Anda di halaman 1dari 31

Laporan Kasus

PROLAPS UTERI STADIUM IV + SISTOKEL STADIUM III +


REKTOKEL STADIUM II

Oleh :

Maulana Aufar Firwanda


NIM 17309123100

Pembimbing :

dr. Pribakti Budinurdjaja, Sp.OG (K)

BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FK ULM – RSUD ULIN
BANJARMASIN
Agustus, 2019
DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................. i

Daftar Isi............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 2

BAB III LAPORAN KASUS......................................................................... 11

BAB IV PEMBAHASAN.............................................................................. 25

BAB V PENUTUP........................................................................................ 28

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Prolaps uteri merupakan bagian dari prolaps organ panggul (POP) yang

ditandai dengan turun/jatuhnya uterus dari posisi anatomisnya yang normal

melalui vagina. Prolaps uteri disebabkan oleh melemah atau meregangnya otot

dasar panggul dan ligamentum yang menyokong uterus.(1)(2)

Prolaps organ panggul (POP) dapat mengenai segala usia, tetapi kasus ini

lebih dari 50% ditemukan pada wanita yang berusia tua. Prevalensi POP

meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Prevalensi POP meningkat sebesar

40% setiap kenaikan satu dekade dan mencapai puncaknya pada wanita berusia

60-69 tahun.(3,4)

Prolaps uteri meruakan kasus yang tidak menyebabkan mortalitas maupun

morbiditas yang berat, tetapi prolaps uteri sangat mempengaruhi interaksi sosial,

psikologis, dan fisik penderita, sehingga dapat sangat menurunkan kualitas hidup

penderita terutama jika telah terjadi berbagai komplikasi.(4) Oleh karena itu sangat

penting bagi seorang tenaga medis untuk mengetahui tentang kasus prolaps uteri

secara komprehensif agar diagnosis dan tatalaksana dapat dilakukan secara cepat

dan tepat dan berbagai komplikasi dapat dihindari. Berikut adalah laporan kasus

seorang wanita berusia 49 tahun dengan diagnosis prolaps uteri stadium IV +

elongatio colli + sistokel stadium III dan rektokel stadium II yang dirawat di

RSUD Ulin Banjarmasin.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Prolaps uteri adalah suatu kondisi yang ditandai dengan turun/jatuhnya

uterus dari posisi anatomisnya yang normal melalui vagina. Prolaps uterus

disebabkan oleh melemah atau meregangnya otot dasar panggul dan ligamentum

yang menyokong uterus.(1)(2) Prolaps uteri merupakan salah satu bagian dari

prolaps organ panggul (POP), yang dapat bermanifestasi sebagai prolaps uteri,

prolaps vaginal, sistokel (prolaps dinding anterior vagina) dan rektokel (prolaps

dinding posterior vagina).(5)

B. EPIDEMIOLOGI

Prolaps organ panggul (POP) dapat mengenai segala usia, tetapi kasus ini

lebih sering terjadi pada wanita yang berusia tua. Prevalensi POP meningkat

seiring dengan bertambahnya usia. Prevalensi POP meningkat sebesar 40% setiap

kenaikan satu dekade dan mencapai puncaknya pada wanita berusia 60-69

tahun.(3)

Setiap tahunnya, diperkirakan insiden sistokel mencapai 9.3%, rektokel


(3)(5)
sebanyak 5.7%, dan 1.5% kasus merupakan kasus prolaps uteri. Berbeda

dengan hasil penelitian tersebut, sebuah penelitian yang dilakukan di Indonesia,

tepatnya di Rumah Sakit Dr.Soetomo Surabaya selama periode 2007 hingga 2011

menemukan bahwa terdapat 371 wanita yang didiagnosis POP, prolaps uteri

merupakan kasus yang paling banyak ditemukan. Hasil penelitian tersebut

2
menemukan bahwa dari 371 kasus POP terdiri atas 61 kasus prolaps uteri

(66.3%), 6 kasus sistokel (6.52%), dan 25 kasus (26.1%) merupakan kasus

kombinasi.(5)

C. ETIOLOGI, FAKTOR RISIKO DAN PATOGENESIS

Prolaps uteri dapat disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah

kehamilan, melahirkan pervaginam, menopause, defisiensi estrogen, peningkatan

tekanan intraabdomen jangka panjang (konstipasi, angkat beban, PPOK, dan

mengedan), ras, indeks massa tubuh (IMT), genetik, anatomis, dan riwayat

operasi.(6) Namun, dari berbagai faktor tersebut, persalinan pervaginam

merupakan faktor yang paling berperan dalam terjadinya prolaps uteri.(2) Hal

tersebut dikarenakan pada persalinan pervaginam akan terjadi over stretching

yang akan mempengaruhi kekuatan otot dasar panggul yang normalnya

menyokong uterus. Akibatnya, uterus dapat turun melewati dasar panggul, masuk

ke dalam vagina dan akhirnya menonjol hingga melewati introitus vagina.(3)(4)

Selain faktor paritas, variasi genetik juga memegang peranan dalam terjadinya

prolaps uteri. Hal tersebut dengan perubahan gen yang mengekpresikan elastin

yang berperan penting dalam menjaga integritas jaringan dan dasar panggul.(6)

D. MANIFESTASI KLINIS

Terdapat beberapa gejala dan tanda yang dapat ditemukan pada kasus

prolapss uteri, tetapi semua pasien prolapss uteri pasti akan mengeluhkan adanya

massa yang menonjol dan turun melalui vagina. Disamping itu pasien juga dapat

mengeluhkan adanya rasa nyeri pada vagina, secret vagina, dan nyeri punggung

bawah yang kronik. Kasus prolaps uteri biasanya tidak terjadi sendiri, tetapi

3
disertai dengan adanya sistokel dan rektokel, sehingga juga akan disertai dengan

gangguan miksi dan defekasi.(2)(4)(7) Berikut adalah diagram persentase kasus

untuk prolapss uteri, sistokel, dan rektokel dan ilustrasinya.(2)(7)

Gambar 1. Diagram Persentase Kasus untuk Prolapss Uteri, Sistokel, dan


Rektokel Dan Ilustrasinya.(2)(7)

4
E. GRADING SYSTEM OF UTERINE PROLAPS

Sistem grading yang digunakan secara luas untuk menilai derajat prolapss

uteri adalah POP-Q. Berdasarkan sistem grading tersebut, prolaps uteri

diklasifikasikan dari grade I hingga grade IV, dengan rincian sebagai berikut.(8)

Tabel 1. Sistem grading prolapss uteri berdasarkan POP-Q

Stadium O Tidak ada prolaps.

Stadium I Sebagian besar portio distal mengalami prolaps > 1 cm di


atas himen.
Stadium II Sebagian besar portion distal mengalami prolaps ≤ 1 cm di
proksimal atau distal himen.
Stadium III Sebagian besar portio distal mengalami prolasp > 1 cm
dibawah himen tetapi benjolan tidak lebih 2 cm dari panjang
vagina.
Stadium IV Prolaps komplet termasuk bagian dari vagina.

Berdasarkan sistem grading tersebut, berikut adalah gambaran

skematiknya.(7)

Gambar 2. Gambaran skematik derajat prolaps uteri.(7)

5
F. DIAGNOSIS

Diagnosis prolaps uteri ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan penunjang.

 Anamnesis

Pada saat anamnesis biasanya didapatkan berbagai keluhan sesuai dengan

manifestasi klinis, misalnya adanya massa yang menonjol dari vagina, nyeri

vagina, nyeri punggung bawah, secret vagina, dengan atau tanpa gangguan miksi

dan defekasi.(2)(4)(7) Selain itu, pada anamnesis juga perlu dicari berbagai faktor

risiko yang dapat menyebabkan terjadinya prolaps uteri, terutama factor paritas.

 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan genikologi sesuai dengan

yang dianjurkan oleh Friedman dan Little, yakni sebagai berikut; penderita dalam

posisi jongkok disuruh mengejan dan ditentukan dengan pemeriksaan dengan jari,

apakah portio uteri pada posisi normal atau portio telah sampai introitus vagina,

atau apakah serviks uteri sudah keluar dari vagina. Selanjutnya dengan penderita

berbaring dalam posisi litotomi, ditentukan pula panjangnya serviks uteri. Serviks

uteri yang lebih panjang dari ukuran normal dinamakan elongasio kolli.(9)

 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium tidak begitu banyak membantu. Tes

Papanicolaou (Pap smear sitologi) atau biopsi dapat diindikasikan pada kasus

yang jarang terjadi yang dicurigai karsinoma, meskipun ini harus ditangguhkan ke

dokter perawatan primer atau dokter kandungan. Pemeriksaan USG Pemeriksaan

USG bisa digunakan untuk membendakan prolaps dari kelainan-kelainan lain.(9)

6
G. TATALAKSANA

Terdapat beberapa pilihan terapi yang dapat dilakukan pada kasus prolapss

uteri, diantaranya adalah observasi, latihan otot dasar panggul, pemasangan

pessarium, dan operasi. Target utama berbagai modalitas terapi tersebut adalah

untuk meringankan gejala dan untuk terapi konservatif bertujuan untuk mencegah

perburukan penyakit. (3)(4)

 Observasi

Kebanyakan kasus prolaps uteri tidak membutuhkan terapi dan hanya

perlu diobservasi apabila ada perburukan gejala, tetapi wanita yang mengalami

prolaps biasanya lebih cenderung ingin diberikan intervensi. Biasanya, modisikasi

gaya hidup seperti berhenti merokok dan menghindari mengangkat berat dan

konstipasi akan dapat meringankan gejala.(3)

 Latihan otot dasar panggul

Latihan otot dasar pangul dilakukan untuk meningkatkan kekuatan otot

dasar panggul untuk dapat mengembalikan fungsinya sebagai penyokong organ-

organ panggul, termasuk uterus. Latihan otot dasar panggul yang disarankan

adalah menggunakan prosedur Kegel yang akan mengontraksikan otot levator ani

secara sistematik, sehingga akan memperbaiki fungsi dasar panggul. Berdasarkan

penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa latihan otot dasar panggul dapat

mengurangi gejala yang terkait dengan stress, urge, dan mixed incontinence dan

mengurangi gejala prolaps ringan lainnya. Latihan otot dasar panggul yang

disarankan adalah selama 45-60 menit per hari yang dibagi menjadi tiga set

latihan. (3)(4)

7
 Pessarium

Pessarium adalah alat yang terbuat dari silicon dan ditempatkan di vagina

untuk menggantikan fungsi anatomi pelvis yang normal, sehingga dapat

mengurangi gejala prolaps yang terjadi (Gambar 3). Pessarium merupakan pilihan

terapi untuk semua stadium prolaps uteri dan dapat mencegah progresi prolaps,

serta menunda dilakukannya operasi. Namun, terapi ini bukan merupakan terapi

definitif karena apabila pessarium dilepas maka prolaps akan kembali terjadi.(3)(9)

Gambar 3. Jenis-jenis pessarium dan contoh pemasangannya.(3)

 Operasi

Terdapat beberapa pilihan teknik operasi yang dapat dilakukan pada kasus

prolaps uteri, diantaranya adalah sebagai berikut.

Ventrofiksasi

Prosedur ini dilakukan pada wanita muda yang masih menginginkan anak.

Prosedur ini dilakukan dengan cara memendekkan ligamentum rotundum atau

mengikat ligamentum rotundum ke dinding perut.(9)

8
Operasi Manchester

Pada prosedur ini dilakukan pemotongan serviks uteri dan penjahitan

ligamentum kardinale yang telah dipotong, di depan serviks dilakukan pula

kolporafia anterior dan kolpoperineoplasti. Pemotongan serviks dilakukan untuk

memperpendek serviks yang memanjang (elongatio colli). Tindakan ini dapat

menyebabkan infertilitas, abortus, partus prematurus, dan distosia servikalis pada

persalinan.(9)

Histerektomi vagina

Prosedur ini merupakan pilihan yang tepat pada prolaps uteri stadium

lanjut dan wanita yang telah menopause. Pada prosedur ini, setalah uterus

diangkat, maka bagian atas vagina digantungkan pada ligamentum rotumdum

kanan dan kiri, serta ligamentu, infundibulo pelvikum. Setelah itu, dilakukan

kolporafi anterior dan kolpoperineorafi untuk mencegah terjadinya prolaps vagina

dikemudian hari.(9)

Kolpokleisis (operasi Neugebauer-Le Fort)

Prosedur ini dilakukan dengan cara menjahir dinding vagina depan dengan

dinding vagina belakang, sehingga lumen vagina akan tertutup dan uterus akan

naik ke atas. Namun, prosedur ini tidak bermanfaat untuk memperbaiki sistokel

dan rektokel.(9)

H. KOMPLIKASI

Terdapat beberapa komplikasi yang dapat menyertai prolaps uteri,

diantaranya adalah kreatiniasasi mukosa vagina dan portio, ulkus decubitus pada

bagian prolaps, infeksi, hipertrofi serviks, elongatio colli, dan infertilitas.(9)(10)

9
I. PROGNOSIS

Prolaps uteri tidak menyebabkan mortalitas maupun morbiditas yang

berat, tetapi prolaps uteri sangat mempengaruhi kualitas hidup penderita, baik

secara social, psikologis, dan fisik.(4)

10
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas

Nama pasien : Ny. Y

Umur : 49 tahun

Pendidikan : SLTA

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Suku : Banjar

Alamat : Jl. Prona III Gg Kenanga No 39 RT 026 RW 002

No. MR : 1-43-30-44

Tanggal MRS : 20 Juli 2019

B. Anamnesis

Anamnesa dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal Juli 2019

1. Keluhan Utama : Keluar benjolan dari kemaluan

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluhkan keluar benjolan dari kemaluan sejak ± 6 bulan yang

lalu. Benjolan yang keluar berwarna merah muda dan teraba lunak, tetapi tidak

nyeri. Benjolan keluar perlahan lahan, awalnya (sekitar 2 bulan yang lalu benjolan

masih bisa dimasukkan, tetapi saat ini benjolan sudah berada di luar kemaluan

dan tidak bisa dimasukkan lagi. Selain itu, pasien juga mengeluhkan adanya

11
gangguan pada BAB dan BAK. Pasien mengeluh sulit untuk BAK dan harus

mengedan untuk dapat BAK.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Asma (-), hipertensi (-), DM (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :

Asma (-), hipertensi (-), DM (-)

Riwayat Haid :

Menarche usia 14 tahun, selama 5-7 hari, siklus 28-30 hari.

Riwayat Perkawinan :

Menikah sebanyak satu kali selama 39 tahun, menikah pertama kali usia 17 tahun

Riwayat HPHT : 2 tahun yang lalu

Riwayat KB : Pil stop 1 bulan yang lalu

Riwayat Obstetri :

Tempat Jenis Anak


Kehamil Penyul
No bersalin/ Tahun Persalin Nifas
an it
penolong an Berat Keadaan
1. Dukun 1982 Aterm Spt-BK - Normal 3500gr LK/
Kampung hidup
2. 1984 3 bulan kuretase - - -
Dokter Abortus
3. Dukun 1989 Aterm Spt-BK - Normal 3800gr LK/
Kampung hidup

C. Status Generalis

Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : GCS E4V5M6

Bentuk badan : Normal

12
Tanda Vital : Tekanan darah : 140/90 mmHg

Nadi : 82 x/menit

Respirasi : 18 x/menit

Suhu : 36,8o C

Kepala dan leher

- Kepala : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, palpebra

tidak edem, pupil isokor, reflex cahaya +/+

- Telinga : Bentuk normal, tidak ada cairan yang keluar dari telinga,

tidak ada gangguan pendengaran

- Hidung : Bentuk normal, tidak tampak deviasi septum, tidak ada

sekret, tidak ada epistaksis, tidak ada pernapasan cuping

hidung

- Leher : Tidak ada kaku kuduk, tidak tampak pembesaran kelenjar

getah bening dan tiroid, tidak ada peningkatan JVP.

Thorax

- Paru : Inspeksi : bentuk normal, gerak napas simetris dan ICS

tidak melebar

Palpasi : fremitus raba simetris, tidak ada nyeri tekan

Perkusi : sonor +/+, tidak ada nyeri ketuk

Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronki (-/-), wheezing

(-/-)

- Jantung : Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : tidak teraba thrill

13
Perkusi : sulit dilakukan terhalang payudara

Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, bising jantung tidak ada

Ekstremitas atas dan bawah

Atas : Edema (-), gerak normal, parese (-), nyeri gerak (-)

Bawah : Edema (-), gerak normal, parese (-), nyeri gerak (-)

Refleks patella : (+/+)

Stadium :
Aa Bb C

+3 +6 +7
gh pb tvl

6 2 7
Ap Bp
_
+2 +5

D. STATUS GINEKOLOGI

Inspeksi : tampak benjolan keluar dari introitus vagina ± 4cm, fluxus (-)

Palpasi : tidak teraba adanya massa

Pemeriksaan Dalam :

Inspekulo : benjolan keluar dari introitus vagina (+) ± 4cm,

portio licin, warna merah muda, tidak ada fluor dan

fluxus

VT : P : licin, menutup

CU : AF

AP D/S: massa (-), nyeri (-) parametrium lemas

CD : tidak menonjol

14
RT : (+) TSA : (+) menjepit kuat

E. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

15 Juli 2019 (08.32 WITA)


Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
HEMATOLOGI
Hemoglobin 10.6 14,00-18,00 g/dl
Lekosit 6.0 4,0-10,5/ul
Eritrosit 6.08 4,10-6,00 ribu/ul
Hematokrit 38,4 37,00-47,00 vol%
Trombosit 349 150-450 ribu/ul
RDW-CV 15.7 12.1-14.0 %
MCV, MCH, MCHC
MCV 63,2 75,0-96,0 fl
MCH 17.4 28,0-32,0 pg
MCHC 27.6 33,0-37,0 %
HITUNG JENIS
Basofil % 0.5 0.0-1.0%
Eosinofil% 4.7 1.0-3.0%
Gran% 49.1 50.0-81.0%
Limfosit% 40.0 20.0-40.0%
Monosit% 5.7 2.0-8.0%
Basofil# 0.03 <1.00
Eosinofil# 0.28 <3.00
Gran# 2.92 2.50-7.00
Limfosit# 2.38 1.25-4.00
Monosit# 0.34 0.30-1.00
HEMOSTASIS
Hasil PT 11.0 9,9-13,5
INR 1.00 -
Control Normal PT 11.4 -
Hasil APTT 29.2 22.2-37.0
Control Normal APTT 26.1 -
KIMIA
GULA DARAH
Gula Darah Puasa 94 80-115
HATI
SGOT 32 0-46 U/I
SGPT 12 0-45 U/I
Albumin 3.9 3.5-5.2

15
GINJAL
Ureum 19 0-50 mg/dl
Kreatinin 0,59 0.72-1.25 mg/dl

ELEKTROLIT
Natrium 141 136-145 Meq/L
Kalium 4.4 3.5-5.1 Meq/L
Chlorida 108 98-107 Meq/L

22 Juli 2019 (10.12 WITA)


Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11.4 14,00-18,00 g/dl
Lekosit 7.2 4,0-10,5/ul
Eritrosit 6.26 4,10-6,00 ribu/ul
Hematokrit 38,3 37,00-47,00 vol%
Trombosit 322 150-450 ribu/ul
RDW-CV 16.0 12.1-14.0 %
MCV, MCH, MCHC
MCV 61,2 75,0-96,0 fl
MCH 18,2 28,0-32,0 pg
MCHC 58.6 33,0-37,0 %
HITUNG JENIS
Basofil % 0.6 0.0-1.0%
Eosinofil% 4.0 1.0-3.0%
Gran% 58.6 50.0-81.0%
Limfosit% 30.0 20.0-40.0%
Monosit% 6.8 2.0-8.0%
Basofil# 0.04 <1.00
Eosinofil# 0.29 <3.00
Gran# 4.22 2.50-7.00
Limfosit# 2.16 1.25-4.00
Monosit# 0.49 0.30-1.00

16
2. Pemeriksaan Urinalisis
22 Juli 2019 (10.12 WITA)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


URINALISA
MAKROSKOPIS
Warna Kuning Kuning -
Kejernihan Jernih Jernih -
Berat Jenis 1.015 1.005-1.030 -
pH 6.0 5.0-6.5 -
Keton Negative Negative -
Protein Albumin Negative Negative -
Glukosa Negative Negative -
Bilirubin Negative Negative -
Darah Samar Trace Negative -
Nitrit Negative Negative -
Urobilinogen 0.2 0.1-1.0 -
Leukosit Negative Negative -
SEDIMEN URIN
Leukosit 0-1 0-3 -
Eritrosit 2-3 0-2 -
Epithel 1+ 1+ -
Kristal Negative Negative -
Silinder Negative Negative -
Bakteri Negative Negative -
Lain-lain Negative Negative -

23 Juli 2019 (15.01 WITA)

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


HEMATOLOGI
Hemoglobin 10.8 14,00-18,00 g/dl
Lekosit 12.6 4,0-10,5/ul
Eritrosit 5.91 4,10-6,00 ribu/ul
Hematokrit 36.0 37,00-47,00 vol%
Trombosit 300 150-450 ribu/ul
RDW-CV 15.4 12.1-14.0 %
MCV, MCH, MCHC
MCV 60.9 75,0-96,0 fl
MCH 18,3 28,0-32,0 pg
MCHC 30.0 33,0-37,0 %
HITUNG JENIS
Basofil % 0.2 0.0-1.0%
Eosinofil% 0.2 1.0-3.0%

17
Gran% 89.2 50.0-81.0%
Limfosit% 6.8 20.0-40.0%
Monosit% 3.6 2.0-8.0%
Basofil# 0.02 <1.00
Eosinofil# 0.02 <3.00
Gran# 11.21 2.50-7.00
Limfosit# 0.85 1.25-4.00
Monosit# 0.45 0.30-1.00

F. Diagnosis

 Prolaps uteri grade IV

 Sistokel stadium III

 Rektokel stadium II

G. Penatalaksanaan

Tatalaksana :

Pro op TVH + KA + KPR

I. Follow Up

Tabel 3.1: Follow Up Pasien

Tanggal
S O A P
Follow up
21/07/19 Keluar GCS:E4V5M6 - Prolaps Pro op TVH +
benjolan TD: 130/90 uteri KA +KPR
dari N: 78 stadium tanggal
kemaluan T: 36,7 IV 23/07/2019
R: 18x /menit - Sistokel operator : dr.
AICD (-) stadium Ihya Ridlo
III Nizomi, Sp.OG
St. ginekologi: - Rektokel (K)
Inspeksi: tampak stadium
benjolan keluar dari II
introitus vagina, fluxus
(-)
Palpasi: tidak teraba
adanya massa
Pemeriksaan Dalam :
Inspekulo :

18
benjolan keluar dari
introitus vagina (+),
portio licin, warna
merah muda
VT: portio licin,
menutup
RT: TSA menjepit kuat

22/07/19 Keluar GCS:E4V5M6 - Prolaps - Pro op TVH


benjolan TD: 120/80 uteri + KA +KPR
dari N: 80 stadium tanggal
kemaluan, T: 36,8 IV 23/07/19
nyeri (-) R: 20x /menit - Sistokel - Monitor
AICD (-) stadium kel/KU/VS/flx
III - Persiapan
St. ginekologi: - Rektokel operasi
Inspeksi: tampak stadium - Inj. Pycin 4 x
benjolan keluar dari II 750 mg
introitus vagina, fluxus - Sedia darah 1
(-) kolf PRC
-Puasa 00.00
WITA
- Cukur pubis
s/d labium
mayus
23/07/19 Keluar GCS:E4V5M6 - Prolaps - Op TVH + KA
(06.00) benjolan TD: 110/80 uteri +KPR pkl
Pre- dari N: 88 stadium 08.00 WITA
operasi kemaluan, T: 36,7 IV -Inj. Pycin 4 x
nyeri (-), R: 21 x /menit - Sistokel 750 mg
berdarah AICD (-) stadium -Sedia darah 1
(-), puasa III kolf PRC
(+) St. ginekologi: - Rektokel
Inspeksi: tampak stadium
benjolan keluar dari II
introitus vagina , fluxus
(-)

23/07/19 Telah GCS:E4V5M6 - Prolaps - Inj Pycin


(12.00) dilakukan TD: 110/80 mmHg uteri 4x750mg
Post- operasi N: 84 x /menit stadium - Inj Ketorolac
operasi TVH + T: 37,1 C IV 3x30mg
KA +KPR R: 20 x /menit - Sistokel - Inj Asam
AICD (-) stadium tranexamat
III 3x500mg

19
- Rektokel - Mobilisasi
stadium bertahap
II - Aff DC hari
kamis
25/07/2019 Pkl
06.00 (sesuai
protap
pelepasan
kateter)
- Cek DR post
op
- Transfusi PRC
bila Hb <8 g/dl
22/05/19 Nyeri luka GCS:E4M6V5 Post op - Infus RL : D5
bekas TD: 120/70 TVH + KA = 2:1/24 jam
operasi N: 80 + KPR ai sampai 2 hari
(+), T: 36,7 prolaps post op
mobilisasi R: 18 uteri std.IV - Inj. Viccilin 4
(-) + x 750 mg
STG : elongation - Inj. Ketorolac
Terpasang kassa vagina colli + 3 x 30 mg IV
(+), flx (-) sistokel std - Inj. Asam
III + tranexamat
rektokel std 3x500 mg IV
II (H1) - Lepas kassa
vagina 1x24
jam (13.00
WITA)
- Monitoring
TV/kel/flx

23/05/19 Kel (-) GCS:E4M6V5 Post op - Aff IV line


TD: 120/80 TVH + KA setelah inj.
N: 80 + KPR ai Viccilin ke-8
T: 36,7 prolaps - Kaltrofen sup
R: 16 uteri std.IV K/P nyeri
+ - PO nutriflam
STG : elongation neo 3x1 tab
V/V flx (-) colli + - Po cefixime
sistokel std 2x200 mg
III + - PO asam
rektokel std mefenamat
II (H2) 3x500 mg
- Mobilisasi
- Diet TKTP

20
24/05/19 Kel (-) GCS:E4M6V5 Post op - Diet TKTP
TD: 110/80 TVH + KA - PO nutriflam
N: 80 + KPR ai neo 3x1 tab
T: 36,7 prolaps - Po cefixime
R: 24 uteri std.IV 2x200 mg
+ - PO asam
STG : elongation mefenamat
V/V flx (-) colli + 3x500 mg
sistokel std - Mobilisasi
III + aktif
rektokel std - Pro KRS
II (H3) setelah
observasi
BAK

Laporan Durante Operasi:

21
Foto durante operasi

22
23
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada laporan kasus ini dibahas sebuah kasus wanita berusia 49 tahun dengan

diagnosis prolaps uteri stadium IV + elongatio colli + sistokel stadium III dan

rektokel stadium II. Pasien dirawat di ruang Cempaka RSUD Ulin Banjarmasin

sejak tanggal 18 Mei 2019 hingga diizinkan pulang pada tanggal 24 Mei 2019.

Sebelumnya pasien telah memeriksakan diri di Poli Kandungan RSUD

Banjarmasin dan kemudian diputuskan untuk dilakukan tindakan definitif berupa

operasi transvaginal histerektomi (TVH) + kolporafi anterior (KA) +

kolpoperinerafi (KPR). Setelah dilakukan operasi, pasien diizinkan pulang pada

hari ke-2 post operasi dalam keadaan yang stabil dan tidak ada keluhan.

Diagnosis pada pasien ini ditegakkan terutama berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis diketahui bahwa pasien

datang dengan keluhan utama adanya benjolan yang keluar dari kemaluan. Benjolan dari

kemaluan sejak ± 6 bulan yang lalu. Benjolan yang keluar berwarna merah muda

dan teraba lunak, tetapi dirasakan tidak nyeri. Benjolan keluar perlahan lahan,

awalnya (sekitar 3 bulan yang lalu benjolan masih bisa dimasukkan, tetapi saat

ini benjolan sudah berada di luar kemaluan dan tidak bisa dimasukkan lagi. Selain

itu, pasien juga mengeluhkan adanya gangguan pada BAB dan BAK. Keluhan

yang dialami pasien ini merupakan keluhan klasik yang ada pada pasien prolaps uteri,

yakni adanya massa yang menonjol dan turun melalui vagina. Disamping itu

pasien juga dapat mengeluhkan adanya rasa nyeri pada vagina, secret vagina, dan

24
nyeri punggung bawah yang kronik. Kasus prolaps uteri biasanya tidak terjadi

sendiri, tetapi disertai dengan adanya sistokel dan rektokel, sehingga juga akan

disertai dengan gangguan miksi dan defekasi.(2)(4)(7) Berdasarkan keluhan yang ada

pada pasien, selain prolaps uteri, kemungkinan besar juga terdapat sistokel dan

rektokel karena pada pasien juga ditemukan gejala gangguan BAB dan BAK,

tetapi semua kecurigaan tersebut harus dikonfirmasi terlebih dahulu melalui

pemeriksaan fisik.

Selain itu, pada anamnesis juga didapatkan data faktor risiko pada pasien

ini. Pasien ini merupakan seorang multipara yang telah melahirkan secara

pervaginam sebanyak 4x dengan berat bayi berkisar 3500-4000 gram. Hal tersebut

merupakan faktor risiko utama terjadinya prolaps pada pasien ini karena pada

persalinan pervaginam akan terjadi over stretching yang akan mempengaruhi

kekuatan otot dasar panggul yang normalnya menyokong uterus. Akibatnya,

uterus dapat turun melewati dasar panggul, masuk ke dalam vagina dan akhirnya

menonjol hingga melewati introitus vagina.(3)(4)

Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pemeriksaan ginekologi sesuai

dengan yang dianjurkan oleh Friedman dan Little, yakni penderita dalam posisi

jongkok disuruh mengejan dan ditentukan dengan pemeriksaan dengan jari,

apakah portio uteri pada posisi normal atau portio telah sampai introitus vagina,

atau apakah serviks uteri sudah keluar dari vagina. Selanjutnya dengan penderita

berbaring dalam posisi litotomi, ditentukan pula panjangnya serviks uteri. Serviks

uteri yang lebih panjang dari ukuran normal dinamakan elongatio kolli.(9) Pada

pasien ini, setelah dilakukan pemeriksaan ditemukan adanya massa berwarna

25
merah muda (portio servix) yang menonjol keluar ± 4 cm dari introitus vagina,

tetapi tidak ditemukan adanya secret ataupun perdarahan. Selain massa yang

keluar dari vagina, pada pengukuran panjang uterus menggunakan sonde uteri

ditemukan panjang uterus adalah 11 cm, sehingga ditegakkan diagnosis

elongation colli.

Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, pada kasus ini dilakukan

pemeriksaan darah lengkap, tetapi pemeriksaan tersebut bukan lah pemeriksaan

untuk menunjang diagnosis, tetapi lebih bermanfaat untuk persiapan operasi.

Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka didapatkan

diagnosis pasien ini adalah prolaps uteri stadium IV + elongatio colli + sistokel

stadium III dan rektokel stadium II. Berdasarkan diagnosis tersebut maka

diputuskan untuk melakukan operasi sebagai tatalaksana definitive nya. Prosedur

perasi yang dipilih untuk pasien ini adalah transvaginal histerektomi (TVH) +

kolporafi anterior (KA) + kolpoperinerafi (KPR). Prosedur tersebut dipilih dengan

mempertimbangkan beberapa hal, diantaranya adalah stadium prolaps, usia, dan

jumlah anak. Prosedur ini merupakan pilihan yang tepat pada prolaps uteri

stadium lanjut dan wanita yang telah menopause. Pada prosedur ini, setalah uterus

diangkat, maka bagian atas vagina digantungkan pada ligamentum rotumdum

kanan dan kiri, serta ligamentu, infundibulo pelvikum. Setelah itu, dilakukan

kolporafi anterior dan kolpoperineorafi untuk mencegah terjadinya prolaps vagina

dikemudian hari. (9)

Setelah dilakukan operasi, pasien menjali perawatan pasca operasi selama

2 hari dan kemudian setelah kondisi pasien dipastikan stabil (tanda vital stabil

26
dan tidak ada perdarahan) pasien diizinkan untuk pulang pada tanggal 24 Mei

2019.

27
BAB V

PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus wanita berusia 49 tahun dengan diagnosis

prolaps uteri stadium IV + elongatio colli + sistokel stadium III dan rektokel

stadium II. Pasien dirawat di ruang Cempaka RSUD Ulin Banjarmasin sejak

tanggal 18 Mei 2019 hingga diizinkan pulang pada tanggal 24 Mei 2019.

Sebelumnya pasien telah memeriksakan diri di Poli Kandungan RSUD

Banjarmasin dan kemudian diputuskan untuk dilakukan tindakan definitif berupa

operasi transvaginal histerektomi (TVH) + kolporafi anterior (KA) +

kolpoperinerafi (KPR). Setelah dilakukan operasi, pasien diizinkan pulang pada

hari ke-2 post operasi dalam keadaan yang stabil dan tidak ada keluhan.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Pathak K, Khanal S. Factors Associated with Uterine Prolaps among Married


Women of Reproductive Age Group of Gorkha District. International Journal
of New Technology and Research.2018;(3):72–7.

2. Parvathavarthini K, Vanusha A. Clinical epidemiological study of uterine


prolaps. International Journal of Reproduction, Contraception, Obstetrics and
Gynecology.2019;8(1):79–85.

3. Iglesia CB, Smithling KR, Columbia D. Pelvic Organ Prolaps. American


Academy of Famili Physician. 2017.

4. Muthulakshmi C and Hemavathy V. Uterine Prolaps – Case Report. IOSR


Journal of Nursing and Health Science.2015;4(3):73–5.

5. Kusuma IG, Putra IG, Megadhana IW, Sanjaya IN, Manuaba IF.
Characteristic of patients with pelvic organ prolaps in obstetric and
gynecologic outpatient clinic in Sanglah Hospital, Bali, Indonesia from
January 2014 to December 2015. Bali Medical Journal. 2017;6(1):76-81.

6. Anggraeni A, Wulansari V, Darto D. Dominant factors affecting uterine


prolaps in Dr. Moewardi Hospital, Surakarta, in 2013-2015. Majalah Obstetri
& Ginekologi. 2018;25(3):77-80.

7. Barber MD. Pelvic organ prolaps. BMJ. 2016;354:i3853.

8. Dhama V, Chaudhary R, Singh S, Singh M. Evaluation of pelvic organ


prolaps by standardized POP Q system for vaginal hysterectomy. International
Journal of Reproduction, Contraception, Obstetrics and
Gynecology.2017;6(6):2584–8.

9. Trivana AH. Referat Ginekologi Prolaps Uteri. Fakultas Kedokteran


Universitas Abdurrab Pekanbaru. 2013.

10. Tsikouras P, Dafopoulos A, Vrachnis N, Iliodromiti Z, Bouchlariotou S,


Pinidis P, Tsagias N, Liberis V, Galazios G, Von Tempelhoff GF. Uterine
prolaps in pregnancy: risk factors, complications and management. The
Journal of Maternal-Fetal & Neonatal Medicine. 2014;27(3):297-302.

29

Anda mungkin juga menyukai