PJBL
ANTEPARTUM BLEEDING
Disusun untuk memenuhi tugas Blok Reproduksi
Disusun oleh:
Vindry Mercuryanita Dewi
145070201111001
Kelas 1
Kelompok 5
PERDARAHAN ANTEPARTUM
TRIMESTER 1
2. ETIOLOGI
Sebab-sebab abortus menurut Farrer (2005) antara lain :
a. Abnormalitas embrio atau janin merupakan penyebab paling sering
untuk abortus dini dan kejadian ini kerapkali disebabkan oleh cacat
kromosom.
b. Abnormalitas uterus yang mengakibatkan kelainan kavum uteri atau
halangan terhadap pertumbuhan dan pembesaran uterus, misalnya
hypoplasia uterus, mioma (terutama mioma submukosa), serviks
inkompeten atau retroflexio uteri gravidi incarcerate.
c. Kerusakan pada serviks akibat robekan yang dalam pada saat
melahirkan atau akibat tindakan pembedahan (dilatasi, amputasi)
d. Penyakit-penyakit maternal dan penggunaan obat : penyakit mencakup
infeksi virus akut, panas tinggi dan inokulasi, misalnya pada vaksinasi
terhadap penyakit cacar. Nefritis kronis dan gagal jantung dapat
mengakibatkan anoksia janin. Kesalahan pada metabolisme asam folat
yang diperlukan untuk perkembangan janin akan mengakibatkan
kematian janin. Obat-obat tertentu, khususnya preparat sitotoksik, akan
mengganggu proses normal pembelahan sel yang cepat. Prostaglandin
akan menyebabkan abortus dengan merangsang kontraksi uterus
Penyakit penyakit yang dapat menyebabkan abortus :
- virus : misalnya rubella, sitomegalovirus, virus herpes simpleks,
campak, hepatitis, polio dan ensefalomielitis
- bakteri : misalnya Salmoella typhi
- parasite : misalnya Toxoplasma gondii, Plasmodium
- penyakit vascular : misalnya hipertensi vaskular
e. Trauma, tapi biasanya jika terjadi langsung pada kavum uteri. Kasusnya
jarang terjadi, misalnya trauma akibat pembedahan :
- pengankatan ovarium yang mengandung korpus luteum gravidarum
sebelum minggu ke 8
- pembedahan intraabdominal dan operasi pada uterus pada saat hamil
f. Factor-faktor hormonal, misalnya penurunan sekresi progesterone
diperkirakan sebagai penyebab terjadinya abortus pada usia kehamilan
10-12 minggu, yaitu saat plasenta mengambil alih fungsi korpus luteum
dalam produksi hormone. Terjadi bila produksi progesterone tidak
mencukupi atau pada penyakit disfungsi tiroid; defisiensi insulin
g. Sebab-sebab psikosomatik : stress dan emosi yang kuat diketahui dapat
mempengaruhi fungsi uterus lewat system hipotalamus-hipofise.
Banyak dokter obstetric yang melaporkan kasus-kasus abortus spontan
dengan riwayat stress, dan biasanya mereka juga menyebutkan
kehamilan yang berhasil baik (pada wanita dengan riwayat stress berat)
setelah kecemasan dihilangkan
h. Factor imunologis : penyakit autoimun yang telah dipastikan berkaitan
dengan aborsi adalah sindrom antibody antifosfolipid. Mekanisme
terhentinya kehamilan pada para wanita ini diperkirakan berkaitan
dengan thrombosis dan infark plasenta.
i. Bahan-bahan kimia lainnya, seperti bahan yang mengandung arsen dan
benzene.
j. Radiasi. Dosis 1-10 rad bagi janin pada kehamilan 9 minggu pertama
dapat merusak janin dan dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan
keguguran
k. Aneuploidy. Temuan morfologis seperti kelainan perkembangan zigot,
janin dini atau sering terdapat kelainan kromosom. Trisomy autosom
adalah kelainan kromososm tersering ditemukan pada aborsi trimester
pertama.
3. KLASIFIKASI
Klasifikasi menurut Sastrawinata (2008) antara lain :
a. ABORTUS SPONTAN
Abortus spontan adalah kehilangan kehamilan pada usia <20 minggu
atau janin dengan berat <500 gram. Abortus dini terjadi sebelum usia
12 minggu; sedangkan abortus tahap akhir terjadi antara minggu ke-12
dan ke-20. Etiologic abortus spontan biasanya karena janin tidak
normal. Kebanyakan merupakan kemungkinan mutasi dan bukan
kelainan yang akan berulang. Abortus spontan dengan kromosom
normal lebih sering dialami wanita usia lanjut. Yang termasuk abortus
spontan antara lain :
ABORTUS IMINENS (ancaman keguguran)
Didiagnosis bila seorang wanita hamil <20
minggu mengeluarkan darah sedikit
pervaginam. Perdarahan dapat berlanjut
beberapa hari atau dapat berulang, dapat
pula disertai sedikit nyeri perut bawah
atau nyeri punggung bawah seperti saat
menstruasi. Setengah dari abortus iminens
akan menjadi abortus komplet atau
inkomplet, dan pada kasus seperti ini ada risiko untuk terjadinya
prematuritas atau gangguan pertumbuhan dalam Rahim.Pemeriksaan
dalam. Fluksus (cairan yang keluar dari sel reproduksi, seperti darah,
lendir) ada (sedikit), ostium uteri tertutup, dan besar uterus sesuai
dengan umur kehamilan
ABORTUS INKOMPLET
Di diagnosis apabila sebagian dari hasil
konsepsi telah lahir atau teraba pada
vagina, tetapi sebagian tertinggal
(biasanya jaringan plasenta). Perdarahan
biasanya terus berlangsung, banyak, dan
membahayakan ibu. Sering serviks tetap
terbuka karena masih ada benda di dalam
Rahim yang dianggap sebagai benda asing
(corpus alienum). Pemeriksaan dalam. Ostium uteri terbuka, teraba sisa
jaringan buah kehamilan.
ABORTUS FEBRILIS
Adalah abortus inkompletus atau abortus insipiens yang disertai infeksi.
Manifestasi klinis ditandai dengan adanya demam, lokia yang berbau
busuk, nyeri di atas simfisis atau di perut bawah, abdomen kembung
atau tegang sebagai tanda peritonitis. Abortus ini dapat menimbulkan
syok endotoksin. Keadaan hipotermi pada umumnya menunjukan
keadaan sepsis.
Pemeriksaan dalam. Ostium uteri umumnya terbuka dan teraba sisa
jaringan, Rahim maupun adneksa nyeri pada perabaan, dan fluksus
berbau.
ABORTUS KOMPLETUS
Pada setiap abortus penting untuk selalau memeriksa jaringan yang
dilahirkan apakah komplet atau tidak, dan untuk membedakan dengan
kelainan trofoblas (mola hidatidosa). Pada abortus kompletus,
perdarahan segera berkurang setelah issi Rahim dikeluarkan dan
selambat-lambanya dalam 10 hari perdarahan berhenti sama sekali
karena dalam masa ini luka Rahim telah sembuh dan epitelisasai telah
selesai. Serviks juga dengan segera menutup kembali. Jika 10 hari
setelah abortus masih ada perdarahan juga, abortus inkompletus atau
endometritis pascaabortus harus dipikirikan.
ABORTUS HABITUALIS
Bila abortus spontan terjadi 3 kali berturut-turut atau lebih. Etiologic
abortus ini adalah kelainan genetic (kromosomal), kelainan hormonal
(imunologik) dan kelainan anatomis.
b. ABORTUS TERAPEUTIK
Merupakan terminasi kehamilan secara medis atau bedah sebelum janin
mampu hidup, untuk mencegah cedera tubuh yang serius atau
permanen pada ibu. American College of Obstricians and Gynecologists
menyusun pedoman untuk aborsi terapeutik :
o Jika berlanjutnya kehamilan dapat mengancam nyawa atau
menimbulkan gangguan kesehatan yang sserius bagi ibu. Dalam
menentukan apakah risiko semacam itu ada atau tidak, maka
keadaan lingkungan keseluruhan saat itu atau dalam waktu dekat
dipertimbangkan
o Jika kehamilan terjadi akibat perkosaan atau inses
o Jika berlanjutnya kehamilan kemungkinan besar akan menghasilkan
anak dengan deformitas fisik atau retardasi mental yang parah
4. EPIDEMIOLOGI
Kejadian abortus di Indonesia paling tinggi di Asia Tenggara, yaitu sebesar
2 juta dari 4,2 juta kasus. Abortus juga merupakan penyebab ke-4
tertinggi dari kematian ibu. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2007, menyatakan AKI di Indonesia saat ini 228 per
100.000 kelahiran hidup. Menurut data dari puskesmas Bukit Lawang
Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat pada tahun 2012 sampai Mei
2013, kejadian abortus spontan sebanyak 21 orang dari 105 ibu hamil.
Dilihat dari data ibu yang mengalami abortus spontan, kebanyakan terjadi
pada usia 20-29 tahun.
5. PATOFISIOLOGI
Factor resiko
- Sosial ekonomi
rendah
- Kurang protein
- Riwayat kehamilan
mola
Abo
rtus
proli
fera
si
trof
obla
st
terj
adi
teru
s
me
ner
us
Proliferasi sel trofoblast perdarahan flek massif kadar
Hcg
me
ning
kat
uku
ran
uter
us
>
usia
gest
asi
MOLAHIDATIDOSA PARTIAL MK : Anxietas Anemia mual
mu
nta
h
lebi
h
seri
ng
MK
:
Na
use
a
TFU
MOLAHIDATIDOSA KOMPLIT
MOLAHIDATIDOSA
6. FAKTOR RESIKO
Menurut Leveno (2009) dan Sinclair (2010), berikut adalah beberapa factor
resiko terjadinya abortus :
a. Usia maternal lanjut
b. Antibody antifosfolipid, merupakan antibodidi didapat yang ditujukan
terhadap suatu fosfolipid.
c. Sindrom Asherman, disebabkan oleh kerusakan endometrium yang luas
akibat kuretase
d. Factor autoimun
e. Masalah lingkungan seperti obat-obatan, toksin, stress, dan pekerja shift
malam
f. Sindrom ovarium polikistik
g. Diabetes tidak terkontrol
h. Lupus eritematosus sistemik
i. Merokok. Merokok dilaporkan berkaitan dengan peningkatan resiko
aborsi euploidi. Bagi wanita yang merokok, resikonya meningkat sekitar
2 kali.
j. Sering minum alcohol selama 8 minggu pertama kehamilan dapat
menyebabkan aborsi spontan dan malformasi janin.
k. Konsumsi kopi
7. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis menurut Sastrawinata (2008), abortus dibedakan menjadi
:
a. Abortus iminens (keguguran mengancam)
Perdarahan pervaginam sedikit namun dapat berulang, perdarahan
biasanya mulai terjadi 2 minggu setelah kehamilan berhenti
berkembang, nyeri perut bawah atau nyeri punggung bawah, Fluksus
ada (sedikit), ostium uteri tertutup, dan besar uterus sesuai dengan
umur kehamilan
b. Abortus insipiens (keguguran berlangsung)
Abortus ini sedang berlangsung dan tidak dapat dicegah lagi, ostium
terbuka, teraba ketuban, berlangsung hanya beberapa jam saja,
perdarahan pervaginam (atau kehilangan cairan amnion) banyak,
kadang-kadang keluar gumpalan darah yang disertai nyeri karena
kontraksi Rahim kuat, dilatasi serviks, dengan atau tanpa nyeri
abdomen
c. Abortus inkompletus (keguguran tidak lengkap)
Sebagian dari buah kehamilan telah dilahirkan, tetapi sebagian
(biasanya jaringan plasenta) masih tertinggal di dalam Rahim, ostium
terbuka teraba jaringan, perdarahan biasanya terus berlangsung dan
banyak.
d. Abortus kompletus (keguguran lengkap)
Seluruh buah kehamilan telah dilahirkan dengan lengkap, ostium
tertutup, uterus lebih kecil dari umur kehamilan, atau ostium terbuka,
kavum uteri kosong.
e. Abortus tertunda
Retensi hasil konsepsi 4-8 minggu setelah kematian janin, tetapi
tertahan di dalam Rahim selama beberapa minggu setelah janin mati,
Fundus uteri lebih kecil dari umur kehamilan dan bunyi jantung janin
tidak ada, kadang ada perdarahan pervaginam sedikit, amenore,
pertumbuhan uterus berhenti, denyut jantung janin tidak terdengar
pada auskultasi ketika diperkirakan berdasarkan tanggal, pertumbuhan
payudara menurun, BB ibu berkurang
f. Abortus habitualis (keguguran berulang)
Abortus yang telah berulang dan berturut-turut terjadi; sekurang-
kurangnya 3 kali berturut-turut.
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Abortus Iminens
- Hasil USG dapat menunjukkan Buah kehamilan masih utuh, ada tanda
kehidupan janin atau buah kehamilan tidak baik, janin mati
- Sonografi pervaginam : adanya cincin gestasional berbatas tegas
dengan echo ssentral, jika kantong gestasional dapat terlihat maka kecil
kemungkinan gestasi bertahan hidup
- Pemeriksaan serial kadar gonadotropin korion (hCG) dalam serum, jika
hCG serum <1000 mIU/mL maka kecil kemungkinan gestasi bertahan
hidup
- Teknik pencitraan color/pulsed Doppler flow per vaginam : membantu
diagnosis kegagalan kehamilan intrauterus
b. Abortus tertunda
- USG menunjukkan tampak janin tidak utuh dan membentuk gambaran
kompleks
- Laboratorium : Hb, trombosit, fibrinogen, waktu perdarahan, waktu
pembekuan, dan waktu protrombin
Pemeriksaan Ginekologi
a. Inspeksi Vulva: perdarahan pervaginam ada atau tidak jaringan
hasil konsepsi, tercium bau busuk dari vulva.
b. Inspekulo: perdarahan dari cavum uteri, osteum uteri terbuka atau
sudah tertutup, ada atau tidak
c. jaringan keluar dari ostium: ada atau tidak cairan atau jaringan
berbau busuk dari ostium.
d. Colok vagina: porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau
tidak jaringan dalam cavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih
kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak
nyeri pada perabaan adneksa, cavum douglas tidak menonjol dan
tidak nyeri.
9. PENATALAKSANAAN
a. Abortus Iminens
- Tirah baring di rumah dengan analgesic
- Jika perdarahan menjadi serius, perlu periksa ulang dan lakukan
pemeriksaan hematokrit
- Evakuasi kehamilan jika kehilangan darah cukup dapat menyebabkan
anemia atau hipovolemia
b. Abortus Insipiens
- Evakuasi hasil konsepsi bila usia gestasi 16 minggu dengan
menggunakan Aspirasi Vakum Manual (AVM)
- Uterotonik pascaevakuasi
- Antibiotik selama 3 hari
c. Abortus Inkomplet
- Perbaiki keadaan umum : bila ada syok, atasi syok; bila Hb <8 gr%,
transfuse
- Evakuasi : digital, kuretasi
- Uterotonik
- Antibiotik selama 3 hari
d. Abortus Febrilis
- Perbaiki keadaan umum (seperti infus, transfuse dan atasi syok septic
bila ada)
- Posisi Fowler
- Antibiotik yang adekuat (untuk bakteri aerob dan anaerob)
- Uterotonik
- Pemberian antibiotic selama 24 jam intravena, dilanjutkan dengan
evakuasi digital atau kuret tumpul
e. Abortus Tertunda
- Perbaikan keadaan umum
- Darah segar
- Fibrinogen
- Evakuasi dengan kuret; bila umur kehamilan >12 minggu, didahului
dengan pemasangan dilator (laminaria stift)
f. Abortus Habitualis
Penatalksanaan abortus habitualis bergantung pada etiologinya. Pada
kelainan anatomi, mungkin dapat dilakukan operasi Shirodkar atau
McDonald (penguncian mulut Rahim)
10. KOMPLIKASI
5. PEMERIKSAAN FISIK
TTV : TD, RR dapat meningkat
Abdomen : nyeri pada bagian bawah
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG/LABORATORIUM
- USG : tampak / tidak terlihat janin
- kadar hCG
- kadar Hb
7. PENATALAKSANAAN
B. ANALISA DATA
N Masalah
Data Etiologi
o Keperawatan
1. DS: Faktor Pencetus + resiko Nyeri Akut
Klien mengeluh
Abortus
nyeri pada perut
Tindakan kuretase
bagian bawah
dan pinggang Jaringan terputus saat tindakan
kuretase
DO:
Merangsang area sensorik
Klien meringis
motorik
menahan nyeri
Nyeri Akut
2. DS: Faktor Pencetus + resiko Resiko Infeksi
DO: Abortus
- dilakukan
Tindakan kuretase
tindakan
Terdapat jaringan terbuka
kuretase
karena tindakan kuretase
-
Masuknya alat kuretase
Infeksi bakteri
Resiko infeksi
3. DS: Faktor Pencetus + resiko Ansietas
Klien
Abortus
mengatakan
cemas dengan Perdarahan, nyeri dan keluhan
adanya lain
perdarahan dan
Perubahan status kesehatan
keluhan lain,
Tindakan kuretase
serta cemas
akan tindakan Kurang pengetahuan mengenai
kuretase abortus
DO: Ansietas
- RR meningkat
- Gelisah
b. RENCANA KEPERAWATAN
RENCANA KEPERAWATAN 1
- Diagnosa : Nyeri Akut
- Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam,
komplikasi kehamilan dapat teratasi
- Kriteria hasil : sesuai indicator NOC
2 Muntah
3 Tekanan darah
4 Hemoglobin
5 Blood count
6 Perubahan berat badan
5. Mengetahui tanda dan gejala apa saja yang harus diwaspadai dan
harus dibawa ke pelayanan kesehatan
RENCANA KEPERAWATAN 2
- Diagnosa : Nyeri akut b.d kontraksi uterus
- Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam, nyeri
dapat berkurang
- Kriteria hasil : sesuai indicator NOC
RENCANA KEPERAWATAN 3
- Diagnosa : Resiko syok hipovolemi b.d perdarahan masive
- Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam,
perdarahan massive dapat diatasi
- Kriteria hasil : sesuai indicator NOC
RENCANA KEPERAWATAN 4
- Diagnosa : Resiko infeksi b.d curretage
- Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam, tidak
dijumpai tanda-tanda infeksi
- Kriteria hasil : sesuai indicator NOC
NOC : infection severity
No Indikator 1 2 3 4 5
1. Drainase purulen
2. Demam
3. Nyeri
4. Cultur darah
5. Kemerahan
B. KEHAMILAN EKTOPIK
1. DEFINISI
Kehamilan ektopik adalah implantasi janin di luar uterus. Sekitar 97%
terjadi di dalam oviduk. Rupture suatu kehamilan ektopik biasanya terjadi
dalam 8-12 minggu pertama dan bisa fatal jika kehamilan terjadi di dekat
uterus atau arteri ovarium. Kehamilan ini jarang dapat berlanjut lebih lama
dari 8-12 minggu karena salah satu hal berikut seperti lokasi tidak sesuai
bagi pertumbuhan plasenta yang memuaskan atau tidak adanya tempat
yang cukup untuk menampung kehamilan yang berkembang tersebut.
(Sinclair, 2010)
Sedangkan menurut Achadiat (2004) kehamilan ektopik (KE) adalah
suatu keadaan dimana hasil konsepsi berimplantasi, tumbuh dan
berkembang diluar endometrium kavum uteri. Bila kehamilan tersebut
mengalami proses pengakhiran (abortus) maka disebut dengan Kehamilan
Ektopik Terganggu (KET). Yang terbanyak dijumpai adalah kehamilan pada
tuba fallopi. Karena itu yang termasuk KE ialah :
- Kehamilan abdominal
- Kehamilan tuba (ampula, ismus maupun interstisialis)
- Kehamilan ovarial
- Kehamilan intraligamenter
- Kehamilan kornual
- Kehamilan servikal
2. ETIOLOGI
Menurut Leveno (2009) kehamilan ektopik dapat terjadi akibat kondisi-
kondisi yang menghambat masuknya ovum melalui tuba falopii dan ke
dalam rongga uterus, misalnya :
a. Salpingitis kronik, dapat menyebabkan obstruksi tuba parsial, baik
dengan merusak motilitas tuba ataupun dengan menciptakan divertikel
yang menjebak ovum yang telah dibuahi
b. Divertikulum dan ostium tambahan pada abnormalitas tuba kongenital
yang dapat menyebabkan obstruksi tuba
c. Tumor
d. Perlekatan dari pembedahan sebelumnya
e. Perpindahan ovum dari satu ovarium ke tuba falopii satunya
f. Alat kontrasepsi dalam Rahim dan kontrasepsi progesterone dosis
rendah
g. Induksi aborsi yang diikuti oleh infeksi
h. Endometriosis tuba
3. KLASIFIKASI
Klasifikasi menurut Sastrawinata (2008) antara lain :
a. KEHAMILAN TUBA
Sejauh ini kehamilan tuba adalah jenis kehamilan ektopik yang paling
sering ditemukan dan merupakan satu-satunya kehamilan ektopik.
Kehamilan tuba tidak dapat mencapai cukup bulan, biasanya berakhit
pada minggu ke 6-12, yang paling sering antara minggku ke 6-8.
Berakhirnya kehamilan tuba ada 2 cara yaitu :
Abortus Tuba
Kira-kira terjadi antara minggu ke 6-12. Bila kehamilan pecah, akan
pecah ke dalam lumen tuba. Abortus tuba merupakan hasil akhir
yang paling sering ditemukan, bersama-sama ovum dan
kemungkinan dengan darah akan dikeluarkan dari tuba untuk masuk
ke dalam uterus atau keluar ke dalam kavum peritoneum. Kejadian
ini biasanya mengakibatkan kematian ovum; kadang-kadang ovum
tersebut tertanam kembali dan berkembang menjadi kehamilan
abdominal sekunder. Perdarhan yang timbul karena abortus keluar
dari ujung tuba dan mengisi kavum Douglas.
Rupture Tuba
Erosi dan akhirnya rupture tuba terjadi kalau ovum terus tumbuh
hingga melampaui kemampuan peregangan. Bila kehamilan pecah,
hasil konsepsi akan masuk rongga peritoneum. Rupture pada istmus
tuba terjadi sebelum minggu ke 12 karena dinding tuba disini tipis,
tetapi rupture pada pars interstisialis terjadi lambat kadang-kadang
baru pada bulan ke-4 karena disini lapisan otot tebal. Rupture bisa
terjadi spontan atau violent, misalnya karena periksa dalam, defekasi
atau koitus. Pada rupture tuba, seluruh telur dapat melalui robekan
dan masuk ke dalam kavum peritoneum, telur yang keluar dari tuba
itu sudah mati.
Menurut tempat implantasi, maka terjadilah :
- Kehamilan ampula : dalam ampula tuba
- Kehamilan ismut : dalam ismus tuba
- Kehamilan interstisial : dalam pars interstisialis tuba
Merupakan jenis kehamilan ektopik tuba yang paling gawat. Karena
myometrium lebih mengalami distensi daripada dinding tuba, pasien
sering tetap tanpa gejala sampai terjadi rupture, yang menyebabkan
perdarahan intraabdominal yang hebat dan paling mungkin terjadi
antara bulan gestasi ke 2 dan ke 4.
b. KEHAMILAN ABDOMINAL
Kehamilan abdominal adalah gestasi yang terjadi dalam kavum
peritoneum. Hampir seluruh kasus adlah sekunder dari rupture dini atau
abortus kehamilan tuba ke dalam kavum peritoneum. Walaupun ada
kalanya kehamilan abdominal mencapai umur cukup bulan, hal ini
jarang terjadi, yang lazim ialah bahwa janin mati sebelum cukup bulan
(bulan ke-5 atau ke-6) karena pengambilan makanan kurang sempurna.
Kehamilan abdominal ada 2 macam yaitu :
Kehamilan abdominal primer. Terjadi bila telur dari awal mengadakan
implantasi dalam rongga perut
Kehamilan abdominal sekunder. Berasal dari kehamilan tuba dan
setelah rupture baru menjadi kehamilan abdominal.
c. KEHAMILAN OVARIAL
Jarang terjadi dan biasanya berakhir dengan rupture pada hamil muda.
Untuk membuat diagnosis kehamilan ovarial, harus dipenuhi beberapa
kriteria Spiegelberg, yaitu :
1) Tuba pada sisi kehamilan masih tampak utuh
2) Kantung kehamilan menempati daerah ovarium
3) Ovarium dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovarii
proprium
4) Histopatologis ditemukan jaringan ovarium di dalam dinding kantong
kehamilan
d. KEHAMILAN SERVIKS
Jarang sekali terjadi. Implantasi terjadi dalam selaput lender serviks.
Dengan tumbuhnya telur, serviks
menggembung. Kehamilan serviks
biasanya berakhir pada kehamilan muda
karena menimbulkan perdarahan hebat
yang memaksa tindakan operasi. Plasenta
sukar dilepaskan dan pelepasan plasenta
menimbulkan perdarahan hebat tingga
serviks perlu ditampon atau kalau ini tidak menolong, lakukan
histerektomi.
e. KEHAMILAN INTRALIGAMENTER
Pertumbuhan janin dan plasenta berada di antara lipatan ligamentum
latum, setelah rupturnya kehamilan tuba melalui dasar dari tuba fallopii.
f. KEHAMILAN KORNUAL
Gestasi yang berkembang dalam kornu uteri.
g. KEHAMILAN TUBA-OVARIAL
Merupakan kehamilan yang asalnya ovarial atau tuba, tetapi kemudian
kantongnya terjadi dari jaringan tuba maupun ovarium.
4. EPIDEMIOLOGI
Tiga puluh empat wanita di Amerika Serikat meninggal setiap tahun akibat
komplikasi kehamilan ektopik, menyebabkan 13% dari seluruh kematian
ibu yang terkait kehamilan. Insidensinya adalah 1 pada 100-200 kehamilan
dan 15% dari seluruh kehamilan invitro. Dari mereka yang hamil, 25% di
antaranya mengalami kehamilan ektopik kembali. (Sinclair, 2010)
Berdasarkan RISKESDAS tahun 2010, jumlah kejadian tertinggi dari
kehamilan ektopik terdapat pada Provinsi Jawa Tengah (1776 kejadian) dan
terendah terdapat pada Provinsi Kalimantan Tengah (766 kejadian).
5. PATOFISIOLOGI
6. FAKTOR RESIKO
Kejadian kehamilan ektopik dipengarui oleh beberapa factor berikut
menurut Sastrawinata (2008) :
a. Meningkatnya prevalensi penyakit tuba karena Penyakit Menular
Seksual (PMS) sehingga terjadi oklusi parsial tuba
b. Adhesi peritubal yang terjadi setelah infeksi seperti apendisitis atau
endometriosis
c. Pernah menderita kehamilan ektopik sebelumnya. Meningkatnya resiko
ini kemungkinan karena salpingitis yang terjadi sebelumnya
d. Meningkatnya penggunaan kontrasepsi untuk mencegah kehabilan
seperti KB suntik derivate progestin
e. Operasi memperbaiki patensi tuba, kegagalan sterilisasi
f. Abortus provokatus dengan infeksi. Makin sering tindakan abortus
provokatus, makin tinggi kemungkinan terjadi salpingitis
g. Fertilitas yang terjadi oleh obat-obatan pemacu ovulasi, fertilisasi in
vitro
h. Tumor yang mengubah bentuk tuba (mioma uteri dan tumor adneksa)
i. Merokok. Karena merokok menyebabkan penundaan masa ovulasi
(keluarnya telur dari indung telur), ganggua pergerakan sel rambut silia
di saluran tuba dan penurunan kekebalan tubuh
7. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala klinis kehamilan ektopik menurut Sinclair (2010) yaitu :
a. Nyeri abdomen atau paha bagian dalam disebabkan oleh distensi tuba
atau darah yang mengiritasi peritoneum
b. Tidak haid atau amenorea
c. Perdarahan pervaginam yang warnanya coklat atau merah dan
biasanya sedikit tetapi menetap
d. Massa di abdomen
e. Uterus berukuran normal
f. Nyeri tekan gerakan serviks unilateral, forniks posterior menonjol
g. Rahim sedikit membesar
h. Nyeri bahu
i. Pusing dan sinkop (berkunang-kunang)
j. Pucat, tensi turun, nadi meningkat
Gejala gejala kehamilan abdominal antara lain :
a. Sering mual dan muntah
b. Perut gembung
c. Obstipasi atau diare
d. Nyeri abdomen
e. Pusing atau pingsan
f. Tidak ada kontraksi Braxton Hicks
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Berikut adalah pemeriksaan diagnostic menurut Achadiat (2004) :
a. Pemeriksaan laboratorium. Kadar haemoglobin, leukosit, tes kehamilan,
dilatasi dan kuretase
b. Pemeriksaan USG. Dijumpai kantong kehamilan (gestational sac) di luar
kavum uteri disertai atau tanpa adanya genangan cairan (darah) di
kavum Douglasi untuk KET. Dapat dijumpai pula kaavum uteri kosong,
tanda darah dalam abdomen.
- Bila dapat dilihat kantong kehamilan intrauterine, kemungkinan
kehamilan ektopik sangat kecil
- Bila terlihat gerakan jantung janin diluar uterus, yang merupakan bukti
pasti kehamilan ektopik
- Massa diluar kavum uteri belum tentu suatu massa dari kehamilan
ektopik
- Kavum uteri kosong dengna kada hCG diatas 6000 mIU/mL
kemungkinan adanya kehamilan ektopik sangat besar.
c. Pemeriksaan Kuldosentesis. Ditemukan adanya darah cair di kavum
Douglasi, namun pemeriksaan ini sangat tidak nyaman bagi pasien dan
dapat dilewati jika telah terdapat keyakinan diagnosis
d. Pemeriksaan laparoskopi. Memberi visualisasi yang sangat baik dari
struktur-struktur pelvis. Tampak kehamilan diluar kavum uteri, genitalia
interna tampak normal.
e. Tes hCG serum. Jika negative, kehamilan ektopik harus disingkirkan. Jika
positif, lakukan kuldosentesis, USG dan laparoskopi
9. PENATALAKSANAAN
10. KOMPLIKASI
5) PEMERIKSAAN FISIK
TTV : TD, RR dapat meningkat
Abdomen : perut tegang bagian bawah, nyeri tekan dinding
abdomen
6) PEMERIKSAAN PENUNJANG/LABORATORIUM
a. USG
b. Rontgen
c. Pemeriksaan darah dan urin
7) PENATALAKSANAAN
b. ANALISA DATA
DO : perdarahan
Abortus ke dalam lumen
pervagina tuba dan ruptur dinding
tuba
TD : 90/70 mmHg
Perdarahan terus
menerus
Resiko gangguan
hubungan ibu dan janin
2 DS : klien mengeluh Faktor resiko dan etiologi Nyeri akut
nyeri di bagian
perutnya
Konsepsi tumbuh diluar
uterus
DO :
Abortus ke dalam lumen
Grimace tuba dan ruptur dinding
tuba
Skala nyeri 6
Perdarahan terus
menerus
Darah berkumpul di
kavum douglas dan
membentuk hematokel
retrouterin
Nyeri akut
3 DS : mengatakan Faktor resiko dan etiologi Resiko syok
terjadi perdarahan
banyak
Konsepsi tumbuh diluar
uterus
DO : wajah pucat,
Abortus ke dalam lumen
lemas
tuba dan ruptur dinding
tuba
Perdarahan terus
menerus
Perdarahan terus
menerus
Anxietas
2. Nyeri akut
4. Anxietas
d. RENCANA KEPERAWATAN
RENCANA KEPERAWATAN 1
- Diagnosa : Resiko gangguan ibu dan janin
- Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam,
komplikasi kehamilan dapat teratasi
- Kriteria hasil : sesuai indicator NOC
2 Muntah
3 Tekanan darah
4 Hemoglobin
5 Blood count
6 Perubahan berat badan
5. Mengetahui tanda dan gejala apa saja yang harus diwaspadai dan
harus dibawa ke pelayanan kesehatan
RENCANA KEPERAWATAN 2
- Diagnosa : Nyeri akut b.d kontraksi uterus
- Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam, nyeri
dapat berkurang
- Kriteria hasil : sesuai indicator NOC
RENCANA KEPERAWATAN 3
- Diagnosa : Resiko syok hipovolemi b.d perdarahan masive
- Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam,
perdarahan massive dapat diatasi
- Kriteria hasil : sesuai indicator NOC
RENCANA KEPERAWATAN 4
- Diagnosa : Anxietas berhubungan dengan stressor (perdarahan
kehamilan)
- Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam,
perdarahan kehamilan dapat segera diatasi
- Kriteria hasil : sesuai indicator NOC
TRIMESTER 2
Perdarahan antepartum yang terjadi pada trimester kedua adalah mola
hidatidosa.
A. MOLA HIDATIDOSA
1. DEFINISI
Kehamilan mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang ditandai
dengan hasil konsepsi yang tidak berkembang menjadi embrio setelah
fertilisasi, namun terjadi proligerasi dari vili korialis disertai dengan
degenerasi hidropik. Uterus melunak dan berkembang lebih cepat dari
usia gestasi normal, tidak dijumpai adanya janin dan kavum uteri hanya
terisi oleh jaringan seperti rangkaian buah anggur. Kelainan ini merupakan
neoplasma trofoblas yang jinak. (Yulaikhah, 2009)
Sedangkan menurut Stright (2008) mola hidatidosa merupakan
pertumbuhan embrioni dini yang menyebabkan gangguan pada plasenta,
proliferasi sel-sel abnormal yang cepat dan penghancuran embrio, yang
ditandai dengan proliferasi vili plasenta yang menjadi edema dan
membentuk kumpulan seperti anggur. Vesikel-vesikel yang berisi cairan
dan tumbuh cepat menyebabkan uterus membesar atau lebih besar dari
yang seharusnya untuk usia kehamilan.
2. ETIOLOGI
Penyebab pasti mola hidatidosa tidak diketahui. Namun diperkirakan
factor-faktor berikut merupakan penyebab kehamilan mola menurut
(Yulaikhah, 2009) :
a. Ovum. Ovum sudah patologis sehingga mati, namun terlambat
dikeluarkan
b. Imunoselektif dari trofoblas menyebabkan tidak adanya pembuluh
darah di vilus sehingga embrio mengalami kelaparan dan berujung
pada kematian embrio
c. Keadaan sosio-ekonomi rendah berpengaruh pada kemampuan
pemenuhan kebutuhan zat gizi, terutama protein
d. Paritas tinggi, karena trauma kelahiran atau penyimpangan transmisi
secara genetic
e. Kurang asupan protein berpengaruh pada pertumbuhan janin yang
tidak sempurna, selain itu juga berpengaruh pada pertumbuhan
Rahim dan payudara
f. Infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas
3. KLASIFIKASI
Klasifikasi mola hidatidosa menurut Sastrawinata dkk (2008) yaitu :
a. MOLA HIDATIDOSA KOMPLET (MHK)
Merupakan kehamilan abnormal tanpa embrio yang seluruh vili
korialisnya mengalami degenrasi hidropik yang menyerupai anggur.
Tampak ada edema stroma vili tanpa vaskularisasi disertai hyperplasia
dari kedua lapisan trofoblas, tidak adanya pembuluh darah di vilus
yang membengkak, tidak adanya janin dan amnion. Komposisi
kromosomnyya 46 XX dan kromosom semuanya berasal dari ayah
(androgenesis). Vilus korion berubah menjadi suatu massa vesikel
jernih yang ukurannya berbeda.
4. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan penelitian Damongilala (2015), frekuensi mola hidatidosa
umumnya untuk wanita Asia lebih tinggi (1 per 120 kehamilan) daripada
wanita di Negara Barat (1 per 2000 kehamilan). Di Indonesia, mola
hidatidosa memiliki insiden yang tinggi, yaitu dengan data di RS di
Indonesia 1 per 40 persalinan. Kasus ini ditemukan lebih sering pada umur
reproduktir (43,6%), distribusi kasus ini menurut pendidikan tertinggi pada
masa SMA (59,2%).
5. PATOFISIOLOGI
Factor resiko
- Sosial ekonomi
rendah
- Kurang protein
- Riwayat kehamilan
mola
Abo
rtus
proli
fera
si
trof
obla
st
terj
adi
teru
s
me
ner
us
Proliferasi sel trofoblast perdarahan flek massif kadar
Hcg
me
ning
kat
uku
ran
uter
us
>
usia
gest
asi
MOLAHIDATIDOSA PARTIAL MK : Anxietas Anemia mual
mu
nta
h
lebi
h
seri
ng
MK
:
Na
use
a
TFU
MOLAHIDATIDOSA KOMPLIT
MOLAHIDATIDOSA
Dilakukan kuretase Risiko adanya ulkus
komplikasi dari kehamilan
6. FAKTOR RESIKO
Beberapa factor resiko mola hidatidosa menurut Sastrawinata dkk
(2008) antara lain :
a. Umur. Mola hidatidosa lebih banyak ditemukan pada wanita hamil
berumur di bawah 20 tahun dan diatas 35 tahun
b. Etnik. Lebih banyak ditemukan pada mongoloid daripada kaukasus
c. Genetic. Wanita dengan keseimbangan translocation memiliki resiko
lebih tinggi
d. Gizi. Lebih banyak ditemukan pada mereka yang kekurangan protein
e. Riwayat aborsi, riwayat mola hidatidosa sebelumnya
f. Gaya hidup seperti merokok, konsumsi alkohol
7. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis mola hidatidosa menurut Leveno (2009) antara lain :
a. Keluhan utama : amenorea dan perdarahan pervaginam
b. Uterus lebih besar dari usia kehamilan seharusnya
c. Kadar hCG lebih tinggi dari kehamilan biasa
d. Adanya kista lutein atau pembesaran ovarium akibat respon hCG
yang meningkat dan secara spontan mengalami penurunan (regresi)
setelah mola di evakuasi, rangsangan lutein berlebih oleh hCG dalam
jumlah besar disekresi oleh trofoblas yang berpoliferasi
e. Embolisasi. Pada kasus mola, kadang sel trofoblas terlalu banyak
bermigrasi ke pembuluh darah lalu ke paru-paru. Sehingga dapat
menimbulkan emboli paru akut dan menyebabkan kematian
f. Mual, muntah, nafsu makan menurun
g. Preeclampsia dijumpai sebelum trimester kedua
h. Tekanan darah dapat meningkat
i. Tirotoksikosis
j. Hipertiroidisme
k. Wajah dan badan kadang terlihat pucat kekuningan atau biasa
disebut muka mola
l. Tidak teraba bagian-bagian janin dan geerakan janin
m. Karena efek hCG yang mirip tirotropin, kadar tiroksin plasma
meningkat
n. Adanya nyeri tekanan atau sakit di panggul, tapi jarang terjadi
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan untuk mola hidatidosa
yaitu :
a. Pemeriksaan USG serial tunggal
- tidak terdapat janin
- tampak sebagian plasenta normal
- gambaran sarang lebah atau anggur
b. Pemeriksaan laboratorium
- hCG urin tinggi lebih dari 100.000 mIU/mL
- hCG serum diatas 40.000 IU/mL
c. Memasukkan sonde intrauteri tanpa tahanan -> hanifa positif ->
mola hidatidosa
d. Penyuntukan bahan kontras intrauteri pada foto abdomen akan
tampak seperti sarang tawon
e. Pemeriksaan MRI
- tidak tampak janin
- jaringan mola hidatidosa terlihat jelas
f. Pemeriksaan rontgen bila tidak tampak gambaran tulang janin
g. HCG (hormone chorionic gonadotropin) untuk mengukur kadar hGC di
dalam urin dan darah. Pada kasus mola, kadar hCg meningkat lebih
tinggi dari kehamilan normal
h. Hitung darah lengkap dengan trombosit dapat digunakan untuk
melihat jika terjadi anemia
i. Thyroxin untuk melihat kadar thyroxin plasma yang biasanya naik
pada kasus mola
Manuaba dkk (2009)
9. PENATALAKSANAAN
Perbaikan Keadaan Umum
- Koreksi dehidrasi
- Transfusi darah bila anemia (Hb < 8 gr) juga untuk memperbaiki
kondisi syok
- Obati sesuai protocol bila ada gejala preeclampsia dan hyperemesis
gravidarum
Pengeluaran Jaringan Mola
- Meode kuretasi. Alat dimasukka ke melalui vagina untuk menyedot
gelembung-gelembung sampai bersih
- Histerektomi. Pengangkatan Rahim untuk mengurangi frekuensi
terjadinya penyakit trofoblas ganas yang dapat dilakukan pada
wanita di atas 35 tahun, wanita yang tidak menginginkan anak lagi.
Terapi Profilaksis dengan Sitostatika
Biasanya diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadi
keganasan. Biasanya yang diberikan adalah methotrexate atau
actinomycin D. pemberian sitostatika profilaksis dapat
menghindarkan keganasan dengan metastase, serta mengurangi
koriokarsinoma di uterus.
Follow Up
Lama pengawasan berkisar antara 1 atau 2 tahun, selama proses ini,
pasien dianjurkan untuk tidak hamil dulu, dengan pemakaian alat
kontrasepsi. Selama pengawasan, secara berkala dilakukan
pemeriksaan ginekologik, kadar hCG dan radiologi. Hindari
pemakaian IUD karena dapat menstimulasi neoplasia trofoblas.
10. KOMPLIKASI
- Perdarahan
Merupakan komplikasi yang terjadi sebelum selama dan bahkan
setelah tindakan kuretase. Oleh karena itu oksitosin intravena
dilakukan sebelum memulai tindakan kuretase sehingga
mengurangi kejadian perdarahan ini.
- DIC
Faktor yang dilepaskan jaringan mola mempunyai aktivitas
fibinolitik. Semua pasien di-skreening untuk melihat adanya
koagulopati.
- Embolisme tropoblastik
Dapat menyebabkan insufisiensi pernapasan akut. Faktor resiko
terbesar terjadi pada uterus yang lebih besar dari yang diharapkan
pada usia gestasi 16 minggu. Keadaan ini bisa fatal.
b. Komplikasi maligna
Mola invasif atau koriokarsinoma berkembang pada 20 % kasus
mola dan identifikasi pasien penting untuk tindakan selanjutnya setelah
mola komplit invasi uteri terjadi pada 15 % pasien dan metastase 4
pasien. Tidak terdapat kasus koriokarsinoma yang dilaporkan selah terjadi
mola incomplete meskipun ada juga yang menjadi penyakit tropoblastik
non metastase yang menetap yang membutuhkan kemoterapi.
Pada penderita mola yang lanjut dapat terjadi beberapa komplikasi
sebagai berikut:
- Anemia
- Syok
- Preeklampsi atau Eklampsia
- Tirotoksikosis
- Infeksi sekunder.
- Perforasi karena keganasan dan karena tindakan.
- Menjadi ganas ( PTG ) pada kira kira 18-20% kasus, akan menjadi
mola destruens atau koriokarsinoma.
5) PEMERIKSAAN FISIK
TTV : TD, RR dapat meningkat
Abdomen : uterus lebih besar dari usia kehamilan seharusnya,
TFU
6) PEMERIKSAAN PENUNJANG/LABORATORIUM
- USG : tampak gambaran sarang lebah/anggur, tidak terlihat
janin
- kadar hCG meningkat
- kadar Hb
7) PENATALAKSANAAN
B. ANALISA DATA
D. RENCANA KEPERAWATAN
RENCANA KEPERAWATAN 1
- Diagnosa : Resiko Gangguan Hubungan Ibu-Janin
- Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam
komplikasi kehamilan teratasi
- Kriteria hasil : sesuai indicator NOC
- NOC : Maternal Status : Antepartum
N
Indikator 1 2 3 4 5
o
1. Tekanan darah
2. RR
3. Hemoglobin
4. Mual
5. Vaginal bleeding
RENCANA KEPERAWATAN 2
- Diagnosa : Mual
- Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam, rasa
mual karena kehamilan dapat berkurang
- Kriteria hasil : sesuai indicator NOC
RENCANA KEPERAWATAN 3
- Diagnosa : Ansietas
- Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam, stressor
dapat diatasi
- Kriteria hasil : sesuai indicator NOC
- NOC : Anxiety Level
N
Indikator 1 2 3 4 5
o
1. Distress
2. Difficulty problem solving
3. Verbalized anxiety
4. RR
NOC : Self anxiety control
N Indikator 1 2 3 4 5
o
1. Memantau intensitas kecemasan
2. Mencari informasi untuk mengurangi
cemas
3.
Menggunakan teknik relaksasi untuk
mengurangi kecemasan
4.
Mengendalikan respon kecemasan
TRIMESTER 3
Perdarahan antepartum yang terjadi pada trimester pertama antara lain
plasenta previa dan solusio plasenta.
A. PLASENTA PREVIA
1. DEFINISI
Plasenta previa merupakan plasenta yang berimplantasi di segmen
bawah Rahim (SBR) sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium
uteri internum (OUI). Derajat plasenta menutupi ostium serviks
menyebabkan 3 klasifikasi yang berbeda yaitu plasenta previa totalis,
plasenta previa parsialis dan plasenta previa letak rendah. Insiden plasenta
previa adalah 3 sampai 6 per 1000 kelahiran. (Stright, 2008)
Sedangkan menurut Manuaba (2009) perdarahan karena plasenta previa
adalah keadaan implantasi plasenta sedemikian rupa sehingga menutupi
sebagian atau seluruh mulut Rahim, sehingga pembuluh darah besar ada
pada sekitar mulut Rahim. Dengan makin tuanya kemailan dan terjadi
pembentukan segmen bawah Rahim, terjadinya pergeseran plasenta serta
pembuluh darahnya sehingga terjadi perdarahan.
2. ETIOLOGI
Etiologic plasenta previa menurut Sastrawinata (2008) antara lain :
a. Multipara, terutama jika jarak antara kehamilannya pendek
b. Mioma uteri
c. Kuretasi yang berulang
d. Kehamilan multiperl
e. Malnutrisi ibu hamil
f. Korpus luteum yang bereaksi lambat
g. Riwayatkelahiran sesar sebelumnya
h. Insisi uterus
i. Terlambatnya tumbuh kembang hasil konsepsi dalam bentuk blastula
siap untuk implantasi
j. Atrofi endometrium menyebabkan plasenta harus tumbuh menjadi
luas untuk mencukupi kebutuhan janin
k. Kurang baiknya vaskularisasi desidua yang menyebabkan atrofi dan
peradangan
l. Keadaan endometrium yang kurang baik, misalnya endometrium yang
tipis menyebabkan zigot mencari tempat implantasi yang lebih baik,
yaitu di tempat yang rendah dekat OUI
3. KLASIFIKASI
Berdasarkan Triana dkk (2015) klasifikasi plasenta previa didasarkan atas
terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahirt pada waktu
tertentu terbagi menjadi 4 yaitu :
a. PLASENTA PREVIA TOTALIS (SENTRALIS)
Kondisi ini terjadi pada pembukaan 4-5 cm
teraba plasenta menutupi seluruh
ostium uteri internum.
4. EPIDEMIOLOGI
Kejadian plasenta previa terjadi kira-kira 1 dari 200 persalinan, insiden
dapat meningkat diantaranya sekitar 1 dari 20 persalinan pada ibu yang
paritas tinggi. Kejadian plasenta previa bervariasi antara 0.3-0.5% dari
seluruh kelahiran. Dari seluruh kasus perdarahan antepartum, plasenta
previa merupakan penyebab terbanyak. Kecacatan uterus merupakan salah
satu penyebab meningkatnya angka kejadian plasenta previa. Pada
beberapa Rumah Sakit Umum Pemerintah dilaporkan angka kejadian
plasenta previa berkisar 1.7-2.9%. sedangkan di Negara maju angka
kejadiannya lebih rendah, yaitu kurang dari 1% yang mungkin disebabkan
oleh berkurangnya wanita yang hamil dengan paritas tinggi. (WHO, 2012)
5. PATOFISIOLOGI
Faktor resiko
Implantasi plasenta di Segmen bawah uterus
Plasenta previa
beresiko saat
Melahirkan
Segmen bawah uterus
Semakin melebar
disarankan SC
Plasenta mengalami
MK : Ansietas
Laserasi
MK : Resiko infeksi perdarahan MK :
Resiko gangguan
Hubungan ibu janin
MK :kekurangan volume perdarahan
Cairan terus-menerus
MK : Resiko syok
7. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis plasenta previa menurut Manuaba (2007) dapat di jabarkan
sebagai berikut.
a. Perdarahan
o Perdarhan terjadi akibat terbentuknya segmen bawah Rahim yang
menimbulkan pergeseran dan lepasnya plasenta dari implantasi
o Bagian plasenta di depan osteum uteri memungkinkan terjadinya
perdarahan.
o Perdarahannya dapat berulang, tergantung dari luas plasenta yang
lepas dan lingkar lumen osteum uteri
o Perdarahan tidak dirasakan sakit
o Biasanya perdarahan sering terjadi pada malam hari saat
pembentukan SBR
o Perdarahan yang terjadi akibat plasenta previ totalis lebih banyak
daripada akibat plasenta previa lainnya
o Tergantung jumlah dan cepatnya perdarahan yang hilang dari
sirkulasi umum maternal, akan dapat menimbulkan :
- Gejala perdarahan tergantung jumlah dan cepatnya kehilangan
darah dari sirkulasi umum :
Terjadi perubahan hemodinamik sirkulasi
Terjadi gawat janin
- Gejala klinik yang terjadi sesuai dengan jumlah dan cepatnya
kehilangan darah maternal dapat disesuaikan dengan kelas
hilangnya darah
Perdarahan tidak menimbulkan tekanan intrauteri
bertambah sehingga masih dapat dilakukan pemeriksaan
palpasi
b. Tertutupnya segmen bawah Rahim oleh plasenta
Tertutupnya bagian bawah uterus oleh plasenta sehingga
menghalangi masuknya bagian terendah janin sehingga masih
mengambang di atas pintu atas panggul
Dapat menimbulkan kelainan letak janin :
- Letak sungsang
- Letak lintang
- Kepala belum masuk PAP atau miring
c. Ibu akan terlihat pucat apabila perdarahan banyak
d. Tinggi fundus uteri rendah karena belum cukup bulan
e. Abdomen lembek, tidak keras; relaksasi di antara kontraksi, jika ada
f. Denyut jantung janin stabil dan dalam batas normal
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan untuk plasenta previa
adalah sebagai berikut :
a. Pemeriksaan inspekulo, dengan menggunakan spekulum secara
hati-hati dilihat dari mana sumber perdarahan, apakah dari
uterus, ataupun terdapat kelainan pada serviks, vagina, varises
pecah, dll
b. Pemeriksaan radio-isotop
a. Plasentografi jaringan lunak
b. Sitografi
c. Plasentografi indirek
d. Arteriografi
e. Amniografi
f. Radio isotop plasentografi
c. Ultrasonografi, transabdominal ultrasonografi dalam keadaan kandung
kemih yang dikosongkan akan memberikan kepastian diagnosa
plasenta previa. Walaupun ostium uteri internum namun sangat
jarang diperlukan, karena di tangan yang tidak ahli cara ini dapat
menimbulkan perdarahan yang lebih banyak.
d. Melakukan pemeriksaa kanalis servikalis untuk menegakkan diagnosis
pasti jenis plasenta previa sesuai pembukaan yang ada saat itu
9. PENATALAKSANAAN
Menurut
Manuaba
(2007),
sesuai
dengan
hasil
10. KOMPLIKASI
b. ANALISA DATA
Laserasi
Perdarahan
Implantasi abnormal
Do :
Implantasi embrio di
Wajah pucat bawah
Lemas
Perdarahan
DO : Implantasi embrio di
bawah
TD : 100/70 mmHg
Nadi : 100x/mnt Isthmus uteri tertarik
menjadi dinding kavum
uteri
Perdarahan
Anxietas
f. RENCANA KEPERAWATAN
RENCANA KEPERAWATAN 1
- Diagnosa : Resiko gangguan ibu dan janin
- Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam,
komplikasi kehamilan dapat teratasi
- Kriteria hasil : sesuai indicator NOC
2 Muntah
3 Tekanan darah
4 Hemoglobin
5 Blood count
6 Perubahan berat badan
5. Mengetahui tanda dan gejala apa saja yang harus diwaspadai dan
harus dibawa ke pelayanan kesehatan
RENCANA KEPERAWATAN 2
- Diagnosa : Resiko syok hipovolemi b.d perdarahan masive
- Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam,
perdarahan massive dapat teratasi
- Kriteria hasil : sesuai indicator NOC
RENCANA KEPERAWATAN 3
- Diagnosa : Anxietas berhubungan dengan stressor (perdarahan
kehamilan)
- Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam, stressor
berupa perdarahan kehamilan dapat berkurang
- Kriteria hasil : sesuai indicator NOC
2. ETIOLOGI
Beberapa penyebab solusio plasenta menurut Farrer (2008) adalah :
1) Sebab maternal :
Tidak dikatui sebabnya
Trauma langsung abdomen
Pengosongan uterus terlalu cepat :
- Pemecahan ketuban pada hidramnion
- Setelah persalinan anak pertama pada kehamilan ganda
Pada paritas dan usia maternal yang semakin tinggi
Terjadi pada hipertensi maternal
- Hipertensi pada kehamilan
- Pada superimposed hipertensi kehamilan
Preeclampsia dan eklampsia
Factor usia ibu. Makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi
hipertensi menahun
Factor paritas.
2) Sebab janin :
Tali pusat pendek atau lilitan tali pusat dengan aktivitas janin yang
besar dapat menimbulkan hematoma retroplasenter sirkulasi
Ibu hamil dengan kekurangan asam folat
Vena kava inferior yang tertekan
3) Akibat tindakan obstetric :
Terjadi setelah versi luar pada tali pusat yang kebetulan pendek
atau lilitan tali pusat
Kesalahan dalam melakukan versi luar yang menyebabkan tali pusat
tegang dan menimbulkan perdarahan retroplasenter
3. KLASIFIKASI
Menurut Triana dkk (2015) pembagian solusio plasenta terbagi menjadi :
1) SOLUSIO PLASENTA PARSIALIS
Kondisi ini terjadi bila hanya sebagian saja plasenta terlepas dari
tempat perlekatannya
2) SOLUSIO PLASENTA TOTALIS (KOMPLET)
Terjadi bila seluruh plasenta sudah terlepas dari tempat perlekatannya
Sedangkan menurut gambaran klinik dan seberapa bagian plasenta
terlepas dibagi menjadi :
A. SOLUSIO PLASENTA RINGAN
- Terlepasnya plasenta kurang dari luasnya
- Tidak memberikan gejala klinik dan ditemukan setelah persalinan
- Keadaan umum ibu dan janin tidak mengalami gangguan
- Persalinan berjalan dengan lancar pervaginam
B. SOLUSIO PLASENTA SEDANG
- Terlepasnya plasenta lebih dari 1/4, tetapi belum mencapai 2/3
bagian
- Dapat menimbulkan gejala klinik : perdarahan dengan rasa sakit,
perut terasa tegang, gerak janin berkurang, palpasi bagian janin
sulit teraba, auskultasi jantung janin dapat terjadi asfiksia ringan
dan sedang
- Pada pemeriksaan dalam ketuban menonjol
- Dapat terjadi gangguan pembekuan darah
C. SOLUSIO PLASENTA BERAT
- Lepasnya plasenta lebih dari 2/3 bagian
- Terjadi perdarahan disertai rasa nyeri
- Penyulit pada ibu : terjadi syok, dapat terjadi gangguan pembekuan
darah, palpasi abdomen tegang, bagian janin sulit teraba dan janin
telah meninggal dalam Rahim
4. EPIDEMIOLOGI
Berkisar 1% - 2% dari seluruh kehamilan. Diperkirakan resiko kematian
ibu 0,5% - 5% dan kematian janin 50 80% (Mansjoer,2001).
5. PATOFISIOLOGI
Factor resiko
Perdarahan pada
Pembuluh darah plasenta
Hematoma di desidua
Otot uterus meregang
Otot tidak mampu berkontraksi
Perdarahan
Hematoma retroplasenter Bertambah besar
Plasenta lepas ( solusio plasenta )
MK: Resiko gangguan
MK : Resiko syok MK :
Kekurangan Volume cairan
6. FAKTOR RESIKO
Factor reisiko terjadinya solusio plasenta menurut Leveno (2009) :
a. Peningkatan usia dan paritas
b. Preeclampsia
c. Hipertensi kronis
d. Ketuban pecah dini
e. Merokok merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta
karena menyebabkan plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan
beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya
f. Trombofilia
g. Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian TD dan peningkatan
pelepasan katekolamin yang bertanggung jawab atas terjadinya
vasospasme pembuluh darah uterus dan berakibat terlepasnya
plasenta
h. Riwayat solusio plasenta sebelumnya karena risiko berulangnya
kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan ibu hamil yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta
i. Leiomyoma uterus
j. Trauma misalnya kecelakaan lalu lintas
7. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis menurtu Triana dkk (2015) antara lain :
1) SOLUSIO PLASENTA RINGAN
- Terlepasnya plasenta kurang dari luasnya
- Tidak memberikan gejala klinik dan ditemukan setelah persalinan
- Keadaan umum ibu dan janin tidak mengalami gangguan
- Perdarahan kurang dari 1000 cc
2) SOLUSIO PLASENTA SEDANG
- Terlepasnya plasenta lebih dari 1/4, tetapi belum mencapai 2/3
bagian
- Dapat menimbulkan gejala klinik : perdarahan dengan rasa sakit,
perut terasa tegang, gerak janin berkurang, palpasi bagian janin
sulit teraba, auskultasi jantung janin dapat terjadi asfiksia ringan
dan sedang
- Nadi meningkat, TD menurun, kadang-kadang terjadi syok
- Perdarahan antara 1500-2500 cc
3) SOLUSIO PLASENTA BERAT
- Lepasnya plasenta lebih dari 2/3 bagian
- Terjadi perdarahan disertai rasa nyeri
- Penyulit pada ibu : terjadi syok, dapat terjadi gangguan pembekuan
darah, palpasi abdomen tegang, bagian janin sulit teraba dan janin
telah meninggal dalam Rahim
- Nadi meningkat, TD menurun sampai syok, terjadi hipofibrinogen
- Perdarahan diatas 2500 cc
- Terjadi gangguan pembekuan darah
Sedangkan manifestasi klinis yang umum terjadi menurut Strigth (2008)
yaitu :
a. Nyeri intens, terlokalisasi dengan atau tanpa perdarahan
pervaginam
b. Uterus keras, dengan nyeri berat yang kontinyu
c. Kontraksi uterus
d. Garis uterus kemungkinan bentuknya membesar atau berubah
e. Ada atau tidak ada denyut jantung jnin
f. Bagian terendah janin bisa sudah masuk pintu atas panggul
g. Tergantung jumlah perdarahan retroplasenter
- Gejala kardiovaskular ringan sampai berat
- Abdomen dapat menjadi tegang
- Janin asfiksia ringan sampai kematian intrauterin
h. Persalinan premature idiopatik
i. Ibu mengalami pucat, sianosis dan berkeringat dingin
j. TFU tidak sesuai dengan tuanya kehamilan
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Berdasarkan Manuaba (2007) beriktu pemeriksaan diagnostic yang dapat
dilakukan :
a. Pemeriksaan USG
- Dijumpai timbunan darah retroplasenter dengan besarnya bervariasi
- Air ketuban kesan keruh karena bercampur darah
- Janinnya memberikan manifestasi bervariasi dari gawat janin ringan
sampai kematian intrauteri
- Terlihat daerah terlepasnya plasenta, janin dan kandung kemih ibu,
darah, dan tepian plasenta
b. Pemeriksaan laboratorium
- Urin : albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan
silinder dan leukosit
- Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match
test. Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan
darah hipofibrinogenemia.
c. Kleithauer-Betke test untuk mendeteksi adanya sel darah merah janin
di dalam sirkulasi ibu
d. Pemeriksaan histologik setelah plasenta dikeluarkan dapat
memperlihatkan hematoma retroplasenter
9. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan untuk solusio plasenta berdasarkan klasifikasinya
yaitu : (Triana dkk, 2015)
a. Solusio plasenta ringan
- Bila usia kehamilan <36 minggu dan bila ada perbaikan (perdarahan
berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan
tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan
spontan
- Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala Solusio
plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah Solusio
plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri.
Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan
amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan
b. Solusio plasenta sedang dan berat
- Apabila tanda dan gejala klinis Solusio plasenta jelas ditemukan,
penanganan di RS meliputi transfuse darah, amniotomi, infus
oksitosin, dan jika perlu seksio sesaria
- Apabila diagnosis Solusio plasenta dapat ditegakkan, berarti
perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. maka
transfuse darah harus segera diberikan. Amniotomi akan
merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterine.
- Dengan melakukan persalinan secepatnya dan transfuse darah
dapat mencegah kelainan pembekuan darah. Persalinan diharapkan
terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya Solusio plasenta. Tetapi
jika tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan
infus oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinana
adalah seksio sesaria.
10. KOMPLIKASI
g. Ruptur uteri
c. Retardasi pertumbuhan.
d. Anemia
b. ANALISA DATA
Hematoma desidua
Plasenta terdesak
Otot uterus
mennegang
Perdarahan
Hematoma
retroplasenter
Plasenta terlepas
lebih dulu
Solusio plasenta
Ekstravasasi sangat
hebat
Hematoma desidua
Plasenta terdesak
Otot uterus
mennegang
Perdarahan
Hematoma
retroplasenter
Plasenta terlepas
lebih dulu
Solusio plasenta
Perdarahan masive
Kekurangan volume
cairan
3 Etiologi & Faktor Resiko infeksi
resiko
Hematoma desidua
Plasenta terdesak
Otot uterus
mennegang
Perdarahan
Hematoma
retroplasenter
Plasenta terlepas
lebih dulu
Solusio plasenta
Darah masuk ke
selaput ketuban
Resiko infeksi
1. Nyeri Akut
2. Kekurangan volume cairan
3. Resiko infeksi
d. RENCANA KEPERAWATAN
RENCANA KEPERAWATAN 1
Diagnose 1 : Nyeri Akut
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
1x24 jam nyeri dapat berkurang
Kriteria hasil: sesuai dengan indikator NOC
RENCANA KEPERAWATAN 2
NOC : Hydration
No Indicator 1 2 3 4 5
.
1. Turgor kulit
2. Kelembaban
membrane mukosa
3. Intake cairan
4. Fungsi kognitif
5. Haus
6. Penurunan TD
RENCANA KEPERAWATAN 3
DAFTAR PUSTAKA