Anda di halaman 1dari 20

Keperawatan Medikal Bedah I

Asuhan Keperawatan Systemic


Lupus Erythematosus
Kelompok 8 :
Sarah Janet Hakim
Meta Pusdiawati
Elyana Dewi
Stevan Yordi
Leonando

PENGERTIAN

SLE adalah gangguan imun radang kronis yang memepengaruhi kulit dan
organ tubuh lain. Antibodi pada DNA dan RNA menyebabkan respons
peradangan autoimun, pengakibatkan bengkak dan sakit. Ini paling banyak
terjadi pada wanita muda dan mempunyai faktor genetik kuat. Etiologi tidak
diketahui. (DeMYSTiFieD,2014:168)
Systemic lupus eryhematosus atau dikenal sebagai penyakit lupus merupakan
penyakit autoimun yang menyebabkan terjadinya keradangan dan kerusakan
berbagai bagian tubuh, misalnya kulit, sendi, ginjal, jantung, pembuluh darah
dan otak. Penyakit ini banyak diderita oleh perempuan berumur antara 15-44
tahun. (SOEDARTO)
Penyakit autoimun inflamasi multisistem akibat interaksi multifaktor yang
kompleks, yaitu faktor genetik, hormonal, lingkungan, dan imunitas dimana
mempengaruhi kulit, sendi, membran serosa (pleura perikardium) yang
berkaitan dengan sistem renal, hematologi dan neurologi. Kondisi kronik yang
terjadi tidak diperediksi ditandai dengan perubahan periode eksaserbasi dan
remisi. (Lewis, Dirksen, Heitkemper, Bucher, 2014).

Kesimpulan dari pengertian SLE diatas menurut kelompok kami,


bahwa SLE merupakan gangguan peradangan autoimun yang mungkin
disebabkan faktor genetik, hormonal, lingkungan, dan imunitas dimana
mempengaruhi kulit, sendi, membran serosa (pleura perikardium) yang
berkaitan dengan sistem renal, hematologi dan neurologi.

Penyebab

Lupus disebabkan oleh gangguan sistem imun penderita yang


memproduksi antibodi yang bekerja terhadap jaringan dan sel sehat
tubuhnya sendiri (autoantibodi) sehingga menyebabkan terjadinya
keradangan dan kerusakan berbagai organ dan jaringan tubuhnya
sendiri. Tipe autoantibodi yang terbentuk pada penderita SLE adalah
antinuklear antibody (ANA) yang bereaksi terhadap bagian-bagian dari
inti sel. Faktor-faktor genetik, lingkungan, dan faktor hormonal diduga
secara bersama-sama mempengaruhi terjadinya penyakit ini.
Penyebab pada SLE tidak diketahui pasti

Berikut ini beberapa faktor predisposisi yang berperan dalam timbulnya


penyakit SLE:
1. Faktor Genetik
Berbagai gen dapat berperan dalam respon imun abnormal sehingga
timbul produk autoantibodi yang berlebihan. Kecenderungan genetik untuk
menderita SLE telah ditunjukkan oleh studi yang dilakukan pada anak
kembar. Sekitar 2-5% anak kembar dizigot berisiko menderita SLE,
sementara pada kembar monozigot, risiko terjadinya SLE adalah 58%. Risiko
terjadinya SLE pada individu yang memiliki saudara dengan penyakit ini
adalah 20 kali lebih tinggi dibandingkan pada populasi umum.15,
Studi mengenai genome telah mengidentifikasi beberapa kelompok gen
yang memiliki korelasi dengan SLE. MHC (Major Histocompatibility Complex)
kelas II khususnyaHLA- DR2 (Human Leukosit Antigen-DR2), telah dikaitkan
dengan timbulnya SLE. Selain itu, kekurangan pada struktur komponen
komplemen merupakan salah satu faktor risiko tertinggi yang dapat
menimbulkan SLE. Sebanyak 90% orang dengan defisiensi C1q homozigot
akan berisiko menderita SLE. Di Kaukasia telah dilaporkan bahwa defisiensi
varian S dari struktur komplemen reseptor 1, akan berisiko lebih tinggi
menderita SLE.

2. Faktor Imunologi

Pada SLE terdapat beberapa kelainan pada unsur-unsur sistem imun,


yaitu :
a. Antigen
Dalam keadaan normal, makrofag yang berupa APC (Antigen Presenting
Cell) akan memperkenalkan antigen kepada sel T. Pada penderita lupus,
beberapa reseptor yang berada di permukaan sel T mengalami perubahan
pada struktur maupun fungsinya sehingga pengalihan informasi normal tidak
dapat dikenali. Hal ini menyebabkan reseptor yang telah berubah di
permukaan sel T akan salah mengenali perintah dari sel T.16
b. Kelainan intrinsik sel T dan sel B
Kelainan yang dapat terjadi pada sel T dan sel B adalah sel T dan sel B
akan teraktifasi menjadi sel autoreaktif yaitu limfosit yang memiliki reseptor
untuk autoantigen dan memberikan respon autoimun. Sel T dan sel B juga
akan sulit mengalami apoptosis sehingga menyebabkan produksi
imunoglobulin dan autoantibodi menjadi tidak normal.
c. Kelainan antibodi
Ada beberapa kelainan antibodi yang dapat terjadi pada SLE, seperti
substrat antibodi yang terlalu banyak, idiotipe dikenali sebagai antigen dan
memicu limfosit T untuk memproduksi autoantibodi, sel T mempengaruhi
terjadinya peningkatan produksi autoantibodi, dan kompleks imun lebih
mudah mengendap di jaringan.

3. Faktor Hormonal
Peningkatan hormon dalam tubuh dapat memicu
terjadinya LE. Beberapa studi menemukan
korelasi antara peningkatan risiko lupus dan
tingkat estrogen yang tinggi. Studi lain juga
menunjukkan bahwa metabolisme estrogen yang
abnormal dapat dipertimbangkan sebagai faktor
resiko terjadinya SLE.

4. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan dapat bertindak sebagai antigen yang
bereaksi dalam tubuh dan berperan dalam timbulnya SLE. Faktor
lingkungan tersebut terdiri dari:
a. Infeksi virus dan bakteri
Agen infeksius, seperti virus dan bakteri, dapat berperan dalam timbulnya
SLE. Agen infeksius tersebut terdiri dari Epstein Barr Virus (EBV), bakteri
Streptococcus dan Clebsiella.
b. Paparan sinar ultra violet
Sinar ultra violet dapat mengurangi penekanan sistem imun, sehingga terapi
menjadi kurang efektif dan penyakit SLE dapat kambuh atau bertambah
berat. Hal ini menyebabkan sel pada kulit mengeluarkan sitokin dan
prostaglandin sehingga terjadi inflamasi di tempat tersebut secara sistemik
melalui peredaran pembuluh darah.
c. Stres
Stres berat dapat memicu terjadinya SLE pada pasien yang sudah memiliki
kecenderungan akan penyakit ini. Hal ini dikarenakan respon imun tubuh
akan terganggu ketika seseorang dalam keadaan stres. Stres sendiri tidak
akan mencetuskan SLE pada seseorang yang sistem autoantibodinya tidak
ada gangguan sejak awal.
d. Obat-obatan
Obat pada pasien SLE dan diminum dalam jangka waktu tertentu dapat
menyebabkan Drug Induced Lupus Erythematosus (DILE). Jenis obat yang
dapat menyebabkan DILE diantaranya kloropromazin, metildopa, hidralasin,
prokainamid, dan isoniazid.

Tanda dan Gejala


Perubahan
Tanda dan Gejala
Cedera jaringan, inflamasi, dan nekrosis akibat invasi
kompleks imun pada:
Sistem kardiovaskuler

Demam, berat badan turun, malaise, lelah, poliartralgia;


perubahan jantung (perikarditis, miokarditis, endokarditis,
arterosklerosis koroner dini); vaskulitis (terutama pada
jari-jari), kemungkinan menyebabkan lesi infarktif, ulkus
tungkai nekrotik, atau ganggren jari; fenomena Raynaud.

Kulit dan membran mukosa

Alopesia setengah (patchy alopesia) dan ulkus tidak nyeri


pada membran mukosa; lesi kulit dan ruam, khususnya
ruam eritematosus di area yang terpajan sinar (ruam kupukupu klasik pada hidung dan pipi pada kurang dari
separuh pasien); bersisik, ruam papular (menyerupai
psoriasis), terutama di area yang terpenjan sinar matahari.

Sistem pulmonal

Kelainan paru (pleuritis, efusi pleura, penumonitis,

Sistem renal

hipertensi paru).
Hematuria mikroskopik; piuria; sedimen urin dengan cast
selular.

Butterfly Rash

Kriteria Sistemik Lupus Eritematosus


Kriteria
1. Butterfly Rash

Definisi
Terdapat eritema, datar, atau meninggi yang cenderung tidak mengenai
lipatan nasolabial.

2. Discoid Rash

Bercak eritema menonjol dengan skuama keratosis dan sumbatan folikel,


parut atrofi dapat muncul pada lesi yang sudah lama timbul.

3. Fotosensitivitas
4. Ulser Mulut

Ruam yang timbul setelah terpapar sinar ultraviolet A dan B


Ulserasi rekuren yang terjadi pada orofaring, biasanya tidak nyeri jika
sudah kronis.

5. Arthtritis

Radang di persendian yang mengenai dua atau lebih persendian perifer

6. Serositis

dengan rasa sakit disertai pembengkakan


Radang pada garis paru-paru, disebut juga pleura atau pada jantung

7. Kelainan Ginjal

disebut juga pericardium


Proteinuria persisten >0,5 g/dL atau 3+ atau endapan tidak normal dalam

8. Kelainan Saraf

urin terlihat dengan bantuan mikroskop


Kejang-tanpa adanya gangguan akibat obat atau gangguan metabolik yang

9. Kelainan Darah

diketahui.
Anemia hemolitik disertai retikulosis; leukopenia - <4,0 x 10 pangkat 9/L

10. Kelainan Imunitas

(4000/mm pangkat 3) total pada dua atau lebih pemeriksaan.


Antibodi anti-DNA terhadap DNA asal dalam titer abnormal ; atau antibody
antifosfolipid positif berdasarkan pada kadar antibodi antikardiolipin IgG
atau IgM serum yang abnormal dan uji positif antikoagulan lupus

11. Tes ANA

menggunakan uji standar.


Pemeriksaan sebanding pada setiap waktu dan tidak adanya obat yang
diketahui berkaitan dengan SLE yang diinduksi obat.

Ulserasi oral pada penderita SLE

Patofisiologi
Disregulasi imun dalam bentuk autoimunitas

Hiperaktivitas sel B, yang menyebabkan tubuh menghasilkan antibodi melawan komponen selnya sendiri

Aktivasi respons imun oleh kompleks antigen-antibodi yang terbentuk

Produksi antibodi melawan banyak komponen jaringan yang berbeda (eritrosit, neutrofil, trombosit,
limfosit) atau hampir semua jaringan tubuh

Degenerasi menyeluruh jaringan ikat

Kemungkinan terjadi komplikasi kardiovaskular, ginjal, dan neurologik; infeksi bakteri yang berat.

Hipersensitivitas Tipe III (Diperantai


Kompleks Imun)

Hipersensitivitas tipe 3 di perantarai oleh pengendapan kompleks antigen


antibody(imun),diikuti dengan aktivitas komplemen dan akumulasi leukosit
polimorfonuklearkompleks imun dapat melibatkan antigen eksogen sepertibakteri dan
virus,atau antigen endogen seperti DNA.penting untuk di perhatikan bahwa pembentukan
kompleks imun semata tidak sama dengan hipersensitivitas tipe 3; kompleks antigen
antibody terbentuk selama berlangsungnya berbagai respon imun dan menunjukan
mekanisme pembersihan antigen yang normal.kompleks imun patogen terbentuk dalam
sirkulasi dan kemudian mengendap dalam jaringan ataupun terbentuk di daerah
ekstravaskuler tempat antigen tersebut tertanam(kompleks imun in situ) jelas akibat
kompleks imun dapat bersifat sistemik jika kompleks tersebut terbentuk dalam sirkulasi
mengendap dalam berbagai organ,atau terlokalisasi pada organ tertentu
(misal,ginjal,sendi,kulit) jika kompleks tersebut terbentuk dan mengendap pada tempat
khusus.tanpa memperhatikan pola distribusi,mekannisme terjadinya jejasjaringan adalah
sama;namun,urutan kejadian dan kondisi yang menyebabkan terbentuknya kompleks
imun berbeda dan akan dibahas secara terpisah.

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah : hitung jenis dan laju endap darah (LED) dan pemeriksaan
kimiawi darah.
Pemeriksaan darah untuk mengetahui adanya ANA (antinuklear antibody),
autoantibody test lainnya misalnya anti DNA, anti Sm, anti RNP, anti Ro (SSA),
dan anti La (SSB).
Pemeriksaan kadar komplemen.
Anticardiolipin antibody test. Cardiolipin berperan untuk mencegah pembekuan
darah patologis atau mencegah aburtus.
Biopsi kulit atau organ ginjal.
Pemeriksaan radiologis atau imaging test pada orga-organ yang terserang.

Pengobatan Lupus
Pengobatan penderita lupus disesuaikan dengan kebutuhan penderita, umur, jenis kelamin,
keadaan kesehatan umumnya, gejala klinis yang diderita, dan cara hidup menderita. Tujuan
pengobatan selain mengatasi keluhan dan gejala klinis penderita juga untuk mencegah
kekambuhan, dan mengurangi terjadinya kerusakan organ dan mencegah komplikasi. Obatobatan yang dapat diberikan adalah:
NSAIDs (Non steroidal anti-infalamatory drugs) : menghambat inflamasi, mengurangi
nyeri sendi, nyeri dada, dan mengatasi demam. Contoh obat : ibuprofen, flurbiprofen,
indomethacin, sulindac, naproxen, diclofenac.
Antimalaria, untuk mengatasi rasa lelah, nyeri sedi, ruam kulit, dan inflamasi paru.
Coontoh obat: hidroksiklorokuin (palquenil).
Kortikosteroid, untuk mengatasi infalamasi diberikan dalam bentuk suntikan, pemberian
oral, atau salep kulit. Contoh obat: hidrokortison, metilprednisolon, prednison, dan
deksametason.
Imunosupresif, untuk menghambat prosuksi sel imun. Contoh obat: cyclophosphamide
(cytoxan) dan mycophenolate.
Obat lainnya, misalnya methotrexate.

Thankyou ^^

Daftar Pustaka
DIGIULIO,Mary. 2014. Keperawatan Medikal Bedah DeMYSTiFieD.
Yogyakarta: Raphapublising.
SOEDARTO. 2012. Alergi dan Penyakit Sistem Imun. Jakarta: CV Sagung
Seto.
SUDOYO, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam II. Ed 5. Jakarta:
EGC
BUSS, Jaime Stockslanger. 2013. Buku Saku: Patofisiologi. Ed II. Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai

  • Panduan Asuhan Keperawatan BP
    Panduan Asuhan Keperawatan BP
    Dokumen4 halaman
    Panduan Asuhan Keperawatan BP
    novena patricia
    Belum ada peringkat
  • Implementasi
    Implementasi
    Dokumen11 halaman
    Implementasi
    novena patricia
    Belum ada peringkat
  • Implementasi
    Implementasi
    Dokumen11 halaman
    Implementasi
    novena patricia
    Belum ada peringkat
  • Implementasi
    Implementasi
    Dokumen11 halaman
    Implementasi
    novena patricia
    Belum ada peringkat
  • Implementasi
    Implementasi
    Dokumen11 halaman
    Implementasi
    novena patricia
    Belum ada peringkat
  • Buku Saku Dasar Patologi Penyakit
    Buku Saku Dasar Patologi Penyakit
    Dokumen1 halaman
    Buku Saku Dasar Patologi Penyakit
    novena patricia
    Belum ada peringkat
  • Panduan Asuhan Keperawatan Hipospadia
    Panduan Asuhan Keperawatan Hipospadia
    Dokumen3 halaman
    Panduan Asuhan Keperawatan Hipospadia
    novena patricia
    Belum ada peringkat
  • Implementasi
    Implementasi
    Dokumen11 halaman
    Implementasi
    novena patricia
    Belum ada peringkat
  • Implementasi
    Implementasi
    Dokumen11 halaman
    Implementasi
    novena patricia
    Belum ada peringkat
  • Test Diagnosi
    Test Diagnosi
    Dokumen4 halaman
    Test Diagnosi
    novena patricia
    Belum ada peringkat
  • Implementasi
    Implementasi
    Dokumen11 halaman
    Implementasi
    novena patricia
    Belum ada peringkat
  • Laporan 9
    Laporan 9
    Dokumen4 halaman
    Laporan 9
    novena patricia
    Belum ada peringkat
  • Implementasi
    Implementasi
    Dokumen11 halaman
    Implementasi
    novena patricia
    Belum ada peringkat
  • Standart Operating Procedure
    Standart Operating Procedure
    Dokumen4 halaman
    Standart Operating Procedure
    Desy Dhymur R
    Belum ada peringkat
  • Standart Operating Procedure
    Standart Operating Procedure
    Dokumen4 halaman
    Standart Operating Procedure
    Desy Dhymur R
    Belum ada peringkat
  • Standart Operating Procedure
    Standart Operating Procedure
    Dokumen4 halaman
    Standart Operating Procedure
    Desy Dhymur R
    Belum ada peringkat
  • Laporan 11
    Laporan 11
    Dokumen4 halaman
    Laporan 11
    novena patricia
    Belum ada peringkat
  • Laporan 8
    Laporan 8
    Dokumen4 halaman
    Laporan 8
    novena patricia
    Belum ada peringkat
  • Laporan 3
    Laporan 3
    Dokumen4 halaman
    Laporan 3
    novena patricia
    Belum ada peringkat
  • Laporan 13
    Laporan 13
    Dokumen4 halaman
    Laporan 13
    novena patricia
    Belum ada peringkat
  • Laporan 8
    Laporan 8
    Dokumen4 halaman
    Laporan 8
    novena patricia
    Belum ada peringkat
  • Laporan 12
    Laporan 12
    Dokumen5 halaman
    Laporan 12
    novena patricia
    Belum ada peringkat
  • Laporan 9
    Laporan 9
    Dokumen4 halaman
    Laporan 9
    novena patricia
    Belum ada peringkat
  • Laporan 3
    Laporan 3
    Dokumen4 halaman
    Laporan 3
    novena patricia
    Belum ada peringkat
  • 8 SLE Lupus
    8 SLE Lupus
    Dokumen14 halaman
    8 SLE Lupus
    novena patricia
    Belum ada peringkat
  • Laporan 2
    Laporan 2
    Dokumen4 halaman
    Laporan 2
    novena patricia
    Belum ada peringkat
  • Laporan 5
    Laporan 5
    Dokumen4 halaman
    Laporan 5
    novena patricia
    Belum ada peringkat
  • Laporan 8
    Laporan 8
    Dokumen4 halaman
    Laporan 8
    novena patricia
    Belum ada peringkat
  • Laporan 11
    Laporan 11
    Dokumen4 halaman
    Laporan 11
    novena patricia
    Belum ada peringkat