Anda di halaman 1dari 5

RUPTUR UTERI

dr.Bambang Widjanarko, SpOG Fak.Kedokteran & Kesehatan UMJ JAKARTA


Tujuan Instruksional Umum :
Mahasiswa dapat memahami penyebab, gejala dan tanda serta komplikasi ruptura uteri sehingga
dapat menegakkan diagnosa dengan baik dan melakukan persiapan rujukan
Tujuan instruksional khusus :
1. Menjelaskan etiologi dan faktor resiko ruptura uteri
2. Menjelaskan gejala dan tanda ruptura uteri
3. Menyebutkan jenis ruptura uteri
4. Membedakan ruptura uteri dengan penyebab perdarahan antepartum lain
5. Mendiskusikan cara penegakkan diagnosa
6. Menjelaskan cara pertolongan pertama pada kasus ruptura uteri
7. Menjelaskan cara pencegahan ruptura uteri
Ruptura uteri atau robekan rahim merupakan peristiwa yang amat membahayakan baik untuuk
ibu maupun untuk janin.
Ruptura uteri dapat terjadi secara komplet dimana robekan terjadi pada semua lapisan
miometrium termasuk peritoneum dan dalam hal ini umumnya janin sudah berada dalam cavum
abdomen dalam keadaan mati ; ruptura inkomplet , robekan rahim secara parsial dan peritoneum
masih utuh.
Angka kejadian sekitar 0.5%
Ruptura uteri dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma dan dapat terjadi pada uterus yang
utuh atau yang sudah mengalami cacat rahim (pasca miomektomi atau pasca sectio caesar) serta
dapat terjadi dalam pada ibu yang sedang inpartu (awal persalinan) atau belum inpartu (akhir
kehamilan)
Kejadian ruptura uteri yang berhubungan dengan cacat rahim adalah sekitar 40% ; ruptura uteri
yang berkaitan dengan low segmen caesarean section ( insisi tranversal ) adalah kurang dari 1%
dan pada classical caesarean section ( insisi longitudinal ) kira kira 4% 7%
Faktor resiko :

1. Pasca sectio caesar ( terutama classical caesarean section )


2. Pasca miomektomi ( terutama miomektomi intramural yang sampai mengenai seluruh
lapisan miometrium )
3. Disfungsi persalinan ( partus lama, distosia )
4. Induksi atau akselerasi persalinan dengan oksitosin drip atau prostaglandin
5. Makrosomia
6. Grande multipara
DIAGNOSIS dan PENATALAKSANAAN
Gejala dan tanda ruptura uteri sangat ber variasi.
Secara klasik, ruptura uteri ditandai dengan nyeri abdomen akut dan perdarahan pervaginam
berwarna merah segar serta keadaan janin yang memburuk.
Gejala ruptura uteri iminen :
1. Lingkaran retraksi patologis Bandl
2. Hiperventilasi
3. Gelisah cemas
4. Takikardia

Lingkaran Retraksi Patologis ( Lingkaran Bandl )

Setelah terjadi ruptura uteri, nyeri abdomen hilang untuk sementara waktu dan setelah itu
penderita mengeluh adanya rasa nyeri yang merata dan disertai dengan gejala dan tanda:
1. Abnormalitas detik jantung janin (gawat janin sampai mati)
2. Pasien jatuh kedalam syok
3. Bagian terendah janin mudah didorong keatas
4. Bagian janin mudah diraba melalui palpasi abdomen
5. Contour janin dapat dilihat melalui inspeksi abdomen

Robekan utrerus saat laparotomi


Bila sudah diagnosa dugaan ruptura uteri sudah ditegakkan maka tindakan yang harus diambil
adalah segera memperbaiki keadaan umum pasien ( resusitasi cairan dan persiapan tranfusi ) dan
persiapan tindakan laparotomi atau persiapan rujukan ke sarana fasilitas yang lebih lengkap.
Sebagai bentuk tindakan definitif maka bila tobekan melintang dan tidak mengenai daerah yang
luas dapat dipertimbangkan tindakan histerorafia ; namun bila robekan uterus mengenai jaringan
yang sangat luas serta sudah banyak bagian yang nekrotik maka tindakan terbaik adalah
histerektomi.
PENCEGAHAN
Resiko absolut terjadinya ruptura uteri dalam kehamilan sangat rendah namun sangat bervariasi
tergantung pada kelompok tertentu :
1. Kasus uterus utuh
2. Uterus dengan kelainan kongenital

3. Uterus normal pasca miomektomi


4. Uterus normal dengan riwayat sectio caesar satu kali
5. Uterus normal dengan riwayat sectio lebih dari satu kali
Pasien dengan uterus normal dan utuh memiliki resiko mengalami ruptura uteri paling kecil
( 0.013% atau 1 : 7449 kehamilan )
Strategi pencegahan kejadian ruptura uteri langsung adalah dengan memperkecil jumlah pasien
dengan resiko ; kriteria pasien dengan resiko tinggi ruptura uteri adalah:
1. Persalinan dengan SC lebih dari satu kali
2. Riwayat SC classic ( midline uterine incision )
3. Riwayat SC dengan jenis low vertical incision
4. LSCS dengan jahitan uterus satu lapis
5. SC dilakukan kurang dari 2 tahun
6. LSCS pada uterus dengan kelainan kongenital
7. Riwayat SC tanpa riwayat persalinan spontan per vaginam
8. Induksi atau akselerasi persalinan pada pasien dengan riwayat SC
9. Riwayat SC dengan janin makrosomia
10. Riwayat miomektomi per laparoskop atau laparotomi
Ibu hamil dengan 1 kriteria diatas akan memiliki resiko 200 kali lebih besar dibandingkan ibu
hamil umumnya
Rujukan
1. ACOG. Vaginal birth after previous cesarean delivery. ACOG practice bulletin no. 54.
Washington, DC: American College of Obstetricians and Gynecologists;2004.
2. Gyamfi C, Juhasz G, Gyamfi P, Blumenfeld Y, Stone JL. Single- versus double-layer
uterine incision closure and uterine rupture. J Matern Fetal Neonatal Med. Oct
2006;19(10):639-43. [Medline].
3. Kayani SI, Alfirevic Z. Uterine rupture after induction of labour in women with previous
caesarean section. BJOG. Apr 2005;112(4):451-5. [Medline].

4. Lim AC, et al.Pregnancy after uterine rupture: a report of 5 cases and a review of the
literature.Obstet Gynecol Surv.2005 ;60(9):613-7
5. Locatelli A, Regalia AL, Ghidini A, et al. Risks of induction of labour in women with a
uterine scar from previous low transverse caesarean section. BJOG. Dec
2004;111(12):1394-9.
6. Macones GA, Cahill A, Pare E, et al. Obstetric outcomes in women with two prior
cesarean deliveries: is vaginal birth after cesarean delivery a viable option?. Am J Obstet
Gynecol. Apr 2005;192(4):1223-8; discussion 1228-9.
7. Walsh CA, OSullivan RJ, Foley ME (2006). Unexplained prelabor uterine rupture in
a term primigravida. Obstetrics and gynecology 108 (3 Pt 2): 7257.

Anda mungkin juga menyukai