Anda di halaman 1dari 15

BAB III

PEMBAHASAN

A. Definisi Prolaps Uteri


Prolaps uteri adalah turunnya uterus kedalam introitus vagina yang
diakibatkan oleh kegagalan atau kelemahan dari ligamentum dan jaringan
penyokong (fasia).1,
Prinsip terjadinya prolapsus uteri adalah terjadinya defek pada dasar pelvis yang
disebabkan oleh proses melahirkan, akibat regangan dan robekan fasia endopelvik,
muskulus levator serta perineal body. Neuropati perineal dan parsial pudenda juga
terlibat dalam proses persalinan. Sehingga wanita multipara sangat rentan terhadap
faktor resiko terjadinya prolaps uteri.

B. Etiologi
Partus yang berulang kali dan terjadi terlampau sering, partus dengan
penyulit, merupakan penyebab prolapsus uteri, dan memperburuk prolaps yang
sudah ada. Faktor-faktor lain adalah tarikan pada janin pada pembukaan belum
lengkap, prasat Crede yang berlebihan untuk mengeluarkan plasenta, dan
sebagainya. Jadi, tidaklah mengherankan bila prolapsus genitalia terjadi segera
sesudah partus atau dalam masa nifas. Asites dan tumor-tumor di daerah pelvis
mempermudah terjadinya prolapsus uteri. Bila prolapsus uteri dijumpai pada
nulipara, faktor penyebabnya adalah kelainan bawaan berupa kelemahan jaringan
penunjang uterus.5

C. Klasifikasi Prolaps Uteri


Untuk mengklasifikasikan prolaps organ panggul dikembangkan beberapa
sistem.Untuk keperluan praktis klinis, sistem Baden-Walker dikembangkan
secara luas, sementara sistem Pelvic Organ Prolapse Quantification (POP-Q)
mulai banyak digunakan untuk praktik klinik dan penelitian.Pada sistem
Baden-Walker, pemeriksaan dilakukan pada pasien dengan posisi litotomi.

1
Kemudian pasien diminta meneran, setelah itu dinilai penurunan prolaps dan
dinilai sesuai dengan derajat prolaps sebagai berikut:6,7
Stadium 0 : posisi normal untuk tiap lokasi
Stadium 1 : penurunan sampai dengan setengah jarak menuju himen
Stadium 2 : ujung prolaps turun sampai dengan himen
Stadium 3 : ujung prolaps setengahnya sampai diluar vagina
Stadium 4 : ujung prolaps lebih dari setengahnya ada diluar vagina

Salah satu baku emas untuk menentukan stadium prolaps adalah POP-Q.
Sistem ini berisi serangkaian penilaian terhadap pendukung organ panggul
wanita. Disetiap segmen pengukuran, diukur dari selaput dara, yang
merupakan anatomi tetap untuk identifikasi. Enam poin dalam pengukuran
POP-Q yaitu: dua di dinding vagina anterior (poin Aa dan Ba), dua di vagina
apikal (poin C dan D), dan dua di dinding vagina posterior (poin Ap dan Bp).
Semua poin POP-Q, kecuali total panjang vagina (TVL), diukur selama
pasien mengejan dan harus mencerminkan tonjolan maksimum. Semua
pengukuran kecuali panjang vagina total diukur saat pasien mengedan.8

Pengukuran POP-Q
pada pasien ini

2
didapatkan hasil Aa +2. Ba +2, C +3, gh 4, pb 2, tvl 8, Ap -1, Bp 0, dan D -4.
Sondase tertahan dan sisa urin 0 cc. Dapat disimpulkan baha ujung terdepan
prolapse anterior atau nilai BA (+2), lebih dari +1 cm namun kurang dari panjang
total vagina dikurangi 2 sehingga POP-Q digolongkan dalam stadium III. Tidak
adanya sisa urin menunjukkan tidak adanya obstruksi saluran kemih pada
pasien.Jadi, pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis prolapse uteri derajat III
dan sistokel derajat III. Selain itu ujung terdepan prolapse posterior atau nilai Bp
(0) kurang dari +1 dan kurang dari panjang vagina total dikurangi 2 cm, sehingga
berdasarkan POP-Q dapat digolongkan sebagai rektokel derajat II.

Aa +2 Ba +2 C +3

Gh 4 Pb 2 Tvl 8

Ap -1 Bp 0 D -4

D. Faktor Resiko Prolaps Uteri


1. Multiparitas
Persalinan pervaginam adalah yang paling sering dikutip sebagai faktor
risiko untuk prolaps uteri. Tidak ada kesepakatan apakah itu kehamilan atau
kelahiran itu sendiri yang merupakan predisposisi disfungsi dasar panggul.
Namun, banyak penelitian telah dijelaskan menunjukkan bahwa melahirkan tidak
meningkatkan kecenderungan wanita untuk prolaps uteri. Misalnya, pada studi
Organ Penyokong Panggul (POSST), peningkatan paritas dikaitkan dengan
peningkatan kejadian prolaps (Swift, 2005). Selain itu, risiko prolaps organ pelvis
meningkat 1,2 kali pada persalinan pervaginam. Studi kohort yang dilakukan di
Oxford pada 17.000 wanita untuk membandingkan wanita nulipara dengan wanita

3
yang telah mengalami dua kali melahirkan, mengalami peningkatan delapan kali
lipat berkunjung ke rumah sakit untuk prolaps organ pelvis.9
2. Usia
Seperti dijelaskan sebelumnya, usia lanjut juga terlibat dalam
pengembangan prolaps organ pelvis. Dalam studi POSST, ada 100-persen
peningkatan risiko prolaps untuk setiap dekade kehidupan. Pada wanita berusia 20
sampai 59 tahun, kejadian prolaps organ pelvis berlipat ganda dengan setiap
dekade. Seperti risiko prolaps organ pelvis lainnya, penuaan adalah proses yang
kompleks. Peningkatan insiden mungkin akibat dari penuaan fisiologis dan proses
degeneratif serta hipoestrogenisme.9
3. Penyakit jaringan ikat
Wanita dengan gangguan jaringan ikat lebih mungkin untuk
mengembangkan prolaps organ pelvis. Dalam sebuah studi seri kasus kecil,
sepertiga dari wanita dengan sindrom Marfan dan tiga perempat dari wanita
dengan sindrom Ehlers-Danlos melaporkan riwayat prolaps organ pevis.9
4. Ras
Prevalensi perbedaan ras, prolaps organ pelvis telah dibuktikan dalam
beberapa penelitian. Perempuan kulit hitam dan Asia menunjukkan risiko
terendah, sedangkan wanita Hispanik tampaknya memiliki risiko tertinggi.
Meskipun perbedaan kandungan kolagen telah dibuktikan antara ras, perbedaan
ras di tulang panggul juga mungkin memainkan peran. Misalnya, perempuan kulit
hitam lebih sering memiliki lengkungan kemaluan sempit dan panggul android
atau antropoid. Bentuk-bentuk ini adalah pelindung terhadap prolaps organ pelvis
dibandingkan dengan panggul ginekoid khas wanita Kaukasia yang paling.9
5. Peninggian tekanan intraabdomen
Peningkatan tekanan intra-abdomen yang kronis diyakini memainkan
peran dalam patogenesis prolas organ pelvis. Kondisi ini dapat sebabkan oleh
obesitas, sembelit kronis, batuk kronis, dan angkat berat berulang-ulang. Sejumlah
penelitian mengidentifikasi obesitas sebagai faktor risiko independen untuk stres
inkontinensia urin (Brown, 1996; Burgio, 1991; Dwyer, 1988). Namun, hubungan
dengan perkembangan prolaps organ pelvis kurang jelas (Hendrix, 2002;
Nygaard,

4
2004). Berkenaan dengan mengangkat, sebuah studi Denmark menunjukkan
bahwa asisten perawat yang terlibat dengan angkat berat berulang berada pada
peningkatan risiko untuk menjalani intervensi bedah untuk prolaps, dengan rasio
odds 1,6 (Jorgensen, 1994). Selain itu, merokok dan penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK) juga telah terlibat dalam pengembangan prolaps organ pelvis,
meskipun sedikit data mendukung hubungan ini (Gilpin, 1989; Olsen, 1997).
Demikian pula, meskipun batuk kronis menyebabkan kenaikan tekanan
intraabdomen, tidak ada mekanisme yang jelas. Beberapa percaya bahwa senyawa
kimia dalam tembakau yang dihirup dapat menyebabkan perubahan yang
menyebabkan POP daripada batuk kronis sendiri. (Wieslander, 2005).9

E. Patofisiologi Prolaps Uteri


Normalnya, uterus di fiksasi pada tempatnya oleh otot dan ligamentum
membentuk dasar pelvis. Prolaps uteri terjadi ketika dasar pelvis yaitu otot dan
ligamentum mengalami peregangan, terjadi kerusakan, dan kelemahan sehingga
mereka tidak sanggup untuk menyokong organ pelvis, sehingga uterus dan organ
pelvis lainnya jatuh ke introitus vaginae. Prolaps bisa saja terjadi secara tidak
komplet, atau pada beberapa kasus yang berat, terjadi prolaps yang komplet
sehingga uterus jatuh sampai keluar vagiana.2

Gambar 1. Prolaps uteri.10

5
Gambar 2. Anatomi daras panggul.8

F. Manifestasi Klinis
Gejala sangat berbeda-beda dan bersifat individual. Kadangkala penderita
yang satu dengan prolaps yang cukup berat tidak mempunyai keluhan apapun,
sebaliknya penderita lain dengan prolaps ringan mempunyai banyak keluhan.
Keluhan-keluhan yang hampir selalu dijumpai:5
 Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genialia
eksterna.2
 Rasa sakit di panggul dan pinggang (backache). Biasanya jika penderita
berbaring, keluhan menghilang atau menjadi kurang.2
 Prolaps uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut:

6
a) Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita waktu
berjalan dan bekerja. Gesekan portio uteri oleh celana
menimbulkan lecet sampai luka dan dekubitus pada portio uteri.2
b) Leukorea karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dan
karena infeksi serta luka pada portio uteri.2

G. Diagnosis
1. Anamnesis
Keluhan-keluhan penderita dan pemeriksaan ginekologik umumnya dengan
mudah dapat menegakkan diagnosis prolapsus genitalis. Pasien dengan prolaps
uteri biasanya mengeluhkan adanya benjolan yang keluar dari alat kelaminnya. 5
Pasien biasanya mengeluhkan:2
 Rasa berat pada atau rasa tertekan pada pelvis
 Pada saat duduk pasien meraskan ada benjolan seperti ada bola atau
kadang-kadang keluar dari vagina.
 Nyeri pada pelvis, abdomen, atau pinggang.
 Nyeri pada saat berhubungan.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan genikologi biasanya mudah dilakukan, Friedman dan Little
menganjurkan sebagai berikut; Penderita dalam posisi jongkok disuruh mengejan
dan ditentukan dengan pemeriksaan dengan jari, apakah portio uteri pada posisi
normal atau portio telah sampai introitus vagina, atau apakah serviks uteri sudah
keluar dari vagina. Selanjutnya dengan penderita berbaring dalam posisi litotomi,
ditentukan pula panjangnya serviks uteri. Serviks uteri yang lebih panjang dari
ukuran normal dinamakan elongasio kolli.5 Berikut adalah stadium untuk prolaps
uteri:2
Lima stadium untuk prolaps.2,8
 Stadium 0: Tidak ada prolaps.
 Stadium I: Sebagian besar portio distal mengalami prolaps > 1 cm di atas
himen.
 Stadium II: Sebagian besar portion distal mengalami prolaps ≤ 1 cm di
proksimal atau distal himen.

7
 Stadium III: Sebagian besar portio distal mengalami prolasp > 1 cm
dibawah himen tetapi benjolan tidak lebih 2 cm dari panjang vagina.
 Stadium IV: Prolaps komplet termasuk bagian dari vagina.

Gambar 3. Prolaps uteri dan pesarium.11

3. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak begitu banyak membantu. Tes Papanicolaou (Pap
smear sitologi) atau biopsi dapat diindikasikan pada kasus yang jarang terjadi
yang dicurigai karsinoma, meskipun ini harus ditangguhkan ke dokter perawatan
primer atau dokter kandungan.2
 Pemeriksaan USG
Pemeriksaan USG bisa digunakan untuk membendakan prolaps dari kelainan-
kelainan lain.2
H. Penatalaksanaan Prolaps Uteri

8
1. Observasi
Derajat luasnya prolaps tidak berkaitan dengan gejala. Mempertahankan
prolaps tetap dalam stadium I merupakan pilihan yang lebih tepat. Beberapa
wanita mungkin lebih memilih untuk mengobservasi lanjutan dari prolaps.
Mereka juga harus memeriksakan diri secara berkala untuk mencari
perkembangan gejala baru atau gangguan (seperti buang air kecil atau buang air
besar terhambat, erosi vagina).8
2. Terapi Konservatif
 Latihan otot dasar panggul
Latihan ini sangat berguna pada prolaps ringan, terutama yang terjadi pada pasca
persalinan yang belum lewat 6 bulan. Tujuannya untuk menguatkan otot-otot
dasar panggul dan otot-otot yang mempengaruhi miksi. Namun dari penelitian
yang dilakukan oleh Cochrane review of conservative management prolaps uterus
yang diterbitkan pada tahun 2006 menyimpulkan bahwa latiahan otot dasar
panggul tidak bukti ilmiah yang mendukung. Caranya ialah, penderita disuruh
menguncupkan anus dan jaringan dasar panggul seperti biasanya setelah selesai
berhajat atau penderita disuruh membayangkan seolah-olah sedang mengeluarkan
air kencing dan tiba-tiba menghentikkanya.5,8,9
 Pemasangan pessarium
Pengobatan dengan pessarium sebetulnya hanya bersifat paliatif, yakni menahan
uterus di tempatnya selama pessarium tersebut dipakai. Oleh karena jika
pessarium diangkat, timbul prolaps lagi. Meskipun bukti yang mendukung
penggunaan pessarieum tidak kuat, mereka digunakan oleh 86% dari ginekolog
dan 98% dari urogynaecologists. Prisip pemakaian pessarium ialah bahwa alat
tersebut membuat tekanan pada dinding vagina bagian atas, sehingga bagian dari
vagina tersebut besereta uterus tidak dapat turun dan melewati vagina bagian
bawah. Pessarium yang paling baik untuk prolaps genitalia ialah pessarium cincin,
terbuat dari plastik. Jika dasar panggul terlalu lemah dapat digunakan pessarium
Napier.5,8
Pedoman Pemasangan Pessarium.5

9
 Sebagai pedoman untuk mencari ukuran yang cocok, diukur dengan jari jarak
antara forniks vagina dengan pinggir atas introitus vagina, ukuran tersebut
dikurang 1 cm untuk mendapat diameter dari pessarium yang akan dipakai.
 Pessarium diberi zat pelicin dan dimasukkan miring sedikit kedalam vagina.
Setelah bagian atas masuk ke dalam vagina, bagian tersebut ditempatkan ke
forniks vagina posterior. Kadang-kadang pemasangan pessarium dari plastik
mengalami kesukaran.
 Apabila pessarium tidak dapat dimasukkan, sebaiknya dipakai pessarium dari
karet dengan per didalamnya.
 Untuk mengetahui setelah pemasangan, apakah ukuran cocok, penderita
disuruh batuk atau mengejan. Jika pessarium tidak keluar, penderita disuruh jalan-
jalan, apabila ia tidak merasa nyeri, pessarium dapat diteruskan.
 Pessarium dapat dipakai selama beberapa tahun, asal saja penderita diawasi
secara teratur. Periksa ulang sebaiknya dilakukan 2 – 3 bulan sekali, vagian
diperiksa dengan inspekulo untuk menentukan ada tidaknya perlukaan. Pessarium
dibersihkan dan dicucihamakan dan kemudian di pasang kembali.
 Indikasi penggunaan pessarium:
‒ Kehamilan.
‒ Bila penderita belum siap untuk dilakukan operasi.
‒ Sebagai terapi tes, menyatakan bahwa operasi harus dilakukan.
‒ Penderita menolak untuk dioperasi.
‒ Untuk menghilangkan gejala yang ada, sambil menunggu waktu
operasi dapat dilakukan.

10
Gambar 4. Jenis-jenis pessarium. A. Cube pessary. B. Gehrung pessary. C.
Hodge with knob pessary. D. Regula pessary. E. Gellhorn pessary. F. Shaatz
pessary. G. Incontinence dish pessary. H. Ring pessary. I. Donut pessary.9

3. Terapi Bedah
Prolaps uteri biasanya disertai dengan prolapsus vagina. Maka, jika dilakukan
pembedahan untuk prolaps uteri, prolaps vagina perlu ditangani pula. Ada
kemungkinan terdapat prolaps vagina yang membutuhkan pembedahan, padahal
tidak ada prolaps uteri atau prolaps uteri yang ada belum perlu dioperasi. Di
Inggris dan Wales pada tahun 2005-2006, 22.274 operasi dilakukan untuk prolaps
vagina. Beberapa literatur melaporkan bahwa dari operasi prolaps rahim, disertai
dengan perbaikan prolaps vagina pada waktu yang sama. Indikasi untuk
melakukan operasi pada prolaps uteri tergantung dari beberapa faktor, seperti
umur penderita, keinginan untuk masih mendapat anak atau untuk
mempertahankan uterus, tingkat prolaps, dan adanya keluhan. Macam-macam
operasi untuk prolaps uterus sebagai berikut:8
 Ventrofiksasi
Pada wanita yang masih tergolong muda dan masih menginginkan anak,
dilakukan operasi untuk uterus ventrofiksasi dengan cara memendekkan
ligamentum rotundum atau mengikat ligamentum rotundum ke dinding perut atau
dengan cara operasi Purandare.5
 Operasi Manchester
Pada operasi ini biasanya dilakukan amputasi serviks uteri, dan penjahitan
ligamentum kardinale yang telah dipotong, di muka serviks dilakukan pula
kolporafia anterior dan kolpoperineoplastik. Amputasi serviks dilakukan untuk
memperpendek serviks yang memanjang (elo ngasio kolli). Tindakan ini dapat
menyebabkan infertilitas, abortus, partus prematurus, dan distosia servikalis pada
persalinan. Bagian yang penting dari operasi Manchester ialah penjahitan

11
ligamentum kardinale di depan serviks karena dengan tindakan ini ligamentum
kardinale diperpendek, sehingga uterus akan terletak dalam posisi anteversifleksi,
dan turunnya uterus dapat dicegah.5
 Histerektomi vagina
Operasi ini tepat untuk dilakukan untuk prolaps uterus dalam tingkat lanjut, dan
pada wanita yang telah menopause. Setelah uterus diangkat, puncak vagina
digantungkan pada ligamentum rotundum kanan dan kiri, atas pada ligamentum
infundibulo pelvikum, kemudian operasi akan dilanjutkan dengan kolporafi
anterior dan kolpoperineorafi untuk mencegah prolaps vagina di kemudian hari.5
 Kolpokleisis (operasi Neugebauer-Le Fort)
Pada waktu obat-obatan serta pemberian anestesi dan perawatan pra/pasca operasi
belum baik untuk wanita tua yang seksualnya tidak aktif lagi dapat dilakukan
operasi sederhana dengan menjahit dinding vagina depan dengan dinding vagina
belakang, sehingga lumen vagian tertutup dan uterus terletak di atas vagina. Akan
tetapi, operasi ini tidak memperbaiki sistokel dan retrokel sehingga dapat
menimbulkan inkontinensia urinae. Obstipasi serta keluhan prolaps lainnya juga
tidak hilang.5

I. Komplikasi Prolaps Uteri


Komplikasi yang dapat menyertai prolaps uteri adalah:5
 Kreatinisasi mukosa vagina dan portio uteri. Prosidensia uteri disertai
dengan keluarnya dinding vagina (inversio); karena itu mukosa vagina dan serviks
uteri menjadi tebal serta berkerut, dan berwarna keputih-putihan.5
 Dekubitus. Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser
dengan paha dan pakaian dalam; hal itu dapat menyebabkan luka dan radang, dan
lambat laun timbul ulkus dekubitus. Dalam keadaan demikian, perlu dipikirkan
kemungkinan karsinoma, lebih-lebih pada penderita berusia lanjur.5
 Hipertrofi serviks uteri dan elangasio kolli. Jika serviks uteri turun ke dalam
vagina sedangkan jaringan penahan dan penyokong uterus masih kuat, karena
tarikan ke bawah di bagian uterus yang turun serta pembendungan pembuluh
darah, serviks uteri mengalami hipertrofi dan menjadi panjang pula. Hal yang
terakhir ini dinamakan elongasio kolli.5

12
 Kemandulan. Karena serviks uteri turun sampai dekat pada introitus vaginae
atau sama sekali keluar dari vagina, tidak mudah terjadi kehamilan.5

J. Prognosis
Sebagian besar wanita (lebih dari 40%) yang mempunyai prolaps derajat awal
biasanya timbul gejala minimal atau tidak terdapat gejala sama sekali. Latihan
otot dasar panggul dapat membantu atau mencegah perburukan prolaps derajat
awal.12

DAFTAR PUSTAKA

13
1. Faraj R, Broome J. Laparoscopic Sacrohysteropexy and Myomectomy for
Uterine Prolapse: A Case Report and Review of the Literature. Journal of
Medical Case Report 2009. [database on the NCBI]. [cited on Feb 27, 2015];
02:1402. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/
pmc/articles/PMC2783099/pdf/1752-1947-3-99.pdf.
2. Barsoom RS, Dyne PL. Uterine Prolapse in Emergency Medicine. Medscape
Article. [database on the medscape] 2011. [cite on Feb 27, 2015]. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/797295- overview#showall.
3. Anhar K, Fauzi A. Kasus Prolapsus Uteri di Rumah Sakit DR. Mohammad
Hoesin Palembang Selama Lima Tahun (1999 – 2003). Departemen Obstetri
dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSMH
Palembang. [database on the internet]. [cited on Feb 28, 2015]. Available
from: http://digilib.unsri.ac.id/download/ KASUS%20PROLAPSUS
%20UTERI%20DI%20RUMAH%20SAKIT% 20DR_%20MOHMMAD
%20HOESIN.pdf.
4. Detollenaere RJ, Boon J, Stekelenburg J, Alhafidh AH, Hakvoort RA, et al.
Treatment of Uterine Prolapse Stage 2 or Higher: A Randomized Multicenter
Trial Comparing Sacrospinnosus Fixation with Vaginal Hysterectomy (SAVE
U Trial). BMC Womens Health Journals 2011. [database on the NCBI]. [cited
on Feb 28, 2015]; 02:1402. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3045971/ pdf/1472-6874-11-
4.pdf.
5. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Kandungan. Edisi
Kedua, Cetakan Ketujuh. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
2009. Hal: 9-11,432,433,436,437.
6. Anatomy of Uterine [Image on the Gray’s Anatomy Student Consult] 2010.
[cited on Feb 28, 2015]. Available from:
http://www.studentconsult.com/bookshop/chome/default.cfm?shortcut=an
atomy.
7. Standring S, Ellis H, Healy JC, Johnson D, Williams A, et al. Gray’s
Anatomy: The Anatomical Basis of Clinical Practice. 39th Edition. [textbook
of Anatomy]. Elsevier Churchill Livingstone: 2008.

14
8. Doshani A, Teo R, Mayne CJ, Tincello DG. Uterine Prolapse. Clinical
Review 2007. [database on the NCBI]. [cited on Mar 1, 2015]; 335:819-823.
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/
PMC2034734/pdf/bmj-335-7624-cr-00819.pdf.
9. Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD,
Cunningham FG. Williams Gynecology. The McGraw-Hill Companies. 2008.
10. Pelvic Organ Prolaps; A Guide for Women. International Urogynecological
Association 2011. [article in the internet]. [cited on Mar 1, 2015]; 335:819-
823. Available from:
http://c.ymcdn.com/sites/www.iuga.org/resource/resmgr/brochures/eng_po
p.pdf.
11. Vita DD, Giordano S. Two Succesful Natural Pregnancies in a Patient with
Severe Uterine Prolapse: A Case Report. J Med Case Report 2011. [database
on the NCBI]. [cite on Mar 1, 2015]. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3180421/.
12. Pelvic Organ Prolaps; A Guide for Women. International Urogynecological
Association 2011. [article in the internet]. [cited on Mar 2, 2015]; 335:819-
823. Available from:
http://c.ymcdn.com/sites/www.iuga.org/resource/resmgr/brochures/eng_po
p.pdf.

15

Anda mungkin juga menyukai