Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY. N.

A UMUR
15 HARI DENGAN POST LAPARATOMI ATAS INDIKASI ATRESIA
DUODENUM DI RUANGAN CEMPAKA 1 NEONATUS RSUP
SANGLAH DENPASAR
Periode 28-08-2016 Sampai 30-08-2016

MARTINA M.E LASI


PO.530324014 386
MONICA A.G PEREIRA
PO.530324014 387

POLTEKKES KEMENKES KUPANG


JURUASAN KEBIDANAN
2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmad-Nya sehingga Praktek Kerja Lapangan di RSUP Sanglah Denpasar
Bali dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Sesuai dengan program Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan
Kupang semester V, mahasiswa Kebidanan Jalur Reguler angkatan XVI
melaksanakan Praktek Kerja Lapangan pada tanggal 28 sampai 30 agustus 2016
untuk menerapkan teori asuhan kebidanan pada bayi dengan Post Laparatomi
Atas Indikasi Atresia Duodenum.
Ucapan terima kasih pula kepada berbagai pihak di RSUP Sanglah
Denpasar yang memberikan masukan dan saran-saran yang bersifat
membangun sehingga laporan ini dapat dibuat dengan baik. Oleh karena itu,
penulis menyampaikan ucapan terima kasih. Kritik dan saran sangat diharapkan
untuk penyempurnaan penulisan laporan selanjutnya.

Denpasar, Agustus 2016

Penyusun

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah kesehatan terus berkembang mengikuti perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta masyarakat yang dinamis,
semakin memacu tenaga kesehatan untuk terus meningkatkan kuantitatif
dan kualitas pelayanan dalam upaya mencapai tujuan pembangunan
kesehatan.Walaupun pengetahuan semakin berkembang tapi bisa saja
dalam menangani suatu penyakit tidak begitu efisien, apalagi dengan
pasien post operasi harus memerlukan penanganan yang berkompetent.
Pada pasien post operasi laparatomi seorang pasien memerlukan
perawatan yang maksimal demi mempercepat proses kesembuhan luka
pasca

bedah

bahkan

penyembuhan

fisik

pasien

itu

sendiri.

Pengembalian fungsi fisik pasien post-op laparatomi dilakukan segera


setelah operasi dengan latihan napas dan batuk efektif, latihan
mobilisasi dini.
Laparatomi adalah suatu potongan pada dinding abdomen seperti
caesarean section sampai membuka selaput perut. Perawatan post
laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang diberikan kepada
pasien-pasien yang telah menjalani operasi pembedahan perut. Tujuan
perawatan post laparatomi antara lain: Mengurangi komplikasi akibat
pembedahan, mempercepat penyembuhan, mengembalikan fungsi
pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi, mempertahankan
konsep diri pasien dan mempersiapkan pasien pulang, hal inilah yang
membuat pasien dengan pasca bedah memerlukan perawatan yang
maksimal.
Post operasi laparatomi yang tidak mendapatkan perawatan
maksimal setelah pasca bedah dapat memperlambat penyembuhan
pasien itu sendiri. Laporan departement kesehatan Indonesia (DEPKES

RI) laparatomi meningkat dari 162 pada tahun 2005 menjadi 983 kasus
pada tahun 2006 dan 1.281 kasus pada tahun 2007.
Melihat kondisi pasien post operasi

laparatomi

yang

memerlukan perawatan maka perlu dilakukannya intervensi dengan


maksud untuk mengurangi tegangan melalui latihan pernapasan dan
mobilisasi dini untuk mempercepat proses kesembuhan dan kepulangan
pasien serta dapat memberikan kepuasan atas perawatan yang diberikan.
Teknik relaksasi, relaksasi progresif dengan dan tanpa
ketegangan otot dan teknik manipulasi pikiran mengurangi komponen
fisiologis dan emosional stres.Teknik relaksasi adalah perilaku yang
diperlajari dan membantu waktu penelitian dan praktek. Snyder dan
Egan menemukan teknik relaksasi sebagai metode utama untuk
menghilangkan stres, tujuannya untuk menghasilkan respon yang dapat
memerangi respon stres. Pasien post operasi latihan napas dalam, bantu
batuk dan menekan insisi meningkatkan ekspansi paru maksimal dan
alat pembersihan jalan napas sehingga menurunkan resiko atelektasis,
pneumonia.
Bidan menganjurkan klien untuk melakukan ambulasi lebih
awal, sebagian besar klien diharapkan dapat melakukan ambulasi
setelah pembedahan bergantung pada beratnya pembedahan dan kondisi
klien. Pemberian posisi post operasi untuk mencegah terjadinya
kontraktur pinggul dan lutut sangat penting, latihan pasca operasi,
latihan tentang gerak dimulai segera mungkin. Ubah posisi secara
periodik dan ambulasi dini mungkin meningkatkan pengisian udara
seluruh segmen paru, memobilisasi dan mengeluarkan sekret.
Organ-organ pada saluran pencernaan, saluran limfatik, saluran
urogenital dan saluran reproduksi merupakan organ tubuh yang berada di
ruang abdomen. Semua organ tersebut dapat ditemukan dengan
menggunakan teknik operasi laparotomi.
Laparotomi berasal dari dua kata terpisah, yaitu laparo dan tomi.
Laparo sendiri berati perut atau abdomen sedangkan tomi berarti
penyayatan. Sehingga laparotomi dapat didefenisikan sebagai penyayatan

pada dinding abdomen atau peritoneal. Istilah lain untuk laparotomi


adalah celiotomi.
Keuntungan penggunaan teknik laparotomi medianus adalah
tempat penyayatan mudah ditemukan karena adanya garis putih
(lineaalba) sebagai penanda, sedikit terjadi perdarahan dan di daerah
tersebut sedikit mengandung syaraf. Adapun kerugian yang dapat terjadi
dalam penggunaan metode ini adalah mudah terjadi hernia jika proses
penjahitan atau penangan post operasi kurang baik dan persembuhan
yang relatif lama.
Oleh karena itu, dalam praktikum kali ini digunakan teknik
operasi laparotomi medianuscental dengan pertimbangan yang telah
dijelaskan di atas.
Tujuan laparotomi adalah untuk menemukan dan mengetahui
keadaan organ visceral yang ada di dalam ruang abdominal secara
langsung serta untuk menegakkan diagnosa.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menerapkan asuhan kebidanan pada bayi
dengan post laparatomi melalui pendekatan manajemen kebidanan
dengan pendokumentasian SOAP.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data subyektif dan data
obyektif pada bayi dengan post laparatomi
b. Mahasiswa mampu menentukan diagnosa kebidanan pada bayi
dengan post laparatomi.
c. Mahasiswa mampu melakukan assessment pada bayi dengan post
laparatomi.
d. Mahasiswa mampu memberikan penatalaksanaan pada bayi
dengan post laparatomi.

BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Konsep Dasar Teori Post Laparatomi
A. Definisi
Laparotomi adalah pembedahan yang dilakukan pada usus akibat
terjadinya perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus. (Arif
Mansjoer, 2010).
Laparatomi adalah pembedahan perut, membuka selaput perut
dengan operasi.(Lakaman 2011).
B. Etiologi

Etiologi

sehingga

dilakukan

laparatomi

adalah

karena

disebabkan oleh beberapa hal (Smeltzer, 2012) yaitu:


1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam).
2. Peritonitis.
3. Perdarahan saluran cerna.
4. Sumbatan pada usus halus dan usus besar.
5. Massa pada abdomen
C. Jenis-jenis Laparatomi
1. Mid-line incision
2. Paramedian, yaitu :sedikit ke tepi dari garis tengah ( 2,5 cm),
panjang (12,5 cm).
3. Transverse upper abdomen incision, yaitu :insisi di bagian atas,
misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy.
4. Transverse lower abdomen incision, yaitu :insisi melintang di bagian
bawah 4cm diatas anterior spinaliliaka, misalnya; pada operasi
appendictomy. Latihan - latihan fisik seperti latihan napas dalam,
latihan batuk, menggerakan otot-otot kaki, menggerakkan otot-otot
bokong, Latihan alih baring dan turun dari tempat tidur. Semuanya
dilakukan hari ke 2 post operasi.(Smeltzer, 2012).
D. Manifestasi Klinis
1. Nyeri tekan.
2. Perubahan tekanan darah, nadi, dan pernafasan.
3. Kelemahan.
4. Gangguan integumen dan jaringan subkutan.
5. Konstipasi.
6. Mual dan muntah, anoreksia.
E. Fase-fase penyembuhan luka
Menurut Potter (1998):
1. Devensive / Tahap Inflamatory. Dimulai ketika sejak integritas kulit
rusak/terganggu dan berlanjut hingga 4-6 hari. Tahap ini terbagi atas
Homeostasis, Respon inflamatori, Tibanya sel darah putih di luka.
Hemostasis adalah kondisi dimana terjadi konstriksi pembuluh
darah, membawa platelet menghentikan perdarahan. Bekuan
membentuk sebuah matriks fibrin yang mencegah masuknya
organisme infeksius. Respon inflammatory adalah saat terjadi
peningkatan aliran darah pada luka dan permeabilitas vaskuler

plasma menyebabkan kemerahan dan bengkak pada lokasi luka.


Sampainya sel darah putih di luka melalui suatu proses, neutrophils
membunuh bakteri dan debris yang kemudian mati dalam beberapa
hari dan meninggalkan eksudat yang menyerang bakteri dan
membantu
selanjutnya

perbaikan
makrofag

jaringan.

Monosit

membersihkan

sel

menjadi
dari

makrofag,

debris

oleh

pagositosis, meningkatkan perbaikan luka dengan mengembalikan


asam amino normal dan glukose . Epitelial sel bergerak dari dalam
ke tepi luka selama lebih kurang 48 jam.
2. Reconstruksion / Tahap Prolifrasi Penutupan dimulai hari ke-3 atau
ke-4 dari tahap defensive dan berlanjut selama 2-3 minggu.
Fibroblast berfungsi membantu sintesis vitamin B dan C, dan asam
amino pada jaringan kollagen. Kollagen menyiapkan struktur,
kekuatan dan integritas luka. Epitelial sel memisahkan sel-sel yang
rusak.
3. Tahap Maturasi Tahap akhir penyembuhan luka berlanjut selama 1
tahun atau lebih hingga bekas luka merekat kuat.
F. Prinsip
prinsip perawatan luka post operasi Ada beberapa prinsip dalam
penyembuhan luka menurut Taylor (1997) yaitu:
1. Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan
dipengaruhi oleh luasnya kerusakan dan keadaan umum
kesehatan tiap orang.
2. Respon tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat
tetap dijaga.
3. Respon tubuh secara sistemik pada trauma.
4. Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka.
5. Keutuhan kulit dan mukosamembran disiapkan sebagai garis
pertama untuk mempertahankan diri dari Mikroorganisme.
6. Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari
benda asing tubuh termasuk bakteri.
G. Komplikasi
1. Infeksi Invasibakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma,
selama pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi

sering muncul dalam 7 hari setelah pembedahan. Gejalanya berupa


infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan drainase, nyeri,
kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan
peningkatan jumlah sel darah putih. Infeksi, infeksi luka sering
muncul pada 36-46 jam pasca operasi. Organisme yang paling sering
menimbulkan infeksi adalah stapilococusaurens, organisme gram
positif. Stapilococus mengakibatkan peranahan. Untuk menghindari
infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan
memperhatikan aseptik dan antiseptik.
2. Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit
membeku pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah
oleh benda asing (seperti drain). Hipovolemia mungkin tidak cepat
ada tanda. Sehingga balutan (dan luka di bawah balutan) jika
mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama setelah
pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu. Jika perdarahan berlebihan
terjadi, penambahan tekanan balutan luka steril mungkin diperlukan.
Pemberian cairan dan intervensi pembedahan mungkin diperlukan.
3. Dehisensi luka atau eviserasi.
Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka
adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab
dehisensi atau eviserasi luka adalah infeksi luka, kesalahan menutup
waktu pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding abdomen
sebagai akibat dari batuk dan muntah.
H. Evaluasi pasien post laparatomy, adalah :
1.
Respiratory
: Bagaimana saluran pernapasan, jenis
pernapasan, bunyi pernapasan.
2.

Sirkulasi

3.
4.

Persarafan
Balutan

5.

Peralatan

6.

Rasa nyaman

: Tensi, nadi, respirasi, dan suhu, warna kulit, dan


refill kapiler.
: Tingkat kesadaran.
: Apakah ada tube, drainage ? Apakah ada tandatanda infeksi? Bagaimana penyembuhan luka?
: Monitor yang terpasang, cairan infus atau
transfusi.
: Rasa sakit, mual, muntah, posisi pasien, dan

7.

Psikologis

fasilitas ventilasi.
: Kecemasan, suasana hati setelah operasi.

2. Konsep Dasar Teori Atresia Duodenum


A. Anatomi Fisiologi System Pencernaan
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari
mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang
berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat
gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta
membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau
merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. Saluran pencernaan
terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung,
usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga
meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu
pankreas, hati dan kandung empedu.
1) Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan
air pada hewan. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya
merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap yang
berakhir di anus.
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian
dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan
oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan
relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman
dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri
dari berbagai macam bau.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di
kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian
kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan

membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzimenzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung
antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan
menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara
sadar dan berlanjut secara otomatis.
2) Tenggorokan (Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan.
Berasal dari bahasa yunani yaitu Pharynk. Skema melintang mulut,
hidung, faring, dan laring Didalam lengkung faring terdapat tonsil
( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar
limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak
bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya
dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang
belakang. keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung,
dengan perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak
berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang
disebut ismus fausium.
Tekak terdiri dari:
a) Bagian superior
Bagian yang sangat tinggi dengan hidung. Bagian superior
disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang
menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga
b) Bagian media
Bagian yang sama tinggi dengan mulut. Bagian media
disebut orofaring,bagian ini berbatas kedepan sampai diakar
lidah
c) Bagian inferior
Bagian yang sama tinggi dengan laring. bagian inferior
disebut laring gofaring yang menghubungkan orofaring
dengan laring.
3) Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang
dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam
lambung.

Makanan

berjalan

melalui

kerongkongan

dengan

menggunakan proses peristaltik. Sering juga disebut esofagus(dari


bahasa Yunani: i, oeso membawa, dan , phagus
memakan). Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang
belakang. Menurut histologi. Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:
a) Bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)
b) Bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)
c) Serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).
4) Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk
seperti kandang keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu
a) Kardia
b) Fundus
c) Antrum.
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui
otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup.
Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi
lambung ke dalam kerongkongan. Lambung berfungsi sebagai
gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur
makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung
menghasilkan 3 zat penting :
a) Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam
lambung. Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa
menyebabkan

kerusakan

yang

mengarah

kepada

terbentuknya tukak lambung.


b) Asam klorida (HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang
diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman
lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang
terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.
c) Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)
5) Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan
yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya
akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati

melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi


isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan
makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah
kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus
halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar
( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan
lapisan serosa ( Sebelah Luar ). Usus halus terdiri dari tiga bagian
yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan
usus penyerapan (ileum).
a) Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus
halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya
ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari
merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari
bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz. Usus
dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak
terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua
belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada
usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari
pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari
bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas
jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari
(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus
halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter
pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika
penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung
untuk berhenti mengalirkan makanan.
b) Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis
yeyunum) adalah bagian kedua dari usus halus, di antara
usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum).

Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8


meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong
dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan
mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan
terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari
usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua
belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara
hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan,
yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit
untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara
makroskopis. Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang
berarti lapar dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya
berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti kosong.
c) Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus
halus. Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki
panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan
jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki
pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi
menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.
6) Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara
usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air
dari feses. Usus besar terdiri dari :
a) Kolon asendens (kanan)
b) Kolon transversum
c) Kolon desendens (kiri)
d) Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi
mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting,

seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus.
Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada
bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa
menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
7) Usus Buntu (Sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, buta) dalam
istilah anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus
penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini
ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian
besar herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora
eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya
digantikan oleh umbai cacing.
8) Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus
buntu. Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai
cacing. Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah
dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis
(infeksi rongga abdomen).Dalam anatomi manusia, umbai cacing
atau dalam bahasa Inggris, vermiform appendix (atau hanya
appendix) adalah hujung buntu tabung yang menyambung dengan
caecum. Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio.
Dalam orang dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi
bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu
tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda bisa di retrocaecal
atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.
Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ
vestigial (sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa apendiks
mempunyai fungsi dalam sistem limfatik. Operasi membuang umbai
cacing dikenal sebagai appendektomi.
9) Rektum dan Anus

Rektum (Bahasa Latin: regere, meluruskan, mengatur) adalah


sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon
sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena
tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon
desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam
rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB).
Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di
dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan
untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali
material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air
akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang
lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan
ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan
dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB. Anus
merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah
keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh
(kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus
diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses
defekasi (buang air besar BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
10) Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki
dua fungsi utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta
beberapa hormon penting seperti insulin. Pankreas terletak pada
bagian posterior perut dan berhubungan erat dengan duodenum (usus
dua belas jari).Pankraes terdiri dari 2 jaringan dasar yaitu :
1. Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan
2. Pulau pankreas, menghasilkan hormone
Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan
melepaskan hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh
pankreas akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim

proteolitik memecah protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan


oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan
aktif jika telah mencapai saluran pencernaan. Pankreas juga
melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat, yang berfungsi
melindungi duodenum dengan cara menetralkan asam lambung.
11) Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan
manusia dan memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya
berhubungan dengan pencernaan. Organ ini memainkan peran penting
dalam metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam tubuh
termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan
penetralan obat. Dia juga memproduksi bile, yang penting dalam
pencernaan. Istilah medis yang bersangkutan dengan hati biasanya
dimulai dalam hepat- atau hepatik dari kata Yunani untuk hati, hepar.
Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang
kaya akan pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini
mengalirkan darah ke dalam vena yang bergabung dengan vena yang
lebih besar dan pada akhirnya masuk ke dalam hati sebagai vena
porta. Vena porta terbagi menjadi pembuluh-pembuluh kecil di dalam
hati, dimana darah yang masuk diolah. Hati melakukan proses tersebut
dengan kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya dengan zat-zat gizi,
darah dialirkan ke dalam sirkulasi umum.
12) Kandung Empedu
Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ
berbentuk buah pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang
dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan. Pada manusia, panjang
kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau gelap
bukan karena warna jaringannya, melainkan karena warna cairan
empedu yang dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan hati dan
usus dua belas jari melalui saluran empedu.Empedu memiliki 2 fungsi
penting yaitu:
1. Membantu pencernaan dan penyerapan lemak

2. Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh,


terutama haemoglobin (Hb) yang berasal dari penghancuran sel
darah merah dan kelebihan kolesterol.

B. Defenisi Atresia Duodenum


Atresia duodenum adalah kondisi dimana duodenum tidak
berkembang baik. Kondisi ini doudeneum bisa mengalami
penyempitan secara komplit sehingga menghalangi jalannya
makanan dari lambung menuju usus untuk mengalami proses
absorbs.

C. Etiologi Atresia Duodenum


Penyebab yang mendasari terjadinya atresia doedenum sampai
saat ini belum diketahui. Atresia doedenum sering ditemukan
bersamaan dengan malformasi pada neonatus lainnya, yang
menunjukan kemungkinan bahwa anomali ini di sebabkan karena
gangguan yang dialami pada awal kehamilan. Beberapa penelitian
anomali ini diduga karena gangguan pembuluh darah mesenterika.
Gangguan ini disebabkan karena volvulus, malrotasi, gastokisis,
maupun penyebab yang lainnya.Pada atresia duodenum, juga diduga
disebabkan karena kegagalan proses rekanalisasi. Faktor resiko
maternal sampai saat ini tidak di temukan sebagai penyebab
signifikan terjadinya anomali ini. Sepertiga pasien dengan atresia
duodenum menderita pula trisomi 21(Sindrom down), akan tetapi ini
bukanlah faktor resiko yang signifikan menyebabkan terjadinya
atresia doedenum. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa 12-13%
kasus atresia doedenum disebabkan karena polihidroamnion.
D. Perkembangan Embriologi Doedenum
Doedenum dibentuk dari bagian akhir usus depan dan bagian
sefalik dari usus tengah.Titik pertemuan kedua bagian ini terletak
tepat disebelah distal pangkal tunas hati. Ketika lambung berputar,

duodenum mengambil bentuk melengkung seperti huruf C dan


memutar kekanan. Perputaran ini bersama-sama dengan tumbuhnya
caput pancreas, menyebabkan duodenum membelok dari posisi
tengahnya yang semula kearah sisi kiri rongga abdomen.
Duodeneum dan caput pancreas ditekan ke dinding dorsal badan,
dan permukaan kanan mesoduodenum dorsal menyatu dengan
peritoneum yang ada didekatnya. Kedua lapisan tersebut selanjutnya
menghilang dan duodenum serta caput pankreas menjadi terfiksasi
di posisi retroperitoneal. Mesoduodeneu menghilang sama sekali
kecuali didaerah pilorus lambung dengan sebagian kecil duodenum
(tutup duodenum) yang tetap intraperitonial. Selama bulan kedua,
lumen duodenum tersumbat oleh ploriferasi sel didindingnya. Akan
tetapi lumen ini akan mengalami rekanalisasi sesudah bulan kedua.
Usus depan akan disuplai oleh pembuluh darah yang berasal dari
arteri sefakali dan usus tengah oleh arteri mesenterika superior,
sehingga duodenum akan disuplai oleh kedua pembuluh darah
tersebut.
E. Patogenesis
Ada faktor intrinsik serta ekstrinsik yang diduga menyebabkan
terjadinya

atresiduodenum.

Faktor

intrinsic

yang

diduga

menyebabkan terjadinya anomaly ini karena kegagalan rekanalisasi


lumen usus. Duodenum dibentuk dari bagian akhir foregut dan
bagian sefalikmidgut. Selama minggu ke 5-6 lumen tersumbat oleh
proliferasi sel dindingnya dan segera mengalami rekanalisasi pada
minggu ke 8-10, kegagalan rekanalisasi ini yang disebut atresia
duodenum.
Perkembangan duodeneum terjadi karena

proses proliferasi

endoderm yang tidak adekuat (elongasi saluran cerna melebihi

proliferasinya) atau disebabkan kegagalan rekanalisasi epithelial


(kegagalan proses vakuolisasi). Banyak penelitian yang menunjukan
bahwa epitel duodenum berpoliferasi dalam usia kehamilan 30-60
hari atau pada kehamilan minggu ke-5 atau minggu ke -6, kemudian
akan menyumbat lumen duodenum secara sempurna. Kemudian
akan terjadi proses vakuolisasi. Proses ini sel mengalami proses
apoptosis yang timbul pada lumen duodenum Apoptosis akan
menyebabkan terjadinya degenerasi sel epitel, kejadian ini terjadi
pada minggu ke-11 kehamilan. Proses ini mengakibatkan terjadinya
rekanalisasi pada lumen duodenum. Apabila proses ini mengalami
kegagalan, maka lumen abdomen akan mengalami penyempitan.
Beberapa kondisi, atresia duodenum dapat disebabkan karena
faktor ekstrinsik. Kondisi ini disebabkan karena gangguan
perkembangan struktur tetangga, seperti pancreas. Atresia duodenum
berkaitan

dengan

pancreasanular.

Pankreasanular

merupakan

jaringan pankreatik yang mengelilingi sekeliling duodenum,


terutama

duodenum

bagian

desendes.

Kondisi

ini

akan

mengakibatkan gangguan perkembangan duodenum.


F. Klasifikasi
Atresia dapat diklasifikasikan kedalam tiga tipe morfologi.
Atresia tipe I terjadi pada lebih dari 90% kasus dari semua obstruksi
duodenum. Kandungan lumen diafragma meliputi mukosa dan
submukosa. Terdapat windsock deformity, dimana bagian duodenum
yang terdilatasi terdapat pada bagian distal dari duodenum yang
obstruksi. Tipe I ini, tidak ada fibrous cord dan duodenum masih
kontinu. Atresia tipe II, dikarakteristikan dengan dilatasi proksimal
dan kolaps pada segmen area distal yang terhubung oleh fibrous

cord. Atresia tipe III memiliki gap pemisah yang nyata antara
duodenal segmen distal dan segmen proksimal.
G. Manifestasi Klinis
Pasien dengan atresia duodenum memiliki gejala obstruksi usus.
Gejala akan nampak dalam 24 jam setelah kelahiran. Beberapa
pasien akan timbul gejala dalam beberapa jam hingga beberapa hari
setelah kelahiran. Muntah yang terus menerus merupakan gejala
yang paling sering terjadi pada neonates dengan atresi duodenum.
Muntah yang terus menerus ditemukan pada 85% pasien.
Muntahnya berwarna kehijauan karena muntah mengandung cairan
empedu (biliosa). Akan tetapi pada 15% kasus, muntah yang timbul
yaitu non biliosa.
Muntah neonatus akan makin sering dan progesif setelah
neonatus mendapat ASI. Karakteristik dari muntah tergantung dari
lokasi obstruksi. Jika atresia diatas papilla, maka jarang terjadi.
Apabila obstruksi pada bagian usus yang tinggi, maka muntahnya
berwarna kuning atau seperti susu yang mengental. Apabila pada
usus yang lebih distal, maka muntahnya berbau dan nampak adanya
fekal. Apabila anak terus menerus muntah pada hari pertama
kelahiran ketika diberi susu dalam jumlah yang cukup sebaiknya
dikonfirmasi dengan pemeriksaan penunjang lain seperti rontgen
dan harus dicurigai obstruksi` usus.
Ukuran faeces juga dapat digunakan sebagai gejala penting
untuk menegakan diagnosis. Anak dengan atresia, biasanya akan
memiliki meconium yang jumlahnya lebih sedikit, konsistensinya
lebih kering, dan berwarna lebih abu-abu dibandingkan meconium
yang normal. Beberapa kasus, anak memiliki meconium yang
nampak seperti normal. Pengeluaran meconium dalam 24 jam

pertama biasanya tidak terganggu. Akan tetapi pada beberapa kasus


akan terjadi gangguan. Apabila kondisi anak tidak ditangani dengan
cepat, maka anak akan mengalami dehidrasi, penurunan berat badan,
gangguan keseimbangan elektrolit. Jika dehidrasi tidak ditangani,
dapat terjadi alkalosis metabolic hypokalemia atau hipokloremia.
Pemasangan tuba orogastrikakan mengalirkan cairan empedu
(biliosa) dalam jumlah bermakna.
Anak dengan atresia duodenum juga akan mengalami aspirasi
gastrik dengan ukuran lebih dari 30 ml. Neonatus sehat, biasanya
aspirasi gastrik berukuran kurang dari 5 ml. Aspirasi gastrik ini
dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada jalan napas anak.
Pada beberapa anak, mengalami demam. Kondisi ini disebabkan
karena pasien mengalami dehidrasi. Apabila temperature diatas 39 0c,
maka kemungkinan pasien mengalami rupture intestinal atau
peritonitis.
pemeriksaan fisik ditemukan distensi abdomen. Akan tetapi
distensi ini tidak selalu ada, tergantung pada level atresia dan
lamanya pasien tidak dirawat. Jika obstruksi pada duodenum,
distensi terbatas pada epigastrium. Distensi dapat tidak terlihat jika
pasien terus menerus muntah. Kasus lain, distensi tidak nampak
sampai neonatus berusia 24-48 jam, tergantung pada jumlah susu
yang dikonsumsim neonatus dan muntah yang dapat menyebabkan
traktus alimentary menjadi kosong. Pada beberapa neonates, distensi
bisa sangat besar setelah hari ke tiga sampai hari ke empat, kondisi
ini terjadi karena rupture lambung atau usus sehingga cairan
berpindah kekavum peritoneal. Neonatus dengan atresia duodenum
memiliki gejala khas perut yang berbentuk skafoid.

Saat auskultasi, terlihat gelombang peristaltic gastrik yang


melewati epigastrium dari kiri ke kanan atau gelombang peristaltic
duodenum pada kuadran kanan atas. Apabila obstruksi pada
jejenum, ileum, maupun kolon maka gelombang peristaltic akan
terdapat pada semua dinding perut.
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan saat prenatal maupun
saat postnatal
1. Prenatal
Diagnosis saat masa prenatal yakni dengan melakukan
prenatal ultrasonigafi. Sonografi dapat mengevaluasi adanya
polihidroamnion dengan melihat adanya struktur yang berisi
dua cairan dengan gambaran double bubble pada 44% kasus.
Sebagian besar kasus atresia duodenum dideteksi antara
bulan ke 7 dan ke 8 kehamilan, akan tetapi beberapa
penelitian bisa terdeteksi pada minggu ke 20.
2. Posnatal
Pemeriksaan yang dilakukan pada neonetus yang baru
lahir dengan kecurigaan atresia duodenum, yakni pemerisaan
laboratorium dan pemeriksaan radoigrafi. Pemeriksaan
laboratorium yang diperiksa yakni pemeriksaan serum, darah
lengkap serta fungsi ginjal pasien. Pasien biasanya muntah
yang semakin progersife, sehingga pasien akan mengalami
gangguan elektrolit. Oleh karena itu, gangguan elektrolit
harus lebih dahulu dikoreksi sebelum melakukan operasi.
Disamping itu, dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk
mengetahui apakah pasien mengalami demam karena
peritonitis dan kondisi pasien secara umum.
Pemeriksaan roentgen yang pertama kali dilakukan yakni
plain abdominal x-ray. X-ray akan menunjukan gambaran

double-bubble sign tanpa gas pada distal pada usus, pada sisi
kiri proksimal dari usus nampak gambaran-gambaran
lambung yang terisi cairan dan udara dan terdapat dilatasi
duodenum proksimal pada garis tengah agak kekanan.
Apabila pada x-ray terdapat gas distal, kondisi tersebut tidak
mengeksklusi atresia duodenum. Neonatus yang mengalami
dekompresi misalnya karena muntah, maka udara akan
berangsur- angsur masuk kedalam lambung dan juga akan
menyababkan gambaran double-bubble.
I. Tatalaksana
Tatalaksana yang dilakukan meliputi tatalaksana pre operatif,
intra operatif, post operative:
1. Tatalaksana pre operative
Setelah diagnosis ditegakan, maka tindakan yang tepat
dperlukan

dengan

melakukan

koreksi,

terhadap

keseimbangan cairan dan abnormalitas elektrolit serta


melakukan kompresi pada gastrik.
a. Dilakukan pemasangan orogastrik tube
b. Menjaga hidrasi IV.
Menagemen preoperative ini dilakukan mulai dari pasien
lahir. Sebagian besar pasien dengan deudenum atresia
merupakan pasien premature dan kecil, sehingga perawatan
khusus diperlukan untuk menjaga panas bayi dan mencegah
terjadinya hipoglikemi, tertuma pada kasus berat badan lahir
yang sangat rendah dan penyakit pada respirasi. Sebaiknya
pasien dirawat dalam incubator.
2. Tatalaksana intra operative
Saat ini, prosedur yang dipakai saat ini adalah
laparoskopi maupun open duodenoduodenostomi. Teknik
untuk anastomosisnya dilakukan pada bagian proksimal serta

melintang kebagian distal secara longitudinal atau diamond


shape.
Dilakukan anastomosis diamond shaped pada bagian
proksimal secara transversal dan distal secara longitudinal.
Melalui teknik ini akan didapatkan diameter anastomosis
yang

lebih

besar,

dimana

kondisi

ini

lebih

baik

mengosongkan duodenum bagian atas. Beberapa kasus,


duodenoduodenostomi

dapat

sebagai

alternative

dan

menyebabkan proses perbaikan yang lebih mudah dengan


pembedahan minimal.
Tindakan open duodenoduodenostomi dapat dilakukan
sisi secara transversal pada kuadran kanan atas pada
suprambilika. Melakukan open duodenoduodenostomi, pada
Negara maju dapat dilakukan teknik operasi menggunakan
laparoscopic .
3. Tatalaksana post operative
Periode postoperative, maka infus intravena tetap
dianjurkan. Pasien menggunakan transanatomotic tube pada
jejenum, dan pasien dapat mulai menyusui setelah 48 jam
pasca operasi. Untuk mendukung nutrisi jangka panjang,
maka dapat di pasang kateter intravena

baik sentaral

maupun perifer apabila transanatomotic enteral tidak adekuat


unuk memberi suplai nutrsi serta tudak di toleransi oleh
pasien. Semua pasien memiliki periode aspirasi asam
lambung yang berwarna empedu. Kondisi ini terjadi karena
peristaltic yang tidan efektif atau distensi pada duodenum
bagian atas. Permulaan awal memberi makanan oral
tergantung pada penurunan volume gastrik yang di aspirasi.

BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY N.A DENGAN POST


LAPARATOMI ATAS INDIKASI ATRESIA DUODENUM
DI RUANGAN CEMPAKA 1 NEONATUS RSUP SANGLAH
DENPASAR
Periode 28-08-2016 Sampai 30-08-2016
Ruang

: cempaka 1

Tanggal Pengkajian

: 28 / 8 / 2015

I. IDENTITAS/BIODATA
a. Identitas bayi
Nama
: By Ny N.A
Tanggal lahir
: 13/08/2016
Jenis kelamin
: laki-laki
b. Identitas orang tua
Nama Ibu
Umur
Suku/Kebangsaan
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat Rumah

:
:
:
:
:
:
:

Ny.N.A
21 tahun
Jawa/Indonesia
Islam
SMP
IRT
Dalung permai blok

Nama Ayah
Umur
Suku/Kebangsaan
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat Rumah

:
:
:
:
:
:
:

Tn. P.K
24 tahun
Jawa/Indonesia
Islam
SMA
Swasta
Dalung permai blok B

B no 43

no 43

II. DATA SUBJEKTIF


1. Keluhan Utama :
Ibu mengatakan bayinya sudah di operasi pada tanggal 18/08/2016 di
perut. Bayi masih lemah karena puasa.
2. Riwayat penyakit saat ini
Ibu mengatakan bahwa bayinya lahir tanggal 13/08/2016, dalam
keadaan sehat. Tanggal 14/08/2018 bayi dibawa ke UGD karena
muntah kehijauan sebanyak 9x . Tidak buang air besar, buang air kecil
3 jam yang lalu. Dokter mengatakan ada sumbatan pada usus bayi dan
harus dilakukan tindakan operasi. Tanggal 18/08/2016 bayi di operasi
(laparatomi colonastomy), setelah operasi bayi di pindahkan ke ruang
NICU dan mendapat perawatan sampai tanggal 24/08/2016,kemudian
pada tanggal 25/08/2016 bayi dipindahkan ke ruang cempaka.
3. Riwayat kehamilan
a. HPHT
: 31/12/2015
b. HPL
: /9/2016
c. Keluhan-keluhan
: Ibu mengatakan tidak ada keluhan
d. ANC
e. Imunisasi TT

selama kehamilannya
: Ibu mengatakan periksa teratur di dokter
spesialis kandungan.
: Ibu mengatakan selama hamil sudah
mendapat imunisasi TT 2 kali.

Riwayat persalinan
Ibu :
a.
b.
c.
d.

Tanggal
Tempat
Jenis
Penolong

: 13/08/2016
: RSIA Harapan Bunda
: Spontan pervaginam
: Bidan

e. Komplikasi

: Tidak ada

Bayi :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Tanggal lahir
Jenis kelamin
Berat badan
Panjang badan
Lingkar kepala
Lingkar dada

: 13-08-2016
: Laki-laki
: 3.000 gram
: 50 cm
: 33 cm
: 29 cm

III.
DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan umum
a. Keadaan umum
: tampak lemah
b. Tanda Vital
1) Pernapasan
: 40 kali/menit
2) Denyut jantung : 140 kali/menit
3) Suhu
: 36,6 C
2. Pemeriksaan fisik secara klinis
a. Kepala
: Tidak ada caput succedaneum,
b. Muka
: Simetris, tidak ada oedema
c. Mata
: Simetris, konjungtiva merah muda,
sklera putih
d. Telinga
: Simetris, tidak ada kelainan
e. Hidung
: Simetris, tidak ada polip
f. Mulut
: Bibir kering, mukosa bibir merah muda,
tidak ada labiopalatokisis, terpasang
OGT
g. Leher
: Tidak ada kelainan
h. Dada
: Simetris, tidak ada pembesaran, tidak
ada retraksi
i. Abdomen inspeksi : Ada bekas luka operasi yang tertutup
kasa steril ( post operasi laparatomi
colonastomi)
auskultasi : Ada bising usus
j. Ekstremitas atas

: Hangat, capilaryrefil< 2 detik,


pada tangan kanan ada terpasang infus
D 17,5 %
Ekstremitas bawah : Hangat, capilaryrefil< 2 detik,

k. Genetalia
l. Anus
3. Pemeriksaan refleks
a. Refleks morro

tidak ada kelainan


: Testis sudah turun ke skrotum
: Ada, tidak ada kelainan

: Positif, bisa dilakukan rangsangan,


lengan ekstensi dengan ibu jari dan jari
telunjuk bentuk huruf c
b. Refleks rooting : Positif, dilakukan sentuhan pada pipi dan
kepala bayi menoleh kearah sentuhan
c. Refleks sucking : Positif, saat dimasukan jari
kelingking bayi menghisap dengan
kuat
d. Refleks babinski : Positif, jari-jari mengcengkram
ketika bagian bawah kaki di usap
e. Refleks grasping : Bayi menggangam jari kuat ketika
menyentuh telapak tangan
f. Refleks tonik neck : Tidak dilakukan karena kondisi
bayi.

4. Antropometri
a. Lingkar kepala
b. Lingkar dada
c. Berat badan
d. Panjang badan
5. Eliminasi
a. BAK
b. BAB

: 33 cm
: 29 cm
: 2750 gram
: 50 cm
: Frekuensi 3 kali/hari, warna kuning
: Frekuensi 1 kali/hari, warna dempul
konsisten lunak pada tanggal 28/08/2016

IV.
DATA PENUNJANG
Tanggal : 27/08/2016
Pemeriksaan laboratorium
PARAMETE
R

HASI
L

SATUA
N

NILAI
RUJUKA
N

WBC

16.84

103/L

9.10-34.0

RBC

2.92

106/L

4.0-6.6

REMARK
S

METODE

Flowcytometr
i
Rendah

Flowcytometr
i

HGB

11.01

g/d

14.5-22.5

Rendah

Flowcytometr
i

HCT

30.09

45.0-67.0

Rendah

Flowcytometr
i

RDW

13.37

14.9-18.7

Rendah

Flowcytometr
i

PLT

57.07

103/L

140-440

Critical
value

Flowcytometr
i

IT Ratio

0.10

<0.20

V. ASSESMENT
By. Ny N.A usia 15 hari dengan Post Laparatomi Atas Indikasi Atresia
Duodenum hari ke 10.
Masalah : adanya luka operasi yang belum sembuh dan kemungkinan
terjadinya infeksi
kebutuhan : melakukan perawatan luka operasi.

VI. PENATALAKSANAAN
1. Memberitahu ibu agar bayinya tidak di beri minum apa-apa karena ususnya
belum baik untuk menerima makanan.
Ibu mengerti penjelasan yang di berikan dan tidak memberi bayi makan
atau minum apapun.
2. Observasi Tanda-tanda vital tiap 6 jam.
07.00 : Denyut jantung : 140 kali/menit, pernapasan : 40 kali/menit, Suhu :
36,8 C
13.00 : Denyut jantung : 140 kali/menit, pernapasan : 40 kali/menit, Suhu :
36,8 C
3. Observasi intake dan output
Intake pukul 06.00-09.00 wita 180 ml (cairan infus)
output pukul 06.00-09.00 wita 192 ml (Buang Air Kecil 158 ml +
Insensible Water Loss 34 ml)

4. Merawat bayi dalam incubator dengan suhu 32.4 c


Bayi sudah ada dalam incubator dengan suhu 32.4 c
5. Beritahu ibu untuk selalu mencuci tangan dengan sabun dan air atau
sanitizers yang sudah tersedia setiap kali kontak dengan bayinya untuk
mencegah terjadi infeksi.
Ibu selalu mencuci tangan menggunakan air dan sabun atau sanitizers yang
berada di dekat incubator bayi.
6. Bersihkan tubuh bayi setiap pagi menggunakan kapas yang di basahi air
hangat dan mengganti pakaian bayi dengan pakaian yang bersih dan
kering ,mengganti popok bayi setiap kali basah atau penuh.
Bayi sudah bersih dan rapi, popok bayi dalam keadaan bersih dan kering.
7. Merawat bayi dalam incubator dengan suhu 32,9c
Bayi sudah didalam incubator dan sudah mendapat perawatan
8. Menguatkan ibu agar sabar dalam menghadapi kondisi bayinya serta
mendekatkan diri pada yang Maha Kuasa.
Ibu terlihat tenang dalam merawat bayinya.
9. Kolaborasi dengan dokter untuk terapi bayi :
a. Orogastric tube decompresi
b. Infus drip:
I.
Dextrosa 17,5 %
99 ml
II.
Nacl 3%
16 ml
III.
Kcl3
3 ml
IV. Ca glukosa
3 ml
V. Aminofusinpaed (3 gr/kg/hari)
168 ml
VI.
Lipid (3 gr/kg/hari)
41 ml
Kecepatan 14 ml/jam
c. Albumin maintenance 1 gr/kg/hari setara 14 ml/hari
d. Cefazolin 140 mg tiap 6 jam
e. Amikasin 20 mg tiap 8 jam
f. Microlac sup
CATATAN PERKEMBANGAN I
Hari/tanggal
Jam
Minggu,

Catatan perkembangan
S

:-

29/08/2016

: Mulut bayi :mukosa bibir kering, terpasang selang


OGT keluar cairan hijau. Denyut jantung :42
kali/menit, Suhu : 36,8 C dan perut bayi diatas pusat

Paraf

ada luka operasi masih tertutup kasa kering steril dan


bersih.
14.00

: By. Ny. N.A usia 16 hari dengan post laparatomi hari


ke 11

:
1. Beritahu ibu bahwa bayinya masih di puasakan karena

14.30

gerakan usus belum sempurna dan tunggu sampai ada


instruksi dokter untuk memperbolehkan bayi minum .
Ibu mengerti dan menerima informasi yang di berikan
2. Observasi Tanda-tanda vital tiap 6 jam :
Denyut jantung : 142 kali/menit, Pernapasan : 42

18.00

kali/menit, Suhu : 36,8 C


3. Mengganti popok bayi tiap 3 jam untuk mencegah
infeksi dan iritasi kulit.
Popok bayi sudah di ganti dan bayi dalam keadaan
bersih dan kering.

CATATAN PERKEMBANGAN II
Hari/tanggal
Jam
Senin,

Catatan perkembangan
S

:-

29/08/2016

: Bayi sesekali menangis keras dan susah tidur (rewel)


Mulut bayi: mukosa bibir kering, terpasang selang
OGT keluar cairan hijau. Denyut jantung : 42
kali/menit, Suhu : 36,8 C dan perut bayi diatas pusat
ada luka operasi masih tertutup kasa steril dan bersih
(Luka tidak infeksi).

07.00

: By. Ny. N.A usia 17 hari dengan post laparatomi hari


ke 12

Paraf

08.00

:
1. Menenangkan bayi dengan mengelus-elus kepala bayi.
2. Membersihkan tubuh bayi menggunakan kapas yang
di basahi air hangat dan mengganti pakaian bayi
dengan pakaian yang bersih dan kering, mengganti

08.30

popok bayi setiap kali basah atau penuh.


Bayi sudah bersih dan rapi, popok bayi dalam keadaan
bersih dan kering.
3. Mengobservasi Tanda-tanda vital tiap 6 jam :
Denyut jantung : 142 kali/menit, Pernapasan : 42
kali/menit, Suhu : 36,8 C.

BAB IV
PEMBAHASAN
Di dalam laporan ini dibahas tentang kendala atau hambatan melaksanakan
asuhan kebidanan pada By Ny . N.A usia 15 hari dengan Post Laparatomi
Atas Indikasi Atresia Duodenum hari ke 10 di Ruangan Cempaka 1
Neonatus RSUP Sanglah penulis tidak mendapat kesenjangan dengan teori.
Semua prosedur tindakan yang dilakukan di lapangan sama dengan yang
terdapat di teori.

Setelah dilakukan asuhan kebidanan pada pasien By Ny . N.A usia 15


hari dengan Post Laparatomi Atas Indikasi Atresia Duodenum hari ke 10
yang melibatkan pasien dan keluarga, penulis tidak menemukan hambatan.
NY. N.A kooperatif saat dilakukan pengkajian hingga evaluasi dan
ditunjang oleh pemeriksaan penunjang lainnya yang sesuai dengan diagnosa
yang ditegakkan.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Laparotomi adalah pembedahan yang dilakukan pada usus akibat
terjadinya perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus. (Arif
Mansjoer, 2010).
Laparatomi adalah pembedahan perut, membuka selaput perut dengan
operasi.(Lakaman 2011).
Atresia duodenum adalah kondisi dimana duodenum tidak berkembang
baik. Kondisi ini doudeneum bisa mengalami penyempitan secara komplit
sehingga menghalangi jalannya makanan dari lambung menuju usus untuk
mengalami proses absorbs.
B. Saran
1. Bagi Tenaga Kesehatan
Untuk tenaga kesehatan terutama perawat/bidan diharapkan bisa
mengerti dan memahami tentang pengertian, penyebab dan
pengobatan dari Post Laparatomi Atas Indikasi Atresia Duodenum
agar saat menerapkan asuhan pada pasien tidak terjadi suatu
kesalahan yang menyebabkan keadaan pasien bertambah parah atau
bahkan bisa mengalami kematian.
2. Bagi pasien dan keluarga
Bagi pasien dan keluarga diharapkan dapat mengenali gejala pada
Post Laparatomi Atas Indikasi Atresia Duodenum agar dapat
ditangani dengan baik sejak awal untuk mempercepat proses
penyembuhan penyakit ini.

DAFTAR PUSTAKA
Laura K, Dkk. Intestinal Atresia Dan Stenosis. Arch Surg. 2007
Free FA, Barry G. Duodenum Obstruction In The Newborn Due To Annular
Pancreas. Surg. 2004
Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Ileus Obstruksi. Dalam:
KapitaSelekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Penerbit Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2000.

Felicitas EW, Afu AJ, Sanjay K. Duidenal Atresia And Stenosis. 2009
http://tutorialkuliah.blogspot.com/2010/06/konsep-dasar-laparatomieksplorasi.html
http://semangateli.blogspot.com/2010/05/post-op-laparatomy.html

Anda mungkin juga menyukai