Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Di dunia yang sekarang ini banyak sekali masalah mengenai hamil diluar nikah
dan kehamilan yang tidak diinginkan antara lain mengenai aborsi . Aborsi merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang dapatmemberikan dampak pada kesakitan dan
kematian pada sang ibu, karena kebanyakan ibu meninggal disebabkan oleh pendarahan
saat persalinan. Dan di kalangan masyarakat banyak para ibu sering menggugurkan
kehamilannya dengan mengonsumsi obat-obat peluruh dan masih banyak lagi.selain
abortus makalah ini juga membahas mengenai IUFD (intra uterine fetal death) itu
merupakan kematian janin yang terjadi tanpa sebab yang jelas, dan mengakibatkan
kehamilan tidak sempurna. Pada dasarnya untuk membedakan IUFD dengan abortus
yaitu hanya kematian janin intra uterine bisa dilihat dari faktor janin, maternal dan
patologi dari plasenta. Maka dengan begitu kelompok kami akan mencoba untuk
membahas mengenai abortus dan IUFD papa kehamilan dan mengenal tanda dan gejala
dari masalah tersebut.
RUMUSAN MASALAH
1
2
3
4

Apakah pengertian dari abortus dan IUFD ?


Bagaimana tanda dan gejala dari masalah abortus dan IUFD?
Adakah faktor dari abortus dan IUFD ?
Bagaimana diagnosis dan penatalaksanaan mengenai masalah tersebut?

TUJUAN
-

Mengetahui pengertian dari masalah tersebut


Mampu mengetahui tanda dan gejala dari abortus dan IUFD
Mampu melihat faktor-faktor yang ada pada masalah tersebut
Mengetahui cara mendiagnosis dan pentalaksanaan abortus dan IUFD

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

Abortus dan IUFD

Page 1

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU DENGAN ABORTUS


1

Definisi
Abortus adalah berakhirnya kehamilan dengan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup keluar kandungan dengan usia gestasi kurang dari 20 minggu dan berat janin
kurang dari 500 gram (Murray, 2002).

Etiologi
Etiologi yang menyebabkan terjadinya abortus adalah sebagai berikut.
1) Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi: kelainan kromosom, lingkungan nidasi kurang
sempurna, dan pengaruh luar.
2) Infeksi akut, pneumonia, pielitis, demam tifoid, toksoplasmosis, dan HIV
3) Abnormalitas traktus genitalis, serviks inkompeten, dilatasi serviks berlebihan, robekan
serviks, dan retroversio uterus.
4) Kelainan plasenta.

Klasifikasi
Klasifikasi abortus adalah sebagai berikut.
a) Abortus Iminen
Abortus iminen mengancam adalah perdarahan per-vagina atau setiap duk
vagina yang berdarah selama paruh pertama kehamilan. Sekitar 20-25% peremppuan
mengalami gejala ini, dan separuhnya memang akhirnya mengalami abortus. Perdarahan
umumnya sedikit, tetapi dapat menetap selama beberapa hari atau minggu. Terjadi
peningkatan resiko hasil akhir kehamilan yang suboptimal-persalinan rematur, berat
badan lahir rendah, dan kematian perinatal tetapi resiko cacat lahir tampaknya tidak
meningkat secara bermakna.
Sebagian besar kasus abortus iminen mungkin tetap berlanjut ketahap berikutnya
tanpa melihat apa yang telah terjadi. Dengan demikian, pasien harus diinstuksikan untuk
segera menghubungi dokternya jika terjadi perdarahan vagina selama kehamilan. Jika
jumlah perdarahan sedikit dan tidak ditemukan penyebab pasti setelah pemeriksaan
cermat terhadap vagina dan service, pasien harus diinformasikan mengenai hal tersebut.
Jika masih terdapat AKDR dan terlihat benang alat tersebut harus dikeluarkan.
Nyeri pada abortus iminen mungkin terasa dibagian anterior dan jelas ritmik,
mirip nyeri bersalin ; nyeri punggung bawah yang menetap disertai perasaan seperti
tekanan dipanggul : atau rasa simpisis disertai nyeri tekanan diatas uterus. Apapun bentuk

Abortus dan IUFD

Page 2

nyeri yang timbul, prognosis kelangsungan kehamilan buruk jika terdapat perdarahan dan
nyeri.
Diperlukan pemeriksaan yang cermat untuk menenntukan apakah service telah
berdilatasi (abortus insipient) atau apakah terdapat komplikasi serius misalnya kehamilan
ekstrauterin atau torsi kista oarium yang tidak diduga sebelumnya. Pasien dapa
diistirahatkan dirumah dan diberi analgesic untk mengobati nyeri, tetapi jika gejalanya
parah, ia harus dirawat inap. Jika volume darah yang hilang cukup banyak sehingga dapat
menimbulkan anemia, pengeluaran produk konsepsi biasanya diindikasikan. Jika
perdarah cukup parah sehingga dapat menyebabkan hipovolemia, penghentian kehamilan
harus dilakukan.
Perdarahan

ringan

dapat

menetap

selama

beberapa

minggu

sehingga

menimbulkan pertanyaan mengenai keadaan janin. Gonadotropin korionik yang menetap


dalam darah atau urine tidak selalu mengisyaratkan bahwa janin hidup atau meninggal.
Jika uterus-yang telah diukur secara akurat dalam periode waktu tertentu-tidak membesar
atau malah mengecil, dapat disimpulkan bahwa janin telah meninggal. Pembesaran uterus
mengisyaratkan bahwa janin masih hidup atau terdapat mola hidatidosa.
Gambaran sonografi yang memperlihatkan cincin gestasional berbatas tegas dan
berbentuk sempurna disertai echo central dari mudigah mengisyaratkan bahwa produk
konsepsi cukup sehat. Kantong gestasi tanpa echo central dari mudigah atau janin
mengisyaratkan bahwa konseptus mungkin sudah meninggal.
Jika terjadi abortus insipen, diameter rata-rata kantong gestasi biasanya lebih kecil
daripada usia gestasi yang sesuai untuknya. Selain itu, pada usia gestasi 6 minggu dan
sesudahnya, denyut Antung janin harusnya sudah dapat terdeeksi menggunakan real-time
ultrasound. Namun, umumnya diperlukan lebih dari satu kali pemeriksaan untuk
menentukan kemungkinan abortus. Observasi sonografi serial untuk mengetahui ada
tidaknya pertumbuhan janin merupakan hal yang bermanfaat. Setelah kematian
konseptus, uterus biasanya harus dikosongkan.
b) Abortus Insipen
Abortus ini ditandai oleh robekan selaput ketuban yang nyata disertai dilatasi
serviks. Pada keadaan ini, abortus iminen sudah hamper pasti terjadi. Jika kehamilan dini
terjadi pengeluaran cairan mendadak, yang mengisyaratkan robekan membrane, sebelum
timbul nyeri atau perdarahn, pasien daoat ditirah baringkan dan dilakukan observasi

Abortus dan IUFD

Page 3

pengeluaran cairan, perdarahan, kram, atau demam lebih lanjut.Jika setelah 48jam
pengeluaran cairan amnion, perdarahan atua nyeri , dan demam sudah berhenti, paseien
dapat bangun dan melanjutan aktivitasnya sehari-hari, kecuali mengalami penetrasi
vagina dalam bentuk apapun. Namun, jika pengeluaran cairan disertai atau diikuti oleh
perdarahan atau nyeri, atau jika kemudian timbul demam-abortus harus dianggap sebagai
abortus insipient dan uterus harus dikosongkan.
c) Abortus Inkompletus
Pada abortus yang terjadi sebelum minggu kesepuluh, janin dan plasenta
kemungkinan besar dikeluarkan bersama-sama, tetapi sesudah minggu kesepuluh,
pengeluaran terjadi secara terpisah. Perdarahan yang menyertai abortus pada kehamilan
yang lebih lanjut seringkali banyak dan kadang-kadang massif sehingga menimbulkan
hipovolemik berat. Jika sebagian plasenta masih melekat dan sebagian lagi terlepas,
bagian yang melekat tersebut aka berfungsi mirip bidai yang mengganggu kontraksi
miometrium di sekitarnya sehingga perdarahan berlanjut. Pembuluh-pembuluh di bagian
plasenta yang terlepas akan mengalami perdarahan hebat karena tidak mengalami
konstriksi yang diperatarai oleh kontraksi dan retraksi miometrium.
Pada abortus inkompletus, biasanya tidak perlu dilakukan dilatasi serviks sebelum
kuretase. Pada banyak kasus, jaringan plasenta yang tertahan sekadar tersangkut secara
longgar dikanalis servisis dan dapat diangkat dari os eksternum dengan forsep cincin atau
ovum. Perdarahan pada abortus inkompletus kadang hebat, tetapi jarang fatal. Demam
bukan merupakan kontraindikasi kuretase jika antibiotic yang sesuai telah diberikan.
d) Missed Abortion
Missed abortion telah disalahartikan sebagai retensi produk konsepsi in utero
yang sudah meninggal selama 4-8 minggu atau lebih. Alasan untuk pembatasan waktu
yang kaku ini tidak jelas dan tidak memiliki kegunaan tertentu-retensi selama periode
waktu yang tidak terbatas sudah cukup untuk menegakkan diagnosis missed abortion.
Saat ovum mati, mungkin timbul perdarahan vagina atau gejala lain yang
mengisyaratkan abortus iminen. Ukuran uterus kemudian tampak menetap selama
beberapa waktu, namun perubahan-perubahan pada payudara biasanya lenyap. Pasien
kemungkinan kehilangan beraat badan beberapa kilogram. Selain itu, palpasi dan
pengukuran uterus yang cermat akan menunjukkan bahwa uterus tidak saja berhenti

Abortus dan IUFD

Page 4

membesar, tetapi malah mengecil akibat absorpsi cairan amnion dan maserasi janin. Jika
missed abortion mengalami terminasi spontan, seperti yang biasanya terjadi, proses
pengeluaran janin sama seperti abortus yang lain. Jika tertahan selama beberapa minggu
setelah kematiannya, produk konsepsi menjadi sebuah kantong kempes berisi mudigah
yang mengalami maserasi berat.
Kadang setelah produk konsepsi yang telah meninggal tertahan cukup lama, timbul defek
koagulasi serius, terutama jika gestasi telah mencapai trimester kedua sebelum janin
meninggal.
e) Abortus Spontan Rekuren
Abortus ini didefinisikan berdasarkan berbagai kriteria jumlah dan urutan, tetapi
mungkin definisi yang paling banyak diterima saat ini adalah abortus spontan yang
terjadi setelah tiga kali atau lebih abortus spontan yang berurutan. Abortus spontan
rekuren umumnya terjadi secara kebetulan.
Abortus spontan yang ditimbulkan oleh masalah pada zigot harus dibedakan
dengan abortus yang disebabkan oleh faktor maternal, yang lebih jarang terjadi. Abortus
dini mungkin disebabkan oleh kelainan aneuploid nonrekuren pada konseptus. Pada
abortus lanjut, perkembangan janin kemungkinan besar adalah euploid dan penyebab
abortus adalah kelainan pada ibu.
Beberapa peneliti sekarang menganjurkan pemeriksaan karyotyping orang tua
setelah dua atau tiga kali abortus spontan. Sebaiknya, pemeriksaan karyotyping
menggunakan teknik chromosomal banding.
Kecuali pada antibody antifosfolipid dan inkompetensi serviks, angka
kesembuhan setelah tiga abortus spontan akan berkisar antara 70% dan 85%, apa pun
terapi yang diberikan. Dengan kata lain, angka kehilangan janin akan lebih besar-tetapi
tidak berbeda sangat jauh-daripada perkiraan pada kehamilan secara umum. Pada
kenyataannya, kemungkinan abortus rekuren adalah sekitar 25-30% berapa pun jumlah
abortus sebelumnya. Polland dkk. (1977) mencatat bahwa jika seorang perempuan
pernah melahirkan bayi hidup, resiko untuk tiap abortus rekuren adalah sekitar 30%
tetapi jika perempuan tersebut belum pernah melahirkan bayi hidup dan setidak-tidaknya
pernah mengalami satu kali kehilangan janin (abortus spontan, kematian janin atau

Abortus dan IUFD

Page 5

neonates), resiko abortus adalah 46%. Setelah persalinan, kemungkinan terjadinya


kelahiran premature atau berat badan lahir rendah meningkat secara bermakna.
-

ABORTUS YANG DIINDUKSI


1) Abortus Terapeutiks
Abortus terapeutiks adalah penghentian kehamilan sebelum janin mampu hidup demi
keselamatan atau kesehatan ibunya.
Indikasi:
Indikasi yang tercatat jelas adalah penyakit jantung persisten setelah riwayat
dekompensasio kordis, penyakit vascular hipertensif tahap lanjutm dan karsinoma
serviks invasive. Walaupun tidak mungkin memperkirakan indikasi yang dapat diterima
untuk abortus terapeutikus dimasa yang akan datang, kebijakan abortus terapeutikus
yang sebelumnya dibuat oleh American College of Obstreticians and Gynecologists
tampaknya paling rasional. Meniurut kebijakan tersebut, abortus terapeutik dapat
dilakukan pada indikasi medis berikut :
1) Jika diteruskan,kehamilan dapat mengancam nyawa ibu atau menyebabkan gangguan
kesehatan yang serius. Dalam menentukan apakah ada resiko kesehatan semacam itu,
dapat dipertimbangkan lingkungan pasien keseluruhan, saat ini atau pada masa
mendatang yang relevan.
2) Jika kehamilan terjadi akibat perkosaan atau incest, pada kasus seperti ini digunakan
criteria medis yang sama dalam evaluasi pasien.
3) Jika kehamilan diteruskan kemungkinan besar anak dilahirkan dengan deformitas
fisik atau retardasi mental yang parah.
2) Abortus Elektif (Sukarela)
Abortus elektif adalah penghentian kehamilan sebelum jatuh janin viable atas
permintaan pasien, tetapi bukan disebabkan resiko ibu atau penyakit janin.
Viabilitas Janin
Istilah viable (mampu hidup) digunakan secara luas untuk menandakan kemungkinan
kelangsungan hidup jika janin dikeluarkan dari uterus. Penghentian kehamilan sebekum
usia gestasi 38 minggu tetapi setelah janin memiliki cukup potensi untuk bertahan hidup
disebut sebagai partus matures.
Konseling sebelum Abortus Elektif

Abortus dan IUFD

Page 6

Konselor yang berpengetahuan dan berperasaan sangar diperlukan, khususnya pada


keadaan yang biasanya menyertai keputusan pro atau anti abortus. Namun hanya tersedia
tiga pilihan untuk perempuan yang mempertimbangkan menjalanni abortus :
menlanjutkan kehamila dengan segala resiko dan tanggung jawabnya; melanjutkan
kehamilan dengan segala resiko tetapi dengan antisipasi adopasi; atau abortus dengan
segala resikonya. Pada beberapa keadaan, perempuan hamil yang ingin abortus dan
melanjutkan kehamilan jika masalah sosial dan ekonominya teratasi.
Untuk bertahan hidup di sebut sebagai partus prematurus. Di banyak negara bagian,
tersedia sertifikas kelahiran untuk setiap bayi yang di lahirkan pada usia gistasi 20
minggu atau lebih atau bayi dengan berat 500 gram atau lebih.
Mahkamah agung amerika serikat dalam peraturan menetapkan mengenai legalitas
abortus, menggunakan istilah viabilitas etapi tidak mengidentifikasikanya. Selain itu,
mahkamah menyatakan, kita tidak harus menjawab pertanyaan sulit mengenai kapan
sebenarnya kehidupan di mulai. Jika mereka yang berwenang dalam disiplin kedokteran,
filsafat, dan teologi tidak mampu mencapai suatu consensus, pengadilan, sampai tahap
perkembangan ilmu pengetahuan manusia saat, tidak berada dalam posisi untuk
berspekulasi mengenai jawaban tersebut.
-

Aborsi Disengaja
Aborsi disengaja adalah interupsi kehamilan sebelum 20 minggu yang disengaja.
Aborsi yang diminta oleh pasien disebut juga sebagai aborsi efektif. Jika aborsi dilakukan
karena masalah kesehatan atau penyakit dari ibu atau bayi.,prosedur tersebut akan disebut
sebagai aborsi terapeutik. Banyak factor yang mempengaruhi keputusan seorang wanita
untuk melakukan aborsi. Indikasi aborsi adalah menyelamatkan nyawa atau kesehatan
ibu, kelainan genetik fetus, pemerkosaan atau incest, serta permintaan wanita hamil.
Kontrol kelahiran berhubungan dengan seksualitas manusia dan masalah hidup dan
mati ,merupakan salah satu komponen yang paling emosional dalam pelayanan kesehatan
yang telah menjadi kontroversi sejak pertengahan abad 20. Peraturan dibuat untuk
melindungi ibu dari komplikasi aborsi.
Aborsi diatur sebagaian besar negara, termasuk amerika serikat. Sebelum tahun
1970 aborsi legal tidak tersedia secara luas di amerika serikat. Namun pada bulan januari
1973,pemerintahan menghapus hukum anti aborsi dan melegalkan aborsi. Keputusan ini
memberikan pendekatantrimester terhadap aborsi. Pada trimester pertama, aborsi

Abortus dan IUFD

Page 7

diperbolehkan, keputusan ada pada waktu wanita dan petugas kesehatan dan negara
henya punya sedikit hak untuk ikut campur. Pada trimester kedua,aborsi menjadi
tanggung jawab dari tiapnegara bagian untuk diatur, selama tetap mempertimbangkan
kesehatan ibu. Pada trimester tiga, dapat dibatasi atau bahkan dilarang oleh peraturan
negara bagian, kecuali berhubungan dengan masalah nyawa dan kesehatan dari ibu.(Paul
dan Stewart).
Pada tahun 1992 pemerintah amerika serikat membuat peraturan lain yang
membuat negara bagian dapat melarang aborsi diawal kehamilan selama larngan tersebut
tidak memberikan beban kesempatanwanita untuk memilih aborsi. Sejak saat itu banyak
peraturan yang telah dibuat, untuk membatasi akses dan dana untuk wanita yang mencari
aborsi.
Hukum mengenai aborsi di Kanada telah berubah juga dalam 35 tahun ini. Sebelum tahun
1969 aborsi hanya diperbolehkan untuk menyelamatkan hidup ibu. Antara 1969 dan 1988
hukum menjadilebih bebas dalam menginprestasikan kesehatan wanita. Pada tahun 1988
hukum ini diganti dan kanada saat ini adalah satu dari beberapa negara di dunia yang tidak
memiliki peraturan mengenai aborsi. Aborsi dapat dilakukan kapan saja selama
kehamilan.(Santoro, 2004)
-

Aborsi Medis
Metotreksat adalah obat sitotoksik yang menyebabkan aborsi dengan memblok asam
folat di sel fetus sehingga tidak bisa membelah. Misoprostol (sitotik) merupakan analog
prostaglandin yang bekerja langsung di serviks untuk melunakkan dan mendilatasi serta
di otot uterus untuk menstimulasi kontraksi otot. Mifepriston, dikenal dengan RU-486,
diakui oleh FDA pada tahun 2000. Mifepristonakan berikatan dengan reseptor
progesteron dan menghambat kerja progesteron, yang penting untuk mempertahankan
kehamilan (National Abortion Federation [NAF], 2008; Paul dan Stewart, 2007).
Walaupun belum ada protokol standar yang sudah ditetapkan, metotreksat diberikan
secara oral atau injeksi intramuskular di poliklinik sampai 7 minggu setelah menstruasi
terakhir seorang wanita. Kemudian dilanjutkan dengan pemberian misoprostol pervagina
oleh wanita di rumah setelah 3 7 hari (NAF, 2008). Pasien kemudian harus kembali
untuk memastikan apakah aborsi sudah komplet. Jika belum, pasien akan ditawarkan

Abortus dan IUFD

Page 8

dosis misoprostol tambahan atau aspirasi vakum jika pasien memilihnya, kunjungan
berikutnya harus dijadwalkan bila dirasa perlu (Paul dan Stewart, 2007).
Mifepriston bisa dipakai sampai 8 minggu setelah menstruasi terakhir.rejimen yang
diakui oleh FDA adalah pasien meminum 600 mg mifepriston, kemudian 48 jam
setelahnya pasien kembali ke poliklinik dan meminum 400 mcg (kecuali aborsi sudah
terjadi dan dikonfirmasi). Dua minggu setelah pemberian mifepriston, pasien harus
datang kembali dan dilakukan pemeriksaan fisik atau USG untuk memastikan kehamilan
sudah diterminasi. Jika tidak, aborsi operatif (aspirasi) harus dilakukan (NAF, 2008).
Suatu rejimen alternatif dapat diberikan sampai 9 minggu setelah menstruasiterakhir.
Rejien ini terdiri atas pemberian mifepriston 200 mg peroral dilanjutkan dengan
misoprostol 800 mg per vaginam dalam 6 sampai 72 jam. Seorang wanita dapat
memasukkan obat ke dalam vagina sendiri di rumah. Pemberian lewat mukosa mulut
merupakan pilihan lain. Pasien harus datang kembali ke poliklinik untuk memastikan
aborsi sudah terjadi (NAF, 2008; Paul dan Stewart, 2007).
Dengan rejimen aborsi yang manapun, pasien akan mengalami perdarahan dan kram.
Efek samping dari pemberian obat adalah mual, muntah, diare, pusing, demam, dan
menggigil. Efek samping ini biasanya disebabkan oleholeh misoprostol dan hilang dalam
beberapa jam setelah pemberian obat tersebut. Analgesik ringan (contoh: asetaminofen
dan ibuprofen) dapat digunakan untuk mengurangi nyeri (Paul dan Stewart, 2007). Tanda
komlikasi harus dilaporkan secepatnya ke tenaga medis.
Aborsi Trimester Pertama
Metode untuk melakukan aborsi diawal kehamilan (kurang dari 9 minggu masa
kehamilan) yang termasuk metode operatif (aspirasi) dan medis (mifepriston dengan
misoprostol dan metotreksat dengan misprostol)
Aspirasi
Aspirasi (kuret tajam atau aspirasi vakum manual) merupakan prosedur yang
paling umum dilakukan pada trimester pertama (Strauss dkk., 2007). Abosri dengan
aspirasi biasanya dilakukan dengan anestesi local di poliklinik, klinik, atau rumah
sakit. Prosedur untuk melakukan aborsi di awal kehamilan ini (idealnya 8 12
minggu sejak menstruasi terakhir) biasanya hanya memakan waktu 5 menit.
Prosedur pra-aborsi termasuk anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium sesuai kebutuhan (contoh : tes kehamilan, Rho [D], hematokrit, Obat
bius ringan baik oral maupun IV mungkin diperlukan. Sebelum prosedur harus

Abortus dan IUFD

Page 9

dilakukan pemeriksaan binamanual untuk menilai ukuran dan posisi uterus. Operator
akan memasukkan speculum dan menganestesi serviks dengan obat anestesi local.
Serviks akan dilebarkan seperlunya, dan sebuah kanul yang dihubungkan dengan alat
aspirasi akan dimasukkan ke dalam rongga uterus. Produk konsepsi akan dievakuasi
dari uterus (Paul and Stewart., 2007).
Selama prosedur, perawat atau dokter akan memberitahu mengenai apa yang
harus diharapkan selanjutnya (kram seperti menstruasi, suara mesin aspirasi). Perawat
akan memeriksa tanda vital pasien. Isi uterus yang sudah diaspirasi harus diperiksa
dengan seksama untuk meyakinkan bahwa semua bagian fetus dan jaringan plasenta
sudah dikeluarkan. Setelah aborsi selesai, pasien harus beristirahat sampai ia bisa
berdiri. Pasien kemudian harus tinggal di ruang pemulihan atau ruang tunggu selama
1 sampai 3 jam untuk mendeteksi kram yang berlebihan atau perdarahan. Pasien
kemudian akan dipulangkan.
Biasanya, perdarahan setelah prosedur akan mirip dengan menstruasi yang
banyak, dan kram jarang terasa berat. Perdarahan vagina ynag berlebihan dan infeksi,
seperti endometritis dan salpingitis, merupakan komplikasi yang paling umum dari
aborsi elektif. Produk konsepsi yang tersisa merupakan penyebab utama dari
perdarahan. Evakuasi uterus, masase uterus, dan pemberian oksi tosin dan
metilergometrin (metergin) atau keduanya mungkin di perlukan. Anti biotic
porfilaksis umumnya di berikan untuk menurunkan resiko infeksi (paul dan stewart.,
2007).nyeri pasca aborsi dapat di kurangi dengan OAINS seperti ibuprofren.
Instruksi pasca aborsin akan berbeda-beda tiap dokter (contoh tidak memakai
tampon selama minimal 3 hari atau samapai 2 minggu). Pasien boleh mandi setiap
hari. Berikan instruksi kepada pasien untuk memperhatikan perdarahan yang
berlebihan atau tanda komplikasi lainnya (Lihat tanda tanda potensial komplikasi)
dan menghindari semua jenis produk pembersih vagina. Pasien dapat mengharapkan
menstruasi kembali dalam 4 6 minggu setelah prosedur. Tawarkan informasi
mengenai metode kontrasepsi yang diinginkan pasien jika belum dilakukan saat
konseling sebelum pasien mengambil keputusan untuk melakukan aborsi. Beberapa
metode, seperti pemasangan IUD, dapat dilakukan segera. Metode hormonal dapat
dimulai dengan segera atau dalam seminggu pertama (Paul dan Stewart., 2007).
Motivasi pasien untuk melakukan kunjungan ulang agar komplikasi dapat terdeteksi.

Abortus dan IUFD

Page 10

Aborsi trimester kedua


Aborsi trimester kedua berhubungan dengan lebih banyak komplikasi dan
biaya yang lebih tinggi dibandingkan aborsi di trimester pertama. Hampir semua
aborsi di trimester kedua menggunakan prosedur dialatasi dan evakuasi. Induksi
kontraksiuterus dengan injeksi langsung cairan hipertonik (contoh: salin, urea) ke
dalam uterus dan agen uretonik ) misoprostol, dinoproston) hanya dilakukan pada
sekitar 0,6 % aborsi yang dilaporkan (Strauss dkk, 2007).
Dilatasi dan Evakuasi (D dan E)
D dan E dilakukan pada usia kehamila 20 minggu, walaupun paling sering
dilakukan pada usia kehamilan 13 sampai 16 minggu (Paul dan Sewart, 2007).
Serviks harus didilatasi sampai lebih besar karena produk konsepsi yang akan
dikeluarkan juga lebih besar. Sering kali dilator osmotik (laminaria) dimasukkan
beberapa jam sampai beberapa hari sebelum prosedur, atau misoprostol
dimasukkan langsung ke dalam serviks. Prosedur ini mirip aspirasi vagina namun
kanul yang digunakan lebih besar dan mungkin diperlukan alat lain untuk
mengambil fetus dan plasentanya. Perawat harus mengawasi tanda vital,
memberikan dukungan emosional, memberikan analgesik, dan melakukan
pengawasan pasca operasi. Semua wanita dengan Rho (D) negatif harus
menerima immunoglobulin Rho (D) negatif. Kerugian dari prosedur D dan E
adalah dapat terjadi efek jangka panjang terhadap serviks (Paul dan Stewart,
2007).

4. Manifestasi Klinis
Diduga abortus apabila seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh tentang
perdarahan per vaginam setelah mengalami haid yang terlambat juga sering terdapat rasa
mulas dan keluhan nyeri pada perut bagain bawah.
5. Komplikasi
a. Morbiditas dan Mortalitas Ibu
Morbiditas yang serius atau bahkan kematiandapat terjadi pada abortus elektif.
Namun, abortus yang diinduksi secara legal adalah suatu prosedur bedah yang relatif
man, terutama jika dilakukan dalam 2 bulan peertama kehamila adalah sekitar 0,6 per
Abortus dan IUFD

Page 11

100.000 prosedur. Risiko relatif kematian sebagai konsekuensi abortus diperkirakan


menignkat dua kali lipat untuk setiap penundaan 2 minggu setelah usia gestasi 8 minggu.
b. Dampak pada Kehamilan Berikutnya
Pada suatu kajian ilmiah mengenai dampak abortus elektif terhadap kehamilan
berikutnya, Hogue (1986) menyimpulkan hal-hal sebagai berikut.
1) Kesuburan tidak dipengaruhi oleh abortus elektif.
2) Asprasi vakum pada kehamilan pertama tdak menyebabkan peningkatan insiden
abortus spontan midtrimester, persalinan prematur, atau ersalinan bayi dengan berat
badan lahir rendah pada kehamila berikutnya dibandingkan dengan kelompok
primigravida kontrol. Sementara itu, dilatase dan kuretase pada primigravida
meningkatkan kehamilan ektopik, abortus spontan midtrmester, dan bayi dengan berat
badan lahir rendah pada kemahilan berikutnya.
3) Risiko kehamilan ektopik berikutnya tidak meningkat jika penghentian selama
pertama dilakukan dengan aspirasi vakum.
4) Abortus selektif multipel mungkin meningkatkan berbagai resiko pada kehamilan
berikutnya, tetapi sebelum tersedia informasi yang memadai untuk menilai secara
tepat risiiko ini.
5) Risiko plasenta previa mungkin tidak ditingkatkan oleh abortus elektif.
6) Abortus midtrimester yang diinduksi tampaknya memiliki risiko kecil bagi kehamilan
berikutnya jika dugunakan adalah tenik penyuntikan. Sayangnya, data spesifik
prosedur belum cukup untuk membuat simpulan yag sahih mengenai resiko bagi
kehamilan berikutnya setelah abortus midtrimester.
Terdapat banya bukti bahwa dilatasi paksa serviks oleh prosedur apapunbaikpada abortus trimester pertama maupun kedua-menyebabkan kehamilan
berikutnya memiliki resiko yang lebih tinggi.
c. Abortus Septik
Komplikasi serius umumnya terjadi pada abortus kriminalis (abortus yang dilakukan
oleh orang yang tidak memiliki ijin). Perdarahan berat, sepsi, syok bakterialis, dan gagal
ginjal akut memang dapat timbul pada abortus resmi, tapi frekuensinya jauh lebih rendah.
Sepsia akibat abortus paling sering disebabkan oleh organisme patogen di usu dan
flora vagina. Infeksi umumnya terbatas di uterus dalam bentuk metritis tetapi bukan
berarti parametritis, pentonitis (lokalisata atau generalisata), pada septikema jarang
terjadi.
Abortus dan IUFD

Page 12

Tetapi infeksi meliputi evakuasi produk konsepsi segera. Walaupun infeksi tringan
berhasil diobati oleh antibiotik spektrum luas dalam dosis biasa, namun setiap infeksi
serius harus diatasi dengan pemberian kindamisin beserta gestamisin, namun pemberian
beberapa regimen lain juga sama-sama efektif.
d. Syok Septik
Endoksemia dan eksotoksemia kemungkian besar menyebabkan syok yang parah atau
bahkan fatal. Syok septik, yang untungnya sekarang jarang dijumpai, dahulu paling
sering terjadi pada perempuan usia subur yang menjalani abortus diinduksi walaupun
dapat pula terjadi akibat infeksi di saluran genitalia atau saluran kemih setiap sat selama
kehamilan atau masa nifas.
e. Gagal Ginjal Akut
Gagal ginjal persisten pada abortus biasanya disebabkan oleh efek infeksi dan
hipovolemia. Yang lebih jarang, penyulit ini diinduksi oleh senyawa-senyawa toksin yang
digunakan untuk memicu abortus, misalnya sabun, heksaklorofenm atau Lysol. Walaupun
bentuk syok bakterialis yang sangat parah sering menyebabkan sering menyebabkan
kerusakan ginjal yang hebat, bentuk yang lebih ringan jarang menyebabkan gagal ginjal
yang nyata. Pengenalan dini komplikasi yang sangat serius ini sangat penting
Gagal ginjal kemungkinan besar aka parah jika penyebab seosi adalah
Clostridium perfringens yang menghasilkan eksotoksin hemolitik poten. Jika terjadi
hemoglobinemia berat mempersulit infeksi klostridium, gagal ginjal pasti terjadi .
perencanaan harus dibuat sejak awal untuk emulai dialisis efektif secara dini sebe;um
gangguan metabolik menjadi parah.
6. Penatalaksanaan
Ibu hamil sebaliknya segara menemui dokter apabila perdarahan terjadi selama
kehamilan. Ibu harus istirahat total dan dianjurkan untuk relaksasi. Terapi intravena atau
transfusi darah dapat dilakukan bila diperlukan. Pada kasus aborsi inkomplet diusahakan
untuk mengosongkan uterus melalui pembedahan. Begitu juga dengan kasus missed abortion
jika janin tidak keluar spontan. Jika penyebabnya adalah infeksi, evakuasi isi uterus
sebaiknya ditunda sampai dapat penyebab yang pasti untuk memulai terapi antibiotik.
I.
Pengkajian
Jika selama kehamilan ditemukan perdarahan, identifikasi:
1) Lama kehamilan
Abortus dan IUFD

Page 13

2) Kapan terjadi perdarahan, berapa lama, banyaknya, dan aktivitas yang memengaruhi
3) Karakteristik darah: merah terang, kecoklatan, adanya gumpalan darah, dan lendir
4) Sifat dan lokasi ketidaknyamanan seperti kejang, nyeri tumpul atau tajam, mulas,
serta pusing
5) Gejala-gejala hipovolemia sepertin sinkop
II.

Diagnosa Keperawatan
Kemungkinan diagnosis keperawatan yang muncul adalag sebagaian berikut.
1) Kurangnya volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan vaskular dalam
jumlah yang berlebihan
2) Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan hipovolemia
3) Ketakutan yang berhubungan dengan ancaman kematian pada diri sendiri dan janin
4) Nyeri yang berhubungan dengan dilatasi serviks, trauma jaringan, dan kontraksi
uterus
5) Risiko tinggi terjadi infeksi yang berhubungan dengan penahanan hasil konsepsi.s

IUFD
1. Pengertian
IUFD menurut ICD 10 International Statistical Classification of Disease and
Related Health Problems adalah kematian fetal atau janin pada usia gestasional 22
minggu (Petersson, 2002).
WHO dan American College of Obstetricians and Gynecologist (1995)
menyatakan IUFD adalah janin yang mati dalam rahim dengan berat badan 500 gram
atau lebih tau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih
(Petersson, 2003; Winknjosastro, 2008).
Untuk mendiagnosis IUFD dari anamnesis biasanya didapatkan gerakan janin
yang tidak ada, perut tidak bertambah besar, bahkan mungkin mengecil (kehamilan tidak

Abortus dan IUFD

Page 14

seperti biasanya), perut sering menjadi keras, merasakan sakit seperti ingin melahirkan,
danpenurunan berat badan (Agudelo et al., 2004; Mu et al., 2003; Winknjosastro, 2008).
2. Faktor- faktor penyebab
Penyebab IUFD pada pasien ini bisa dikarenakan faktor maternal dan fetal.
Berdasarkan anamnesis, pasien ini tidak ada riwayat trauma, infeksi, dan alergi dalam
kehamilannya ini. Pasien juga mengaku tidak punya kebiasaan minum alkohol, merokok,
dan minum obat- obatan lama.
Penyebab kematian pada janin dalam kasus ini, kemungkinan besar akibat dari
faktor maternal,dimana usia ibu yang terlalu tua (> 35 tahun) (Sarah and Mcdonald,
2007).
Faktor fetal belum dapat kita singkirkan karena sebaiknya dilakukan pemeriksaan
autopsi apakah terdapat kelainan kongenital mayor pada janin. Pasien tidak memiliki
binatang peliharaan, makan daging setengah matang, yang menurut literatur dapat
menyebabkan infeksi toksoplasmosis pada janin. Anomali kromosom biasanya terjadi
pada ibu dengan usia diatas 40 tahun, dan dibutuhkan analisa kromosom.
Inkompatibilitas Rhesus juga sangat kecil kemungkinannya mengingat pasien dan
suaminya dari suku yang sama.
3. Tanda dan gejala
Pada pemeriksaan USG biasanya akan didapatkan beberapa tanda yaitu, tulang
tengkorak saling tutup menutupi (Spaldings Sign), tulang punggung janin sangat
melengkung (Naujokess Sign), hiperekstensi kepala (Gerhards Sign), Gelembung gas
pada badan janin (Roberts Sign), dan femur length yang tak sesuai dengan usia
kehamilan (Agudelo et al., 2004; Mu et al., 2003; Winknjosastro, 2008) Pada
pemeriksaan USG yang telah dilakukan pada pasien ini, ditemukan janin tunggal,
intrauterine dengan letak sungsang. Didapatkan kesan janin IUFD disertai dengan
deskripsi yang menjadi dasar diagnosis IUFD, seperti tidak adanya gerakan janin dan
tidak ada denyut jantung janin, terdapat Spaldings Sign sehingga dapat ditegakkan
diagnosis IUFD dengan pasti.
4. Klasifikasi IUFD
Menurut United States National Center for Health Statistic Kematian janin dapat
dibagi menjadi 4 golongan, yaitu: (Winknjosastro, 2008; Cuningham et al., 2004)

Abortus dan IUFD

Page 15

1) Golongan I

: Kematian sebelum massa kehamilan mencapai 20 minggu penuh

(early fetal death)


2) Golongan II : Kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu (intermediate fetal
death)
3) Golongan III : Kematian sesudah masa kehamilan >28 minggu (late fetal death)
4) Golongan IV : Kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan di
atas.
5. Penatalaksaan
Penatalaksanaan pada kasus IUFD yaitu dengan terminasi kehamilan. Beberapa hal yang
harus diperhatikan, yaitu : (Cuningham et al., 2004; Weeks, 2007)
1) Pilihan cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun ekspektatif, perlu
dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil.
2) Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif maka tunggu persalinan spontan hingga 2
minggu dan yakinkan bahwa 90 % persalinan spontan akan terjadi tanpa komplikasi
3) Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan, lakukan
penanganan aktif.
4) Jika penanganan aktif akan dilakukan, nilai serviks yaitu
a. Jika serviks matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin atau
prostaglandin.
b. Jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan prostaglandin
atau kateter foley, dengan catatan jangan lakukan amniotomi karena berisiko
infeksi.
c. Persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif terakhir
5) Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun dan serviks
belum matang, dilakukan pematangan serviks dengan misoprostol:
a. Berikan misoprostol 25 mcg dipuncak vagina dan dapat diulang sesudah 6 jam
b. Jika tidak ada respon sesudah 2x25 mcg misoprostol maka naikkan dosis menjadi
50mcg setiap 6 jam. Jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap kali dan jangan
melebihi 4 dosis.
6) Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis.
7) Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah pecah, waspada
koagulopati
8) Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan melakukan
kegiatan ritual bagi janin yang meninggal tersebut.
9) Pemeriksaan patologi plasenta adalah untuk mengungkapkan adanya patologi
plasenta dan infeksi . Penatalaksanaan pada pasien ini sesuai dengan literatur, yaitu
dilakukan dengan penanganan aktif. Terminasi kehamilan segera pada pasien ini
Abortus dan IUFD

Page 16

dipilih melalui induksi persalinan pervaginam dengan mempertimbangkan kehamilan


aterm dan mengurangi gangguan psikologis pada ibu dan keluarganya. Penanganan
secara aktif pada pasien ini juga sudah sesuai dengan prosedur yang seharusnya.
Pada kasus ini persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, sehingga perlu
pematangkan serviks dengan misoprostol atau prostaglandin F2.

6. Komplikasi
Komplikasi IUFD lebih dari 6 minggu akan mengakibatkan gangguan pembekuan
darah yang meluas (Disseminated intravascular coagulation atau DIC), infeksi, dampak
psikologis dan berbagai komplikasi yang membahayakan nyawa ibu (Winknjosastro,
2008).
Edukasi pada pasien ini ialah penjelasan mengenai program KB dan memotivasi
ibu untuk mengikutinya, mengingat sudah memiliki anak 2 dan usia ibu yang sudah tua.
Mengedukasi kemungkinan-kemungkinan yang terjadi mengenai kehamilan pada usia ibu
yang tua. Memberikan dukungan psikologis agar pasien tidak terganggu akibat kematian
janin yang dialaminya saat ini, dan menyarankan kepada keluarga pasien untuk
memberikan dukungan yang besar untuk ibu.
7. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien IUFD biasanya didapatkan tinggi fundus uteri
berkurang atau lebih rendah dari usia kehamilan, tidak terlihat gerakan- gerakan janin
yang biasanya dapat terlihat pada ibu yang kurus. Pada palpasi didapatkan tonus uterus
menurun, uterus teraba flaksid, dantidak teraba gerakan- gerakan janin. Pada auskultasi
tidak terdengar denyut jantung janin setelah usia kehamilan 10-12 minggu (Agudelo et
al., 2004; Mu et al., 2003; Winknjosastro, 2008).
Pemeriksaan fisik yang telah dilakukan pada pasien ini yaitu pemeriksaan
obstetri, inspeksi menjelaskan tanda- tanda kehamilan tidak sesuai dengan masa
kehamilan. Ukuran tinggi fundus uteri tidak sesuai dengan usia kehamilan. Hal ini
dikarenakan kematian janin pada kasus ini sudah berlangsung 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit. Pada palpasi, tidat teraba gerak janin dan pada auskultasi dengan
pemeriksaan Doppler tidak terdengar bunyi jantung janin, hal ini turut membuktikan
adanya kematian janin intra uterin.

Abortus dan IUFD

Page 17

Pada pemeriksaan laboratorium, hanya didapatkan pemeriksaan darah rutin dalam


batas normal. Seharusnya dilakukan pemeriksaan darah yang lebih lengkap yaitu
fibrinogen untuk mengetahui ada tidaknya permasalahan pada faktor pembekuan darah
dari faktor janin terhadap maternal.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
IUFD (intra uterin fetal death) atau imatur merupakan kematian janin yang disebabkan
karena adanya infeksi dan penyakit menular bahkan bisa berasal dari trauma pada saat hamil dan
malnutrisi. Secara klinis kematian janin dicurigai karena adanya gerakan bayi yang tidak ada,
penanganannya dapat dilakukan dengan infuse oksitosin yang dibutuhkan untuk menginduksi
persalinan. Sedangkan abortus merupakan ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup diluat kandungan, karena banyak faktor yang dapat abortus tersebut bisa
terjadi.
SARAN
Mudah-mudahan dengan makalah ini kita dapat lebih memahami dan mengetahui tentang
abortus dan IUFD sehingga tindakan tersebut tidak dapat dilakukan kembali.dan bagi ibu-ibu
yang sedang hamil hendaknya sering memeriksakan kandungannya dan lebih memperhatikan
kesehatan janin agar ibu juga dapat mendeteksi secara dini bila ada kelainan pada janinnya.

Abortus dan IUFD

Page 18

DAFTAR PUSTAKA

Gant, Norman,F dan Gary F. Cunningham. 2011. Dasar-dasar Ginekologi dan Obstetri. Jakarta:
EGC
Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika
Http://respository.unhas.ac.id:4001/digilib/files/disk1/371/--miskedians-18519-1-jurnalis-).pdf
Http://jukeunila.com/wp-content/uploads/2015/12/92-160-1-SM.pdf

Abortus dan IUFD

Page 19

Anda mungkin juga menyukai