BAB I
PENDAHULUAN
Di Indonesia sejak zaman dahulu telah lama dikenal istilah peranakan turun dan
peranakan terbalik. Prolapsus uteri adalah keadaan yang sangat jarang terjadi. Frekuensi
kejadian prolapsus uteri sendri di Indonesia hanya 1,5% saja. Kebanyakan terjadi pada usia
tua dan pada usia muda. Hal ini disebabkan oleh kelemahan dari otot dan struktur fascia pada
usia yang lebih lanjut.
Menurut penelitian yang dilakukan WHO tentang pola formasi keluarga dan
kesehatan ditemukan kejadian prolapsus uteri lebih tinggi pada wanita yang mempunyai anak
lebih dari tujuh daripada wanita yang mempunyai satu atau dua anak. Prolapsus uteri lebih
berpengaruh pada perempuan di negara-negara berkembang yang perkawinan dan kelahiran
anaknya dimulai pada usia muda dan saat fertilitasnya masih tinggi. Peneliti WHO
menemukan bahwa laporan kasus prolapsus uteri jumlahnya jauh lebih rendah daripada
kasus-kasus yang dapat dideteksi dalam pemeriksaan medik.Penentuan letak uterus normal
dan kelainan dalam letak alat genital bertambah penting artinya karena diagnosis yang tepat
perlu sekali guna penatalaksanaan yang baik sehingga tidak timbul kembali penyulit pasca
operasi di kemudian hari.
Berdasarkan uraian latar belakang dapat dirumuskan hal – hal apa saja
mengenai prolapsus organ panggul yang salah satunya adalah prolapsus uteri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
hubungannya dengan operasi ginekologi sangatlah terbatas. Angka insiden dari prolaps
yang memerlukan operasi tercatat 1,5-4,9 kasus per 1000 perempuan per tahun. Usia
tertinggi yang memerlukan tindakan operasi adalah usia 60-69 thn dengan jumlah 42,1
kasus per 10.000 perempuan, sedangkan tindakan operasi yang paling sedikit
didapatkan pada usia 80 tahun yaitu sekitar 7%. Dan hampir 13% pasien memerlukan
operasi ulangan kembali dalam 5 tahun (Nguyen et al. 2000 ; Swift et al 2005).
vagina depan jadi tipis dan disertai penonjolan ke dalam lumen vagina.
Enterokel : biasanya berisi usus halus atau omentum dan mungkin menyertai uterus
transversal dapat dilihat pada nullipara dimana terjadi elangosiokoli disertai prolapsus
menekuk (kinking) urethra sehingga akan timbul apa yang disebut dengan retensio
urin. Sebanyak 30-40% perempuan dengan POP grade III-IV memiliki residu urin >
100 ml.
Sebagaimana telah diterangkan prolapsus uteri terdapat dalam berbagai tingkat dari
yang paling ringan sampai prolapsus uteri totalis. Terutama akibat persalinan khususnya
persalinan pervaginam yang susah, terdapatnya kelemahan ligamen-ligamen yang tergolong
dalam fasia endopelvik dan otot-otot dasa serta fasia panggul. Juga dalam keadaan tekanan
intraabdominal yang meningkat dan kronik akan memudahkan penurunan uterus terutama
apabila tonus otot-otot mengurang seperti pada penderita menopause.
Ligamen melemah
Prolapsus Uteri
Gejala benjolan dipengaruhi oleh gravitasi sehingga makin berat pada posisi
berdiri.
Semakin lama, benjolan akan terasa semakin menonjol terutama setelah adanya
aktifitas fisik berat jangka panjang seperti mengangkat benda berat atau berdiri.
Derajat prolaps tidak berhubungan dengan gejala urgensi, frekuensi atau
inkontinensia urin.
Pada studi yang menilai korelasi antara gejala dengan lokasi dan derajat prolaps,
ditemukan bahwa korelasi antara gejala BAB dan prolaps posterior lebih kuat
dibandingkan korelasi antara gejala berkemih dengan prolaps anterior.
Gejala seperti rasa tekanan, ketidaknyamanan, benjolan yang terlihat dan
gangguan seksual tidak spesifik untuk kompartemen tertentu.
Klinisi perlu memberikan pertanyaan secara spesifik, karena kebanyakan
pasien tidak akan secara sukarela memberikan informasi mengenai gejala yang
dirasakannya.
B. Pemeriksaan Ginekologi
Pemeriksaan dilakukan pada pasien dalam keadaan istirahat, dan meneran. Ada
dua posisi yaitu posis:
Posisi Litotomi
Labia dibuka lalu diamati apakah ada penonjolan dinding vagina pada keadaan
istirahat (tanpa pengedanan). Pasien kemudian diminta untuk mengedan seolah-olah
akan buang air besar, dan penderita diminta untuk batuk. Struktur tulang panggul, pintu
vagina, dinding vagina anterior dan posterior serta badan perineum harus dievaluasi
secara menyeluruh. Apa yang terlihat pertama kali pada introitus dapat menunjukkan
lokasi kelainan utama yang dialami. Jika mengalami kesulitan karena kendornya
dinding vagina maka spekulum sims dapat dipergunakan. Letakkan speculum sims pada
dinding posterior vagina untuk mengidentifikasi dinding anterior begitu pula
sebaliknya. Pemeriksaan rektovaginal dapat mengidentifikasikan adanya enterokel
yang menonjol ke dalam rongga antara rektum dan dinding vagina posterior.
Posisi Berdiri
C. Pemeriksaan Penunjang
berkemih dengan menggunakan kateter atau ultrasonografi sering dilakukan. Sama juga
halnya dengan pemeriksaan endoskopi pada saluran anus juga perlu dilakukan pada
pasien POP dengan keluhan inkontinensia feses.
A. KONSERVATIF
Mencegah Faktor Resiko
Prolaps jarang mengan-cam jiwa dan banyak wanita akan memilih untuk
membiarkannya jika tidak ada gejala atau tidak menganggu. Jika telah
didiagnosis prolaps, coba uNtuk menghindari mengangkat beban berat,
mengedan lama seperti karena konstipasi, dan mengurangi be-rat bedan
karena hal ini dapat memperberat prolaps
Pesarium
Pesarium adalah alat yang diletakkan dalam vagina dengan berbagai bentuk
dan ukuran. Pesarium membantu untuk menyanggga organ yang prolaps,
sehingga mengurangi gejala. Pesarium lebih cocok dipilih apabila pasien
berkeinginan untuk menunda atau menghindari pembedahan. Komplikasi
tersering dari pemasangan pesarium adalah iritasi dari mukosa vagina yang
bersifat hipoestrogen sehingga menimbulkan duh tubuh, bau busuk, ulserasi
atau perdarahan.
B. OPERATIF
Seperti yang telah diterangkan, indikasi untuk melakukan operasi pada prolapsus uteri
tergantung dari beberapa faktor, seperti umur penderita, keinginanya untuk masih mendapat
anak atau untuk mempertahankan uterus, tingkat prolapsus dan adanya keluhan. Macam-
macam operasinya:
Ventrofiksasi
Pada wanita yang tergolong masih muda dan masih menginginkan anak dilakukan
operasi ini untuk membuat uterus ventofiksasi dengan cara memendekkan ligamentum
rotundum atau mengikatkan ligamentum rotundum ke dinding perut atau dengan cara operasi
Purandare.
Operasi Manchester
Pada operasi ini biasanya dilakukan amputasi serviks uteri dan penjahitan ligamentum
kardinale yang telah dipotong di muka serviks. Tindakan ini dapat menyebabkan infertilitas,
abortus, partus prematurus, dan distosia servikalis pada persalinan. Bagian yang penting pada
operasi ialah penjahitan ligamentum kardinale di depan serviks karena dengan tindakan ini
ligamentum kardinale diperpendek sehingga uterus akan terletak dalam posisi anteversifleksi
dan tururnya uterus dapat dicegah.
Histerektomi Vaginal
Operasi ini tepat dilakukan pada prolapsus uteri dalam tingkat lanjut dan pada wanita
yang telah menopause. Setelah uterus diangkat, puncak vagina digantungkan pada
ligamentum rotundum kanan kiri, atas pada ligamentum infundibulo pelvikum, kemudian
operasi akan dilanjutkan dengan kolporafi anterior dan kolpoperineorafi untuk mencegah
prolaps vagina di kemudian hari.
1. IDENTITAS
1.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. N
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 58 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : PNS
Pendidikan : S1
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RS. HAJI MEDAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA Page 15
Prolapsus Uteri 2015
2. ANAMNESA
Ny. N, 58 tahun, G3P2A0, Islam, Jawa, S1, PNS, istri dari Tn. S, 60 tahun,
Islam, Jawa, SI, PNS, Jl. Stabat Lk. I, Jati Mulia, Medan, datang ke Rumah Sakit Haji
Medan pada tanggal 08 September 2015 pukul 11.14 WIB dengan:
KU : Adanya benjolan dari kemaluan.
Telaah : Hal ini telah dialami sejak 1 tahun ini. Sebelum masuk RS. Haji Medan
pasien telah didiagnosa Prolapsus Uteri dan direncanakan melakukan operasi
TVH oleh dr. Muslich Sp. OG. OS mengatakan ada benjolan yang keluar dari
kemaluan OS pada saat OS mengedan dan berdiri, nyeri (+) benjolan tersebut
terasa sangat menggangu aktivitas. Riwayat keluar darah dari kemaluan (+),
riwayat perut dikusuk (+), riwayat angkat benda berat (-), riwayat trauma (-),
BAB (+) normal, BAK (+) normal.
3. PEMERIKSAAN FISIK
3.1. Status present
Sens : CM Anemis : (-/-)
TD : 150/80 mmHg Ikterik : (-/-)
HR : 80 x/i Dyspnoe : (-)
RR : 20 x/i Sianosis : (-)
T : 36,8,0C Oedem : (-)
TB : 158 cm BB : 52 kg
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
4.1. USG TAS
Mikroskopis
Eritrosit Penuh /LPB
Leukosit 2–3 /LPB
Epitel 0–1 Negatif
Kristal Negatif Negatif
Silinder Negatif Negatif /LPB
5. DIAGNOSA
Prolaps Uteri
Konsul ke dr. Muslich P., Sp.OG
Advis:
- Rencana operasi TVH pada 10 September 2015
6. LAPORAN OPERASI
Operator : dr. Muslich P., Sp.OG
Tanggal :10/09/2015
Jam :10.00 WIB
Laporan TVH a/i Prolapsus Uteri
Laporan Operasi:
Pasien dibaringkan dalam posisi litotomi dibawah spinal anastesi dengan infus
dan kateter terpasang baik.
Dilanjutkan dengan insisi dan dilakukannya Total Vaginal Histerektomi
Dilakukan tindakan disinfektan pada jaringan yang prolapsus pada bagian
vulva vagina
Persempit lapang operasi dengan duk steril
Dilakukan insisi melingkar pada portio, dilanjutkan pengeluaran dinding
anterior blas.
Selanjutnya identifikasi arteri uterina, dilakukan lagi ligasi arteri uterina sampai
pangkal tuba ovarium dari ligamentun rotundum
Dilakukan pemotongan pada ligamentum rotundum dan tuba kemudian
dilakukan histerektomi
Kemudian dinding vagina dicuci dan dibasahi. Operasi selesai.
Evaluasi perdarahan
Dilakukan lagi dengan melakukan kolpoperineuraphy.
Keadaan umum ibu post operasi : stabil
Instruksi : Awasi vital sign, kontraksi dan tanda – tanda perdarahan
FOLLOW UP
1. 10 September 2015
Keluhan :-
Vital sign : Sens : Compos mentis Anemis : -/-
TD : 130/80 mmHg Ikterik : -/-
HR : 82x/menit Sianosis :-
RR : 20 x/menit Dypsnoe :-
Temp : 37,0 OC Oedem : -/-
Abdomen : Soepel, Peristaltik (+) N.
P/V : (-)
Lochia rubra : (-)
L/O : Tertutup verban kesan kering
BAK : (+) via kateter, ± 80 cc/Jam
BAB : (-)
Flatus : (-)
Dx : Post TVH a/I Prolapsus Uteri + H0
Terapi :
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj. Gentamicin 80 mg/12 jam
- Inj. Vicilin 80 mg/ 12 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
- Pronalges Supp No. I
2. 11 September 2015
Keluhan :-
Vital sign: Sens : Compos mentis Anemis : -/-
TD : 120/80 mmHg Ikterik : -/-
HR : 82x/menit Sianosis :-
RR : 18 x/menit Dypsnoe :-
Temp : 36,5 OC Oedem : -/-
Abdomen : Soepel, Peristaltik (+) N.
P/V : (-)
L/O : Tertutup verban kesan kering
BAK : (+) via kateter, 80 cc/jam
BAB : (-)
Flatus : (+)
Dx : Post TVH a/I Prolapsus Uteri + H1
Terapi :
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj. Gentamicin 80 mg/12 jam
- Inj. Vicilin 80 mg/ 12 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
- Pronalges Supp No.I
3. 12 September 2015
Keluhan :-
Vital sign: Sens : Compos mentis Anemis : -/-
TD : 120/70 mmHg Ikterik : -/-
HR : 80x/menit Sianosis :-
RR : 20 x/menit Dypsnoe :-
Temp : 36,2 OC Oedem : -/-
Abdomen : Soepel, Peristaltik (+) N.
P/V : (-)
L/O : Tertutup verban kesan kering
4. 13 September 2015
Keluhan :-
Vital sign: Sens : Compos mentis Anemis : -/-
TD : 120/70 mmHg Ikterik : -/-
HR : 78x/menit Sianosis :-
RR : 16 x/menit Dypsnoe :-
Temp : 37,0 OC Oedem : -/-
Abdomen : Soepel, Peristaltik (+) N.
L/O : Tertutup verban kesan kering
BAK : (+) Normal, 80 cc/jam
BAB : (-)
Flatus : (+)
Dx : Post TVH a/i Prolapsus Uteri + H3
Terapi :
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj. Gentamicin 80 mg/12 jam
- Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
- Inj. Vicilin 80 mg/ 12 jam
- Tramal Supp No. 2
- Inj. Ketorolak 30 mg/8 jam
5. 14 September 2015
Keluhan :-
Vital sign: Sens : Compos mentis Anemis : -/-
TD : 110/70 mmHg Ikterik : -/-
HR : 80x/menit Sianosis :-
RR : 20 x/menit Dypsnoe :-
Temp : 36,8 OC Oedem : -/-
Abdomen : Soepel, Peristaltik (+) N.
L/O : Tertutup verban kesan kering
BAK : (+) Normal, 80 cc/jam
BAB : (-)
Flatus : (+)
Dx : Post TVH a/i Prolapsus Uteri + H4
Terapi :
- Kateter AFF
- Infus set AFF
- Three way pertahankan
- Inj. Vicillin 80 mg/ 12 jam
- Inj. Gentamicin 80 mg/12 jam
- Pondex 2x1
- Antasida syr 3x1
- Grahabion 1x1
6. 15 September 2015
Keluhan :-
Vital sign: Sens : Compos mentis Anemis : -/-
TD : 110/70 mmHg Ikterik : -/-
HR : 80x/menit Sianosis :-
RR : 20 x/menit Dypsnoe :-
Temp : 36OC Oedem : -/-
Abdomen : Soepel, Peristaltik (+) N.
L/O : Tertutup verban kesan kering
BAB III
PENUTUP
POP atau yang biasa juga disebut dengan prolaps urogenital adalah suatu
penurunan organ panggul perempuan ke dalam vagina bahkan mungkin ke luar dari
vagina. Organ panggul di sini yang termasuk di dalamnya adalah uterus, kandung
kemih, urethra dan rektum. Jadi dalam hal ini POP ini dapat disamakan dengan suatu
hernia di mana akibat adanya kelemahan pada otot, fasia dan ligament penyokong
organ panggul yang akan menyebabkan penurunan dari organ panggul tersebut.
Faktor penyebab prolapsus uteri adalah, kelemahan ligamen endopelvik, fasia dan
otot-otot panggul, proses melahirkan,asites dan tumor-tumor di daerah pelvis, dan bila
prolapsus uteri dijumpai pada nullipara berarti faktor penyebabnya berupa kelainan bawaan
berupa kelemahan jaringan penunjang uterus.
Salah satu cara yang efektif yang dapat yang dilakukan untuk mencegah resiko adalah
dengan melatih otot-otot panggul (senam Kegel). Pengobatan medis seperti latihan-latihan
otot dasar panggul, stimulasi otot-otot dengan listrik dan pengobatan dengan pessarium.
Pengobatan operatif seperti, ventrofiksasi, operasi Manchester, Histerektomi vaginal,
kolplokleisis (operasi Neugebauer-Le Fort). Jika ada prolaps dalam kehamilan maka baiknya
uterus ditahan dengan pessarium sampai bulan keempat, kalau dasar panggul terlalu lemah
sehingga pessarium terus jatuh maka pasien dianjurkan istirahat tirah baring sampai bulan
keempat. Istirahat dapat mengurangi penderitaan wanita dan memungkinkan uterus tumbuh
secara wajar sampai kehamilan mencapai cukup bulan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Koblinsky, M, dkk, Kesehatan Wanita Sebuah Perspektif Global, Gajah Mada University
2. Bulletins--Gynecology ACoP. ACOG Practice Bulletin No. 85: Pelvic organ prolapse.
3. Lowder JL, Ghetti C, Nikolajski C, Oliphant SS, Zyczynski HM. Body image perceptions
2011;204(5):441.e441-441.e445.
7. Putz, R, dkk, Atlas Anatomi Manusia Edisi 22 Jilid 2 Batang Badan, Panggul,
8. Baradero, M, Klien Gangguan Sistem Reproduksi dan Seksualitas, EGC, Jakarta, 2007
9. Saunders, W.B, Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29, EGC, Jakarta, 2002