Anda di halaman 1dari 6

TUGAS INDIVIDU

ASKEB KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL DAN


BASIC LIFE SUPPORT
“RESUME BISHOP/PELVIC SCORE, RUPTUR UTERI DAN RUPTUR
UTERI IMINIENS”

OLEH :
I GUSTI AYU DWITYAWATI
NIM :P07124121038

KEMENTRIAN KESEHATAN R.I.


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR
PROGRAM DIPLOMA III KEBIDANAN
DENPASAR
2023
Bishop Score (Nilai Bishop)

Bishop score (nilai bishop) adalah suatu standarisasi objektif dalam memilih pasien yang lebih
cocok untuk dilakukan induksi persalinan tetak verteks. Faktor yang dinilai yaitu:
• Pembukaan seviks
• Pendataran serviks (dengan stasion bidang hodge)
• Penurunan kepala (dengan palpasi perlimaan)
• Konsistensi serviks
• Posisi serviks

Keterangan :
• Metode ini telah digunakan selama beberapa tahun dan telah terbukti memuaskan.
Nilai Bishop ≥ 6 bisa berhasil induksi dan persalinan pervaginam.
• Seleksi pasien untuk induksi persalinan pervaginam dengan letak verteks.
Dipakai pada multiparitas dan kehamilan usia 36 minggu atau lebih

Membaca Hasil Penilaian Bishop Score Bila


jumlah nilai pelvic:

• 10 (matang) -> segera lahir sekitar 15 menit


• Lebih dari 7 -> kemungkinan persalinan pervaginam 100% Nilai 5-7 ->
kemungkinan persalinan pervaginam 40-60% Lebih dari 5 -> kemungkinan
persalinan pervaginam 0-15%.

Jika skor bishop lebih dari atau sama dengan 6 berarti kondisi serviks matang dan jika kurang
dari atau sama dengan 5 berarti seviks belum matang.

Tindakan yang dilakukan jika serviks belum matang:

• Jika Nilai skor Bishop ≤ 5 lakukan pematangan serviks terlebih dahulu.


Pematangan serviks dengan prostaglandin dan Kateter Foley.

Tindakan yang dilakukan jika serviks sudah matang:


• Lakukan Amniotomi (pemecahan ketuban).
• Jika 1 jam his tidak baik, lakukan pemberian oksitoksi drip.
• Jika ibu mengalami PEB, amniotomi bersamaan dengan oksitoksin drip.
Rupture Uteri

A. Pengertian Rupture Uteri


Ruptur uteri adalah rahim robek yang sering kali terjadi akibat komplikasi saat
persalinan normal. Kondisi ini terjadi terutama pada wanita yang pernah menjalani
operasi di area rahim. Ruptur uteri merupakan kondisi gawat darurat, karena dapat
berakibat fatal baik pada ibu hamil maupun janinnya.

Uterus atau rahim adalah organ yang dapat mengembang seiring pertumbuhan janin
dan akan menyusut setelah janin dilahirkan. Pada ruptur uteri, rahim dapat robek akibat
tekanan yang hebat selama proses persalinan. Robekan pada uterus tersebut dapat
menyebabkan janin masuk ke dalam rongga perut. Ruptur uteri sangat jarang terjadi,
yaitu hanya sekitar 1% dari kasus persalinan pada ibu yang pernah menjalani operasi
rahim. Ruptur uteri pada ibu hamil yang tidak pernah menjalani operasi rahim juga bisa
terjadi, tetapi angka kejadiannya lebih kecil, yaitu hanya sekitar 0,01%.

B. Penyebab Ruptur Uteri


Ruptur uteri adalah robekan yang umumnya terjadi pada bekas luka di area rahim,
misalnya akibat operasi caesar, terutama jika terlalu dekat dengan persalinan yang
sebelumnya. Selain itu, robekan pada rahim lebih berisiko dialami oleh ibu dengan
beberapa kondisi berikut:
❖ Rahim terlalu meregang karena kehamilan kembar, polihidramnion, atau
makrosomia
❖ Terlalu banyak mendapat obat induksi persalinan
❖ Pernah operasi pada rahim sebelumnya, misalnya operasi angkat miom
❖ Pernah melahirkan sebanyak 5 kali atau lebih (grandemultipara)
❖ Usia kehamilan lebih dari 40 minggu (kehamilan postterm)
❖ Mengalami perlengketan plasenta (plasenta akreta)
❖ Memiliki kelainan pada bentuk dan struktur rahim
❖ Mengalami cedera di area perut, misalnya akibat kecelakaan atau tindakan
kriminal

Selain pada ibu hamil, ruptur uteri bisa terjadi pada wanita yang tidak hamil. Ruptur
uteri juga dapat terjadi akibat kecelakaan, jatuh, serta tusukan, pukulan, atau luka
tembak ke bagian perut, atau kanker choriocarcinoma.

C. Gejala Ruptur Uteri


Gejala ruptur uteri tidak khas dan baru dapat terdeteksi selama proses persalinan. Selain
itu, gejala tersebut dapat memburuk dengan cepat. Gejala ruptur uteri bisa terjadi pada
ibu maupun janin.
Pada ibu, gejala ruptur uteri yang dapat terjadi antara lain:

❖ Nyeri hebat di perut yang terjadi secara tiba-tiba


❖ Kontraksi rahim berkurang atau berhenti
❖ Perdarahan hebat dari vagina
❖ Nyeri parah yang mendadak di area bekas luka operasi rahim
❖ Penonjolan di perut bagian bawah dekat tulang kemaluan
❖ Denyut jantung sangat cepat (takikardia)
❖ Tekanan darah menurun drastis (hipotensi)
❖ Sementara itu, gejala ruptur uteri pada janin adalah penurunan denyut jantung
dan melambat atau berhentinya gerakan janin (fetal distress).

D. Diagnosis Ruptur Uteri


Diagnosis ruptur uteri sulit dilakukan hanya dengan pemeriksaan fisik. Meski sulit,
diagnosis perlu ditegakkan dokter dengan cepat untuk menyelamatkan ibu dan janin.
Jika dokter mencurigai adanya tanda dan gejala ruptur uteri selama persalinan, dokter
akan segera memeriksa kondisi ibu dan menilai kondisi janin dengan USG kandungan
dan cardiotocography.

Pada USG kandungan, dokter akan memeriksa ada atau tidaknya tanda-tanda berikut:

❖ Bentuk dinding rahim tampak tidak normal


❖ Gumpalan darah di dekat bekas luka operasi rahim
❖ Terdapat darah di dalam rongga perut (hemoperitoneum)
❖ Volume cairan ketuban sangat sedikit (anhidroamnion)
❖ Sebagian janin keluar dari dinding rahim

E. Pengobatan Ruptur Uteri


Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, ruptur uteri merupakan kondisi gawat
darurat. Oleh sebab itu, dokter akan segera melakukan operasi untuk mengeluarkan
bayi dan menghentikan perdarahan. Jika diperlukan, dokter juga akan memberikan
transfusi darah. Sering kali, dokter harus melakukan operasi angkat rahim
(histerektomi), terutama jika robekan yang terjadi cukup luas dan perdarahan sangat
banyak.

F. Komplikasi Ruptur Uteri


Jika tidak segera tertangani, ruptur uteri dapat menyebabkan perdarahan hebat pada ibu
sehingga ibu mengalami syok hipovolemik yang berujung pada kematian ibu atau
janin. Bila selamat, baik bayi maupun ibu berisiko mengalami kekurangan oksigen,
kejang, dan kerusakan otak. Sementara itu, komplikasi dari tindakan histerektomi
adalah ibu tidak bisa hamil kembali.

G. Pencegahan Ruptur Uteri


Upaya utama untuk mencegah terjadinya ruptur uteri adalah dengan kontrol kehamilan
secara rutin, terutama jika pernah operasi caesar atau operasi lain pada rahim. Kontrol
kehamilan rutin juga perlu dilakukan jika ibu hamil memiliki faktor risiko seperti yang
telah disebutkan.

Selain itu, diskusikan dengan dokter terkait perlunya operasi caesar jika persalinan
sebelumnya juga melalui operasi caesar. Hal ini bukan berarti persalinan normal tidak
dapat dilakukan pada ibu hamil yang pernah operasi caesar. Hanya saja, konsultasi
dengan dokter perlu dilakukan untuk mewaspadai dan mencegah ruptur uteri.

Rupture Uteri Iminiens

A. Pengertian Rupture Uteri Imminens (membakat=mengancam):


Adalah suatu keadaan dimana rahim terlah menunjukkan tanda yang jelas akan
mengalami ruptura, yakni dijumpai lingkaran retraksi Bandl yang semakin tinggi
melewati batas pertengahan antara simfisis pubis dengan pusat.

B. Gejala Rupture Uteri Iminiens (Mengancam)


a. Dalam tanya jawab dikatakan telah ditolong atau didorong oleh dukun atau
bidan, partus sudah lama berlangsung.
b. Pasien nampak gelisah, ketakutan, disertai dengan perasaan nyeri diperut.
c. Pada setiap datangnya his pasien memegang perutnya dan mengerang
kesakitan, bahkan meminta supaya anaknya secepatnya dikeluarkan.
d. Pernafasan dan denyut nadi lebih cepat dari biasanya.
e. Ada tanda dehidrasi karena partus yang lama (prolonged laboura), yaitu mutut
kering, lidah kering dan halus badan panas (demam).
f. His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terus menerus.
g. Ligamentum rotundum teraba seperrti kawat listrik yang tegang, tebal dan keras
terutama sebelah kiri atau keduannya.
h. Pada waktu datangnya his, korpus uteri teraba keras (hipertonik) sedangkan sbr
teraba tipis dan nyeri kalau ditekan.
i. Penilaian korpus dan sbr nampak lingkaran bandl sebagai lekukan melintang
yang bertambah lama bertambah tinggi, menunjukkan sbr yang semakin tipis
dan teregang.sering lingkaran bandl ini dikelirukan dengan kandung kemih
yang penuh untuk itu lakukan kateterisasi kandung kemih. Dapat peregangan
dan tipisnya sbr didinding belakang sehingga tidak dapat kita periksa. Misalnya
terjadi pada asinklintismus posterior atau letak tulang ubun-ubun belakang.
j. Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik dan teregang
keatas, terjadi robekan-robekan kecil pada kandung kemih, maka pada
kateterisasi ada hematuria.
k. Pada auskultasi terdengar denyut jantung janin tidak teratur (asfiksia).
l. Pada pemeriksaan dalam dapat kita jumpai tanda-tanda dari ob

C. Pemeriksaan Penunjang

❖ Ruptur uteri paling tepat diagnosis berdasarkan tanda dan gejala, seperti fetal
distress, perdarahan, syok, dll.
❖ Amniografi,Radiopelvimetri dan pemeriksaan panggul tidak terbukti dapat
digunakan dalam memprediksi akan terjadinya rupture uteri pada pasien yang
menginginkan TOLAC.
❖ CT scan dan MRI juga kurang bermanfaat dalam mendiagnosis ruptur uteri akut
karena keterbatasan waktu dalam mendiagnosis, mengingat keterbatasan
tersebut MRI memiliki keunggulan dalam menilai sayatan rahim karena
peningkatan kontras jaringan lunaknya.
❖ Pengunaan transabdominal, transvaginal atau sonohysterographic
ultrasonography dapat digunakan untuk memperkirakan resiko terjadinya
ruptur
❖ Urinalisis dengan melakukan kateterisasi untuk menilai apakah terjadi
hematuria atau tidak, jika terjadi hematuria menandakan adanya robekan dari
kandung kemih.
❖ Hitung darah lengkap dan apusan darah
❖ Menilai kadar Hemoglobin (Hb) dan Hematokrit (Ht).
❖ Golongan darah dan rhesus

Anda mungkin juga menyukai