Anda di halaman 1dari 37

BAB I PENDAHULUAN

1.1 SKENARIO

1.2 LEARNING OBJECTIVE 1. Analisa kasus 2. Penambahan bert badan ibu hamil dan penghitungan IMT pada ibu hamil 3. Efek persalinan lama pada ibu dan janin 4. Manajemen sistem rujukan 5. Diferensial Diagnosis a. Distosia akibat kelainan serviks b. Distosia akibat mal presentasi muka c. Distosia akibat mal presentasi dahi d. Distosia bahu e. Distosia akibat penyempitan panggul (Cephalopelvic Disproportion) f. Distosia akibat kelainan his
1

1.3 MIND MAP

ANAMNESIS Sakit perut hilang timbul Disertai dengan darah bercampur lendir sejak 10 jam

PEMERIKSAAN FISIK : DJJ His 3x dalam 10 menit TFU


TB 145 cm , bb 67 kg Perkembangan bukaan serviks

Differensial Diagnosis

Sistem Rujukan

BAB II PEMBAHASAN

2.1 -

ANALISIS SKENARIO a. Subjektif HPHT HPHT pasien 20 Juni 2012, maka dari sini dapat diperkirakan tanggal kelahiran bayi pasien yaitu sekitar 27 Maret 2013.

Usia Kehamilan 37 minggu Usia kehamilan 37 minggu tergolong usia kehamilan yang aterm, sehingga paru-paru dan organ janin telah cukup matang .Bayi seharusnya sudah siap untuk lahir ke dunia.

Kehamilan pertama Kehamilan pertama dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya distosia persalinan karena kurangnya pengalaman ibu dalam persalinan serta uterus yang dapat belum cukup kuat untuk berdilatasi, menipis dan mengadakan kontraksi yang cukup kuat untuk mendorong bayi keluar. Selain itu terkadang kelainan dalam kehamilan baru dapat terjadi dan terdeteks pada primigravida sehingga perlu dilakukan pencegahan untuk terjadinya kelainan tersebut selama antenatal care.

sakit perut hilang timbul : hal ini dapat merupakan kontraksi persalinan yang normal terjadi jika bayi akan keluar. Namun hal ini sering dikecohkan dengan adanya false labor akibat adanya kontraksi braxston hicks. Peningkatan dari kontraksi persalinan terjadi akibat pengaruh hormonal (oksitosin dan progesteron) maupun mekanik (akibat penekanan dari bagian terbawah janin). Namun penyebab pasti peningkatan kontraksi tersebut belum dapat dibuktikan sehingga menimbulkan beberapa teori.

darah dan lendir dari vagina


3

darah yang ditemukan dapat berasal dari pecahnya kapiler pembuluh darah disekitar serviks akibat desakan dari dorongan kepala atau bagian terbawah janin. Sedangkan lendir tersebut dapat berasal dari mukosa serviks dan vagina yang melumasi jalan lahir.

b. Objektif Denyut jantung janin 11 12 11 Dari perhitungan tersebut didapatkan denyut jantung janin 136 kali permenit, masih berada dalam rentang normal yaitu 120-160 kali permenit. Jika denyut jantung janin berada dibawah 100 kali atau diatas 180 kali permenit perlu dicurigai adanya gawat janin.

His 3 kali dalam 10 menit, durasi 40 deti tiap kontraksi Pada fase laten mungkin dapat ditemukan his dengan frekuensi ataupun durasi yang lebih sedikit. Jika ditemukan his 3 kali dalam 10 menit dapat dikatakan his yang cukup kuat untuk mendorong bayi dalam persalinan.

Tinggi fundus uteri 1 jari dibawah processus xypoideus Jika disesuaikan dengan usia kehamilan pasien 37 minggu, tinggi fundus uteri berkisar 33cm atau 1-3 jari dibawah dari processus xypoideus. Pada pasien ditemukan 1 jari dibawah processsus xypoideus dan tergolong normal. Setelah semakin tinggi dan mendekati processus xypoideus, tinggi fundus uteri akan menurun. Semakin tua usia kehamilan dan semakin mendekati persalinan maka tinggi fundus uteri akan semakin menurun akibat bagian terbawah janin memasuki pintu atas panggul.

Letak kepala dan punggung di kiri ibu Sebagian besar bayi ditemukan letak kepala dan punggung dapat pada bagian kiri ataupun kanan dari ibu. Namun perlu dievaluasi embali apakah letak kepala tersebut normal atau tidak. Secara normal, presentasi yang teraba dari VT adalah ubun-ubun kecil bayi. Jika ditemukan muka, dahi, dagu, atau hanya ubun-ubun besar dapat menyulitkan persalinan.

TB 145 cm, BB 67 kg (catatan di KMS BB 47 kg)

Menurut pengembangan dari rumus Broca, di dapatkan rumus untuk menghitung berat badan ideal pada ibu hamil yaitu : BBIH = BBI + (UH x 0.35) dimana, BBIH = Berat Badan Ibu Hamil UH = Umur Kehamilan dalam Minggu 0.35 =tambahan berat badan kg per minggunya Untuk Berai Badan Ideal (BBI) sendiri, ditentukan dengan: BBI = (TB-110) jika Tinggi Badan diatas 160 cm BBI = (TB-105) jika Tinggi Badan dibawah 160 cm BBI = (TB-100) jika Tinggi Badan dibawah 150 cm Jika dilakukan perhitungan, pada ibu ini didapatkan: BBIH = BBI + (UH x 0,35) = (145 - 100) + (37 X 0,35) = 45 + 12,95 = 57,95 kg Dengan demikian, pasien tersebut memiliki berat badan ideal 57,95 kg. Pasien memiliki berat badan 67 kg dan tergolong kenaikan berat badan tersebut masuk dala kategori moderate obesse.

Tinggi ibu 145 cm tergolong pendek untuk wanita, perlu disurigai adanya panggul yang sempit yang dapat menyebabkan disproporsi sefalo pelvik yang menyulitkan persalinan.

pemeriksaan pembukaan serviks 4 cm, lalu 4 jam kemudian menjadi 6 cm dengan effesment 60%. Kemudian 4 jam setelahnya dilakukan evaluasi ulang pembukaan menjadi 7 cm.

Dari partograf diatas, pembukaan serviks pasien telah menabrak dari garis bertindak. Maka dari itu pasien dapat didiagnosis mengalami persalinan yang macet.

c. Assesment Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan kelompok kami mencurigai pasien mengalami persalinan macet karena sebelumnya persalinan sempat maju namun tiba-tiba pada fase aktif kala I mengalami pemanjangan. Hal tersebut dapat disebabkan karena adanya hambatan dalam proses persalinan yang melibatkan 3P yaitu Power (kelainan dalam kontraksi uterus), Passage (kelainan dalam jalan lahir) dan Passanger (kelainan dalam bentuk maupun ukuran bayi yang akan lahir). Untuk itu kelompok kami memilih diagnosis banding: 1. Distosia akibat kelainan serviks 2. Distosia akibat mal presentasi muka 3. Distosia akibat mal presentasi dahi 4. Distosia bahu 5. Distosia akibat penyempitan panggul (Cephalopelvic Disproportion) 6. Distosia akibat kelainan his

d. Planning Pemeriksaan yang disarankan kepada pasien yang disarankan kelompok kami yaitu: 1. USG Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui keadaan janin, perkiraan usia kehamilan, perkiraan berat janin, posisi dan presentasi janin, keadaan janin (gawat atau tidak), proporsi pelvik dan janin, sehingga dapat dilakukan penanganan selanjutnya pada pasien untuk persalinan seperti obat-obat yang perlu diberikan serta apakah perlu di seksio sesaria atau lahir pervaginam dengan bantuan. 2. Pemeriksaan gula darah Dapat dilakukan untuk memeriksa adanya kemungkinan Diabetes Melitus Gestasional yang merupakan faktor resiko terjadinya makrosomia yang dapat menyulitkan persalinan.

Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien yang di sarankan kelompok kami yaitu: Karena pasien telah mengalami persalinan macet, dan saat ini pasien tengah di tangani di puskesmas, untuk itu pasien sebaiknya di rujuk ke rumah sakit untuk dapat dilakukan pemeriksaan dan penangan secara tepat untuk mencegah resiko gawat pada janin ataupun ibu. Keluarga secepatnya diberi konfirmasi untuk mempersiapkan segala keperluan untuk perujukan.

2.2

KOMPLIKASI PARTUS LAMA

Dampak Persalinan Lama pada Ibu Persalinan lama dapat menimbulkan konsekuensi serius bagi ibu dan janin maupun salah satu atau keduanya sekaligus. Berikut adalah dampak persalinan lama pada ibu. Infeksi Intrapartum Infeksi adalah bahaya yang serius yang mengancam ibu dan janinnya pada partus lama, terutama bila disertai pecahnya ketuban. Bakteri di dalam cairan amnion menembus amnion dan
7

menginvasi desidua serta pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu janin. Pneumonia pada janin, akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi, adalah konsekuensi serius lainnya. Pemeriksaan serviks dengan jari tangan akan memasukkan bakteri vagina ke dalam uterus. Pemeriksaan ini harus dibatasi selama persalinan, terutama apabila dicurigai terjadi persalinan lama. Rupture Uteri Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius selama partus lama, terutama pada ibu dengan paritas tinggi dan pada mereka dengan riwayat seksio sesarea. Apabila disproporsi antara kepala janin dan panggul sedemikian besar sehingga kepala tidak cakap (engaged) dan tidak terjadi penurunan, segmen bawah uterus menjadi sangat teregang kemudian dapat menyebabkan ruptura. Pada kasus ini, mungkin terbentuk cincin retraksi patologis yang dapat diraba sebagai sebuah krista transversal atau oblik yang berjalan melintang di uterus antara simfisis dan umbilikus. Apabila dijumpai keadaan ini, diindikasikan persalinan perabdominam segera. Cincin Retraksi Patologis Walaupun sangat jarang, dapat timbul konstriksi atau cincin local uterus pada persalinan yang berkepanjangan. Tipe yang paling sering adalah cincin retraksi patologis Bandl, yaitu pembentukan cincin retraksi normal yang berlebihan. Cincin ini sering timbul akibat persalinan yang terhambat, disertai peregangan dan penipisan berlebihan segmen bawah uterus. Pada situasi semacam ini cincin dapat terlihat jelas sebagai indentasi abdomen dan menandakan ancaman akan rupturnya segmen bawah uterus. Konstriksi uterus local jarang dijumpai saat ini karena terhambatnya persalinan secara berkepanjangan tidak lagi dibiarkan. Konstriksi lokal ini kadangkadang masih terjadi sebagai konstriksi jam pasir (hourglass constriction) uterus setelah lahirnya kembar pertama. Pada keadaan ini, konstriksi tersebut kadang-kadang dapat dilemaskan dengan anestesia umum yang sesuai dan janin dilahirkan secara normal, tetapi kadang-kadang seksio sesarea yang dilakukan dengan segera menghasilkan prognosis yang lebih baik bagi kembar kedua.

Pembentukan Fistula Apabila bagian terbawah janin menekan kuat ke pintu atas panggul, tetapi tidak maju untuk jangka waktu yang cukup lama, bagian jalan lahir yang terletak di antaranya dan dinding panggul dapat mengalami tekanan yang berlebihan. Karena gangguan sirkulasi, dapat terjadi nekrosis yang akan jelas dalam beberapa hari setelah melahirkan dengan munculnya fistula vesikovaginal, vesikoversikal, atau rektovaginal. Umumnya nekrosis akibat penekanan ini pada persalinan kala dua yang berkepanjangan. Dahulu, saat tindakan operasi ditunda selama mungkin, penyulit ini sering dijumpai, tetapi saat ini jarang terjadi kecuali di Negara-negara yang belum berkembang. Cedera Otot-otot Dasar Panggul Suatu anggapan yang telah lama dipegang adalah bahwa cedera otot-otot dasar panggul atau persarafan atau fasia penghubungnya merupakan konsekuensi yang tidak terelakan pada persalinan pervaginam, terutama apabila persalinannya sulit. Saat kelahiran bayi, dasar panggul mendapat tekanan langsung dari kepala janin serta tekanan ke bawah akibat upaya mengejan ibu. Gaya-gaya ini meregangkan dan melebarkan dasar panggul sehingga terjadi perubahan fungsional dan anatomik otot, saraf, dan jaringan ikat. Terdapat semakin besar kekhawatiran bahawa efek-efek pada otot dasar panggul selama melahirkan ini akan menyebabkan inkontinensia urin dan alvi serta prolaps organ panggul. Karena kekhawatiran ini, dalam sebuah jajak pendapat baru-baru ini terhadap ahli kebidanan perempuan di Inggris, 30 persen menyatakan kecenderungan melakukan seksio sesarea daripada persalinan pervaginam dan menyebut alas an pilihan mereka yaitu menghindari cedera dasar panggul. Sepajang sejarah obstetri, intervensi yang ditunjukkan untuk mencegah cedera dasar panggul telah lama dilakukan. Sebagai contoh, pada tahun 1920 DeLee menyarankan persalinan dengan forseps profilaktik untuk mengurangi peregangan terhadap otot dan saraf pada persalinan kala dua dan untuk melindungi dasr panggul serta fasia di dekatnya dari peregangan berlebihan. Namun, kemajuan dalam bidang obstetri pada abad ke-20 umumnya difokuskan untuk memperbaiki prognosis neonatus serta morbiditas dan mortalitas ibu akibat prreklampsia, infeksi, dan perdarahan obstetri.

Contoh klasik cedera melahirkan adalah robekan sfingter ani yang terjadi saat persalinan pervaginam. Robekan ini terjadi pada 3 sampai 6 persen persalinan dan sekitar separuh dari mereka kemudian mengeluhkan adanya inkontinensia alvi atau gas. Walaupun proses persalinan jelas berperan penting dalam cedera dasar panggul, insiden, dan jenis cedera yang dilaporkan sangat bervariasi anatar beberapa penelitian. Saat ini masih terdapat ketidakjelasan mengenai insiden cedera dasar panggul akibat proses melahirkan dan informasi tentang peran relative proses obstetrik yang mendahuluinya masih terbatas.

Dampak Persalinan Lama pada Janin Partus lama itu sendiri dapat merugikan. Apabila panggul sempit dan juga terjadi ketuban pecah lama serta infeksi intrauterus, risiko janin dan ibu akan muncul. Infeksi ini trapartum bukan saja merupakan penyulit yang serius pada ibu, tetapi juga merupakan penyebab penting kematian janin dan neonatus. Hal ini disebabkan bakteri di dalam cairan amnion menembus selaput amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion, sehingga terjadi bakterimia pada ibu dan janin. Pneumonia janin, akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi, adalah konsekuensi serius lainnya. Kaput Suksedaneum Apabila panggul sempit, sewaktu persalinan sering terjadi kaput suksedaneum yang besar di bagian terbawah kepala janin. Kaput ini dapat berukuran cukup besar dan menyebabkan kesalahan diagnostik yang serius. Kaput dapat hamper mencapai dasar panggul sementara kepal sendiri belum cakap. Dokter yang kurang berpengalaman dapat melakukan upaya secra prematur dan tidak bijak untuk melakukan ekstraksi forseps. Biasanya kaput suksedaneum, bahkan yang besar sekalipun, akan menghilang dalam beberapa hari. Molase Kepala Janin Akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng tulang tengkorak saling bertumpang tindih satu sama lain di sutura-sutura besar, suatu proses yang disebut molase (molding, moulage). Biasanya batas median tulang parietal yang berkontak dengan promontorium bertumpang tindih dengan tulang di sebelahnya;hal yang sama terjadi pada tulang-tulang frontal.
10

Namun, tulang oksipital terdorong ke bawah tulang parietal. Perubahan-perubahan ini sering terjadi tanpa menimbulkan kerugian yang nyata. Di lain pihak, apabila distrosi yang terjadi mencolok, molase dapat menyebabkan robekan tentorium, laserasi pembuluh darah janin, dan perdarahan pada intrakranial pada janin. Sorbe dan Dahlgren mengukur diameter kepala janin saat lahir dan membandingkannya dengan pengukuran yang dilakukan 3 hari kemudian. Molase paling besar terjadi pada diameter suboksipitobregmatika dan besarnya rata-rata 0,3 cm dengan kisaran sampai 1,5 cm. diameter biparietal tidak dipengaruhi oleh molase kepala janin. Faktor-faktor yang berkaitan dengan molase adalah nuliparitas, stimulasi persalinan dengan oksitosin, dan pengeluaran janin dengan ekstraksi vakum. Carlan dkk. Melaporkan suatu mekanisme penguncian (locking mechanism) saat tepi-tepi bebas tulang cranium saling terdorong ke arah yang lainnya, mencegah molase lebih lanjut dan mungkin melindungi otak janin. Mereka juga mengamati bahwa molase kepala janin yang parah dapat terjadi sebelum persalinan. Holland melihat bahwa molase yang parah dapat menyebabkan perdarahan subdura fatal akibat robeknya septum durameter, terutama tentorium serebeli. Robekan semacam ini dijumpai baik pada persalinan dengan komplikasi maupun persalinan normal. Bersamaan dengan molase, tulang parietal, yang berkontak dengan promontorium, memperlihatkan tanda-tanda mendapat tekanan besar, kadang-kadang bahkan menjadi datar. Akomodasi lebih mudah terjadi apabila tulang-tulang kepala belum mengalami osifikasi sempurna. Proses penting ini mungkin dapat menjadi salah satu penjelasan adanya perbedaan dalam proses persalinan dari dua kasus yang tampak serupa dengan ukuran-ukuran pangguk dan kepala identik. Pada satu kasus, kepala lebih lunak dan mudah mengalami molase sehingga janin dapat lahir spontan. Pada yang lain, kepala yang mengalami osifikasi tahap lanjut tetap mempertahankan bentuknya sehinnga terjadi distosia. Tanda-tanda khas penekanan dapat terbentuk di kulit kepala, pada bagian kepala yang melewati promontorium. Dari lokasi tanda-tanda tersebut, kita sering dapat memastikan gerakan yang dialami kepala sewaktu melewat pintu atas panggul. Walaupun jarang, tanda-tanda serupa timbul di bagian kepala yang pernah berkontak dengan simfisis pubis. Tanda-tanda ini biasanya lenyap dalam beberapa hari.

11

Fraktur tengkorak kadang-kadang dijumpai, biasanya setelah dilakukan upaya paksa pada persalinan. Fraktur ini juga dapat terjadi pada persalinan spontan atau bahkan seksio sesarea. Fraktur mungkin tampak sebagai alur dangkal atau cekungan berbentuk sendok tepat di posterior sutura koronaria. Alur dangkal relatif sering dijumpai, tetapi karena hanya mengenai lempeng tulang eksternal, fraktur ini tidak berbahaya. Namun, yang berbentuk sendok, apabila tidak diperbaiki secara bedah dapat menyebabkan kematian neonatus karena fraktur ini meluas mengenai seluruh ketebalan tengkorak dan membentuk tonjolan-tonjolan permukaan dalam yang melukai otak. Pada kasus ini, bagian tengkorak yang cekung sebaiknya dielevasi atau dihilangkan.

2.3

MANAJEMEN SISTEM RUJUKAN Rujukan dala kondisi optimal dan tepat waktu ke fasilitas rujukan atau fasilitas yang

memiliki sarana lebih lengkap, diharapkan mampu menyelamatkan jiwa para ibu dan bayi baru lahir. Meskipun sebagian besar ibu dihrapkan dapat menjalani persalinan dengan normal. Sekitar 10-15% diantaranya akan mengalami masalah selama proses persalinan dan kelahiran bayi sehingga perlu dirujuk ke fasilitas kesehatan rujukan. Apabila fasilitas medik ditempat kasus diterima terbatas untuk menyelesaiakan kasus dengan tindakan klinik yang adekuat, maka kasus harus dirujuk ke fasilitas kesehatan lain yang lebih lengkap. Namun sebelum proses perujukan, fasilitas kesehatan yang akan dituju harus dipastikan bahwa fasilitasnya memadai serta telah dihubungi sebelumnya, sehingga persiapan penanganan ataupun perawatan inap telah dilakukan dan diyakini bahwa rujukan kasus tidak akan ditolak.

12

Gambar 1. Alur Proses Rujukan Sangat sulit untuk dapat menduga kapan penyulit akan terjadi sehingga kesiapan untuk merujuk ibu dan/atau bayinya ke fasilitas kesehatan rujukan secara optimal dan tepat waktu (jika penyulit terjadi) menjadi syarat bagi keberhasilan penyelatan. Pasien yang akan dirujuk harus sudah diperiksa dan layak untuk dirujuk. Adapun kriteria pasien yang dirujuk adalah bila memenuhi salah satu dari: 1. Hasil pemeriksaan fisik sudah dapat dipastikan tidak mampu diatasi. 2. Hasil pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan penunjang medis ternyata tidak mampu diatasi. 3. Memerlukan pemeriksaan penunjang medis yang lebih lengkap, tetapi pemeriksaan harus disertai pasien yang bersangkutan.
13

4. Apabila telah diobati dan dirawat ternyata memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan perawatan di sarana kesehatan yang lebih mampu. Dalam prosedur merujuk dan menerima rujukan pasien ada dua pihak yang terlibat yaitu pihak yang merujuk dan pihak yang menerima rujukan dengan rincian beberapa prosedur, diantaranya: 1. Prosedur standar merujuk pasien 2. Prosedur standar menerima rujukan pasien, 3. Prosedur standar memberi rujukan balik pasien, 4. Prosedur standar menerima rujukan balik pasien. Dalam proses persalinan, setiap penolong persalinan juga harus mampu mengetahui indikasi kegawatdaruratan obstetric dan bayi, seperti: 1. Pembedahan, termasuk bedah sesar. 2. Gawat janin. 3. Janin dengan letak sungsang. 4. Perdarahan. Sistem rujukan adalah sistem yang dikelola secara strategis, proaktif, pragmatif dan koordinatif untuk menjamin pemerataan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang paripurna dan komprehensif bagi masyarakat yang membutuhkannya terutama ibu dan bayi baru lahir, dimanapun mereka berada dan berasal dari golongan ekonomi manapun agar dapat dicapai peningkatan derajat kesehatan ibu dan bayi melalui peningkatan mutu dan keterjangkauan pelayanan kesehatan dan neonatal di wilayah mereka berada. Dalam asuhan bayi baru lahir perlu dilakukan penanganan yang benar termasuk merujuk ke fasilitas pelayanan yang tepat dari keadaan sbb: a. Kekurangan gizi. b. Pertumbuhan janin yang tidak adekuat.
14

c. Preeklamsia berat dan hipertensi. d. Perdarahan per-vaginam. e. Kehamilan ganda pada janin kehamilan aterm. f. Kelainan letak pada janin kehamilan aterm. g. Kematian janin. h. Adanya oedema yang signifikan, sakit kepala yang hebat, gangguan pandangan, nyeri epigastrium yang disebabkan tekanan darah tinggi. i. Ketuban pecah sebelum waktu (KPD=Ketuban Pecah Dini). j. Persangkaan polyhydramnion ( kelainan janin ). k. Diabetes melitus. l. Kelainan congenital pada janin. m. Hasil laboratorium yang tidak normal. n. Infeksi pada ibu hamil seperti : IMS, vaginitis, infeksi saluran. Sedangkan prinsip yang digunakan dalam sisem perujujan ialah BAKSOKUDA, yang merupakan kepanjangan dari: B ( Bidan ) Pastikan ibu/ klien/ bayi didampingi oleh tenaga kesehatan yang komponen dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan kegawatdaruratan. A ( Alat ) Bawa perlengkapan dan bahan-bahan yang diperlukan, seperti spuit, infuse set, tensimeter, dan stetoskop. K ( Keluarga ) Beritahu keluarga tentang kondisi terakhir klien dan alasan mengapa ia dirujuk. Suami dan anggota keluarga lain harus menemani klien ketempat rujukan. S ( Surat ) Beri surat ke tempat rujukan yang berisi identifikasi klien, aslasan rujukan, uraian hasil rujukan, asuhan atau obat- obatan yang telah diterima klien.
15

O ( Obat ) Bawa obat- obat esensial diperlukan selama perjalanan merujuk. K ( Kendaraan ) Siapkan kendaraan yang cukup baik untuk memungkinkan klien dalam kondisi yang nyaman dan dapat mencapai tempat rujukan dalam waktu yang cepat. U ( Uang ) Ingatkan keluarga untuk membawa uang dalam jumlah yang cukup untuk membeli obat dan bahan kesehatan yang diperlukan ditempat rujukan. DA ( Darah ) Rujukan dinyatakan berhasil jika kematian, kesakitan dan kecacatan pada bayi baru lahir dapat ditekan serendah-rendahnya. Sebelum bayi dirujuk, diperlukan stabilisasi umum bayi dengan tujuan agar kondisi bayi tidak bertambah berat dan meninggal di jalan.

2.4

DIFERENSIAL DIAGNOSIS

2.4.1 DISTOSIA AKIBAT KELAINAN SERVIKS Adalah terhalangnya kemajuan persalinan karena kelainan pada serviks uteri.Walaupun his normal dan baik,kadang pembukaan serviks macet karena ada kelainan yang menyebabkan servik tidak mau membuka. Terdapat 4 Jenis kelainan pada servik yaitu : a. Servik kaku (Rigid cervix) Adalah suatu keadaan dimana seluruh serviks kaku.Keadaan ini sering dijumpai pada primigravida tua,atau karena adanya parut-parut bekas luka atau bekas infeksi atau pada karsinoma servisis. Kejang atau kaku serviks dibagi 2 :

16

1. Primer : mungkin dikarenakan oleh rasa takut atau pada primigravida tua atau sebab psikis. 2. Sekunder : Oleh karena luka-luka dan infeksi yang sembuh dan meninggalkan parut. Diagnosis : Diagnosis distosia persalinan karena serviks kaku dibuat bahwa pada his yang baik dan normal pada kala 1 menambah pembukaan;setelah dilakukan beberapa kali pemeriksaan dalam waktu yang tertentu.Jaga pada pemeriksaan terasa pada serviks tegang dan kaku. Penanganan : Jika diagnosa yang didapatkan adalah serviks kaku dan setelah pemberian obat-obatan seperti valium dan pethidin tidak merubah sifat kekakuan tindakan kita adalah melakukan seksio sesaria.

b. Serviks gantung (Hanging cervix) Defenisi : adalah suatu keadaan dimana ostium uteri eksternum dapat terbuka lebar,sedangkan ostium uteri internum tidak mau membuka.serviks akan tergntung seperti corong. Bila dalam observasi keadaan tetap begitu dan tidak ada kemajuan pada pembukaan ostium uteri internum,maka pertolongan yang tepat adalah seksio sesaria.

c. Serviks konglumer (Conglumeratio cervix) Defenisi : Adalah suatu keadaan dimana ostium uteri internum dapat membuka sampai lengkap,sedangkan ostium uteri eksternum tidak mau membuka. Kejadian ini sering kali kita jumpai pada wanita dengan prolaps uteri yang menjadi bumil dengan serviks dan porsio yang panjang

17

Dalam hal ini serviks dapat menjadi tipis,namun ostium uteri eksternum tidak membuka atau hanya membuka 5 cm. Penanganan tergantung pada keadaan turunnya kepala janin : 1. Ostium uteri eksternum dicoba melebarkan pembukaannya secara digital memakai diladator 2. Ostium uteri eksternum diperlebar dengan sayatan masing-masing selebar 1-2 cm dengan demikian pembukaan menjadi lengkap dan partus dapat dipimpin atau diselesaikan dengan ekstraksi vakum atau forsep. 3. Bila hal-hal diatas tidak berhasil atau tidak mungkin sebaiknya dilakukan seksio sesaria.

d. Edema serviks. Bila dijumpai edema yang hebat dari serviks disertai hematoma dan nekrosis ini merupakan tanda adanya obstruksi.Bila syarat-syarat untuk ekstraksi vakum atau forseps tidak mungkin sebaiknya dilakukan seksio sesaria.

2.4.2 DISTOSIA AKIBAT PRESENTASI MUKA Presentasi muka terjadi apabila sikap janin ekstensi maksimal sehingga oksiput mendekat kearah punggung janin dan dagu menjadi bagian presentasinya. Factor predisposisi yang meningkatkan kejadian presentasi muka adalah malformasi janin (0,9%), berat badan lahir < 1.500 g (0,71%), polihidramnion (0,63%), postmaturitas (0,18%), dan multiparitas (0,16%). Berbeda dengan presentasi dahi, janin dengan presentasi muka masih dapat dilahirkan vaginal apabila posisi dagunya di anterior.

18

Diagnosis Diagnosis presentasi muka ditegakkan apabila ada pemeriksaan vaginal dapt diraba mulut, hidung, tepi orbita dan dagu. Penunjuk presentasi muka adalah dagu. Pada palpasi abdomen kadang-kadang dapat diraba tonjolan kepala janin di dekat punggung janin. Pada waktu persalinan, seringkali muka menjadi edema, sehingga diagnosis dapat keliru sebagai presentasi bokong. Pada keadaan tersebut, perabaan pada mulut mirip dengan perabaan pada anus. Sebanyak 49% kasus presentasi muka tidak terdiagnosis sebelum kala II. Mekanisme Persalinan Mekanisme persalinan presentasi muka serupa dengan persalinan presentasi belakang kepala. Secara berurutan terjadi proses kepala mengalami penurunan (descent), rotasi internal, fleksi, ekstensi, dan rotasi eksternal. Sebelum masuk panggul biasanya kepala janin belum dalam sikap ekstensi maksimal. Sehingga masih presentasi dahi. Ketika terjadi penurunan kepala, tahanan dari panggul akan menyebabkan kepala lebih ekstensi sehingga terjadi perubahan menjadi presentasi muka. Ketika masuk pintu atas panggul dagu dalam posisi transversal atau oblik.
19

Pada pintu tengah panggul, rotasi internal terjadi, dimana tujuannya adalah membuat kepala agar dapat semakin memasuki panggul dengan mengubah posisi dagu ke arah anterior. Apabila dagu berputar ke arah posterior, maka kepala akan tertahan oleh sakrum sehingga kepala tidak mungkin turun lebih lanjut, dan terjadilah persalinan macet. Pada janin yang sangat kecil atau telah terjadi maserasi, bahu, dan kepala, dapat secara bersamaan masuk ke dalam panggul, sehingga meskipun dagu di posterior kepala tetap mengalami penurunan. Perpuraran dagu ke arah anterior akan membuat kepala dapat memasiki pintu tengah panggul dan dagu serta mulut di vulva. Pada keadaan demikian dagu bawah tepat berada di bawah simfisis. Sesuai dengan arah sumbu panggul, gerakan selanjutnya dalah fleksi kepala, sehingga berturut-turut lahirnlah hidung, mata, dahi dan oksiput. Setelah kepala lahir, karena gaya beratnya akan terjadi ekstensi kepala sehingga oksiput menekan ke arah anus. Proses selanjutnya adalah terjadi putaran eksternal pada kepala menyesuaikan kembali dengan arah punggung janin. Penanganan Posisi dagu di anterior adalah syarat yang harus dipenuhi bila janin denga presentasi muka hendak dilahirkan vaginal. Apabila tidak ada gawat janin dan persalinan berlangsung dengan kecepatan normal, maka cukup dilakukan observasi terlebih dahulu hingga terjadi pembukaan lengkap. Apabila setelah pembukaan lengkap dagu berada di anterior, maka persalinan vaginal dilanjutkan seperti pada persalinan presentasi belakan kepala. Bedah sesar dilakukan apabila setelah pembukaan lengkap posisi dagu masih posterior, didapatkan tanda-tanda disproporsi, atau atas indikasi obstetri lainnya. Stimulasi oksitosin hanya diperkenankan pada posisi anterior dan tidak ada tanda-tanda disproporsi. Melakukan perubahan posisi dagu secara manual ke arah anterior atau mengubah presentasi muka menjadi presentasi belakang kepala sebaiknya tidak dilakukan karena lebih banyak menimbulkan bahaya. Melahirkan bayi presentasi muka menggunakan ekstraksi vakum tidak diperkenankan. Pada janin ang meninggal, kegagalan melahirkan vaginal secara spontan dapat diatasi dengan kraniotomi atau bedah sesar.

20

2.4.3 DISTOSIA AKIBAT PRESENTASI DAHI Distosia Presentasi Dahi Keadaan ini sangat jarang dijumpai, 0.01%, dan didiagnosis bila bagian dari kepala janin yang berada di antara tonjolan orbita dengan ubun-ubun besar tampak pada pintu atas panggul. Seperti terlihat pada gambar di bawah, kepala janin kemudian kemudian menempati posisi di tengah-tengah antara fleksi penuh (oksiput) atau ekstensi penuh (mentum atau muka). Kecuali apabila bayi kecil atau rongga panggul sangat besar, engagement kepala janin dan pelahiran tidak dapat terjadi selama presentasi dahi tidak berubah (persisten).

Etiologi Pada umumnya presentasi dahi tidak stabil dan akan berubah menjadi presentasi muka atau presentasi oksiput. Penyebab terjadinya letak dahi, antara lain: 1. Tonus otot ekstensor lebih tinggi dari tonus fleksor 2. Kelainan kongenital janin: tumor pada leher janin, anensefalus 3. Pada keadaan disproporsi sefalopelvik 4. Kemungkinan pada grandemultipara Mekanisme Persalinan Mekanisme persalinan letak dahi terjadi sebagai berikut: 1. Kepala masuk PAP dengan lingkaran terbesar, sirkumferensia maksiloparietalis, dengan sutura frontalis melintang atau miring 2. Dengan lingkaran terbesar, kepala akan mengalami molase yang berat serta persalinan makin panjang sehingga terjadi edema atau kaput suksedaneum pada tulang dahi
21

3. Setelah masuk jauh dalam jalan lahir, dagu akan melakukan putar paksi dalam menuju ke bawah simfisis sehingga os fossa kanina (pipi) bertindak sebagai hipomoglionnya 4. Saat ekstensi akan lahir berturut-turut: ubun-ubun besar, kemudian belakang kepala melewati perineum 5. Diikuti defleksi sehingga lahir mulut, dagu, serta seluruh kepala bayi. Mekanisme demikian hanya mungkin jika: bayi prematur, kecil, IUFD. Diagnosis. Presentasi dapat diketahui dengan palpasi abdomen bila baik oksiput maupun dagu dapat diraba dengan mudah, tapi pemeriksaan dalam (vaginal touche) juga penting dilakukan. Sutura frontalis, ubun-ubun besar (depan) tonjolan orbita, mata dan pangkal hidung, dapat diraba pada pemeriksaan dalam. Tatalaksana Bayi aterm dengan letak dahi hampir tidak mungkin lahir pervaginam sehingga sebaiknya dilakukan seksio sesarea. Hal ini dapat diperkirakan dari: 1. Sejak semula sudah diketahui penempatan dahi 2. Kelambatan penurunan pada letak dahi 3. Terdapat fetal distress 4. Terjadi ruptura uteri iminen Bila, secara kebetulan, proses persalinan spontan berlangsung tanpa tanda-tanda kegawatan pada bayi yang dipantau dengan ketat, dan tanpa adanya kontraksi uterus yang kuat, tidak diperlukan tindakan intervensi. Prognosis Pada presentasi dahi yang terjadi sesaat, prognosis bergantung pada presentasi terkhir. Jika presentasi dahi berlangsung persisten, prognosis persalinan pervaginam jelek, kecuali bila bayi kecil atau jalan lahir sangat besar.

22

2.4.4 DISTOSIA BAHU Distosia bahu ialah kelahiran kepala janin dengan bahu anterior macet diatas sacral promontory karena itu tidak bisa lewat masuk ke dalam panggul, atau bahu tersebut bisa lewat promontorium, tetapi mendapat halangan dari tulang sacrum (tulang ekor). Dengan kata lain distosia bahu adalah peristiwa dimana tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan. American College of Obstetrician and Gynecologist (2002) menyatakan bahwa angka kejadian distosia bahu bervariasi antara 0.6 1.4% dari persalinan normal. Patofisiologi Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan kepala berada pada sumbu normal dengan tulang belakang bahu pada umumnya akan berada pada sumbu miring (oblique) di bawah ramus pubis. Dorongan pada saat ibu meneran akan meyebabkan bahu depan (anterior) berada di bawah pubis, bila bahu gagal untuk mengadakan putaran menyesuaikan dengan sumbu miring dan tetap berada pada posisi anteroposterior, pada bayi yang besar akan terjadi benturan bahu depan terhadap simfisis sehingga bahu tidak bisa lahir mengikuti kepala. Etiologi Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu untuk melipat ke dalam panggul (misal : pada makrosomia) disebabkan oleh fase aktif dan persalinan kala II yang pendek pada multipara sehingga penurunan kepala yang terlalu cepat menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau kepala telah melalui pintu tengah panggul setelah mengalami pemanjangan kala II sebelah bahu berhasil melipat masuk ke dalam panggul.

Penilaian Klinik 1. Kepala janin telah lahir namun masih erat berada di vulva 2. Kepala bayi tidak melakukan putaran paksi luar 3. Dagu tertarik dan menekan perineum
23

4. Tanda kepala kura-kura yaitu penarikan kembali kepala terhadap perineum sehingga tampak masuk kembali ke dalam vagina. 5. Penarikan kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang terperangkap di belakang symphisis. Faktor Risiko 1. Ibu dengan diabetes, 7 % insiden distosia bahu terjadi pada ibu dengan diabetes gestasional (Keller, dkk) 2. Janin besar (macrossomia), distosia bahu lebih sering terjadi pada bayi dengan berat lahir yang lebih besar, meski demikian hampir separuh dari kelahiran doistosia bahu memiliki berat kurang dari 4000 g. 3. Riwayat obstetri/persalinan dengan bayi besar 4. Ibu dengan obesitas 5. Multiparitas 6. Kehamilan posterm, dapat menyebabkan distosia bahu karena janin terus tumbuh setelah usia 42 mingu. 7. Riwayat obstetri dengan persalinan lama/persalinan sulit atau riwayat distosia bahu, terdapat kasus distosia bahu rekuren pada 5 (12%) di antara 42 wanita (Smith dkk., 1994) 8. Cephalopelvic disproportion The American College of Obstetrician and Gynecologist (1997,2000) meninjau penelitianpenelitian yang diklasifikasikan menurut metode evidence-based yang dikeluarkan oleh the United States Preventive Sevice Task Force, menyimpulkan bahwa : 1. Sebagian besar kasus distosia bahu tidak dapat diramalkan atau dicegah karena tidak ada metode yang akurat untuk mengidentifikasi janin mana yang akan mengalami komplikasi ini. 2. Pengukuran ultrasonic untuk memperkirakan makrosomia memiliki akurasi yang terbatas. 3. Seksio sesarea elektif yang didasarkan atas kecurigaan makrosomia bukan merupakan strategi yang beralasan. 4. Seksio sesarea elektif dapat dibenarkan pada wanita non-diabetik dengan perkiraan berat janin lebih dari 5000 g atau wanita diabetik yang berat lahirnya diperkirakan melebihi 4500 g.

24

Komplikasi pada Ibu Distosia bahu dapat menyebabkan perdarahan postpartum karena atonia uteri, rupture uteri, atau karena laserasi vagina dan servik yang merupakan risiko utama kematian ibu (Benedetti dan Gabbe, 1978; Parks dan Ziel, 1978) Komplikasi pada Bayi Distosia bahu dapat disertai morbiditas dan mortalitas janin yang signifikan. Kecacatan pleksus brachialis transien adalah cedera yang paling sering, selain itu dapat juga terjadi fraktur klavikula, fraktur humerus, dan kematian neonatal Manajemen sebuah distosia bahu Dalam manajemen penatalaksanaan ditosia bahu juga harus memperhatikan kondisi ibu dan janin. Syarat-syarat agar dapat dilakukan tindakan untuk menangani distosia bahu adalah : 1. Kondisi vital ibu cukup memadai sehingga dapat bekerjasama untuk menyelesaikan persalinan 2. Masih mampu untuk mengejan 3. Jalan lahir dan pintu bawah panggul memadai untuk akomodasi tubuh bayi 4. Bayi masih hidup atau diharapkan dapat bertahan hidup 5. Bukan monstrum atau kelainan congenital yang menghalangi keluarnya bayi Pendekatan Holistik Ketika distosia bahu terjadi salah satu atau kedua Dari maneuver ini dapat dilakukan untuk melepaskann bahu 1. Mengubah ukuran dan posisi (ibu) panggul Dapat dilakukan dengan mendorong ibu untuk bergerak dan mengubah posisi. Dapat meminta atau membantu ibu untuk mengubah pinggulnya dengan: a. Mengangkat kaki dapat disertai dengan menggoyang ke belakang dan ke depan dari pelvis. b. Manuver McRoberts. caranya adalah:

25

- Dengan posisi ibu berbaring, minta ibu untuk menarik kedua lututnya sejauh mungkin ke arah dadanya, minta dua asisten untuk membantu ibu. - Tekan kepala bayi secara yakin dan terus-menerus ke arah bawah (kearah anus ibu) untuk menggerakkan bahu anterior di bawah symphisis pubis. Hindari tekanan yang berlebihan pada bagian kepala bayi karena mungkin akan melukainya. - Secara bersamaan berikan sedikit tekanan supra pubis ke arah bawah dengan lembut. Jangan lakukan dorongan pada pubis, karena akan mempengaruhi bahu lebih jauh dan bisa menyebabkan ruptur uteri c. Manuver Gaskin. dengan melakukan perubahan posisi yaitu saat ibu dalam posisi berbaring, si ibu langsung diminta untuk berputar dan mengubah menjadi posisi merangkak.

Langkah dari Gaskin maneuver ini sering di sebut FlipFLOP Flip = memutar ibu dari posisi berbaring menjadi merangkak FLOP = F Flips Mom Over. Setelah ibu posisi terbalik menggunakan Gaskin's Manuver

kebanyakan bayi akan lahir spontan. Namun, jika bayi tidak lahir segera, menuju ke langkah berikutnya dilakukan ketika kontraksi berikutnya terjadi atau sebelum ada kontraksi. L Lift Legs, Dengan di bantu penolong, mintalah ibu mengangkat satu kaki, arahkan ke

depan posisi ini persis seperti posisi gambar berikut ini:

26

Selanjutnya melakukan lekukan atau menggulung bahu anterior bayi dari tulang kemaluan hingga bergerak disamping simfisis pubis. pergeseran Pubis dari gerakan menempatkan kaki ke dalam posisi "Running Start" seperti diatas seolah-olah ini adalah seperti maneuver setengah McRoberts yang dilakukan dengan ibu di dalam posisi terlentang. Setengah dari tulang kemaluan yang terguling atau bergeser ketika kaki diangkat. Jika lengan tidak dapat diputar, pindah ke manuver berikutnya lebih cepat. O Oblique (Rotete Shoulder To Oblique) memutar bahu kearah oblique. jika bayi

tidak langsung lahir ketika kontraksi setelah dilakukan perubahan posisi menjadi posisi "Running Start, selipkan tangan bidan ke ibu ssampai ia menemukan bagian belakang bahu posterior bayi. memutar bahu posterior ke arah dada bayi ke diameter miring dari panggul ibu. Ada ruangan yang paling dalam dari diameter miring (diameter oblique) panggul. Dengan demikian bayi akan mudah dari memutar bahu posterior ke diameter miring. Jika tetap gagal Lanjutkan upaya. P Posterior Arm To Get it. ini dilakukan dengan mencari lengan bayi dan

mengeluarkannya menyapu tangan ke arah dada bayi . sehingga Lengan ini akan flex, yang berarti itu akan membuat sebuah tikungan., Kemudian seluruh lengan goyangkan dengan hatihati. Hal ini akan mengurangi diameter tubuh bayi sekitar 2 cm.Jika itu tidak cukup, bayi diputar 180 derajat sehingga lengan sebelumnya anterior sekarang posterior dan lengan dibawa keluar. Sekarang ibu bisa mendorong dan bayi akan keluar. Manuver Gaskin ini angka keberhasilannya cukup tinggi yaitu 80-90% 2. Mengubah ukuran dan posisi (bayi) bahu Tindakan ini akan membuat diameter bahu bayi lebih kecil. Memutar bahu ke diameter oblique dari panggul akan tersedia ruang ekstra. Beberapa maneuver yang dilakukan untuk memperkecil diameter bahu bayi antara lain dengan: a. Manuver Rubin (1964) - Pertama dengan menggoyang-goyang kedua bahu janin dari satu sisi ke sisi lain dengan memberikan tekanan pada abdomen.

27

- Bila tidak berhasil, tangan yang berada di panggul meraih bahu yang paling mudah di akses, kemudian mendorongnya ke permukaan anterior bahu. Hal ini biasanya akan menyebabkan abduksi kedua bahu kemudian akan menghasilkan diameter antar-bahu dan pergeseran bahu depan dari belakang simfisis pubis b. Manuver Corkscrew Woods (1943) - Masukkan satu tangan ke dalam vagina dan lakukan penekanan pada bahu anterior, ke arah sternum bayi, untuk memutar bahu bayi dan mengurangi diameter bahu - Jika perlu, lakukan penekanan pada bahu posterior ke arah sternum. c. Teknik Pelahiran Bahu Belakang - Masukkan satu tangan ke dalam vagina dan pegang tulang lengan atas yang berada pada posisi posterior - Fleksikan lengan bayi di bagian siku dan letakkan lengan tersebut melintang di dada bayi

PENDEKATAN DRASTIS Jika pilihan yang lain gagal yang biasanya melibatkan kerusakan pada bayi atau ibunya. Langkah berikutnya adalah menggunakan maneuver Zanvanelli namun ini mustinya dilakukan di RS besar dengan persiapan SC karena langkahnya adalah sebagai berikut: Manuver Zavanelli (Sandberg, 1985) - Mengembalikan kepala ke posisi oksiput anterior atau posterior bila kepala janin telah berputar dari posisi tersebut - Memfleksikan kepala dan secara perlahan mendorongnya masuk kembali ke vagina yang diikuti dengan pelahiran secara sesar. - Memberikan terbutaline 250 mg subkutan untuk menghasilkan relaksasi uterus

28

2.4.5 DISTOSIA

AKIBAT

PENYEMPITAN

PANGGUL

(CEPHALOPELVIC

DISPROPORTION) Sebelum membahas tentang distosia karena kelainan pangggul terlebih dahulu kita akan memaparkan berbagai jenis panggul pada wanita,. Panggul wanita dikelompokkan ke dalam 4 tipe utama, meskipun terjadi berbagai kombinasi. 1. Panggul ginekoid merupakan tipe yang paling baik untuk persalianan pervaginam dan dijumpai pada kira-kira 50% wanita di Amerika Serikat. Ditandai oleh pintu atas panggul berbentuk oval (diameter transversum sedikit melebihi diameter anteroposterior), dinding samping lururs, spina ischiadika tidak menonjol,arkus suppubis lebar dan sakrum cekung. 2. Panggul android (seperti laki-laki) ditemukan pada kira-kiraa 33% wanita Kaukasia dan 15% wanita Afrika Amerika. Pintu atas panggul android berbentuk bajo, dinding samping panggul konvergen, spina ischiadika menonjol, arkus subpubis sempit dan sakrum melengkung ke depan pada sepertiga bagian bawah. Kemungkinan besar disertai dengan posisi oksiput posterior persisten dan distosia akibat macet di transversa dalam. 3. Panggul antropid terdapat pada kira-kira 20% wanita Kaukasia dan kira-kira 85% wanita Afriak Amerika. Ditandai oleh pintu atas panggul berbentuk oval (tetapi diameter anteroposterior melebihi diameter transversa), dinding samping panggul divergen dan sakrum melngkung ke posterior. Panggul jenis ini paling mungkin disertai dengan distosia oksiput posterior. 4. Panggul platipeloid jarang ditemui (<3% wanita) dan ditandai oleh diameter transversa pintu atas panggul yang lebar. Distosia pintu atas panggul umum terjadi karena kepala janin tidak dapat masuk ke dalam pelvis minor. Penghentian secara melintang dapat terjadi di panggul tengah karena putaran paksi dalam terganggu oleh diameter panggul yang tidak mendukung.

29

Penyempitan panggul atas Pintu atas panggul dianggap emnyempit jika diameter anteroposterior terpendeknya kurang dari 10 cm atau jika diameter transversal terpanjangnya kurang dari 12 cm, diameter anteroposterior pintu atas panggul diperkirakan secara manual dengan mengukur konjugat diagonal yang berdiameter 1,5 cm lebih besar. Oleh karena itu, penyempitan pintu atas didefinisikan sebagai konjugat diagonal yang kurang dari 11,5cm. Sebelum persalinan diameter biparietal janin menunjukkan ukuran rata-rata dari 9,5 hingga 9,8 cm. oleh karena itu, mungkin sulit atau bahkan tidak mungkin bagi sebagian janin untuk melewati pintu atas dengan diameter anteroposterior kurang dari 10 cm. insidensi pelahiran yang sulit meningkat jika diameter anteroposterior pintu atas kurang dari 10cm. Keadaan ini secara klinis ditandai oleh satu atau lebih hal-hal berikut: presentasi verteks mengambang pada cukup bulan atau pada awal persalinan, tidak mampu melakuakn perasat Muller-Hillis (mendorong kepalajanin secara manual ke dalam panggul denan tekana lembut pada fundus), bagian terbawah janin tidak erada pada kedudukan baik terhadap serviks pada saat persalinan, presentasi abnormal (misalnya sungsang, letak lintang), prolaps tali pusat,
30

kemajuan persalinan yang buruk, distosia uteri, moulase kepala janin yang berlebihan atau kaput suksadenum. Komplikasi meliputi persalina lama, pecahnya selaput ketuban yang lama dan pembentukan cincin retraksi patologis di taut segmen bawah rahim dan fundus (cincin retraksi Bandl yang dapat menyebabkan ruptur uteri bermakna). Biasanya diperlukan seksio sesarea pada penyempitan pintu atas panggul sejati.

Penyempitan panggul tengah Situasi ini lebih sering dijumpai daripada penyempitan pintu atas panggul. Keadaan ini sering menyebabkan kemacetan melintang kepala janin yang berpotensi mengahruskan penanganan dengan tindakan sesar. Bidang obstetris midpelvis membujur dari batas inferior pubis melalui spina ischiadika, dan menyentuh sakrum dekat sambungan vertebra keempat dan kelima. Ukuran rata-rata midpelvis adalah sebagai berikut: transversal (interspinosa), 10,5 cm; anteroposterior (dari batas bawah simfisis pubis ke taut vertebra sakrum keempat dan kelima), 11,5cm; dan sagitalis posterior (dari titik tengah linea interspinosa ke titik yang sama di sakrum), 5 cm. meskipun tidak ada metode manual yang tepat untuk mengukur dimensi midpelvis, namun penyempitan kadangkala dapat diperkirakan jika spina menonjol, dinding samping panggul berkonvergensi atau derajat sakroiliaka sempit. Keadaan penyempitan panggul tengah dapat dicurigai jika dinding samping panggul konvergen dan arkus pelvis sempit. Petunjuk klinis lainnya meliputi kala dua memanjang, oksiput posterior persisten, macet di transversa dalam, distosia uteri atau moulase kepala janin berlebihan. Seperti pada distosia pintu atas panggul, distosia panggul tengah yang terabaikan dapat menyebabkan ruptur uteri atau fidtula karena nekrosis akibat tekanan. Seksio sesarea merupakan terapi pilihan karena persalinan dengan alat dapat menyebabkan trauma pada janin maupun ibu.

Penyempitan panggul bawah Situasi ini biasanya didefinisikan sebagai penurunan diameter tuberosa interiskiadika menjadi 8 cm atau kurang. Penyempitan pintu bawah dapat menyebabkan distosia tetapi lebih jarang dibandingkan dengan penyempitan midpelvis. Penyempitan panggul bawah jarang terjadi tanpa disertai penyempitan midpelvis.
31

2.4.6 DISTOSIA AKIBAT KELAINAN HIS Kelainan his adalah suatu keadaan dimana his tidak normal, baik kekuatannya maupun sifatnya sehingga menghambat kelancaran persalinan. Kelainan his dapat menimbulkan kesulitan, yaitu : 1. Kematian atau jejas kelahiran 2. Bertambahnya resiko infeksi 3. Kelelahan dan dehidrasi dengan tanda-tanda: nadi dan suhu meningkat, pernapasan cepat, turgor berkurang, meteorismus dan asetonuria.

Kelainan his dapat didukung oleh pemeriksaan: 1. KTG 2. USG

Kelainan his dapat diklasifikasikan menjadi: 1. Insersia uteri hipotoni (disfungsi uteri hipotonik) Insersia uteri hipotoni adalah kontraksi uterus terkoordinasi tetapi tidak adekuat dalam membuat kemajuan persalinan. Dapat disebabkan oleh: Panggul sempit Kelainan letak kepala Penggunaan analgesia terlalu cepat Hidramnion Gemelli Ibu merasa takut Salah memimpin persalinan. Di sini his bersifat biasa dalam arti bahwa fundus berkontraksi lebih kuat dan lebih dahulu daripada bagian-bagian lain, peranan fundus tetap menonjol. Kelainannya terletak dalam hal bahwa kontraksi uterus lebih aman, singkat, dan jarang daripada biasa. Keadaan umum penderita biasanya baik, dan rasa nyeri tidak seberapa. Selama ketuban masih utuh umumnya tidak banyak bahaya, baik bagi ibu maupun bagi janin, kecuali jika persalinan berlangsung terlalu lama; dalam hal terakhir ini morbiditas ibu dan mortalitas janin naik.
32

Keadaan ini dinamakan inersia uteri primer atau hypotonic uterine contraction. Kalau timbul setelah berlangsungnya his kuat untuk waktu yang lama , hal itu dinamakan inersia uteri sekunder. Karena dewasa ini persalinan tidak dibiarkan berlangsung demikian lama sehingga dapat menimbulkan kelelahan otot uterus, maka inersia uteri sekunder seperti yang digambarkan di atas jarang ditemukan, kecuali pada wanita yang tidak diberi pengawasan baik waktu persalinan.

2. Tetania uteri Tetania uteri adalah kelainan his dengan kekuatan cukup besar (kadang sampai melebihi normal) sehingga tidak ada relaksasi rahim, dan tidak ada koordinasi kontraksi dari bagian atas, tengah dan bawah uterus. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya partus presipitatus yang dapat menyebabkan persalinan di atas kendaraan, di kamar mandi,dan tidak sempat di lakukan pertolongan. Akibatnya akan terjadi luka luka janin lahir yang luas pada serviks, vagina dan perineum dan pada bayi yang terjadi perdarahan intrakranial.Bila ada kesempitan panggul dapat terjadi ruptur uteri mengancam,dan bila tidak segera di tangani akan berlanjut menjadi ruptur uteri. His yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan selesai dalam waktu yang sangat singkat. Partus yang sudah selesai < 3jam di namakan partus presipitatusyang di tandai oleh sifat his yang normal , tonus otot di luar his juga biasa, kelainannya terletakpada kekuatan his. Batas antara bagian atas dan segmen bawah rahim atau lingkaran retraksi menjadi sangat jelas dan meninggi. Dalam keadaan demikian lingkaran ini di namakan lingkaran bandl atau retraksi patologik. Ligamentum rotunda menjadi tegang serta lebih jelas teraba, penderita merasa nyeri terus-menerus dan menjadi gelisah. Akhirnya, apabila tidak di beri pertolongan, regangan segmen bawah uterus melampaui kekuatan jaringan sehingga dapat menyebabkan terjadinya rupture uteri. Walaupun pada golongan coordinated hypertonic uterine contraction bukan merupakan penyebab distosia, namun hal ini dibicarakan juga di sini dalam rangka kelainan
33

his. His yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan selesai dalam waktu yang sangat singkat. Partus yang sudah selesai kurang dari 3 jam, dinamakan partus presipitus: sifat his normal, tonus otot di luar his juga biasa, kelainannya terletak pada kekuatan his. Bahaya partus presipitus bagi ibu ialah perineum, sedangkan bayi bias mengalami perdarahan dalam tengkorak karena bagian tersebut mengalami tekanan kuat dalam waktu yang singkat. Batas antara bagian atas dan segmen bawah atau lingkaran retraksi menjadi sangat jelas dan meninggi. Dalam keadaan demikian lingkaran dinamakan lingkaran retraksi patologik atau lingkaran Bandl. Ligamenta rotunda menjadi tegang serta lebih jelas teraba, penderita merasa nyeri terus menerus dan menjadi gelisah. Akhirnya, apabila tidak diberi pertolongan, regangan segmen bawah uterus melampaui kekuatan jaringan; terjadilah ruptura uteri.

3. Insersia uteri hipertoni (disfungsi uteri hipertonik/disfungsi uteri inkoordinasi) Insersia uteri hipertoni adalah kontraksi uterus tidak terkoordinasi, his kuat tetapi tidak membuat kemajuan persalinan. Dapat disebabkan oleh: pemberian oksitosin berlebihan. Keadaan inkoordinasi kontraksi otot rahim dapat menyebabkan sulitnya kekuatan otot rahim untuk dapat meningkatkan pembukaan atau pengusiran janin dari dalam rahim. Penyebab inkoordinasi kontraksi otot rahim adalah: faktor usia penderita relatif tua pimpinan persalinan karena induksi persalinan dengan oksitosin rasa takut dan cemas.

HIS YANG TIDAK TERKOORDINASI Di sini sifat his berubah. Tonus otot terus meningkat, juga di luar his, dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronisasi antara kontraksi bagian-bagiannya. Tidak adanya koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah dan bawah menyebabkan his tidak
34

efisien dalam mengadakan pembukaan. Di samping itu tonus otot uterus yang menarik menyebabkan rasa nyeri yang lebih keras dan lama bagi ibu dan dapat pula menyebabkan hipoksia pada janin. His jenis ini juga disebut sebagai uncoordinated hypertonic uterine contraction. Penyebab inkoordinasi kontraksi otot rahim adalah : o Faktor usia penderita relatif tua o Pimpinan persalinan o Karena induksi persalinan dengan oksitosin o Rasa takut dan cemas

Kadang-kadang pada persalinan lama dengan ketuban yang sudah lama pecah, kelainan his ini menyebabkan spasmus sirkuler setempat, sehingga terjadi penyempitan kavumuteri pada tempat itu. Ini dinamakan lingkaran kontraksi atau lingkaran konstriksi. Secara teoritis lingkaran ini dapat terjadi di mana-mana, akan tetapi biasanya ditemukan pada batas antara bagian atas dan segmen bawah uterus. Lingkaran konstriksi tidak dapat diketahui dengan pemeriksaan dalam, kecuali kalau pembukaan sudah lengkap, sehingga tangan dapat dimasukkan ke dalam kavum uteri. Oleh sebab itu jika pembukaan belum lengkap, biasanya tidak mungkin mengenal kelainan ini dengan pasti. Adakalanya persalinan tidak maju karena kelainan pada serviks yang dinamakan distosia servikalis. Kelainan ini bisa primer atau sekunder. Distosia servikalis dinamakan primer kalau serviks tidak membuka karena tidak mengadakan relaksasi berhubung dengan incoordinate uterine action. Penderita biasanya seorang primigravida. Kala I menjadi lama, dan dapat diraba jelas pinggir serviks yang kaku. Kalau keadaaan ini dibiarkan, maka tekanan kepala terus menerus dapat menyebabkan nekrosis jaringan serviks dan dapat mengakibatkan lepasnya bagian tengah serviks secara sirkuler. Distosia servikalis sekunder disebabkan oleh kelainan organik pada serviks, misalnya karena jaringan parut atau karena karsinoma. Dengan his kuat serviks bisa robek, dan robekan ini dapat menjalar ke bagian bawah uterus. Oleh karena itu, setiap wanita yang pernah mengalami operasi pada serviks, selalu harus diawasi persalinannya di rumah sakit.

35

Kelainan ini hanya dapat diobati secara simtomatis karena belum ada obat yang dapat memperbaiki koordinasi fungsional antara bagian-bagian uterus. Usaha-usaha yang dapat dilakukan ialah mengurangi tonus otot dan mengurangi ketakutan penderita. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian analgetika, seperti morphin, pethidin dan lain-lain. Akan tetapi persalinan tidak boleh berlangsung berlarut-larut apalagi kalau ketuban sudah pecah. Dalam hal ini pada pembukaan belum lengkap,perlu dipertimbangkan seksio sesarea. Lingkaran konstriksi dalam kala I biasanya tidak diketahui, kecuali kalau lingkaran ini terdapat di bawah kepala anak sehingga dapat diraba melalui kanalis servikalis. Jikalau diagnosis lingkaran konstriksi dalam kala I dapat dibuat persalinan harus diselesaikan sengan seksio sesarea. Biasanya lingkaran konstriksi dalam kala II baru diketahui, setelah usaha melahirkan janin dengan cunam gagal. Dengan tangan yang dimasukkan ke dalam cavum uteri untuk mencari sebab kegagalan cunam, lingkaran konstriksi, mudah dapat diraba. Dengan narkosis dalam, lingkaran tersebut kadang-kadang dapat dihilangkan, dan janin dapat dilahirkan dengan cunam. Apabila tindakan ini gagal dan janin masih hidup, terpaksa dilakukan seksio sesarea. Pada distosis servikalis primer dimbil sikap seperti pada incoordinate uterine action. Pada distosia servikalis sekunder harus dilakukan seksio sesarea sebelum jaringan parut serviks robek, yang dapat menjalar ke atas sampai segmen bawah.

36

BAB III KESIMPULAN

3.1

KESIMPULAN Pada skenario ini dibahas tentang penyulit-penyulit dalam proses persalinan kala 1 fase

aktif. Hambatan dalam persalinan dapat dilihat dari 3 faktor yaitu power, passage, dan passanger. Dalam skenario ini kami menduga tidak ada hambatan dalam hal powernya sehingga kami lebih banyak membahas pada faktor passage dan passanger. Sehingga dari hasil diskusi serta pembahasan skenario yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: pasien pada scenario memiliki kemungkinan distosia akibat passage dan passanger serta tatalaksana yang memungkinkan untuk dilakukan adalah akselerasi persalinan atau section saesaria

37

Anda mungkin juga menyukai