Anda di halaman 1dari 57

MATERI

Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Kehamilan

I. PERTEMUAN
XV

II. HARI/TANGGAL
10 Juli 2020

III. CAPAIAN PEMBELAJARAN


Setelah mengikuti pembelajaran ini diharapkan mahasiswa mampu mendeteksi secara dini
tanda bahaya masa kehamilan dan penanganan awal kegawatdaruratan.

IV. INDIKATOR
Deteksi Dini Terhadap Komplikasi Ibu dan Janin

V. MATERI POKOK
A. Tanda Bahaya Dalam Masa Kehamilan Muda
1. Perdarahan Pervaginam
2. Hipertensi Gravidarum
3. Hiperemesis Gravidarum
B. Tanda Bahaya Dalam Masa Kehamilan Lanjut
1. Perdarahan Pervaginam
2. Sakit Kepala Yang Hebat
3. Penglihatan Kabur
4. Bengkak di Wajah dan Jari-jari tangan
5. Keluar Cairan Pervaginam
6. Gerakan Janin Tidak Terasa
7. Nyeri Perut yg Hebat

VI. BAHAN KAJIAN


Deteksi Dini Terhadap Komplikasi Ibu dan Janin
VII.METODE
- Diskusi
- Tanya Jawab
- SGD
- Via Online Zoom

VIII. URAIAN MATERI


PENGENALAN TANDA BAHAYA PADA MASA KEHAMILAN
Tanda-tanda bahaya kehamilan adalah tanda-tanda bahaya yang terjadi selama
kehamilan baik pada awal kehamilan maupun akhir yang memerlukan penanganan segera
Kehamilan merupakan hal yang fisiologis à patologi. Salah satu asuhan yang dilakukan oleh
bidan untuk menapis adanya resiko ini yaitu melakukan pendeteksian dini adanya
komplikasi/penyakit yang mungkin terjadi selama hamil.
Tanda Bahaya Kehamilan Muda meliputi :

Abortus

 Perdarahan pervaginam KE KET


 Hipertensi Gravidarum Mola Hidaatidosa
 Nyeri Perut
 Hiperemesis Gravidarum

Tanda Bahaya Kehamilan Lanjut


 Perdarahan pervaginam
 Sakit kepala hebat
 Penglihatan kabur
 Bengkak di wajah dan jari – jari tangan
 Bengkak pada ekstremitas
 Keluar cairan pervaginam
 Gerakan janin tidak terasa
A. Tanda Bahaya Kehamilan Muda
1. Abortus
a. Definisi
Berakhirnya suatu kehamilan atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22
minggu atau buah kehamilan belum mampu hidup di luar kandungan.
Abortus spontan à terjadi secara alamiah à Miscariagge keguguran. Abortus
buatan à terjadi akibat intervensi tertentu yg bertujuan untuk mengakhiri proses
kehamilan à Abortus provokatos.

b. Patofisiologis
Pada awal abortus, terjadi perdarahan di dalam desidua besalis kemudian diikuti
oleh nekrosis jaringan sekitarnya à menyebabkan hasil konsepsi terlepas
sebagian atau seluruhnya sehingga menjadi benda asing dalam uterus.
Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya.

c. Anamnesis
1) Riwayat terlambat haid
2) Riwayat trauma
3) Waktu, jumlah, dan sifat darah
4) Mules
5) Riwayat keluar jaringan dari vagina
6) Kenaikan suhu badan
7) K/U lemah atau pingsan

d. Pemeriksaan Fisik
1) TTV
2) Pemeriksaan ginekologi
3) Perhatikan adanya darah, jaringan, bau, rasa nyeri dan massa

e. Jenis – Jenis Abortus


1) Abortus Imminens à abortus mengancam, pendarahan bisa berlanjut beberapa
hari atau dapat berulang. Pada keadaan ini masih mungkin berlanjut atau
dipertahankan
Dasar Diagnosis:
a) Anamnesis
 Kram perut bagian bawah
 Pendarahan sedikit dari jalur lahir
b) Pemeriksaan dalam
 Fluksus ada
 Ostium uteri tertutup
 Ukuran uterus sesuai dengan usia kehamilan
 Uterus lunak
c) Pemeriksaan penunjang
 Buah kehamilan masih utuh, ada tanda kehidupan janin
 Meragukan
 Buah kehamilan tidak baik, janin mati à hasil USG
d) Intervensi
- Tirah baring, aktifitas normal dapat dilakukan kecuali ibu merasa
tidak nyaman
- Hindari aktifitas seksual yang menimbulkan orgasmus
- Jika perdarahan meningkat:
 Nilai kondisi ibu dan janin
 Nilai hematoktrit atau rh
 Pemeriksaan inspekulo
 Pemeriksaan bimanual ukuran uterus, dilatasi serviks, nyeri
tekan, penipisan servik serta kondisi air ketuban
 Jika pemeriksaan: lakukan pemeriksaan DJJ à kelangsungan
hidup janin
 Pendarahan berlanjutàjika uterus lebih besar dari seharusnya
mungkin menunjukan gemelli atau mola
 Jika perdarahan berhenti, lakukan ANC seperti biasa
 Rujuk jika perdarahan hebat, kram atau ada hasil yang abnormal

a) Abortus Insipiens à Pendarahan ringan pada kehamilan muda dengan hasil


konsepsi yang masih berada pada kavum uteri. Kondisi ini menunjukan
proses abortus sedang berlangsung à abortus inkomplet atau komplet
Dasar Diagnosis:
 Anamnesis
- Disertai nyeri/kontraksi rahim
- Perdarahan dari jalan lahir
 Pemeriksaan dalam
- Perdarahan sedang hingga banyak
- Ostium uteri terbuka
- Ukuran uterus sesuai dengan usia kehamilan
- Buah kehamilan masih dalam rahim à belum ekspulsi hasil konsepsi
- Ketuban utuh
 Intervensi
- Jika kehamilan < 16 mgg lakukan evaluasi utk pengeluaran hasil
konsepsi dari uterus
- Jika kehamilan > 16 mgg:
- Tunggu ekspulsi spontan hasil konsepsi à evakuasi sisa hasil kensepsi
 Infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan IV kecepatan tetes 40
tts/mnt untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi
 Pantau kondisi ibu
 Jika telah mengalami aborsi > 2 x à rujuk
 Anjurkan tidak melakukan hubungan seksual 2 – 4 mgg pasca
penanganan
 Anjurkan kontrol
 Konseling tentang kontrasepsi

b) Abortus Inkomplet à Pendarahan dari uterus pada kehamilan < 20 mgg


disertai keluarnya sebagian hasil konsepsi (sebagian tertinggal didalam
uterus)à menimbulkan perdarahan yang kadang menyebabkan syok
Dasar Diagnosis:
 Anamnesis
- Kram perut bagian bawah
- Pendarahan banyak dari jalan lahir
 Pemeriksaan dalam
- Perdarahan sedang hingga banyak
- Teraba jaringan buah kehamilan
- Ostium uteri terbuka
- Ukuran uterus sesuai dengan usia kehamilan
 Intervensi
- Jika perdarahan tidak banyak dan kehamilan < 16 mgg, evakuasi
dapat dilakukan untuk mengeluarkan hasil konsepsi melalui serviks.
Jika perdarahan, beri ergometrin 0,2 mg IM
- Jika kehamilan > 16 mgg :
 Beri infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan IV (NaCl atau
RL), 40 tts/m à ekspulsi hasil konsepsi
 Evakuasi sisa hasil konsepsi yangg tertinggal didalam uterus
- Nilai kadar HB untuk menilai adanya anemia
- Pantau kondisi ibu

c) Abortus komplet à hasil konsepsi lahir dengan lengkap à kuretase tidak


diperlukan. Perdarahan akan terhenti ± 10 hari karena luka rahim telah
sembuh dan epitelisasi telah selesai. Bila 10 hari setelah abortus masih ada
perdarahan à abortus inkomplit atau endometritis pasca abortus harus
dipikirkan
Dasar Diagnosis:
 Anamnesis
- Nyeri perut bagian bawah sedikit/tidak ada
- Pendarahan dari jalan lahir
 Pemeriksaan dalam
- Perdarahan bercak sedikit hingga sedang
- Perdarahan sedikit
- Kanalis servikalis telah tertutup
- Ukuran telah mengecil
 Intervensi

- Tidak perlu evakuasi à karena hasil konsepsi sudah keluar semua


- Lakukan observasi bila terjadi perdarahan banyak
- Pastikan memantau keadaan ibu
- Jika terjadi anemia à Fe selama 2 mgg. Jika anemia berat lakukan
rujukan utk mendapatkan transfusi darah
- Konseling asuhan pasca keguguran & lakukan pemantauan
- Konseling kontrasepsi

d) Missed Abortion à keadaan janin yang sudah mati, namun tetap berada
dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih. Fetus yang
meninggal dapat mengalami hal-hal berikut :
 Keluar dengan sendirinya dalam 2-3 bulan setelah fetus mati
 Mengering dan menipis sehingga disebut Fetus papyraceus
Dasar Diagnosis:
 Anamnesis
- Buah dada mengecil
- Tanpa terasa nyeri
- Perdarahan bisa ada/tdk
 Pemeriksaan fisik
- Hilangnya tanda kehamilan
- Tidak ada bunyi jantung
- BB turun
- Fundus uteri mengecil dr umur kehamilan
 Pemeriksa penunjang
- USG à janin tidak utuh
- Lab HB, trombosit
 Intervensi
- Rujuk untuk proses kuretase

e) Abortus Habitualis à abortus terjadi 3x berturut-turut atau lebih. Etiologi


abortus ini à kelainan genetik, kelainan hormonal dan kelainan anatomis

f) Abortus Febrilis à abortus disertai rasa nyeri atau febris


Dasar Diagnosis:
 Anamnesis
- Panas, perdarahan dari jalan lahir berbau
 Pemeriksaan dalam:
- OUI umumnya terbuka dan terasa sisa jaringan
- Rahim maupun adnexsa nyeri perabaan
- Fluksus berbau

1. Kehamilan Ektopik Terganggu


a. Definisi
Kehamilan yang terjadi di luar rahim misalnya: dalam tuba, ovarium, rongga
perut, serviks, parst interstisialis tuba. Kehamilan ektopik dikatakan terganggu
apabila berakhir dengan abortus atau ruptur tuba.
b. Patofisiologis
Kehamilan ektopik terutama terjadi akibat gangguan transportasi ovum yg telah
dibuahi dari tuba ke rongga rahim
c. Klasifikasi :
1) Kehamilan tuba:
 Interstisial (2 %)
 Istmus (25 %)
 Ampula (55 %)
 Fimbria (17 %)
2) Kehamilan ovarial (0,5 %)
3) Kehamilan abdominal (0,1 %)
4) Kehamilan servikal
d. Etiologi
Penyebab kehamilan ektopik dapat diketahui bisa juga tidak. Faktor penyebab
meliputi: uterus, tuba dan ovum.
1) Faktor Uterus
 Tumor rahim menekan tuba à perjalanan telur terhambat
 Uterus hipoplastis à lumen tuba sempit à Gangguan fungsi silia endosalfing
2) Faktor tuba
 Penyempitan lumen tuba karena infeksi endosalfing
 Gangguan fungsi rambut getar
 Operasi dan sterilisasi tidak sempurna
 Penyempitan tuba
 Tumor yang menekan tuba
3) Faktor Ovum
 Migrasi eksterna dari ovum
 Perlekatan membran granulosa
e. Klasifikasi Kehamilan Ektopik
1) Kehamilan Tuba

Karena tuba tidak dan bukan merupakan tempat normal bagi kehamilan à 6 –
10 minggu kehamilan. Hasil konsepsi dapat berakhir hal-hal berikut :
 Terjadi abortus tuba (65 %)
 Terjadi ruptur tuba
2) Kehamilan Intramuralis (Interstisialis)
Bisa mencapai 4 bln atau lebih, jika pecah bisa menyebabkan perdarahan
banyak dan keluarnya janin dari rongga perut
3) Kehamilan Istmus
Dinding tuba lebih tipis à 2-3 bulan sudah pecah
4) Kehamilan Ampula dan Fimbria
Sama dengan kehamilan di istmus à 1 – 2 bln.
Diagnosa dan gejala klinis
 Anamnesis:
- Terlambat haid
- Gejala kehamilan lainnya
- Nyeri perut lokal atau menyeluruh bisa sampai pingsan atau nyeri bahu
- Perdarahan perveginam
 Pemeriksaan fisik
- Tanda-tanda syok hypovolemik
 Hipertensi
 Takikardi
 Pucat, anemis, ekstremitas dingin
- Nyeri abdomen
 Perut tegang
 Nyeri tekan dan nyeri lepas abdomen
- Nyeri bahu à perangsangan diafragma
 Tanda Cullen à sekitar pusat atau linea alba biru/kehitaman
 Pemeriksaan ginekologi
- Nyeri goyang serviks
 Korpus uteri sedikit membesar dan lunak
- Pemeriksaan penunjang
 HB, Leukosit à Lab
 USG à kantong kehamilan adanya massa di rongga panggul
 Intervensi
Lakukan persiapan untuk tindakan operatif gawat darurat

2. Mola Hidatidosa
a. Definisi
Suatu kehamilan dimana setelah fertilisasi hasil konsepsi tidak berkembang
menjadi embrio tetapi terjadi proliferasi dari vili korialis disertai dengan degenerasi
hidrolik
b. Etiologi
 Ovum sudah patologis sehingga mati
 Panas tinggi
 Kekurangan protein
c. Patologi
Jonjot korion tumbuh berganda dan mengandung cairan merupakan kista-kista
kecil seperti anggur, didalamnya tidak berisi cairan
d. Diagnosis
 Amenorea
 Hiperemesis gravidarum
 Perdarahan
 Uterus terlihat lebih besar
 Muka dan badan kelihatan pucat kekuningan
 Tidak teraba bagian-bagian janin
 Tidak terdengar DJJ
 Pemeriksaan lab kadar HCG tinggi
 USG à gelembung vesikel

3. Hipertensi Gravidarum
a. Definisi
Hipertensi yang menetap oleh sebab apapun, yang sudah ditemukan pada umur
kehamilan 20 mgg atau hipertensi yang menetap setelah 6 mgg pascasalin.
b. Diagnosis
 Nyeri kepala
 Gangguan penglihatan
 Tekanan diastolik 90mmHg
 Protein urin (+)

4. Nyeri Perut
a. Definisi
Nyeri perut pada kehamilan 22 minggu atau kurang à gejala kehamilan ektopik
atau abortus
b. Deteksi dini nyeri perut pada kehamilan muda
 Kista ovarium à nyeri perut, perdarahan ringan, teraba tumor
 Apendisitis à Nyeri perut bagian bawah, demam, mual, muntah, anoreksia, perut
membengkak
 Sistitis à Disuria, sering berkemih

5. Hiperemesis Gravidarum
a. Definisi
 Muntah berlebihan menyebabkan cairan tubuh semakin berkurang sehingga
darah menjadi kental (hemokonsetrasi) yang dapat melambatkan peredaran
darah= konsumsi O2 & makanan ke jaringan berkurang à kerusakan jaringan.
 Muntah yang berlebihan dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler
pada lambung & esofagus sehingga muntah bercampur darah
 Mual (nausea) & muntah (emesis) adalah gejala yang wajar & sering terjadi pada
kehamilan trimester I. Biasanya terjadi pada pagi hari, dapat pula malam hari
atau setiap saat
 Terjadi ± 6 minggu setelah HPHT dan berlangsung ± 10 minggu
 Batasan yang jelas antara mual muntah fisiologik degan HG tidak ada, tetapi jika
K/U ibu menjadi buruk & pekerjaan sehari-hari tergangguàHiperemesis
Gravidarum
b. Etiologi
Belum diketahui secara pasti
 Faktor predisposisi yang sering dikemukakan adalah gravida, molahidatidosa
dan kehamilan ganda
 Masuknya vili khorialis dalam serkulasi maternal
 Alergi
 Faktor psikologis
c. Tanda dan gejala
Menurut berat ringannya dapat dibagi ke dalam 3 tingkatan:
 Tingkat I
Muntah terus menerus, ibu merasa lemah, nafsu makan tidak ada, BB menurun,
nyeri epigastrium, nadi 100 x/mnt, TD sistolik menurun, turgor kulit mengurang,
lidah mengering dan mata cekung
 Tingkat II
Penderita tampak lemah dan apatis, turgor kulit lebih mengurang, lidah mengering
& tampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang2 naik, BB turun & mata menjadi
cekung, TD ¯, oliguria dan konstipasi. Tercium bau aseton dalam hawa nafas &
dapat pula ditemukan dalam urine
 Tingkat III
K/U lebih parah, muntah berhenti, kesadaran menurun dari somnolen sampai koma,
nadi kecil dan cepat, suhu meningkat & TD ¯, Timbulnya ikterus menunjukkan
adanya payah hati.
d. Penanganan
 KIE
 Obat-obatan à B6 dan B1
 Isolasi
 Terapi psikologi
 Cairan parenteral
Perdarahan pada trimester terakhir sampai bayi dilahirkan pada kehamilan lanjut
perdarahan yang tidak normal adalah merah, banyak dan kadang-kadang disertai rasa nyeri.
Jenis-jenis perdarahan pada kehamilan lanjut :
1. Plasenta Previa
a. Definisi
Plasenta yang berimplantasi rendah sehingga menutupi sebagian atau seluruh
OUI (implantasi normal dinding depan, belakang atau di daerah fundus)
b. Tanda dan Gejala
 Perdarahan tanpa nyeri, bisa terjdi secara tiba-tiba dan kapan saja
 Bagian terendah rahim tinggi karena plasenta terletak pada bagian bawah rahim
c. Deteksi dini
 Perdarahan tanpa keluhan dan berulang
 Tanyakan ibu karakteristik darah, kapan mulai, banyaknya dan warnanya
 Periksa TD, suhu, nadi dan DJJ
 Jangan lakukan pemeriksaan dalam
 USG
2. Solusio Plasenta
a. Definisi
Lepasnya plasenta sebelum waktunya
b. Tanda dan Gejala
 Perdarahan disertai rasa nyeri.
 Kadang-kadang perdarahan tidak keluar dan terkumpul dibelakang plasenta,
rahim keras seperti papan.
 Nyeri abdomen saat di pegang.
 Palpasi sulit dilakukan
 Fundus makin lama makin naik.
 DJJ biasanya tidak ada.
c. Diteksi dini
 Tanyakan ibu karakteristik perdarahan, kapan mulai, banyaknya dan warnanya
 Tanyakan ibu apakah merasakan nyeri ketika mengalami perdarahan
3. Sakit Kepala Hebat
a. Definisi
Sakit kepala seringkali merupakan ketidaknyaman yang normal dalam
kehamilan. Sakit kepala yang menunjukan suatu masalah serius adalah sakit kepala
menetap dan tidak hilang bila dibawa istirahat à pre eklampsi
b. Deteksi Dini
 Tanyakan pada ibu apakah mengalami oedem pada muka dan tangan
 Periksa TD, protein, urin, refleks patella dan oedem
 Periksa suhu à suhu tinggi à malatta
4. Penglihatan Kabur
a. Definisi
Wanita hamil yang mengeluh penglihatan kabur à perubahan hormonal.
Ketajaman penglihatan ibu dapat berubah dalam kehamilan
b. Tanda dan gejala
 Masalah penglihatan mengindikasikan keadaan mengancam jika terjadi secara
mendadak à kabur dan berbayang
 Disertai sakit kepala hebat à pre eklampsi
c. Deteksi dini
Periksa TD, protein, urin dan oedem
5. Bengkak di wajah dan jari tangan
a. Tanda dan gejala
Menjadi masalah serius jika muncul pada muka dan tangan, tidak hilang setelah
istirahat disertai keluhan fisik lain à anemia, gagal jantung atau pre eklampsi.
b. Deteksi dini
 Tanyakan pada ibu apakah mengalami masalah penglihatan & sakit kepala
 Periksa TD, protein urin, oedem dan HB
6. Keluar Cairan Pervaginam
a. Definisi
 Keluar cairan berupa air pada vagina pada trimester III
 Ketuban dinyatakan pecah dini jika terjadi sebelum persalinan
 Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi pada kehamilan preterm
b. Deteksi dini
 Konfirmasi usia kehamilan à USG
 Periksakan inspekulo menilai cairan keluar (jumlah, warna dan bau)
 Tentukan ada tidaknya infeksi
 Tentukan tanda-tanda inpartu
7. Gerakan Janin tidak terasa
a. Definisi
 Ibu tidak merasakan gerakan janin sesudah kehamilan trimester III
 Normalnya gerakan janin terasa selama bulan ke 5 atau 6
b. Tanda dan gejala
Gerakan bayi kurang dari 3 kali dlm periode 3 jam
c. Deteksi dini
 Jika bayi sebelumnya bergerak kemudian tidak bergerak à tanyakan kapan
terakhir bergerak
 Raba gerakan bayi
 Dengarkan DJJ
 USG
6. Pre eklamsia
a. Definisi
Kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan selama masa nifas
terdiri atas trias gejala: hipertensi, protein urin dan oedem.
b. Etiologi
 Belum diketahui terjadi pada primigravida, gemelli, hidramnion dan mola
 Periksa TD, protein, urin, refleks patella dan oedem
 Frekuensi tinggi seiring bertambahnya usia kehamilan à Trimester III
c. Klasifikasi Pre Eklamsia
1) Pre eklamsia Ringan
 Tanda dan gejala
- TD sistolik 140 MmHg atau kenaikan 30 MmHg à 6 jam
- TD diastolik 90 MmHg atau kenaikan 15 MmHg à 6 jam
- Kenaikan BB 1 kg atau lebih dalam 1 mgg
- Protein urin 0,3 gr atau lebih dengan kualitatif plus 1 – 2
2) Pre eklamsia Berat
 Tanda dan gejala
- TD 160 MmHg
- Oligouria turun 400 cc 24 jam
- Protein turun lebih dari 3 gr
- Keluhan subyektif nyeri epigastrium, Gangguan visus, edema paru dan
sumsum, gangguan kesadaran
KUIS PERTEMUAN IX – X
1. Seorang wanita usia 30 tahun hamil 19 minggu datang ke BPM dengan keluhan kram perut
bagian bawah, keluar darah bercak. Hasil pemeriksaan TD: 120/80 mmHg, N : 97 x/menit,
RR: 24 x/menit, S: 24 C, VT: servik tertutup.
Diagnosa pada kasus diatas adalah …
a. Abortus komplet
b. Abortus insipiens
c. Abortus Iminent
d. Abortus inkomplet
e. Mola Hidatidosa
2. Terapi yang dianjurkan untuk kasus diatas adalah . . .
a. Istirahat Total dan tidak memerlukan terapi khusus
b. Evakuasi kuret
c. Terapi hormonal
d. Oksitosin drip
e. Tokolitik
3. Seorang ibu hamil berusia 25 tahun G1P0A0 usia kehamilan 29 minggu datang ke BPS
dengan keluhan mengeluarkan banyak darah dari jalan lahir, merah segar, tidak disertai
nyeri perut. Hasil pemeriksaan TD 90/60mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 16 x/menit,
KU lemah pucat.
Apakah diagnose yang tepat untuk kasus diatas ?
a. Solusio plasenta
b. Plasenta previa
c. Ruptur uteri
d. Abortus iminens
e. Abortus inkomplet
4. Seorang perempuan berusia 25 tahun datang ke klinik mengeluh sudah 2 bulan tidak
menstruasi, perut kiri bawah nyeri dan mengeluarkan bercak darah berwarna coklat, hasil
VT belum ada pembukaan dan nyeri goyang servik, hasil PP test positif. Apa diagnose yang
tepat untuk kasus tersebut …
a. Mola hidatidosa
b. Abortus insipiens
c. Abortus imminent
d. Abortus inkomplet
e. Kehamilan ektopik terganggu
5. Seorang perempuan GIV PIII AII usia 30 tahun hamil usia 29 minggu datang ke rumah sakit
dengan keluhan perdarahan pervaginam merah kehitaman, nyeri perut menetap, gerakan
janin tidak dirasakan oleh ibu. Hasil pemeriksaan DJJ negative, palpasi perut teraba keras
TD 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, S: 36 C. Diagnosa yang tepat untuk kasus tersebut
adalah …
a. Vasa previa
b. Plasenta previa
c. Solusio plasenta
d. Plasenta letak rendah
e. Hipertensi kehamilan

6. Seorang perempuan berusia 27 tahun G1P0A0 usia kehamilan 10 minggu datang ke


Puskesmas mengeluh mual muntah dan tidak dapat beraktivitas, hasil pemeriksaan fisik
keadaan umum ibu baik TD: 110/90 mmHg, N: 88 x/menit, RR 20x/menit, S: 36,5 0C.
Apakah diagnose yang tepat untuk kasus diatas …..
a. Morning Sickness
b. Hyperemesis Gravidarum
c. Hypertensi Kehamilan
d. Chloasma Gravidarum
e. Striae Gravidarum
7. Seorang wanita usia 20 tahun datang ke Puskesmas ingin memeriksakan keadaannya.
Wanita tersebut mengeluh terlambat haid sudah 1 bulan. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh
perawat didapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal, pemeriksaan fisik conjungtiva
merah muda, wajah tidak pucat, payudara sedikit tegang, abdomen tidak ada bekas operasi
maupun nyeri tekan, vulva vagina kebiruan. Apakah pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan oleh perawat dalam kasus diatas?
a. PP Test
b. USG
c. Rontgen
d. Test Elisa
e. Test Darah
8. Seorang wanita usia 23 tahun hamil 28 minggu datang ke Puskesmas untuk memeriksakan
keadaannya. Ibu mengeluh bengkak pada kaki sejak 3 hari yang lalu. Setelah petugas
melakukan pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal, pemeriksaan fisik
terdapat bengkak pada tungkai. Apakah pendidikan kesehatan yang paling tepat yang dapat
diberikan tenaga kesehatan kepada ibu?
a. Tanda bahaya pada kehamilan
b. Tanda bahaya pada persalinan
c. Tanda bahaya pada masa nifas
d. Tanda bahaya pada bayi baru lahir
e. Tanda bahaya anak sakit
9. Seorang wanita usia 26 tahun hamil 20 minggu datang ke Puskesmas untuk memeriksakan
keadaannya. Ibu mengeluh pusing, berkunang kunang, lemas dan kadang mau pingsan. Hasil
pemeriksaan fisik konjungtiva dan kulit ibu terlihat pucat, TD: 120/85 mmHg, N: 80
x/menit, RR 24 x/menit, S: 370C. Berdasarkan kasus tersebut pemeriksaan laboratorium
yang harus dilakukan adalah ….
a. Pemeriksaan hemoglobin
b. Pemeriksaan protein
c. Pemeriksaan glukosa
d. Pemeriksaan hepatitis
e. Pemeriksaan HCG urin
10. Seorang perempuan usia 30 tahun hamil 36 minggu datang ke Klinik diantar suaminya,
kondisi klien kurang sadar. Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh bidan didapatkan TD:
180/110 mmHg, N: 100 x/menit, RR: 15 x/menit, DJJ ireguler, terdapat oedema pada wajah,
tangan dan kaki. Berdasarkan kasus tersebut pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan
adalah ….
a. Pemeriksaan hemoglobin
b. Pemeriksaan protein
c. Pemeriksaan glukosa
d. Pemeriksaan hepatitis
e. Pemeriksaan HCG urin

PERTEMUAN XI – XII

A. DETEKSI DINI KOMPLIKASI DAN PENANGANAN AWAL


KEGAWATDARURATAN

1. Pengertian deteksi dini komplikasi kehamilan


Deteksi dini resiko kehamilan adalah usaha menemukan seawal mungkin adanya
kelainan, komplikasi dan penyulit kehamilan serta menyiapkan ibu untuk persalinan
normal.
Deteksi dini dalam pelayanan  antenatal adalah mengarah  pada  penemuan ibu
hamil beresiko agar dapat ditangani secara memadai sehingga kesakitan atau kematian
dapat dicegah. Untuk pengenalan tanda-tanda kehamilan yang memiliki tanda bahaya dan
komplikasi kehamilan banyak poster -poster dan leaflet disebarkan kepada masyarakat
khususnya ibu-ibu hamil yang berkunjung dalam pelayanan antenatal maupun pada
kegiatan  kunjungan  rumah dalam pemantauan kesehatan masyarakat. Selain itu
digunakan juga suatu alat bantu yang lebih memungkinkan dilibatkannya ibu hamil untuk
secara aktif mengamati sendiri kehamilannya. Alat bantu tersebut juga bermanfaat bagi
petugas kesehatan dalam mengidentifikasi  faktor resiko dan komplikasi kehamilan
sehingga dapat memberikan informasi dan saran yang tepat. Alat bantu tersebut dikenal
dengan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
Deteksi dini kehamilan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menemukan ibu
hamil yang mempunyai faktor risiko dan komplikasi kebidanan (Depkes RI, 2010).
Deteksi dini kehamilan adalah upaya dini yang dilakukan untuk mengatasi kejadian
resiko tinggi pada ibu hamil (Ikhsan, 2006). Deteksi dini terhadap komplikasi kehamilan
adalah upaya penjaringan yang dilakukan untuk menemukan penyimpangan
-penyimpangan yang terjadi selama kehamilan ibu secara dini.
2. Upaya penanganan yang dapat dilakukan
a) Upaya Penanganan Yang dapat Dilakukan Pada Trimester I
1) Penanganan dan Pengobatan Hiperemesis Gravidarum
Meskipun gejala hiperemesis gravidarum dapat menghilang dengan
sendirinya, namun pada beberapa kasus kondisi ini juga bisa menjadi lebih
parah. Terutama jika tidak dirawat dengan baik. Sebaiknya bila ibu terdiagnosis
hiperemesis gravidarum segeralah berobat ke dokter. Nantinya dokter akan
melakukan sejumlah pemeriksaan untuk memastikan kondisi tersebut. Pertama,
dokter akan mengecek gejala yang dialami ibu. Kemudian dilanjutkan dengan
test urine, tes darah, pemeriksaan tiroksin, pemeriksaan organ hati, dan
pendeteksian USG untuk tahap lanjut. (baca: ciri ciri orang hamil – ciri ciri
kehamilan 1 minggu setelah berhubungan)
Apabila ibu positif mengidap hiperemesis gravidarum, maka ada beberapa
cara pengobatan yang bisa dilakukan. Diantaranya yakni:
 Pemberian obat-obatan untuk meredakan gejalanya, seperti obat antimual
(anti emetik) dan obat anti histamin
 Pemberian obat-obatan steroid
 Pemberian vitamin untuk peningkat sistem imun
 Pemberian asupan kalium
 Pemberian infus
 Memperbanyak beristirahat
 Mengurangi aktivitas berlebihan, jika Anda kerja sebaiknya ambil cuti
 Mengonsumsi makanan mengandung karbohidrat
 Meningkatkan asupan buah-buahan dan sayuran
 Mengurangi asupan makanan berlemak
 Menghindari pemakaian pakaian ketat
 Hindari suara bising
 Mengurangi asupan makanan yang beraroma kuat yang merangsang mual
 Menghindari stres berlebihan
 Mengatur pencahayaan dalam ruangan (sebaiknya menghindari cahaya
terlalu terang)
 Memberikan dukungan dan motivasi kepada ibu hamil tersebut
 Sebaiknya suami memberikan lebih banyak waktunya untuk si istri, dengan
memperhatikan dan menyayangi
 Pada tahap parah, lakukan rawat inap di rumah sakit
2) Pencegahan ISK
Tidak ada cara yang sangat mudah untuk mencegah infeksi saluran kemih,
tetapi ada beberapa tindakan pencegahan yang dapat diambil untuk membantu
meminimalkan kesempatan Anda untuk mengalami ISK.

 Jagalah kebersihan dengan selalu membersihkan organ kewanitaan sampai


bersih.
 Tetap terhidrasi. Kencing adalah cara yang efektif untuk membersihkan
kuman dari kandung kemih dan uretra. Cobalah untuk minum sekitar
delapan porsi 8-ons cairan sehari.
 Buang air kecil sebelum dan setelah berhubungan seks. Ini akan membantu
menghilangkan bakteri genital.
 Sering buang air kecil. Anda dapat pergi saat merasa ingin kencing dan
habiskan waktu beberapa menit untuk memastikan kandung kemih telah
kosong.
 Kafein dan cokelat adalah beberapa zat yang dapat membuat kandung kemih
iritasi dan terjadi peradangan. Hal itu tentu dapat membuat bakteri bertahan
lama.
3) Penanganan keguguran
Pencegahan Keguguran. Karena penyebabnya yang belum diketahui secara
pasti, keguguran umumnya tidak dapat dicegah. Tetapi, ada beberapa langkah
yang bisa dilakukan guna menurunkan risiko keguguran. Langkah-langkah
tersebut meliputi: Menerapkan pola makan sehat dan seimbang, terutama
meningkatkan konsumsi makanan dengan kandungan serat tinggi.
 Tidak merokok, mengonsumsi minuman keras,
dan menggunakan obat-obatan terlarang selama masa kehamilan.
 Mencegah infeksi-infeksi tertentu selama masa
kehamilan, misalnya dengan menerima vaksin sesuai anjuran dokter.
 Menjaga berat badan yang sehat sebelum dan
saat hamil.
 Menangani penyebab keguguran yang bisa
dideteksi, seperti otot serviks yang lemah. Kelainan ini dapat diatasi melalui
operasi pengencangan otot serviks, sehingga dapat menurunkan risiko
keguguran.
 Peristiwa keguguran pasti akan menyebabkan
tekanan emosional terhadap semua pihak, terutama bagi wanita yang juga
harus memulihkan kesehatannya. Rasa bersalah, penyesalan, marah, bahkan
trauma dapat melanda wanita yang mengalaminya. Oleh karena itu,
dukungan positif dari pasangan serta keluarga sangat dibutuhkan.
 Mengalami satu kali keguguran bukan berarti
Anda akan kembali mengalaminya pada kehamilan berikutnya. Banyak
wanita yang berhasil menjalani masa kehamilan tanpa masalah dan
melahirkan bayi yang sehat meski pernah mengalami keguguran.
4) Penanganan Hamil Ektifik
Berikut  penanganan yang akan dilakukan oleh dokter dan mengatasi
kehamilan ektopik :
 Obat-obatan
Obat-obatan berfungsi untuk menahan laju pertumbuhan embrio, obat
suntik juga akan diberikan pada ibu hamil. Tujuan obat suntik diharapkan
bisa terserap ke dalam tubuh ibu hamil, obat tersebut juga bisa menjaga
keutuhan tuba fallopi supaya tidak pecah atau rusak. Tuba fallopi yang
pecah bisa disebabkan oleh embrio yang tumbuh dan membesar, kondisi
tuba yang sempit tidak memungkinkan embrio terus berkembang menjadi
janin.
 Operasi
Apabila pemberian obat tidak berhasil dan embrio terus berkembang, dokter
akan melakukan tindakan pembedahan atau operasi. perasi ini akan
dilakukan oleh wanita yang mengalami kehamilan ektopik terganggu lebih
dari beberapa minggu. Operasi yang biasa dilakukan untuk mengatasi hamil
ektopik adalah operasi laparaskopi dengan membentuk sayatan kecil yang
ada di bawah perut. Operasi ini juga akan dilakukan jika kondisi tuba sudah
pecah dan menimbulkan pendarahan.
b) Upaya Penanganan Yang dapat Dilakukan Pada Trimester II
Agar komplikasi-komplikasi tersebut dapat dicegah dan dideteksi sejak awal,
ibu hamil perlu melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin. Jika ditemukan
adanya komplikasi kehamilan, dokter akan memberikan sejumlah penanganan sesuai
gangguan yang terjadi.Meski ada berbagai komplikasi yang dapat terjadi selama
kehamilan, ibu hamil tidak perlu cemas berlebihan, karena justru akan mengganggu
tumbuh kembang janin. Yang penting, jagalah kesehatan dengan mengonsumsi
makanan kaya nutrisi dan mencukupi waktu istirahat, serta periksakan kehamilan ke
dokter kandungan secara rutin.
Adapun cara agar ibu dapat lebih mengetahui gejala komplikasi pada
kehamilaannya, antara lain :

 Mengenal dan mengetahui ibu-ibu yang termasuk dalam kondisi yang


mengalami tanda bahaya dengan adanya pengetahuan ibu-ibu sehingga dapat
dilakukan rujukan ke tempat fasilitas yang lebih baik (rumah sakit).
 Meningkatkan mutu perinatal care
 Menganjurkan setiap ibu hamil kontrol ke BKIA.
 Penyuluhan oleh bidan desa terhadap kesehatan ibu, bayi serta penyakit yang
dapat diderita oleh ibu selama kehamilan secara aktif.
 Bidan desa harus bertempat tinggal di desa yang ditugaskan yang merupakan
ujung tombak tentang kesehatan ibu di desa yang ditempatinya.
 Dengan memeriksakan kehamilan sedini mungkin dan teratur ke Posyandu,
Puskesmas, Rumah Sakit, paling sedikit 4 kali selama masa kehamilan.
 Dengan mendapatkan imunisasi TT 2X.
 Bila ditemukan kelainan saat pemeriksaan harus lebih sering dan lebih intensif.
 Makan makanan yang bergizi yaitu memenuhi 4 sehat 5 sempurna. (Rachmat,
2007)
Beberapa zat mineral berikut sangat besar manfaatnya untuk menjaga agar
kehamilan berjalan prima.
 Zat Besi
Zat besi (Fe). Ibu hamil membutuhkan sekitar 25 mg zat besi setiap hari
untuk membantu kelancaran angkutan oksigen ke seluruh tubuh, sehingga tetap
merasa segar. Sebaliknya, kekurangan zat besi dapat menyebabkan anemia
(kurang darah), sheingga calon ibu akan merasa lesu, lemah dan mudha lelah,
serta seringmengantuk. Bahkan, jika terjadi anemia berat, dikhawatirkan pada
saat persalinan terjadi perdarahan yang sulit dihentikan.
Sumber zat besi: hati, telur, ikan, kerang, kacang-kacangan, sayuran berwarna
hijau tua, serta serea yang sudah difortikulasi (diperkuat) dengan zat besi.
 Magnesium ( Mg )
Mengurangi kemungkina terjadinya preeclampsia dan intra uterine
growth retardation ( gangguan pertumbuhan janin ). Bisa jadi, karena
magnesium berperan penting dalam aktivitasberbagai enzim dalam tubuh kita,
serta dapat mempengaruhi metabolisme protein dan karbohidrat. Dalam sehari
kita membutuhkan sekitar 40 mg magnesium.
Sumber magnesium : daging, susu, ikan, dan sayur berwarna hijau.
 Seng ( Zn )
Kekurangan mineral ini dapat menurunkan kekebalan tubuh. Akibatnya
ibu hamil gampang tertular berbagai penyakit, terutama yang sangat
membahayakan jiwa ibu maupunjanin.
Sumber seng : daging, susu, telur, seafood, dan kacang-kacangan

c) Upaya Penanganan Yang dapat Dilakukan Pada Trimester III


1) Solusio Plasenta
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya
yang normal pada uterus sebelum janin dilahirkan. Definisi ini berlaku dengan
masa gestasi diatas 22 minggu atau berat janin diatas 500 gram. Istilah solusio
plasenta juga dikenal dengan istilah abruptio plasenta atau separasi prematur
dari plasenta. Plasenta dapat lepas seluruhnya yang disebut solusio plasenta
totalis atau terlepas sebagian yang disebut solusio plasenta parsialis atau terlepas
hanya pada sebagian kecil pinggir plasenta yang sering disebut ruptur sinus
marginalis.
Penatalaksanaan Solusio Plasenta:
Harus dilakukan dirumah sakit dengan fasilitas operasi sebelum dirujuk,
anjurkan pasien tirah baring total dengan menghadap kekiri, tidak melakukan
senggama, menghindari peningkatan tekanan rongga perut. (misalnya : batuk,
mengedan karena sulit BAB).
Terapi (Kolaborasi dengan Dokter):
 Terapi Konservatif (ekspektatif)
- Resusitasi cairan:memperbaiki hipovolemi atau mengatasi syok dan
anemia
- Darah (harus diberikan darah secepatnya untuk menghindari syok dan
Anemia.
- Cairan : berikan cairan Nacl, RL
- Obat antihipertensi yg membantu pembuluh darah tetap terbuka, obat –
obatan kortikosteroid (untuk antiinflamasi, mencegah retensi Na dan
mempertahankan ketahanan kapiler)
 Terapi Aktif
Prinsipnya melakukan tindakan agar anak segera dilahirkan dan perdarahan
berhenti, misalnya dengan operatif obstetrik. Langkah-langkahnya :
- Amniotomi dan pemberian oksitosin kemudian diawasi serta pimpin
partus spontan.
- Bila pembukaan sudah lengkap atau hampir lengkap dan kepala sudah
turun sampai Hodge III – IV , maka bila janin hidup, lakukan ekstraksi
vakum atau forsep, tetapi bila janin meninggal, lakukanlah embriotomi.
- Seksio sesarea biasanya dilakukan pada:
 Solusio plasenta dengan anak hidup, pembukaan kecil
 Solusio plasenta dengan toksemia berat, perdarahan agak banyak,
tetapi pembukaan masih kecil
 Solusio plasenta dengan panggul sempit atau letak lintang
 Histerektomi dapat dipertimbangkan bila terjadi afibrinogemia dan
kalau persediaan darah atau fibrinogen tidak ada atau tidak cukup.
2) Plasenta Previa
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada
tempat yang tidak normal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi
sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Implantasi yang normal ialah pada
dinding depan atau dinding belakang rahim didaerah fundus uteri. klasifikasi
plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan
jalan lahir pada waktu tertentu. Upaya penanganannya terbagi menjadi 2, yaitu:
 Terapi ekspektatif (pasif)
Tujuan ekspektatif ialah supaya janin tidak terlahir prematur, penderita
dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui kanalis servisis. Upaya
diagnosis dilakukan secara non invasif. Pemantauan klinis dilakukan secara
ketat dan baik (Mochtar, 2012 dan Chalik, 2014).
Syarat-syarat terapi ekspektatif :
- Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti.
Penanganan pasif pada kasus kehamilan preterm dengan perdarahan
sedikit kemudian berhenti di maksudkan dapat memberikan kesempatan
pada janin untuk tetap tumbuh dan berkembang dalam kandungan sampai
janin matur.
- Belum ada tanda-tanda in partu.
Menunda tindakan pengakhiran kehamilan segera pada kasus plasenta
previa bila tidak terdapat tanda-tanda inpartu ditujukkan untuk
mempertahankan janin dalam kandungan.
- Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas normal).
- Janin masih hidup.
 Terapi aktif
Wanita hamil di atas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang
aktif dan banyak, harus segera ditatalaksana secara aktif tanpa memandang
maturitas janin. Cara menyelesaikan persalinan dengan plasenta previa
(Mochtar, 2012)
- Persalinan Abdominal dengan cara Seksio sesarea
Prinsip utama dalam melakukan seksio sesarea adalah untuk
menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya
harapan untuk hidup, tindakan ini tetap dilakukan.
- Melahirkan pervaginam
Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada plasenta. Penekanan
tersebut dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
 Amniotomi dan akselerasi
Amniotomi atau pemecahan selaput ketuban adalah cara yang
terpilih untuk melancarkan persalinan per vaginam. Indikasi
amniotomi pada plasenta previa :
 Bagian terbawah janin yang berfungsi sebagai tampon akan
menekan plasenta yang berdarah dan perdarahan berkurang atau
berhenti
 Partus akan berlangsung lebih cepat
 Bagian plasenta yang berdarah dapat bebas mengikuti cincin
gerakan dan regangan segmen bawah rahim, sehingga tidak ada
lagi plasenta yang lepas. Setelah ketuban dipecahkan berikan
oksitosin drip 2,5 – 5 satuan dalam 500 cc dekstrosa 5%. Bila
upaya diatas belum berhasil, ada 2 cara lagi yang dapat dikerjakan
terutama di daerah perifer dimana fasilitas operasi tidak ada dari
penderita tidak mau dirujuk ke rumah sakit yang ada fasilitas
operasinya.
 Versi Braxton Hicks
Versi Baxton Hicks dilakukan pada janin letak kepala, untuk
mencari kaki supaya dapat ditarik keluar. Bila janin letak sungsang
atau letak kaki.
 Traksi dengan Cunam Willet
Kulit kepala janin dijepit dengan Cunam Willet, kemudian beri
beban secukupnya sampai perdarahan berhenti. Tindakan ini kurang
efektif untuk menekan plasenta dan seringkali menyebabkan
pendarahan pada kulit kepala. Tindakan ini biasanya dikerjakan pada
janin yang telah meninggal dan perdarahan tidak aktif.
Menurut Manuaba (2008) Plasenta previa dengan perdarahan
merupakan keadaan darurat kebidanan yang memerlukan penanganan
yang baik. Bentuk pertolongan pada plasenta previa adalah :
- Segera melakukan operasi persalinan untuk dapat menyelamatkan
ibu dan anak untuk mengurangi kesakitan dan kematian.
- Memecahkan ketuban di atas meja operasi selanjutnya pengawasan
untuk dapat melakukan pertolongan lebih lanjut.
- Bidan yang menghadapi perdarahan plasenta previa dapat
mengambil sikap melakukan rujukan ke tempat pertolongan yang
mempunyai fasilitas yang cukup.
3) Pre-Eklampsi /Eklampsia
Pre-eklampsia adalah suatu kondisi medis di mana timbul hipertensi
dalam kehamilan dalam hubungannya dengan jumlah signifikan protein dalam
urin. Pre-eklampsia mengacu pada serangkaian gejala daripada faktor
penyebab, dan ada banyak penyebab yang berbeda untuk kondisi tersebut.
Tampaknya mungkin bahwa ada zat-zat dari plasenta yang dapat menyebabkan
disfungsi endotel di pembuluh darah ibu perempuan rentan. Sementara tekanan
darah elevasi adalah tanda yang paling terlihat dari penyakit, melibatkan
kerusakan pada endotel umum ibu, ginjal, dan hati, dengan rilis faktor
vasokonstriksi yang sekunder untuk kerusakan asli. Pre-eklampsia dapat
berkembang menjadi eklampsia, ditandai dengan penampilan tonik-klonik. Hal
ini hanya terjadi sangat jarang. Meskipun eklampsia adalah fatal, pra-
eklampsia sering tanpa gejala, maka deteksi tergantung pada tanda-tanda atau
investigasi.
Pre-eklampsia juga lebih umum pada wanita yang telah ada sebelumnya
hipertensi, diabetes, penyakit autoimun seperti lupus, thrombophilias berbagai
warisan seperti Faktor V Leiden, atau penyakit ginjal, pada wanita dengan
riwayat keluarga pra-eklampsia, wanita gemuk, dan pada wanita dengan
kehamilan multipel (kembar, kembar tiga, dan banyak lagi). Risiko paling
signifikan tunggal untuk mengalami pre-eklampsia adalah telah memiliki pre-
eklampsia pada kehamilan sebelumnya. Bagi ibu yang mengalami
preeklampsia berikut beberapa cara mengatasi preeklampsia yang sebaiknya
diketahui :
a) Menggunakan obat – obatan untuk mengatasi gejala Preeklampsia.
Beberapa jenis obat digunakan untuk mengatasi berbagai gejala
yang muncul dari penderita preeklampsia. Obat tersebut berguna untuk
mengurangi rasa sakit serta mencegah meningkatnya preeklampsia
menuju kearah kondisi eklampsia yang lebih berbahaya. Jenis obat –
obatan yang biasanya diberikan oleh dokter untuk mengatasi gejala
peeklampsia tersebut antara lain :
 Obat anti hipertensi, jenis obat ini diberikan untuk menurunkan dan
menjaga tekanan darah pada ibu hamil penderita peeklampsia.
 Obat anti mual, obat ini diberikan apabila kondisi mual dan muntah ibu
sudah sangat berlebihan.
 Obat anti kejang, jenis obat ini diberikan untuk menjaga ibu agar tidak
mengalami kejang yang merupakan tanda telah meningkatnya
preeklampsia menjadi eklampsia.
 Kotikosteroid, jenis obat ini membantu meningkatkan kinerja liver dan
trombosit pada ibu maupun bayi sehingga dapat mempertahankan
kehamilan lebih lama sampai waktu persalinan datang.
b) Istirahat total dengan pengawasan dokter.
Kondisi preeklampsia memaksa ibu harus melakukan istirahat dari
berbagai aktivitas dengan total. Ketika kondisi preeklampsia semakin
parah, ibu harus menjalani perawatan dirumah sakit dan harus opname.
Kondisi ini diperlukan untuk melakukan pengawasan terhadap
perkembangan janin serta mengurangi resiko berbahaya dari preeklampsia
ibu.
c) Menjaga Pola Makan
Mengatur pola makan adalah langkah yang harus mulai dilakukan
secara rutin oleh ibu hamil dengan preeklampsia. Menghindari makanan
asin, bakar bakaran, dan makanan mentah, serta makanan pemicu naiknya
tensi darah harus dilakukan dan tidak boleh dilanggar sama sekali. Selain
menghindari makanan berbahaya, ibu hamil dengan preeklampsia harus
banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung kalsium dan
magnesium yang dapat membantu dalam mengatur tekanan darah.
d) Persalinan
Melahirkan bayi yang dikandungnya merupakan cara mengatasi
preeklampsia yang harus dilakukan bagi ibu hamil yang mengalami
preeklampsia sebagai satu satunya tindakan nyata untuk menyembuhkan
preeklampsia. Namun, melakukan proses persalinan bukanlah perkara
yang bisa dilakukan secara langsung pada ibu hamil karena ada beberapa
pertimbangan serta syarat yang harus terpenuhi. Usia kehamilan dan janin
harus sudah cukup umur untuk bisa dilahirkan serta berat badan bayi harus
sudah mencukupi agar bayi dapat terlahir dengan selamat.
Persalinan ibu dengan preeklampsia biasanya dengan cara operasi
caesar ataupun induksi persalinan. Pilihan cara melahirkan pada ibu
dengan preeklampsia harus sesuai dengan anjuran klinis dokter spresialis
kandungan yang menangani. Induksi persalinan dibutuhkan apabila ibu
ingin dan memungkinkan untuk melahirkan normal.
e) Pemberian magnesium sulfat melalui infus.
Magnesium sulfat atau MgSO4 akan diberikan oleh dokter sebagai
tindakan untuk mencegah terjadinya kejang berulang pada penderita
preeklampsia. Kejang yang terjadi pada penderita preeklampsia
merupakan kondisi yang harus dihindari karena dapat meningkatkan
preeklampsia menjadi eklampsia. Kondisi eklampsia ini harus dihindari
karena resikonya yang berbahaya terhadap nyawa ibu maupun janin yang
dikandungnya. Magnesium sulfat mampu menekan kejadikan kejang pada
penderita preeklampsia. Senyawa ini diberikan secara infus pada saat ibu
dirawat inap
4) Persalinan Premature
Persalinan prematur dimaksudkan dengan persalinan yang terjadi diantara
umur kehamilan 29-36 minggu, dengan berat badan lahir kurang dari 2,5 kg.
persalinan prematur merupakan masalah besar karena dengan berat janin kurang
dari 2,5 kg dan umur kurang dari 36 minggu, maka alat-alat vital (otak, jantung,
paru, ginjal) belum sempurna, sehingga mengalami kesulitan dalam adaptasi
untuk tumbuh dan berkembang dengan baik. Sekali pun sudah dapat dirawat
bayi dengan berat antara 1,5 kg sampai 2,5 kg untuk dapat bertahan hidup, tetapi
masih diragukan kemungkinan untuk memiliki kemampuan dan kualitas yang
diharapkan sebagai sumber daya manusia.
Pengelolaan Persalinan Prematur
Tujuan utama pengelolaan persalinan prematur adalah sebagai berikut:
 Menghambat atau mengurangi kekuatan dan kontraksi uterus untuk menunda
proses persalinan.
 Untuk meningkatkan kualitas janin sebelum dilahirkan
 Menurunkan morbiditas dan mortalitas perinatal
Prinsip pengelolaan persalinan prematur bergantung pada:
 Keadaan selaput ketuban. Pada umumnya persalinan tidak dihambat
bilamana selaput ketuban sudah pecah.
 Pembukaan serviks. Persalinan akan sulit dicegah bila pembukaan mencapai
4 cm.
 Umur kehamilan. Makin muda usia kehamilan, upaya mencegah persalinan
makin perlu dilakukan. Persalinan dapat dipertimbangkan berlangsung bila
TBJ > 2.000 atau kehamilan > 34 minggu.
 Penyebab/komplikasi persalinan prematur
 Kemampuan neonatal intensive care facilities.
 Ada atau tidaknya gejala klinis dari infeksi intrauterin
 Ada atau tidaknya pertanda-pertanda yang meramalkan persalinan dalam
waktu yang singkat ini
Pengelolaan pada kasus persalinan prematur dengan ketuban yang masih
intak dimana tidak didapatkan bahaya pada ibu dan janin maka pengelolaannya
adalah konservatif, yang meliputi:
 Menunda persalinan prematur dengan tirah baring dan pemberian obat-obat
tokolitik.
 Memberikan obat-obat untuk pematangan paru janin.
 Memberikan obat-obat antibiotik untuk mencegah risiko infeksi perinatal.
 Merencanakan cara persalinan prematur yang aman dan dengan trauma yang
minimal.
 Mempersiapkan perawatan neonatal dini yang intensif untuk bayi-
bayiprematur (Fadlun dan Feryanto, 2013).
Menurut Goldenberg (2002), pengelolaan persalinan prematur dapat
mencakup:
 Tirah Baring
Tirah baring adalah salah satu intervensi yang digunakan sebagai
pencegahan atau pengobatan pada persalinan prematur yang mengancam.
 Hidrasi/Sedasi
Alasan diberikannya hidrasi adalah karena wanita dengan risiko
persalinan prematur memiliki volume plasma di bawah normal. Namun,
pemberian hidrasi ataupun sedasi masih belum memilki data yang
mendukung. Hidrasi ataupun sedasi belum memperlihatkan efek menurunkan
kejadian persalinan prematur.
 Progesteron
Adanya hipotesis persalinan prematur karena progesterone
withdrawal, maka salah satu pencegahan ataupun pengobatan persalinan
prematur adalah dengan pemberian progesteron. Namun, penggunaan
progersteron ini belum berhasil menghentikan persalinan prematur.
 Tokolisis
Pemberian tokolisis untuk menghambat persalinan masih belum
efektif. Namun, pemberian tokolisis masih perlu dipertimbangkan bila
dijumpai kontraksi uterus yang regular dengan perubahan serviks. Alasan
pemberian tokolisis dalam pengelolaan persalinan prematur adalah:
- Mencegah mortalitas dan morbiditas bayi prematur
- Memberi kesempatan bagi terapi kortikosteroid untuk menstimulir
surfaktan paru janin
- Memberi kesempatan transfer intrauterine pada fasilitas yang lebih
lengap Beberapa jenis obat yang dapat digunakan sebagai tokolisis
adalah:
 Obat β-mimetik
Ada tiga reseptor β mimetik di tubuh manusia. β1 di jantung,
usus halas, dan jaringan adiposit, β2 di uterus, β3 di jaringan lemak
coklat. Stimulasi di reseptor β2 menyebabkan relaksasi otot polos
uterus. Contoh obat β2 selektif adalah ritrodin dan terbutalin.
 Sulfas magnesikus
Sulfas magnesikus belum efektif dalam menghentikan
persalinan prematur. Kontraindikasi absolut dalam pemberian sulfas
magnesikus adalah miastenia gravis dan blokade jantung.
Kontraindikasi relatif adalah penyakit ginjal dan infark miokardial.
Walaupun terdapat efek samping pada ibu dan janin, sulfas
magnesikus masih kurang berbahaya dibandingkan obat β-mimetik.
Oleh karena itu, banyak tim medis yang menggunakan obat ini
sebagai obat tokolisis utama.
 Prostaglandin Synthetase Inhibitors
Contoh obatnya adalah indometasin. Namun, penggunaan ini
tidak bnayak dilakukan karena efek samping pada ibu dan janin.
 Calcium Channel Blockers
Calcium Channel Blockers adalah obat untuk mengurangi
masuknya kalsium sehingga dapat mengontrol kontraktilitas otot
dan aktivitas pacemaker di jantung dan jaringan uterus. Obat yang
digunakan adalah nifedipin. Nifedipin dilaporkan dapat
memperpanjang usia kehamilan dibandingkan ritrodin atau plasebo.
Nifedipin juga sama efektifnya dengan sulfas magnesikus dalam
menunda persalinan. Kontraindikasi dalam menggunakan Nifedipin
adalah hipotensi, gagal jantung, dan stenosis aorta. Efek samping
pada ibu dalam penggunaan Nifedipin adalah sebagai hasil
vasodilatasi pembuluh darah yaitu sakit kepala dan edema perifer.
Efek samping untuk janin masih perlu diteliti lebih lanjut.
Penggunaan Nifedipin sebagai tokolisis yang lebih baik daripada
sulfas magnesikus masih memilki bukti yang sedikit.
 Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid dapat menurunkan kejadian
Respiratory Distress Syndrome (RDS) sehingga dapat menurunkan
morbiditas perinatal pada nonatus yang lahir sebelum usia 34
minggu. Efek ini diperolah hanya pada persalinan yang terjadi lebih
dari 24 jam setelah pemberian dosis pertama dan sebelum 7 hari. Ibu
hamil yang berada pada usia kehamilan antara 23 dan 34 minggu
yang berisiko mengalami persalinan prematur sebaiknya diberikan
kortikosteroid. Pada pasien yang megalami ketuban pecah dini,
kortikosteroid direkomendasikan untuk diberi pada kehamilan 30-32
minggu. Kortikosterid yang paling sering digunakan adalah:
 Betametason : 2 x 12 mg intramuskular dengan jarak pemberian
24 jam
 Deksametason : 4 x 6 mg intravena dengan jarak pemberian 6
jam Betametason dilaporkan lebih efektif dalam menurunkan
perdarahan intraventrikular dibandingkan dengan
deksametason.
 Antibiotika
Antibiotika diberikan hanya diberikan bilamana kehamilan
mengandung risiko terjadinya infeksi, seperti ketuban pecah dini.
Obat diberikan per oral, yang dianjurkan adalah eritromisin 3 x 500
mg selama 3 hari. Obat pilihan lain adalah ampisilin 3 x 500 mg
selama tiga hari atau antibiotka lain klinsdamisin
 Prosespersalinan
Pada kasus yang melahirkan di usia 24 minggu, sebaiknya
melakukan operasi sesar.
5) Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban
sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan
maupun jauh sebelum waktunya melahikan. Ketuban pecah dini preterm adalah
ketuban pecah dini sebelum usia 37 minggu. Ketuban pecah dini yang
memanjang adalah ketuban pecah dini yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum
waktunya melahirkan. Cara penanganan ketuban pecah dini terbagi menjadi 2,
yaitu:
 Konservatif
- Rawat di rumah sakit.
- Berikan antibiotik (ampisilin 4x500 mg atau eritromisin bila tidak
tahan ampisilin dan metronidazol 2x500 mg selama 7 hari).
- Jika umur kehamilan < 32 minggu, dirawat selama air ketuban masih
keluar atau sampai air ketuban tidak lagi keluar.
- Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes
busa negative, beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan
kesejahteraan janin.
- Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
- Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan
lakukan induksi, nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda
infeksi intrauterin).
- Pada usia kehamilan 32-37 minggu, berikan steroid untuk memacu
kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin
dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis
tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4
kali.
 Aktif
- Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal, lakukan
seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 25 µg – 50 µg
intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda-tanda infeksi,
berikan antibiotic dosis tinggi dan persalinan diakhiri.
- Bila skor pelvic < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi.
Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
- Bila skor pelvic > 5, induksi persalinan (Saifuddin, 2014).
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi upaya deteksi dini komplikasi kehamilan
a) Faktor-faktor yang mempengaruhi upaya deteksi dini komplikasi kehamilan Pada
Trimester I
1) Faktor Hyperemesis Gravidarum
Belum diketahui dengan pasti, tetapi beberapa faktor predisposisi dan faktot
lain yang telah ditemukan oleh beberapa penulis sebagai berikut :
 Faktor predisposisi yang sering dikemukakan adalah primigravida,
molahidatidosa dan kehamilan ganda, frekuensi yang tinggi pada
molahidatidosa dan kehamilan ganda menimbulkan dugaan bahwa faktor
hormon memegang peranan karena keadaan tersebut hormon khorionik
gonadotropin dibentuk berlebihan.
 Masuknya vili khorralis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik
akibat hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan
ini merupakan faktor organik.
 Alergi sebagai salah satu respon dari jaringan ibu terhadap anak, juga disebut
sebagai salah satu faktor organik.
2) Faktor psikologik
Hubungan antara faktor psikologik dengan Hyperemesis Gravidarum, pada
penyakit ini rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap
kehamilan dan persalinan takut terhadap tanggung jawab seorang ibu,
menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah sebagai
pelarian kesukaran hidup (Wiknjosastro, 2005 : 275-276).
3) Faktor infeksi saluran kuncing
Selain karena rahim yang terus membesar hingga menggencet saluran kencing,
beberapa hal di bawah ini dapat sangat meningkatkan risiko ISK pada ibu hamil:
 Membersihkan kelamin dari belakang ke depan

Bakteri E. coli yang paling sering menyebabkan ISK berasal dari usus,
sehingga umum bersarang pada anus. Makanya, membersihkan kelamin
dengan menyeka dari belakang ke depan (dubur dulu kemudian ke vagina)
dapat meningkatkan risiko infeksi saluran kemih. Seharusnya, Anda menyeka
atau membersihkan kelamin dari depan (saluran kencing) baru ke belakang
(anus/dubur). Ini berguna agar bakteri dari dubur tidak berpindah ke saluran
kencing setelah selesai BAB/BAK.
4) Perubahan hormon hamil
Peningkatan hormon turut dapat meningkatkan risiko infeksi pada ibu hamil,
termasuk infeksi saluran kemih atau ISK. Perubahan hormon membuat bakteri
jadi lebih mudah berkembang di vagina yang lembab.
Terlebih lagi, lokasi antara lubang vagina dan lubang kencing sangat
berdekatan sehingga akan lebih mudah bagi bakteri berpindah dan menginfeksi.
5) Berhubungan seks
Berhubungan seks saat hamil boleh-boleh saja, dan bahkan dalam kondisi
tertentu disarankan dokter. Akan tetapi, berhubungan seks saat hamil berisiko
membuat ibu hamil rentan terkena ISK. ISK pada ibu hamil yang berhubungan
seks disebabkan karena penetrasi memungkinkan bakteri di dekat vagina
(termasuk E. coli) terdorong dan berpindah ke dalam uretra. Maka dari itu,
penting untuk buang air kecil sebelum dan sesudah berhubungan seks agar tidak
ada bakteri yang tertinggal di area intim.
Beberapa faktor risiko lainnya dari ISK pada ibu hamil antara lain:
 Pernah beberapa kali kena ISK (ISK berulang)

 Punya diabetes gestasional


 Kegemukan atau obesitas
 Punya anemia sel sabit
 Pernah operasi saluran kemih sebelumnya
 Mengalami kerusakan pada saraf yang mengendalikan kandung kemih. Antara
lain seperti penyakit
6) Faktor Hamil Ektofik
Kehamilan ektopik dapat dialami oleh setiap wanita yang telah aktif
berhubungan intim. Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko
terjadinya kehamilan ektopik, yaitu:
 Berusia 35 tahun atau lebih saat hamil.
 Memiliki riwayat radang panggul dan endometriosis.
 Menderita penyakit menular seksual, seperti gonore dan chlamydia.
 Mengalami kehamilan ektopik pada kehamilan sebelumnya.
 Mengalami keguguran berulang
 Pernah menjalani operasi pada area perut dan panggul.
 Pernah menjalani pengobatan terkait masalah kesuburan.
 Menggunakan alat kontrasepsi jenis spiral.
 Memiliki kebiasaan merokok.
7) Faktor Penyebab Keguguran
Penyebab keguguran hamil muda ada banyak sekali seperti stress, merokok,
dan bahkan ketidaktahuan mengenai kehamilan tersebut. Banyak ibu hamil yang
bertanya-tanya mengapa hamil muda begitu rentan akan keguguran. Memang
keguguran tidak hanya terjadi pada saat hamil muda saja, namun ada ibu hamil
yang bisa mengalami keguguran dengan usia kehamilan di bawah 22 minggu.
Hamil muda memang identik dengan usia di bawah tiga bulan namun kandungan
di bawah usia 22 minggu (perkembangan janin 6 bulan) pun sebenarnya juga masih
dalam tahap rentan. Ibu hamil dengan kehamilan pertama harus mengetahui apa
saja yang bisa menyebabkan kehamilan menjadi keguguran.

 Kondisi Rahim Yang Lemah


Rahim dengan kondisi ini sangat sulit dan biasanya sangat rewel ketika
mengalami kehamilan. Hal ini dikarenakan dinding rahim tempat embrio
menempel terlalu rentan dan lemah untuk bisa menopang berat embrio. Oleh
sebab itu, wanita dengan kondisi seperti ini harus mengalami bed rest atau
istirahat total saat kehamilannya di bawah usia 22 minggu.
Yang tidak boleh dilakukan wanita dengan dinding rahim lemah :
- Terlalu banyak bergerak. Hal ini sangat tidak boleh dilakukan oleh
wanita dengan kondisi kandungan atau dinding rahim lemah.
- Tidak boleh banyak berjalan. Berjalan akan membuat perut tergerak. Hal
ini menyebabkan rahim dan embrio juga ikut bergerak. Jika banyak
berjalan embrio akan mudah jatuh. Ibu hamil hanya boleh berjalan ketika
ingin ke kamar mandi saja, selebihnya adalah berbaring.
- Dokter kandungan akan menganjurkan untuk banyak berbaring sebelum
usia kandungan lebih dari 22 bulan, makan dan minum dilakukan dengan
posisi duduk di atas tempat tidur.
- Stress berlebihan. Stress yang berlebihan akan membuat hormon ibu
hamil menjadi tidak stabil sehingga rentan keguguran.
 Kondisi Ibu Hamil Tidak Fit
Cuaca yang ekstrim seperti saat ini tidak boleh disepelekan oleh kaum
ibu. Sebentar panas dan sebentar hujan akan membuat ibu hamil rentan
terkena penyakit. Kondisi kesehatan wanita yang sedang hamil memang
seringkali naik dan juga turun. Hal itulah yang menyebabkan kondisi
kesehatan ibu hamil mudah terganggu terutama saat cuaca seperti ini. Jika
kondisi ibu hamil tidak segera pulih maka kehamilannya akan rentan
keguguran.
 Usia
Wanita dengan usia tua sangat rentan untuk hamil dan juga melahirkan.
Wanita yang rentan untuk keguguran adalah wanita yang mengandung di usia
30 tahun ke atas (Baca juga : resiko hamil di atas 35 tahun). Oleh sebab itu,
wanita dengan usia di atas 30 tahun sebaiknya konsultasi kehamilan kepada
dokter kandungan jika ingin hamil lagi. Hal ini tidak terjadi pada wanita
dengan kehamilan pertama saja namun bisa terjadi pada wanita dengan
kehamilan yang ke sekian.
b) Faktor-faktor yang mempengaruhi upaya deteksi dini komplikasi kehamilan Pada
Trimester II
1) Hubungan seksual
Berhubungan seksual menyebabkan adanya perubahan pada tekstur serviks atau
Rahim.
2) Solusio Plasenta
Merupakan kondisi serius dimana plasenta mulai terlepas dari dinding Rahim,
baik sebelum atau selama proses persalinan. Kondisi ini bisa terjadi tanpa
menimbulkan perdarahan. Selain perdarahan, gejala lainnya adalah nyeri
punggung, nyeri perut, Rahim yang terasa sakit, hingga janin kekurangan oksigen.
3) Plansenta Previa
Kondisi ini dapat terjadi ketika plasenta melekat pada bagian bawah Rahim
didekat mulut Rahim atau menutupi leher Rahim sehingga jalan lahir menjadi
terhalang.
4) Bukaan Lahir
Perdarahan saat hamil bisa juga diakibatkan oleh pembukaan saat wanita hendak
melahirkan. Hal ini mungkin akan terjadi selama beberapa hari sebelum kontraksi
mulai atau selama proses persalinan.
c) Faktor-faktor yang mempengaruhi upaya deteksi dini komplikasi kehamilan Pada
Trimester III
Faktor-faktor yang mempengaruhi ibu hamil dalam melakukan pemeriksaan
antenatal care yaitu pengetahuan, pendidikan, umur, ekonomi, sumber informasi, letak
geografis.
Dalam hal pelayanan antenatal, perilaku dalam bentuk pengetahuan tersebut
berbentuk pengetahuan tentang manfaat pemeriksaan kehamilan, frekuensi periksa,
gizi ibu hamil, standar pelayanan 5T yang meliputi : pemberian tablet darah (Fe),
imunisasi TT, penimbangan berat badan, pemeriksaan tekanan darah, dan
pemeriksaan tinggi fundus uteri (Istiarti, 2000) Ketidak mengertian ibu dan keluarga
terhadap pentingnya pemeriksaan kehamilan berdampak pada ibu hamil tidak
memeriksakan kehamilannya pada petugas kesehatan. Jika pengetahuan ibu baik
tentang persalinan, maka akan lebih siap dalam menghadapi persalinan. Peran seorang
ibu hamil pada program pemeriksaan antenatal care sangatlah penting. Pemahaman
ibu atau pengetahuan ibu terhadap antenatal care sangat dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan ibu. Slamet (1999), menyebutkan semakin tinggi tingkat pendidikan atau
pengetahuan seseorang maka semakin membutuhkan pusat-pusat pelayanan kesehatan
sebagai tempat berobat bagi dirinya dan keluarganya. Dengan berpendidikan tinggi,
maka wawasan pengetahuan semakin bertambah dan semakin menyadari bahwa
begitu penting kesehatan bagi kehidupan sehingga termotivasi untuk melakukan
kunjungan ke pusat-pusat pelayanan kesehatan yang lebih baik. Usia reproduksi
optimal bagi seorang ibu adalah antara 20-35 tahun, dibawah dan diatas usia tersebut
akan meningkatkan resiko kehamilan maupun persalinan. Pada wanita usia muda,
dimana organ-organ reproduksi belum sempurna secara keseluruhan dan kejiwaan
yang belum siap menjadi seorang ibu, maka kehamilan dapat berakhir dengan suatu
keguguran, bayi berat lahir rendah (BBLR), dan dapat disertai dengan persalinan
macet. Usia hamil pertama yang ideal bagi seorang wanita adalah 20 tahun, sebab
pada usia tersebut rahim wanita sudah siap menerima kehamilan (Manuaba, 2005).
Status sosial ekonomi yang rendah juga mempengaruhi perawatan antenatal
berupa kunjungan ke klinik. Kurangnya pendapatan keluarga menyebabkan
berkurangnya alokasi dana bagi ibu hamil untuk memperoleh layanan kesehatan
(Wiludjeng, 2005 dalam suprapto, 2002). Oleh karena itu kelompok yang miskin
mempunyai resiko yang lebih besar untuk mengalami perdarahan antepartum
dibandingkan dengan kelompok yang mampu (Royston & Amstrong, 1994 dalam
Hutapea, 2007) Melalui media cetak maupun elektronik berbagai informasi dapat
diterima oleh masyarakat sehingga seorang yang lebih sering terpapar media massa
(TV, Radio, Majalah, Pamflet, dan lain–lain) akan mempengaruhi informasi media,
berarti paparan media massa mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki
seseorang.
Letak geografis sangat menentukan terhadap pelayanan kesehatan, ditempat
yang terpencil ibu hamil sulit memeriksakan kehamilannya, hal ini karena
transpontasi yang sulit menjangkau sampai tempat terpencil (Depkes RI, 2001).
Derajat kesehatan ibu dan anak perlu ditingkatkan, maka dalam upaya perbaikannya
perlu pendekatan-pendekatan yang dilakukan secara holistik dan integratif yang tidak
hanya terbatas pada bidang kesehatan secara medis saja, tetapi juga ekonomi,
pendidikan dan sosial budaya (Maas,2007). Selain itu berbagai masalah yang perlu
diperhatikan dalam upaya penanganan kehamilan dan persalinan adalah jarak layanan
kesehatan, dimana pelayanan kesehatan masih sulit dijangkau masyarakat yang
berpenghasilan rendah dan lokalisasi pelayanan kesehatan masih belum terjangkau
karena jarak yang jauh, sehingga menyebabkan ibu hamil.
4. Prinsip deteksi dini komplikasi ibu hamil :
a. Pemeriksaan kehamilan dini
1) Mengetahui apakah benar-benar hamil
2) Menentukan usia kehamilan
3) Melakukan deteksi faktor risiko dan komplikasi
4) Perencenaan penyuluhan kesehatan
5) Perencenaan pemberian obat
6) Melakukan rujukan dan kolaborasi
Kunjungan awal kehamilan diberikan dari mulai konsepsi sampai sebelum
kelahiran, untuk memantau perkembangan kehamilan dan berorientasi kepada promosi
kesehatan melalui pendidikan kesehatan. Sulit diketahui sebelumnya bahwa kehamilan
akan menjadi masalah. Sistem penilaian risiko tidak dapat memprediksi apakah ibu
hamil akan bermasalah selama kehamilannya. Oleh karena itu pelayanan/asuhan
antenatal merupakan cara penting untuk memonitor dan mendukung kesehatan ibu
hamil normal dan mendeteksi ibu dengan kehamilan normal. Ibu hamil sebaiknya
dianjurkan semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan asuhan
antenatal.
Pengertian kunjungan awal kehamilan :
1) Bobak, 2004:143, kunjungan prenatal reguler, yang secara ideal dimulai segera
setelah ibu pertama kali terlambat haid, merupakan kesempatan untuk memastikan
ibu hamil dan bayinya.
2) Pusdiknakes, 2001:2-35, selama kunjungan antenatal pertama kita mulai
mengumpulkan informasi mengenai ibu untuk membantu bidan dalam
membangun hubungan kepercayaan dengan ibu, mendeteksi komplikasi dan
merencanakan asuhan khusus yang dibutuhkan.
3) Varney, 2006: 523, pada saat kunjungan awal akan dilaksanakan beberapa
pemeriksaan yang terdiri dari: anamnesa riwayat lengkap, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan panggul dan sejumlah tes lab.

Kunjungan awal kehamilan bertujuan untuk mempersiapkan persalinan cukup


bulan, melahirkan dengan selamat ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal
mungkin. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI
Eksklusif. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi
agar dapat tumbuh kembang secara normal.

b. Asuhan antenatal yang efektif


1) Mendengarkan, berbicara dan membina hubungan saling percaya
2) Membantu setiap ibu hamil keluarganya untuk membuat rencana persalinan
3) Membantu setiap ibu hamil dan keluarganya untuk mempersiapkan menghadapi
komplikasi pada setiap kunjungan
4) Melakukan penapisan untuk kondisi yang mengharuskan melahirkan di RS
5) Mendeteksi dan mengobati komplikasi-komplikasi yang dapat mengancam jiwa
6) Mendeteksi adanya kehamilan ganda setelah UK 28 minggu dan adanya kelainan
letak setelah UK 36 minggu
7) Memberikan konseling pada ibu sesuai UK nya mengenai nutrisi, istirahat, TTB,
KB, ASI Eksklusif, ketidaknyamanan dsb
8) Memberikan imunisasi TT bila diperlukan
9) Memberikan suplemen mikronutrisi (Fe dan asam folat)

Langkah-langkah dalam memberikan asuhan antenatal yang baik :


1) Menyapa ibu dan anggota keluarga dan membuatnya merasa nyaman
2) Mendapatkan riwayat kehamilan ibu, mendengarkan dengan teliti apa yang
diceritakan oleh ibu
3) Melakukan pemeriksaan fisik seperlunya/terfokus
4) Melakukan pemeriksan lab untuk mengetahui kenormalannya
5) Sesuai dengan UK mengajari ibu tentang kebutuhan yang belum dipenuhi
6) Memulai/melanjutkan perencanaan kelahiran dan keagawatdaruratan/antisipasi
rujukan
7) Mengajari tentang TTB (pastikan bahwa ibu memahami semua tanda-tanda
bahaya tsb)
8) Menjadwalkan kunjungan ulang
9) Mendokumentasikan hasil kunjungan

Kebijakan program antenatal :


1) Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali dalam kehamilan :
a) 1 kali pada trimester I
b) 1 kali pada trimester II
c) 2 kali pada trimester III

Kebijakan teknis antenatal care pada setiap kehamilan dapat berkembang


menjadi masalah/komplikasi setiap saat. Itu sebabnya mengapa ibu hamil
memerlukan pemantauan selama kehamilannya. Penatalaksanaan ibu hamil secara
keseluruhan meliputi komponen-komponen sbb:
a) Mengupayakan kehamilan yang sehat
b) Melakukan deteksi dini komplikasi, melakukan penatalaksaan awal serta
rujukan bila diperlukan
c) Persiapan persalinan yang bersih dan aman
d) Perencenaan antisipatif dan persiapan dini untuk melakukan rujukan
komplikasi

Dalam upaya pengawasan pranatal di Inggris pada tahun 1929, jadwal


kunjungan di atur sbb :

Penjadwalan untuk kunjungan ulang berikutnya :


Pelayanan/asuhan standart minimal (10 T) Depkes RI, 2009 :

10 T Uraian
T1 (Timbang) berat badan & ukur Tinggi Badan
T2 Ukur (Tekanan) darah
T3 Ukur (Tinggi) fundus uteri
T4 (Tentukan) Presentasi janin dan DJJ
T5 Ukur LILA (Nilai status gisi)
T6 Pemberian Tablet zat besi, minimal 90 tablet selama
kehamilan
T7 Tes Laboratorium (rutin dan khusus)
T8 Skrining status imunisasi TT dan berikan imunisasi TT
bila diperlukan
T9 Tes terhadap penyakit menular seksual
T 10 Temu wicara dalam rangka Program Perencanaan
Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K)

Informasi penting yang dikumpulkan pada setiap kunjungan antenatal :


Melengkapi riwayat medis dilakukan pada kunjungan pertama, kemudian
pada kunjungan berikutnya selain memperhatikan catatan pada kunjungan
sebelumnya, tanyakan keluhan yang dialami ibu selama kehamilan berlangsung.

Melengkapi pemeriksaan fisik umun seperti :


a) TTV (TD, suhu badan, nadi, pernapasan)
b) Berat badan dan tinggi badan
c) Lingkar lengan atas (LILA)
d) Muka : apakah ada edema atau terlihat pucat
e) Status generalis/pemeriksaan umum lengkap meliputi :
 Kepala, mata, higiene mulut & gigi, karises, tiroid
 Jantung, paru, payudara (apakah terdapat benjolan, bekas operasi, kondisi
putting)
 Abdomen (terutama bekas operasi uterus), tulang belakang
 Ekstermitas (edema, varises, reflek, patella) & kebersihan kulit

Melengkapi pemeriksaan fisik obstetri pada kunjungan pertama :


a) TFU (dengan metlin jika UK > 20 minggu)
b) Vulva/perineum untuk memeriksa adanya varises, kondiloma, edema,
hemoroid
c) Pemeriksaan dalam : menilai serviks*, uterus*, adnexa*, kelenjar bartholin,
kelenjar skene & uretra (*bila UK < 12 minggu)
d) Pemeriksaan inspekulo : menilai serviks, tanda infeksi, cairan dari OUI

Melakukan pemeriksaan penunjang untuk ibu hamil pada kunjungan


pertama :
a) Kadar hemoglobin
b) Golongan darah ABO, rhesus
c) Tes HIV : ditawarkan pada ibu hamil di daerah epidemi meluas dan
terkonsentrasi
d) Rapid test atau apusan darah tebal dan tipis untuk malaria : untuk daerah
edemik

Melakukan pemeriksaan penunjang untuk ibu hamil meliputi pemeriksaan


laboratorium (rutin maupun sesuai indikasi) :
a) Urinalisis : protein urin pada TM II, III jika terdapat hipertensi
b) Kadar Hb pada TM III terutama jika dicurigai anemia
c) Pemeriksaan sputum BTA : untuk ibu dengan riwayat defisiensi imun, batuk
> 2 minggu / LILA 23,5 cm
d) Tes sipilis
e) Gula darah puasa
Melakukan pemeriksaan penunjang untuk ibu hamil meliputi pemeriksaan
USG :
a) Pada awal kehamilan : ideal sebelum UK 15 minggu untuk menentukan usia
gestasi, viabilitas janin, letak dan jumlah janin, serta deteksi abnormalitas
janin yang berat
b) Pada UK sekitar 20 minggu untuk deteksi abnormal janin
c) Pada trimester III untuk perencanaan persalinan
d) **lakukan rujukan untuk pemeriksaan USG jika alat/tenaga kesehatan tidak
tersedia

Identifikasi komplikasi dan melakukan rujukan harus dilakukan pada


kondisi di luar kehamilan normal. Klasifikasi terangkum dalam tabel berikut :

Kategori Gambaran
Kehamilan normal o Keadaan umum ibu baik
o Tekanan darah < 140/90 mmHg
o Bertambahnya BB sesuai, minimal 8
kg selama kehamilan (1 kg tiap bulan)
atau sesuai IMT ibu
o Edema hanya pada ekstrimitas
o DJJ 120-160 kali/menit
o Gerakan janin dapat dirasakan setelah
usia kehamilan 18-20 minggu hingga
melahirkan
o Tidak ada kelainan riwayat obstetri
o Ukuran uterus sesuai dengan usia
kehamilan
o Pemeriksaan fisik dan lab dalam
batas normal
Kehamilan dengan masalah o Seperti masalah keluarga/psikososial,
khusus KDRT, kebutuhan finansial, dll
Kehamilan dengan masalah o Riwayat pada kehamilan
kesehatan yang membutuhkan sebelumnya : janin atau neonatus mati,
rujukan untuk konsultasi dan keguguran ≥ 3x, bayi < 2500 gr atau >
atau kerjasama penanganannya 4500 gr, hipertensi, pembedahan pada
organ reproduksi
o Kehamilan saat ini : kehamilan
ganda, usia ibu < 16 atau > 40 tahun, Rh
(-), hipertensi, penyakit jantung, penyakit
ginjal, DM, malaria, HIV, sifilis, TBC,
anemia berat, drug & alcohol abuse,
LILA < 23,5 cm, TB < 145 cm, kenaikan
BB < 1 kg atau > 2 kg tiap bulan/tidak
sesuai IMT, TFU tidak sesuai UK, PJT,
ISK, penyakit kelamin,
malposisi/malpresentasi, gangguan
kejiwaan, dll
Kehamilan dengan kondisi o Perdarahan, preeklampsia, eklampsia,
kegawatdaruratan yang KPD, gawat janin, atau kondisi
membutuhkan rujukan segera kegawatdaruratan lain yang mengancam
ibu dan bayi

Untuk kehamilan dengan masalah kesehatan/komplikasi yang membutuhkan


rujukan, lakukan langkah berikut :
a) Rujuk ke dokter untuk konsultasi :
 Bantu ibu untuk menentukan pilihan yang tepat untuk konsultasi
(dokter SpOG)
b) Lampirkan kartu kesehatan ibu hamil berikut surat rujukan
c) Minta ibu untuk kembali setelah konsultasi dan membawa surat dengan
hasil rujukan
d) Teruskan pemantauan kondisi ibu dan bayi selama kehamilan
e) Lakukan perencanaan dini jika perlu bersalin di faskes rujukan :
 Menyepakati rencana kelahiran dengan pengambilan keputusan
f) Lakukan perencanaan dini jika ibu perlu bersalin di faskes rujukan :
 Mempersiapkan/mengatur transportasi ke tempat persalinan, terutama
pada malam hari atau selama hujan
 Merencanakan pendanaan untuk biaya transportasi dan perawatan
 Mempersiapkan asuhan bayi setelah persalinan jika dibutuhkan

Untuk kehamilan dengan kondisi kegawatdaruratan yang membutuhkan


rujukan segera :
a) Rujuk segera ke fasilitas kesehatan terdekat di mana tersedia pelayanan
kegawatdaruratan obstetri yang sesuai
b) Sambil menunggu transportasi, berikan pertolongan awal kegawatdaruratan,
jika perlu berikan pengobatan
c) Mulai berikan cairan infus intravena
d) Temani ibu hamil dan anggota keluarganya
e) Bawa obat dan kebutuhan-kebutuhan lainnya
f) Bawa catatan medis atau kartu kesehatan ibu hamil, surat rujukan dan
pendanaan yang cukup

5. Deteksi dini komplikasi dengan KSPR (kartu Skor Poedji Rochjati)


Pendekatan risiko dalam obstetri modern terdapat pengertian potensi risiko, dimana
suatu kehamilan dan persalinan selalu mempunyai risiko terjadinya komplikasi dalam
kehamilan. Komplikasi dapat ringan/berat yang menyebabkan terjadinya kematian,
kesakitan, kecatatan pada ibu dan / bayi. Untuk itu dibutuhkan upaya pencegahan pro-
aktif sejak awal kehamilan, selama kehamilan sampai menjelang persalinan yang
dilakukan bersama-sama oleh tenaga kesehatan, bidan didesa dengan ibu hamil, suami,
keluarga, serta masyarakat.
Tujuan pendekatan risiko adalah menigkatkan mutu pelayanan kepada semua ibu
hamil, janin dan bayi baru lahir sebagai suatu kesatuan, tetapi perhatian khusus dan
intensif diberikan kepada mereka yang mempunyai peluang terjadinya risiko lebih besar.
Untuk mencapai tujuan tadi melalui :
a. Meningkatkan cakupan
 Semua ibu hamil diberikan perawatan dan skrining antenatal untuk deteksi dini
secara pro-aktif, yaitu mengenal masalah yang perlu diwaspadai dan menemukan
secara dini adanya tanda bahaya dan faktor risiko pada kehamilan
b. Meningkatkan kualitas pelayanan
 Sesuai dengan kondisi dan faktor risiko ibu hamil
c. Meningkatkan akses rujukan
 Pemanfaatan sarana dan fasilitas pelayanan kesehatan ibu sesuai dengan faktor
risikonya melalui rujukan terencana

Dalam mendukung keberhasilan tujuan pendekatan risiko harus dilakukan


penyuluhan tentang kondisi ibu hamil dalam bentuk KIE (Komunikasi, Informasi,
Edukasi) kepada ibu hamil, suami dan keluarga, agar sadar, waspada dan menjadi tahu,
peduli, sepakat dan gerak untuk berangkat (tape segar).

Risiko adalah pemilihan angka penunjuk sederhana ini disesuaikan dengan


pemakainya yaitu : ibu hmail, kader dan petugas non kesehatan di tingkat pelayanan
kesehatan dasar. digunakan angka bulat di bawah 10. Sebagai angka dasar 2, 4, 8 pada
setiap faktor untuk membedakan risiko yang rendah menengah dan tinggi. Jumlah skor =
tingkat risiko yang dihadapi ibu hamil. Klasifikasi risiko kehamilan :
a. Kehamilan risiko rendah (KRR) skor = 2
 Kehamilan tanpa masalah/faktor risiko, fisiologis dan kemungkinan besar diikuti
oleh persalinan normal dengan ibu dan bayi sehat
b. Kehamilan risiko tinggi (KRT) skor = 6-10
 Kehamilan dengan satu/lebih faktor risiko
 Memiliki risiko kegawatan tetapi tidak darurat
c. Kehamilan risiko sangat tinggi (KRST) skor = ≥ 12
 Kehamilan dengan faktor risiko : perdarahan sebelum bayi lahir dampak
gawat darurat bagi ibu dan janin, faktor risiko dua/lebih tingkat risiko kegawatan
meningkat, perlu penanganan dokter spesialis di RS rujukan

Faktor risiko/masalah terjadi jika kondisi pada ibu hamil yang dapat menyebabkan
kemungkinan risiko/bahaya terjadinya komplikasi pada persalinan yang dapat
menyebabkan kematian/kesakitan. Faktor risiko dikelompokkan dalam 3 kelompok, yaitu
:
a. Kelompok I APGO (Ada Potensi Gawat Obstetri) : ada 10 faktor risiko 7 terlalu 3
pernah
b. Kelompok II AGO (Ada Gawat Obstetri) : ada 8 faktor risiko. Tanda bahaya pada
kehamilan, ada keluhan tapi tidak darurat
c. Kelompok III AGDO (Ada Gawat Darurat Obstetri) : ada 2 faktor risiko, total
seluruh faktor risiko ada 20

Tabel kelompok I = APGO


7 faktor terlalu
No. Faktor Risiko (FR I) Batasan – Kondisi Ibu
1 Primi muda Terlalu muda, hamil pertama umur ≤ 16 tahun
2 Primi tua o Terlalu tua, hamil pertama umur ≥ 35 tahun
o Terlalu lambat hamil, setelah kawin ≥ 4 tahun
3 Primi tua sekunder Terlalu lama punya anak lagi, terkecil ≥ 10 tahun
4 Anak terkecil < 2 thn Terlalu cepat punya anak lagi, anak terkecil < 2 tahun
5 Grande multi Terlalu banyak punya anak, 4 atau lebih
6 Umur ≥ 35 tahun Terlalu tua, hamil umur 35 tahun atau lebih
7 Tinggi badan ≤ 145 cm Terlalu pendek pada ibu dengan :
o Hamil pertama
o Hamil kedua/lebih, tetapi belum pernah
melahirkan normal/spontan dengan bayi aterm dan
hidup

Tabel kelompok I = APGO


3 faktor pernah
No. Faktor Risiko (FR I) Batasan – Kondisi Ibu
8 Pernah gagal hamil Pernah gagal pada kehamilan yang lalu :
o Hamil kedua yang pertama gagal
o Hamil ketiga/lebig mengalami gagal (abortus, lahir
mati) 2 kali
o Hamil terakhir bayi lahir mati / IUFD
9 Pernah melahirkan dengan o Pernah melahirkan dengan vacum
tindakan o Pernah uri dikeluarkan oleh penolong dari dalam
rahim / manual plasenta
o Pernah diinfus / tranfusi pada perdarahan pasca
persalinan
10 Pernah operasi sesar / SC Pernah melahirkan bayi dengan operasi SC sebelum
kehamilan ini

Tabel kelompok II = AGO


No. Faktor Risiko (FR I) Batasan – Kondisi Ibu
11 Penyakit ibu hamil a. Pucat, lemas, mudah lelah, lesu, mata berkunang-
a. Anemia kunang
b. Malaria b. Panas tinggi menggigil keluar keringat, sakit kepala
c. TBC c. Batuk lama tidak sembuh-sembuh, batuk darah, badan
d. Payah jantung lemah, lesu, kurus
e. Kencing manis d. Sesak nafas, jantung berdebar, kaki bengkak
f. PMS, DLL e. Diketahui dari diagnosa dokter & pmx lab
f. Diketahui dari diagnosa dokter & pmx lab
12 Preeklamsia ringan Bengkak tungkai dan tekanan darah tinggi
13 Hamil kembar/gamelli Perut ibu sangat besar, gerak anak terasa dibanyak tempat
14 Hamil kembar Perut ibu sangat membesar, gerak anak kurang terasa
air/hidramnion karena air ketuban terlalu banyak, biasanya anak kecil
15 Hamil lebih bulan/serotinus Ibu hamil 9 bulan dan lebih 2 minggu belum melahirkan
16 Janin mati di dalam rahim Ibu hamil tidak merasa gerakan anak lagi, perut mengecil
ibu
17 Letak sungsang Rasa berat (nggandol) menunjukkan letak dari kepala
janin : diatas perut kepala bayi ada di atas.
18 Letak lintang Disamping perut : kepala bayi di dalam rahim terletak di
sebelah kanan atau kiri

Tabel kelompok III = AGDO


No. Faktor Risiko (FR I) Batasan – Kondisi Ibu
19 Perdarahan sebelum bayi Mengeluarkan darah pada waktu hamil, sebelum kelahiran
lahir bayi
20 Preeklampsia berat / Pada hamil 6 bulan lebih : sakit kepala/pusing, bengkak
eklampsia tungkai/wajah, tekanan darah tinggi, pemeriksaan urine
terdapat albumin
Ditambah dengan terjadi kejang-kejang

Skrining antenatal pada ibu hamil merupakan komponen penting dalam pelayanan
kehamilan yang harus diikuti dengan KIE pada ibu hamil & suami untuk persiapan
persalinan aman & antisipasi rujukan terencana. Beberapa faktor risiko yang ada pada ibu
hamil akan dapat diprediksi kemungkinan komplikasi yang akan terjadi. Misal prediksi
persalinan macet pada ibu hamil dengan TB 140 cm. Skrining harus dilakukan berulang
kali sehingga dapat ditemukan secara dini faktor risiko yang berkembang pada umur
kehamilan lebih lanjut.
Pada semua ibu hamil dilakukan skrining. Skrining pertama untuk memisahkan
kelompok ibu hamil tanpa faktor risiko dan kelompok dengan risiko. Skrining kedua agar
dapat dipisahkan lagi kelompok ibu hamil denga faktor risiko tinggi yang membutuhkan
rujukan & penanganan namun masih bisa ditunda. Dan juga kelompok ibu hamil dengan
risiko sangat tinggi yang harus segera dirujuk dan ditangani dengan tindakan segera.
Dalam pendekatan risiko, kegiatan skrining antenatal berbasis keluarga di masyarakat.
Skrining harus dilakukan dengan teliti dan sistematis pada semua ibu hamil, berulang kali
selama kehamilan sampai dekat persalinan. Saat ini skrining dilakukan oleh kader yang
terlatih. Kedepannya skrining dapat dilakukan oleh ibu hamil sendiri, suami dan keluarga.

Cara pemberian skor :


a. Skor awal X : skor dari umur dan paritas yang merupakan karakteristik pada setiap ibu
hamil
b. Skor awal X + Y : nilai Y adalah skor dari faktor risiko yang mungkin sudah
ditemukan pada kontak pertama
c. Jumlah skor dapat tetap/bertambah, disesuaikan dengan faktor risiko yang muncul
dikemudian hari
d. Jumlah skor tidak akan berkurang walaupun gejalanya tidak ada lagi, misalnya :
edema tungkai pada PER, karena faktor risikonya tetap ada & gejala dari faktor risiko
tsb sewaktu-waktu dapat timbul kembali
e. Dengan pengertian bahaya dari PE/E tetap masih ada sampai persalinan dan nifas
selesai/sampai 42 hari pasca persalinan
f. Contoh kasus : ibu hamil dengan APB, setelah mendapat perawatan & pengeluaran
darah berhenti maka skor tetap tidak berkurang karena perdarahan dapat setiap saat
timbul lagi, dan bahaya perdarahan masih tetap ada

Tabel Penghitungan Jumlah Skor dan Kode Warna

Tabel Kehamilan dan Persalinan Aman


KUIS PERTEMUAN XI – XII

1. Seorang perempuan berusia 27 tahun, G1P0A0 usia kehamilan 14 minggu datang ke klinik
bidan ingin memeriksakan kehamilannya. Kemudian bidan melakukan pemeriksaan ibu
hamil yaitu menimbang berat badan, memeriksa tekanan darah, memeriksa umur kehamilan
dan besarnya janin, memberikan imunisasi TT, dan menyarankan ibu untuk makan makanan
bergizi setiap hari dan meminum obat tablet tambah darah.
Berapakah obat tablet tambah darah yang harus diberikan bidan selama kehamilan?
a. Minimal 90 tablet selama hamil
b. Maksimal 90 tablet selama hamil
c. Minimal 120 tablet selama hamil
d. Maksimal 120 tablet selama hamil
e. 280 tablet selama hamil
2. Seorang perempuan berusia 27 tahun, G1P0A0 usia kehamilan 14 minggu datang ke klinik
bidan ingin memeriksakan kehamilannya. Kemudian bidan melakukan pemeriksaan ibu
hamil yaitu menimbang berat badan, memeriksa tekanan darah, memeriksa umur kehamilan
dan besarnya janin, memberikan imunisasi TT, dan menyarankan ibu untuk makan makanan
bergizi setiap hari dan meminum obat tablet tambah darah, selain itu bidan juga
menganjurkan ibu rutin melakukan kunjungan untuk memeriksakan kehamilannya.
Kapankah waktu kunjungan yang harus dianjurkan bidan sesuai kebijakan program
antenatal?
a. 15 kali kunjungan selama kehamilan
b. 10 kali kunjungan selama kehamilan
c. 9 kali kunjungan selama kehamilan
d. 4 kali kunjungan selama kehamilan
e. Melakukan kunjungan jika ibu merasa ada keluhan
3. Seorang perempuan berusia 30 tahun, G1P0A0 usia kehamilan 26 minggu datang ke klinik
bidan ingin memeriksakan kehamilannya. Mengeluh cepat lelah dan cemas dengan
kehamilannya. Hasil pemeriksaan TD 130/90 mmHg, nadi 84 x/menit, suhu 36°C, respirasi
22 x/menit, palpasi TFU setinggi pusat, punggung kanan, letak bokong, belum masuk PAP,
DJJ 136 x/menit.
Apakah informasi penting yang harus di sampaikan bidan pada kunjungan usia kehamilan 26
minggu berdasarkan hasil pemeriksaan di atas?
a. Membina hubungan saling percaya antara bidan dan ibu
b. Motivasi hidup sehat (nutrisi, latihan, kebersihan, istirahat, dsb)
c. Kewaspadaan khusus mengenai pre eklampsia
d. Palpasi abdomen untuk mendeteksi kehamilan ganda
e. Deteksi kelainan letak/kondisi lain yang memerlukan kelahiran di RS
4. Pada usia berapakah pemeriksaan fisik obstetri TFU dengan menggunakan metlin?
a. Usia kehamilan > 20 minggu
b. Usia kehamilan < 20 minggu
c. Usia kehamilan < 25 minggu
d. Usia kehamilan > 25 minggu
e. Usia kehamilan 28 minggu
5. Apakah pemeriksaan penunjang yang ditawarkan untuk ibu hamil yang tinggal di daerah
epidemi meluas dan terkonsentrasi?
a. Pemeriksaan USG
b. Pemeriksaan kadar hemoglobin
c. Pemeriksaan golongan darah ABO, rhesus
d. Pemeriksaan tes HIV
e. Pemeriksaan rapid test
6. Apakah pemeriksaan penunjang untuk ibu hamil pada daerah endemik?
a. Pemeriksaan USG
b. Pemeriksaan kadar hemoglobin
c. Pemeriksaan golongan darah ABO, rhesus
d. Pemeriksaan tes HIV
e. Pemeriksaan rapid test
7. Seorang perempuan berusia 28 tahun, G2P1A0 usia kehamilan 28 minggu, datang ke klinik
bidan ingin memeriksakan kehamilannya. Hasil pemeriksaan keadaan umum ibu baik,
gerakan janin telah dirasakan ibu sejak usia 18 minggu, BB ibu bertambah 1 kg tiap bulan,
TD 120/90 mmHg, ukuran uterus sesuai dengan usia kehamilan, tidak ada kelainan riwayat
obstetri, dan pemeriksaan laboratorium dalam batas normal.
Termasuk klasifikasi kehamilan manakah kategori gambaran kehamilan pada kasus di atas?
a. Kehamilan normal
b. Kehamilan dengan masalah khusus
c. Kehamilan dengan masalah kesehatan yang membutuhkan rujukan untuk konsultasi
d. Kehamilan dengan kondisi kegawatdaruratan
e. Kehamilan yang membutuhkan rujukan segera
8. Seorang perempuan berusia 45 tahun, G1P0A0 usia kehamilan 28 minggu, datang ke klinik
bidan ingin memeriksakan kehamilannya. Hasil pemeriksaan saat ini DJJ terdengar + 2
(kehamilan ganda), TD 140/100 mmHg, LILA 21 cm, TD 145 cm, dan TFU tidak sesuai UK
.
Manakah kategori gambaran klasifikasi kehamilan pada kasus di atas?
a. Kehamilan normal
b. Kehamilan dengan masalah khusus
c. Kehamilan dengan masalah kesehatan yang membutuhkan rujukan untuk konsultasi
d. Kehamilan dengan kondisi kegawatdaruratan
e. Kehamilan yang membutuhkan rujukan segera
9. Seorang perempuan berusia 45 tahun, G1P0A0 usia kehamilan 28 minggu, datang ke klinik
bidan ingin memeriksakan kehamilannya. Hasil pemeriksaan saat ini DJJ terdengar + 2
(kehamilan ganda), TD 140/100 mmHg, LILA 21 cm, TD 145 cm, dan TFU tidak sesuai UK
.
Apakah langkah awal dalam identifikasi komplikasi dalam kehamilan pada kasus di atas?
a. Rujuk ke dokter untuk konsultasi dan membantu ibu untuk menentukan pilihan yang
tepat untuk konsultasi (dokter SpOG)
b. Melampirkan kartu kesehatan ibu hamil berikut surat rujukan
c. Teruskan pemantauan kondisi ibu dan bayi selama kehamilan
d. Menyepakati rencana kelahiran dengan pengambilan keputusan
e. Merencanakan pendanaan untuk biaya transportasi dan perawatan
10. Seorang perempuan berusia 30 tahun G4P2A1 usia kehamilan 34 minggu datang ke IGD
dengan keluhan sejak subuh bagun tidur daerah bokongnya sudah penuh dengan darah
namun tidak ada mules dan nyeri pada daerah perut. Hasil pemeriksaan pada daerah
perineum dan labia terdapat darah segar, DJJ 140 x/menit, HB 9,8 gr%.
Apakah data yang menjadi faktor resiko pada kasus di atas?
a. Multipara
b. Perdarahan
c. Riwayat aborsi
d. Anemia
e. Usia
11. Seorang perempuan berusia 23 tahun diantar oleh suaminya ke Puskesmas untuk
memeriksakan kehamilannya yang pertama kalinya, dengan keluhan sudah tidak
mendapatkan haid sejak 3 bulan yang lalu, namun HPHTnya lupa, dan ingin memastikan
apakah benar hamil/tidak karena selama ini tidak mersakan adanya mual muntah seperti
pada umumnya ibu hamil.
Apakah pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa pasti
kehamilan?
a. Mengkaji adanya hiperpigmentasi kulit
b. Adanya perubahan pada payudara
c. Mengukur tinggi fundus
d. Melakukan pemeriksaan USG
e. Merasakan gerakan janin
12. Seorang perempuan berusia 30 tahun G1P0A0 usia kehamilan 28 minggu datang ke klinik
bidan di antar oleh suaminya untuk memeriksakan kehamilannya, dengan keluhan kepala
pusing dan sangat berat serta kaki juga membengkak. Hasil pemeriksaan tekanan darah
150/100 mmHg, nadi 84 kali/menit, respirasi 24 kali/menit, suhu 36,6°C, kaki oedema, HB 9
gr/dl, protein urine (++), glukosa 3+.
Apakah yang dilakukan bidan dalam mendukung keberhasilan tujuan pendekatan risiko agar
ibu hamil, suami dan keluagra sadar dan waspada terhadap risiko pada kasus di atas?
a. KIE (komunikasi, informasi, edukasi)
b. Membuat bobot perkiraan dari berat ringannya risiko/bahaya
c. Mengklasifikasi risiko kehamilan
d. Merujuk pasien ke dokter SpOG
e. Penanganan adekuat di RS pusat rujukan
13. Seorang perempuan berusia 37 tahun datang ke Puskesmas ingin memeriksakan kondisinya
saat ini karena tidak haid sudah 3 bulan. Hasil anamnesa ibu sudah menikah 5 tahun dan
belum pernah hamil, pemeriksaan PP Test (+), tinggi badan ibu 145 cm, berat badan 48 kg,
tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 80 kali/menit, respirasi 22 kali/menit, suhu 36,5°C, usia
kehamilan 13 minggu, ballotement (+), DJJ 128 kali/menit.
Manakah klasifikasi risiko kehamilan yang sesuai pada kasus di atas?
a. APGO 7 telalu 3 pernah
b. APGO 7 terlalu
c. APGO 3 pernah
d. AGO
e. AGDO
14. Seorang perempuan berusia 35 tahun datang ke Puskesmas ingin memeriksakan kondisinya
saat ini karena tidak haid sudah 2 bulan. Hasil anamnesa ibu pernah melahirkan 1 kali dan
tidak pernah keguguran, anak pertama berusia 12 tahun dengan riwayat melahirkan operasi
sesar, hasil pemeriksaan PP Test (+), tinggi badan 145 cm, berat badan 48 kg, tekanan darah
100/60 mmHg, nadi 78 kali/menit, respirasi 20 kali/menit, suhu 36,5°C, usia kehamilan 8
minggu.
Manakah klasifikasi risiko kehamilan yang sesuai pada kasus di atas?
a. APGO 7 telalu 3 pernah
b. APGO 7 terlalu
c. APGO 3 pernah
d. AGO
e. AGDO
15. Seorang perempuan berusia 27 tahun G1P0A0 usia kehamilan 17 minggu datang ke
Puskesmas ingin memeriksakan kehamilannya dengan keluhan sering merasa lemas, mudah
lelah dan mata berkunang-kunang. Hasil pemeriksaan perut ibu sangat besar dari usia
kehamilannya saat ini, DJJ terdengar ada 2, tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 82
kali/menit, respirasi 20 kali/menit, suhu 36,5°C , HB 9 gr/dl.
Manakah klasifikasi risiko kehamilan yang sesuai pada kasus di atas?
a. APGO 7 telalu 3 pernah
b. APGO 7 terlalu
c. APGO 3 pernah
d. AGO
e. AGDO
16. Seorang perempuan berusia 28 tahun G1P0A0 usia kehamilan 30 minggu datang ke
Puskesmas ingin memeriksakan kehamilannya dengan keluhan sakit kepala. Hasil
pemeriksaan tekanan darah 140/100 mmHg, nadi 84 kali/menit, respirasi 22 kali/menit, suhu
37°C, palpasi 3 jari di atas pusat, DJJ 140 kali/menit, bengkak tungkai/wajah, protein urine
(+++).
Manakah klasifikasi risiko kehamilan yang sesuai pada kasus di atas?
a. APGO 7 telalu 3 pernah
b. APGO 7 terlalu
c. APGO 3 pernah
d. AGO
e. AGDO
17. Seorang perempuan berusia 28 tahun G1P0A0 usia kehamilan 30 minggu datang ke
Puskesmas ingin memeriksakan kehamilannya dengan keluhan sakit kepala. Hasil
pemeriksaan tekanan darah 140/100 mmHg, nadi 84 kali/menit, respirasi 22 kali/menit, suhu
37°C, palpasi 3 jari di atas pusat, DJJ 140 kali/menit, bengkak tungkai/wajah, protein urine
(+++).
Apakah yang dibutuhkan berdasarkan faktor risiko pada kasus di atas?
a. KIE (komunikasi, informasi, edukasi)
b. Pengenalan dini dan rujuk segera tepat waktu
c. Skrining antenatal pada ibu hamil
d. Membuat bobot perkiraan dari berat ringannya risiko/bahaya
e. Mengklasifikasi risiko kehamilan

Anda mungkin juga menyukai