak dengan Appendicitis akut
dan 30-40% pada anak dengan perforasi Appendix. Penyebab yang lebih jarang adalah
hiperplasia jaringan limfoid di sub mukosa Appendix, barium yang mengering pada
pemeriksaan sinar X, biji-bijian, gallstone, cacing usus terutama Oxyuris vermicularis. Reaksi
jaringan limfatik, baik lokal maupun generalisata, dapat disebabkan oleh infeksi Yersinia,
Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi parasit seperti Entamoeba, Strongyloides,
Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau Ascaris. Appendicitis juga dapat diakibatkan oleh
infeksi virus enterik atau sistemik, seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus.
Insidensi Appendicitis juga meningkat pada pasien dengan cystic fibrosis. Hal tersebut terjadi
karena perubahan pada kelenjar yang mensekresi mukus. Obstruksi Appendix juga dapat
terjadi akibat tumor carcinoid, khususnya jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih
dari 200 tahun, corpus alienum seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam
terjadinya Appendicitis. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya Appendicitis adalah
trauma, stress psikologis, dan herediter.6
Frekuensi obstruksi meningkat sejalan dengan keparahan proses inflamasi. Fecalith
ditemukan pada 40% kasus Appendicitis acuta sederhana, sekitar 65% pada kasus
Appendicitis gangrenosa tanpa perforasi, dan 90% pada kasus Appendicitis acuta gangrenosa
dengan perforasi. 1,2,6,7
Gambar 3.1. Appendicitis (dengan fecalith) 8

Obstruksi lumen akibat adanya sumbatan pada bagian proksimal dan sekresi normal
mukosa Appendix segera menyebabkan distensi. Kapasitas lumen pada Appendix normal 0,1
mL. Sekresi sekitar 0,5 mL pada distal sumbatan meningkatkan tekanan intraluminal sekitar
60 cmH2O. Distensi merangsang akhiran serabut saraf aferen nyeri visceral, mengakibatkan
nyeri yang samar-samar, nyeri difus pada perut tengah atau di bawah epigastrium. 2
Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga dari pertumbuhan bakteri
yang cepat di Appendix. Sejalan dengan peningkatan tekanan organ melebihi tekanan vena,
aliran kapiler dan vena terhambat menyebabkan kongesti vaskular. Akan tetapi aliran arteriol
tidak terhambat. Distensi biasanya menimbulkan refleks mual, muntah, dan nyeri yang lebih
nyata. Proses inflamasi segera melibatkan serosa Appendix dan peritoneum parietal pada
regio ini, mengakibatkan perpindahan nyeri yang khas ke RLQ. 2,6,7
Mukosa gastrointestinal termasuk Appendix, sangat rentan terhadap kekurangan suplai
darah. Dengan bertambahnya distensi yang melampaui tekanan arteriol, daerah dengan suplai
darah yang paling sedikit akan mengalami kerusakan paling parah. Dengan adanya distensi,
invasi bakteri, gangguan vaskuler, infark jaringan, terjadi perforasi biasanya pada salah satu
daerah infark di batas antemesenterik. 1,2,6,7
Di awal proses peradangan Appendix, pasien akan mengalami gejala gangguan
gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan kebiasaan BAB, dan
kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada diagnosis Appendicitis, khususnya
pada anak-anak.6
Distensi Appendix menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral yang
dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri tumpul di
dermatom Th 10. Distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual dan muntah dalam
beberapa jam setelah timbul nyeri perut. Jika mual muntah timbul mendahului nyeri perut,
dapat dipikirkan diagnosis lain.6
Appendix yang mengalami obstruksi merupakan tempat yang baik bagi
perkembangbiakan bakteri. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi
gangguan aliran limfatik sehingga terjadi oedem yang lebih hebat. Hal-hal tersebut semakin
meningkatan tekanan intraluminal Appendix. Akhirnya, peningkatan tekanan ini
menyebabkan gangguan aliran sistem vaskularisasi Appendix yang menyebabkan iskhemia
jaringan intraluminal Appendix, infark, dan gangren. Setelah itu, bakteri melakukan invasi ke
dinding Appendix; diikuti demam, takikardia, dan leukositosis akibat pelepasan mediator
inflamasi karena iskhemia jaringan. Ketika eksudat inflamasi yang berasal dari dinding
Appendix berhubungan dengan peritoneum parietale, serabut saraf somatik akan teraktivasi
dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi Appendix, khususnya di titik Mc Burney’s. Jarang
terjadi nyeri somatik pada kuadran kanan bawah tanpa didahului nyeri visceral sebelumnya.
Pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal atau di pelvis, nyeri somatik biasanya tertunda
karena eksudat inflamasi tidak mengenai peritoneum parietale sebelum terjadi perforasi
Appendix dan penyebaran infeksi. Nyeri pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal dapat
timbul di punggung atau pinggang. Appendix yang berlokasi di pelvis, yang terletak dekat
ureter atau pembuluh darah testis dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri
pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter atau Vesica urinaria akibat penyebaran infeksi
Appendicitis dapat menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urine.
Perforasi Appendix akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau peritonitis difus.
Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan kemampuan tubuh
pasien berespon terhadap perforasi tersebut. Tanda perforasi Appendix mencakup
peningkatan suhu melebihi 38.6oC, leukositosis > 14.000, dan gejala peritonitis pada
pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat
menetap hingga > 48 jam tanpa perforasi. Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi
karena bayi tidak memiliki jaringan lemak omentum, sehingga tidak ada jaringan yang
melokalisir penyebaran infeksi akibat perforasi. Perforasi yang terjadi pada anak yang lebih
tua atau remaja, lebih memungkinkan untuk terjadi abscess. Abscess tersebut dapat diketahui
dari adanya massa pada palpasi abdomen pada saat pemeriksaan fisik.6

2.3 MANIFESTASI KLINIS


2.3.1 Gejala Klinis
Gejala Appendicitis acuta umumnya timbul kurang dari 36 jam, dimulai dengan nyeri
perut yang didahului anoreksia.12,13 Gejala utama Appendicitis acuta adalah nyeri perut.
Awalnya, nyeri dirasakan difus terpusat di epigastrium, lalu menetap, kadang disertai kram
yang hilang timbul. Durasi nyeri berkisar antara 1-12 jam, dengan rata-rata 4-6 jam. Nyeri
yang menetap ini umumnya terlokalisasi di RLQ. Variasi dari lokasi anatomi Appendix
berpengaruh terhadap lokasi nyeri, sebagai contoh; Appendix yang panjang dengan ujungnya
yang inflamasi di LLQ menyebabkan nyeri di daerah tersebut, Appendix di daerah pelvis
menyebabkan nyeri suprapubis, retroileal Appendix dapat menyebabkan nyeri testicular.
1,2,3,7,8

Umumnya, pasien mengalami demam saat terjadi inflamasi Appendix, biasanya suhu
naik hingga 38oC. Tetapi pada keadaan perforasi, suhu tubuh meningkat hingga > 39oC.
Anoreksia hampir selalu menyertai Appendicitis. Pada 75% pasien dijumpai muntah yang
umumnya hanya terjadi satu atau dua kali saja. Muntah disebabkan oleh stimulasi saraf dan
ileus. Umumnya, urutan munculnya gejala Appendicitis adalah anoreksia, diikuti nyeri perut
dan muntah. Bila muntah mendahului nyeri perut, maka diagnosis Appendicitis diragukan.
Muntah yang timbul sebelum nyeri abdomen mengarah pada diagnosis gastroenteritis. 2
Sebagian besar pasien mengalami obstipasi pada awal nyeri perut dan banyak pasien
yang merasa nyeri berkurang setelah buang air besar. Diare timbul pada beberapa pasien
terutama anak-anak. Diare dapat timbul setelah terjadinya perforasi Appendix. 2,3
Skor Alvarado
Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu; skor <6 dan skor >6. Selanjutnya ditentukan
apakah akan dilakukan Appendectomy. Setelah Appendectomy, dilakukan pemeriksaan PA
terhadap jaringan Appendix dan hasil PA diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu radang
akut dan bukan radang akut.5

Tabel 2. Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis.2


Gejala Klinik Value
Gejala Adanya migrasi nyeri 1
Anoreksia 1
Mual/muntah 1
Tanda Nyeri RLQ 2
Nyeri lepas 1
Febris 1
Lab Leukositosis 2
Shift to the left 1
Total poin 10
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan bedah
sebaiknya dilakukan.2
Pada pemeriksaan fisik, perubahan suara bising usus berhubungan dengan tingkat
inflamasi pada Appendix. Hampir semua pasien merasa nyeri pada nyeri lokal di titik Mc
Burney’s. Tetapi pasien dengan Appendix retrocaecal menunjukkan gejala lokal yang
minimal. Adanya psoas sign, obturator sign, dan Rovsing’s sign bersifat konfirmasi
dibanding diagnostik. Pemeriksaan rectal toucher juga bersifat konfirmasi dibanding
diagnostik, khususnya pada pasien dengan pelvis abscess karena ruptur Appendix.6
Diagnosis Appendicitis sulit dilakukan pada pasien yang terlalu muda atau terlalu tua.
Pada kedua kelompok tersebut, diagnosis biasanya sering terlambat sehingga Appendicitisnya
telah mengalami perforasi. Pada awal perjalanan penyakit pada bayi, hanya dijumpai gejala
letargi, irritabilitas, dan anoreksia. Selanjutnya, muncul gejala muntah, demam, dan nyeri.7

2.3.2 Tanda Klinis


Anak-anak dengan Appendicitis biasanya lebih tenang jika berbaring dengan gerakan
yang minimal. Anak yang menggeliat dan berteriak-teriak, pada akhirnya jarang didiagnosis
sebagai Appendicitis, kecuali pada anak dengan Appendicitis letak retrocaecal. Pada
Appendicitis letak retrocaecal, terjadi perangsangan ureter sehingga nyeri yang timbul
menyerupai nyeri pada kolik renal.6
Penderita Appendicitis umumnya lebih menyukai sikap jongkok pada paha kanan, karena
pada sikap itu Caecum tertekan sehingga isi Caecum berkurang. Hal tersebut akan
mengurangi tekanan ke arah Appendix sehingga nyeri perut berkurang. 6

Gambar 4. Posisi yang dilakukan untuk mengurangi nyeri perut7

Appendix umumnya terletak di sekitar McBurney. Namun perlu diingat bahwa letak
anatomis Appendix sebenarnya dapat pada semua titik, 360o mengelilingi pangkal Caecum.
Appendicitis letak retrocaecal dapat diketahui dari adanya nyeri di antara costa 12 dan spina
iliaca posterior superior. Appendicitis letak pelvis dapat menyebabkan nyeri rectal.6
Secara teori, peradangan akut Appendix dapat dicurigai dengan adanya nyeri pada
pemeriksaan rektum (Rectal toucher). Namun, pemeriksaan ini tidak spesifik untuk
Appendicitis. Jika tanda-tanda Appendicitis lain telah positif, maka pemeriksaan rectal
toucher tidak diperlukan lagi.6
Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik:
 Rovsing’s sign
Jika LLQ ditekan, maka terasa nyeri di RLQ. Hal ini menggambarkan iritasi peritoneum.
Sering positif pada Appendicitis namun tidak spesifik.
 Psoas sign
Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut pasien dan
tangan kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan pasien digerakkan dalam
arah anteroposterior. Nyeri pada manuver ini menggambarkan kekakuan musculus psoas
kanan akibat refleks atau iritasi langsung yang berasal dari peradangan Appendix.
Manuver ini tidak bermanfaat bila telah terjadi rigiditas abdomen.

Gambar 5. Dasar anatomis terjadinya Psoas sign 7

 Obturator sign
Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki kanan pasien
sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian pemeriksa memposisikan sendi lutut
pasien dalam posisi fleksi dan articulatio coxae dalam posisi endorotasi kemudian
eksorotasi. Tes ini positif jika pasien merasa nyeri di hipogastrium saat eksorotasi. Nyeri
pada manuver ini menunjukkan adanya perforasi Appendix, abscess lokal, iritasi M.
Obturatorius oleh Appendicitis letak retrocaecal, atau adanya hernia obturatoria.

Gambar 6. Cara melakukan Obturator sign7


Gambar 7. Dasar anatomis Obturator sign7

 Blumberg’s sign (nyeri lepas kontralateral)


Pemeriksa menekan di LLQ kemudian melepaskannya. Manuver ini dikatakan positif bila
pada saat dilepaskan, pasien merasakan nyeri di RLQ.
 Wahl’s sign
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri pada saat dilakukan perkusi di
RLQ, dan terdapat penurunan peristaltik di segitiga Scherren pada auskultasi.
 Baldwin’s test
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di flank saat tungkai kanannya
ditekuk.
 Defence musculare
Defence musculare bersifat lokal sesuai letak Appendix.
 Nyeri pada daerah cavum Douglasi
Nyeri pada daerah cavum Douglasi terjadi bila sudah ada abscess di cavum Douglasi atau
Appendicitis letak pelvis.
 Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada saat penekanan di sisi lateral
 Dunphy’s sign (nyeri ketika batuk)

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


2.4.1 Laboratorium2,3,6,7
Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-18.000/ mm3, biasanya didapatkan pada
keadaan akut, Appendicitis tanpa komplikasi dan sering disertai predominan
polimorfonuklear sedang. Jika hitung jenis sel darah putih normal tidak ditemukan shift to the
left pergeseran ke kiri, diagnosis Appendicitis acuta harus dipertimbangkan. Jarang hitung
jenis sel darah putih lebih dari 18.000/ mm3 pada Appendicitis tanpa komplikasi. Hitung jenis
sel darah putih di atas jumlah tersebut meningkatkan kemungkinan terjadinya perforasi
Appendix dengan atau tanpa abscess.
CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu reaktan fase akut yang disintesis oleh hati sebagai
respon terhadap infeksi bakteri. Jumlah dalam serum mulai meningkat antara 6-12 jam
inflamasi jaringan.
Kombinasi 3 tes yaitu adanya peningkatan CRP ≥ 8 mcg/mL, hitung leukosit ≥ 11000,
dan persentase neutrofil ≥ 75% memiliki sensitivitas 86%, dan spesifisitas 90.7%.
Pemeriksaan urine bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis infeksi dari saluran kemih.
Walaupun dapat ditemukan beberapa leukosit atau eritrosit dari iritasi Urethra atau Vesica
urinaria seperti yang diakibatkan oleh inflamasi Appendix, pada Appendicitis acuta dalam
sample urine catheter tidak akan ditemukan bakteriuria.

2.4.2.Ultrasonografi1,2,6,7
Ultrasonografi cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis Appendicitis. Appendix
diidentifikasi/ dikenal sebagai suatu akhiran yang kabur, bagian usus yang nonperistaltik
yang berasal dari Caecum. Dengan penekanan yang maksimal, Appendix diukur dalam
diameter anterior-posterior. Penilaian dikatakan positif bila tanpa kompresi ukuran anterior-
posterior Appendix 6 mm atau lebih. Ditemukannya appendicolith akan mendukung
diagnosis. Gambaran USG dari Appendix normal, yang dengan tekanan ringan merupakan
struktur akhiran tubuler yang kabur berukuran 5 mm atau kurang, akan menyingkirkan
diagnosis Appendicitis acuta. Penilaian dikatakan negatif bila Appendix tidak terlihat dan
tidak tampak adanya cairan atau massa pericaecal. Sewaktu diagnosis Appendicitis acuta
tersingkir dengan USG, pengamatan singkat dari organ lain dalam rongga abdomen harus
dilakukan untuk mencari diagnosis lain. Pada wanita-wanita usia reproduktif, organ-organ
panggul harus dilihat baik dengan pemeriksaan transabdominal maupun endovagina agar
dapat menyingkirkan penyakit ginekologi yang mungkin menyebabkan nyeri akut abdomen.
Diagnosis Appendicitis acuta dengan USG telah dilaporkan sensitifitasnya sebesar 78%-96%
dan spesifitasnya sebesar 85%-98%. USG sama efektifnya pada anak-anak dan wanita hamil,
walaupun penerapannya terbatas pada kehamilan lanjut.
USG memiliki batasan-batasan tertentu dan hasilnya tergantung pada pemakai. Penilaian
positif palsu dapat terjadi dengan ditemukannya periappendicitis dari peradangan sekitarnya,
dilatasi Tuba fallopi, benda asing (inspissated stool) yang dapat menyerupai appendicolith,
dan pasien obesitas Appendix mungkin tidak tertekan karena proses inflamasi Appendix yang
akut melainkan karena terlalu banyak lemak. USG negatif palsu dapat terjadi bila
Appendicitis terbatas hanya pada ujung Appendix, letak retrocaecal, Appendix dinilai
membesar dan dikelirukan oleh usus kecil, atau bila Appendix mengalami perforasi oleh
karena tekanan.

Gambar 3.7.Ultrasonogram pada potongan longitudinal Appendicitis 6

2.5 DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis banding dari Appendicitis acuta pada dasarnya adalah diagnosis dari akut
abdomen. Hal ini karena manifestasi klinik yang tidak spesifik untuk suatu penyakit tetapi
spesifik untuk suatu gangguan fisiologi atau gangguan fungsi. Jadi pada dasarnya gambaran
klinis yang identik dapat diperoleh dari berbagai proses akut di dalam atau di sekitar cavum
peritoneum yang mengakibatkan perubahan yang sama seperti Appendicitis acuta. 2,6
Ada beberapa keadaan yang merupakan kontraindikasi operasi, namun pada umumnya
proses-proses penyakit yang diagnosisnya sering dikacaukan oleh Appendicitis sebagian
besar juga merupakan masalah pembedahan atau tidak akan menjadi lebih buruk dengan
pembedahan. Diagnosis banding Appendicitis tergantung dari 3 faktor utama: lokasi anatomi
dari inflamasi Appendix, tingkatan dari proses dari yang simple sampai yang perforasi, serta
umur dan jenis kelamin pasien. 2,6
1. Gastroenteritis akut
Penyakit ini sangat umum pada anak-anak tapi biasanya mudah dibedakan dengan
Appendicitis. Gastroentritis karena virus merupakan salah satu infeksi akut self limited
dari berbagai macam sebab, yang ditandai dengan adanya diare, mual, dan muntah. Nyeri
hiperperistaltik abdomen mendahului terjadinya diare. Hasil pemeriksaan laboratorium
biasanya normal.
2. Diverticulitis Meckel
Penyakit ini menimbulkan gambaran klinis yang sangat mirip Appendicitis acuta.
Perbedaan preoperatif hanyalah secara teoritis dan tidak penting karena Diverticulitis
Meckel dihubungkan dengan komplikasi yang sama seperti Appendicitis dan memerlukan
terapi yang sama yaitu operasi segera.
3. Intususseption
Sangat berlawanan dengan Diverticulitis Meckel, sangat penting untuk membedakan
Intususseption dari Appendicitis acuta karena terapinya sangat berbeda. Umur pasien
sangat penting, Appendicitis sangat jarang dibawah umur 2 tahun, sedangkan
Intususseption idiopatik hampir semuanya terjadi di bawah umur 2 tahun. Pasien biasanya
mengeluarkan tinja yang berdarah dan berlendir. Massa berbentuk sosis dapat teraba di
RLQ. Terapi yang dipilih pada intususseption bila tidak ada tanda-tanda peritonitis adalah
barium enema, sedangkan terapi pemberian barium enema pada pasien Appendicitis acuta
sangat berbahaya.
4. Infeksi saluran kencing
Pyelonephritis acuta, terutama yang terletak di sisi kanan dapat menyerupai
Appendicitis acuta letak retroileal. Rasa dingin, nyeri costo vertebra kanan, dan terutama
pemeriksaan urine biasanya cukup untuk membedakan keduanya.

2.6 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pasien Appendicitis acuta yaitu 1,2,3,6,7
1. Pemasangan infus dan pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala klinis
dehidrasi atau septikemia.
2. Puasakan pasien, jangan berikan apapun per oral
3. Pemberian obat-obatan analgetika harus dengan konsultasi ahli bedah.
4. Pemberian antibiotika i.v. pada pasien yang menjalani laparotomi.
5. Pertimbangkan kemungkinan kehamilan ektopik pada wanita usia subur dan
didapatkan beta-hCG positif secara kualitatif.
Bila dilakukan pembedahan, terapi pada pembedahan meliputi; antibiotika profilaksis
harus diberikan sebelum operasi dimulai pada kasus akut, digunakan single dose dipilih
antibiotika yang bisa melawan bakteri anaerob.

Teknik operasi Appendectomy 1,2,6,:


a. Open Appendectomy
1. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik.
2. Dibuat sayatan kulit:

Horizontal Oblique
3. Dibuat sayatan otot, ada dua cara:
a. Pararectal/ Paramedian
Sayatan/ incisi pada vaginae tendinae M. rectus abdominis lalu otot disisihkan ke
medial. Fascia diklem sampai saat penutupan vagina M. rectus abdominis karena
fascianya ada 2 agar tidak tertinggal pada waktu penjahitan. Bila yang terjahit
hanya satu lapis fascia saja, dapat terjadi hernia cicatricalis.

sayatan
M.rectus abd. M.rectus abd.

ditarik ke medial
2 lapis

b. Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting


Sayatan berubah-ubah sesuai serabut otot.
1) Incisi apponeurosis M. Obliquus abdominis externus dari lateral atas ke
medial bawah.

Keterangan gambar:
Satu incisi kulit yang rapi dibuat dengan perut mata pisau. Incisi kedua
mengenai jaringan subkutan sampai ke fascia M. Obliquus abdominis
externus.
2) Splitting M. Obliquus abdominis internus dari medial atas ke lateral bawah.

Keterangan gambar:
Dari tepi sarung rektus, fascia tipis M. obliquus internus diincisi searah
dengan seratnya ke arah lateral.
3) Splitting M. transversus abdominis arah horizontal.

Keterangan gambar:
Pada saat menarik M. obliquus internus hendaklah berhati-hati agar tak terjadi
trauma jaringan. Dapat ditambahkan, bahwa N. iliohipogastricus dan
pembuluh yang memperdarahinya terletak di sebelah lateral di antara M.
obliquus externus dan internus. Tarikan yang terlalu keras akan merobek
pembuluh dan membahayakan saraf.
4. Peritoneum dibuka.

Keterangan gambar:
Kasa Laparatomi dipasang pada semua jaringan subkutan yang terpapar. Peritoneum
sering nampak meradang, menggambarkan proses yang ada di bawahnya. Secuil
peritoneum angkat dengan pinset. Yang nampak di sini ialah pinset jaringan De
Bakey. Asisten juga mengangkat dengan cara yang sama pada sisi di sebelah dokter
bedah. Dokter bedah melepaskan pinset, memasang lagi sampai dia yakin bahwa
hanya peritoneum yang diangkat.
5. Caecum dicari kemudian dikeluarkan kemudian taenia libera ditelusuri untuk mencari
Appendix. Setelah Appendix ditemukan, Appendix diklem dengan klem Babcock
dengan arah selalu ke atas (untuk mencegah kontaminasi ke jaringan sekitarnya).
Appendix dibebaskan dari mesoappendix dengan cara:
Mesoappenddix ditembus dengan sonde kocher dan pada kedua sisinya, diklem,
kemudian dipotong di antara 2 ikatan.

Keterangan gambar:
Appendix dengan hati-hati diangkat agar mesenteriumnya teregang. Klem Babcock
melingkari appenddix dan satu klem dimasukkan lewat mesenterium seperti pada
gambar. Cara lainnya ialah dengan mengklem ujung bebas mesenterium di bawah
ujung appenddix. Appendix tak boleh terlalu banyak diraba dan dipegang agar tidak
menyebarkan kontaminasi.
6. Appendix di klem pada basis (supaya terbentuk alur sehingga ikatan jadi lebih kuat
karena mukosa terputus sambil membuang fecalith ke arah Caecum). Klem
dipindahkan sedikit ke distal, lalu bekas klem yang pertama diikat dengan benang
yang diabsorbsi (supaya bisa lepas sehingga tidak terbentuk rongga dan bila terbentuk
pus akan masuk ke dalam Caecum).

7. Appendix dipotong di antara ikatan dan klem, puntung diberi betadine.


8. Perawatan puntung Appendix dapat dilakukan dengan cara:
a. Dibuat jahitan tabak sak pada Caecum, puntung Appendix diinversikan ke dalam
Caecum. Tabak sak dapat ditambah dengan jahitan Z.
b. Puntung dijahit saja dengan benang yang tidak diabsorbsi. Resiko kontaminasi
dan adhesi.
c. Bila prosedur a+b tidak dapat dilaksanakan, misalnya bila puntung rapuh, dapat
dilakukan penjahitan 2 lapis seperti pada perforasi usus.

9. Bila no.7 tidak dapat dilakukan, maka Appendix dipotong dulu, baru dilepaskan dan
mesenteriolumnya (retrograde).
10. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.

b. Laparoscopic Appendectomy
Laparoscopy dapat dipakai sebagai sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien
dengan nyeri akut abdomen dan suspek Appendicitis acuta. Laparoscopy sangat berguna
untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah. Dengan menggunakan
laparoscope akan mudah membedakan penyakit akut ginekologi dari Appendicitis acuta.1
Gambar 3.10. Posisi operasi Laparoscopic Appendectomy 1
2.7 KOMPLIKASI POST OPERASI 1
1. Fistel berfaeces Appendicitis gangrenosa, maupun fistel tak berfaeces; karena benda
asing, tuberculosis, Aktinomikosis.
2. Hernia cicatricalis.
3. Ileus
4. Perdarahan dari traktus digestivus: kebanyakan terjadi 24–27 jam setelah
Appendectomy, kadang–kadang setelah 10–14 hari. Sumbernya adalah echymosis dan
erosi kecil pada gaster dan jejunum, mungkin karena emboli retrograd dari sistem
porta ke dalam vena di gaster/ duodenum.

Anda mungkin juga menyukai