A UMUR
15 HARI DENGAN POST LAPARATOMI ATAS INDIKASI ATRESIA
DUODENUM DI RUANGAN CEMPAKA 1 NEONATUS RSUP
SANGLAH DENPASAR
Periode 28-08-2016 Sampai 30-08-2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmad-Nya sehingga Praktek Kerja Lapangan di RSUP Sanglah Denpasar
Bali dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Sesuai dengan program Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan
Kupang semester V, mahasiswa Kebidanan Jalur Reguler angkatan XVI
melaksanakan Praktek Kerja Lapangan pada tanggal 28 sampai 30 agustus 2016
untuk menerapkan teori asuhan kebidanan pada bayi dengan Post Laparatomi
Atas Indikasi Atresia Duodenum.
Ucapan terima kasih pula kepada berbagai pihak di RSUP Sanglah
Denpasar yang memberikan masukan dan saran-saran yang bersifat
membangun sehingga laporan ini dapat dibuat dengan baik. Oleh karena itu,
penulis menyampaikan ucapan terima kasih. Kritik dan saran sangat diharapkan
untuk penyempurnaan penulisan laporan selanjutnya.
Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah kesehatan terus berkembang mengikuti perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta masyarakat yang dinamis,
semakin memacu tenaga kesehatan untuk terus meningkatkan kuantitatif
dan kualitas pelayanan dalam upaya mencapai tujuan pembangunan
kesehatan.Walaupun pengetahuan semakin berkembang tapi bisa saja
dalam menangani suatu penyakit tidak begitu efisien, apalagi dengan
pasien post operasi harus memerlukan penanganan yang berkompetent.
Pada pasien post operasi laparatomi seorang pasien memerlukan
perawatan yang maksimal demi mempercepat proses kesembuhan luka
pasca
bedah
bahkan
penyembuhan
fisik
pasien
itu
sendiri.
RI) laparatomi meningkat dari 162 pada tahun 2005 menjadi 983 kasus
pada tahun 2006 dan 1.281 kasus pada tahun 2007.
Melihat kondisi pasien post operasi
laparatomi
yang
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Konsep Dasar Teori Post Laparatomi
A. Definisi
Laparotomi adalah pembedahan yang dilakukan pada usus akibat
terjadinya perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus. (Arif
Mansjoer, 2010).
Laparatomi adalah pembedahan perut, membuka selaput perut
dengan operasi.(Lakaman 2011).
B. Etiologi
Etiologi
sehingga
dilakukan
laparatomi
adalah
karena
perbaikan
makrofag
jaringan.
Monosit
membersihkan
sel
menjadi
dari
makrofag,
debris
oleh
Sirkulasi
3.
4.
Persarafan
Balutan
5.
Peralatan
6.
Rasa nyaman
7.
Psikologis
fasilitas ventilasi.
: Kecemasan, suasana hati setelah operasi.
membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzimenzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung
antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan
menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara
sadar dan berlanjut secara otomatis.
2) Tenggorokan (Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan.
Berasal dari bahasa yunani yaitu Pharynk. Skema melintang mulut,
hidung, faring, dan laring Didalam lengkung faring terdapat tonsil
( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar
limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak
bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya
dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang
belakang. keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung,
dengan perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak
berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang
disebut ismus fausium.
Tekak terdiri dari:
a) Bagian superior
Bagian yang sangat tinggi dengan hidung. Bagian superior
disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang
menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga
b) Bagian media
Bagian yang sama tinggi dengan mulut. Bagian media
disebut orofaring,bagian ini berbatas kedepan sampai diakar
lidah
c) Bagian inferior
Bagian yang sama tinggi dengan laring. bagian inferior
disebut laring gofaring yang menghubungkan orofaring
dengan laring.
3) Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang
dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam
lambung.
Makanan
berjalan
melalui
kerongkongan
dengan
kerusakan
yang
mengarah
kepada
seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus.
Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada
bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa
menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
7) Usus Buntu (Sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, buta) dalam
istilah anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus
penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini
ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian
besar herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora
eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya
digantikan oleh umbai cacing.
8) Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus
buntu. Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai
cacing. Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah
dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis
(infeksi rongga abdomen).Dalam anatomi manusia, umbai cacing
atau dalam bahasa Inggris, vermiform appendix (atau hanya
appendix) adalah hujung buntu tabung yang menyambung dengan
caecum. Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio.
Dalam orang dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi
bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu
tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda bisa di retrocaecal
atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.
Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ
vestigial (sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa apendiks
mempunyai fungsi dalam sistem limfatik. Operasi membuang umbai
cacing dikenal sebagai appendektomi.
9) Rektum dan Anus
atresiduodenum.
Faktor
intrinsic
yang
diduga
proses proliferasi
dengan
pancreasanular.
Pankreasanular
merupakan
duodenum
bagian
desendes.
Kondisi
ini
akan
cord. Atresia tipe III memiliki gap pemisah yang nyata antara
duodenal segmen distal dan segmen proksimal.
G. Manifestasi Klinis
Pasien dengan atresia duodenum memiliki gejala obstruksi usus.
Gejala akan nampak dalam 24 jam setelah kelahiran. Beberapa
pasien akan timbul gejala dalam beberapa jam hingga beberapa hari
setelah kelahiran. Muntah yang terus menerus merupakan gejala
yang paling sering terjadi pada neonates dengan atresi duodenum.
Muntah yang terus menerus ditemukan pada 85% pasien.
Muntahnya berwarna kehijauan karena muntah mengandung cairan
empedu (biliosa). Akan tetapi pada 15% kasus, muntah yang timbul
yaitu non biliosa.
Muntah neonatus akan makin sering dan progesif setelah
neonatus mendapat ASI. Karakteristik dari muntah tergantung dari
lokasi obstruksi. Jika atresia diatas papilla, maka jarang terjadi.
Apabila obstruksi pada bagian usus yang tinggi, maka muntahnya
berwarna kuning atau seperti susu yang mengental. Apabila pada
usus yang lebih distal, maka muntahnya berbau dan nampak adanya
fekal. Apabila anak terus menerus muntah pada hari pertama
kelahiran ketika diberi susu dalam jumlah yang cukup sebaiknya
dikonfirmasi dengan pemeriksaan penunjang lain seperti rontgen
dan harus dicurigai obstruksi` usus.
Ukuran faeces juga dapat digunakan sebagai gejala penting
untuk menegakan diagnosis. Anak dengan atresia, biasanya akan
memiliki meconium yang jumlahnya lebih sedikit, konsistensinya
lebih kering, dan berwarna lebih abu-abu dibandingkan meconium
yang normal. Beberapa kasus, anak memiliki meconium yang
nampak seperti normal. Pengeluaran meconium dalam 24 jam
double-bubble sign tanpa gas pada distal pada usus, pada sisi
kiri proksimal dari usus nampak gambaran-gambaran
lambung yang terisi cairan dan udara dan terdapat dilatasi
duodenum proksimal pada garis tengah agak kekanan.
Apabila pada x-ray terdapat gas distal, kondisi tersebut tidak
mengeksklusi atresia duodenum. Neonatus yang mengalami
dekompresi misalnya karena muntah, maka udara akan
berangsur- angsur masuk kedalam lambung dan juga akan
menyababkan gambaran double-bubble.
I. Tatalaksana
Tatalaksana yang dilakukan meliputi tatalaksana pre operatif,
intra operatif, post operative:
1. Tatalaksana pre operative
Setelah diagnosis ditegakan, maka tindakan yang tepat
dperlukan
dengan
melakukan
koreksi,
terhadap
lebih
besar,
dimana
kondisi
ini
lebih
baik
dapat
sebagai
alternative
dan
baik sentaral
BAB III
TINJAUAN KASUS
: cempaka 1
Tanggal Pengkajian
: 28 / 8 / 2015
I. IDENTITAS/BIODATA
a. Identitas bayi
Nama
: By Ny N.A
Tanggal lahir
: 13/08/2016
Jenis kelamin
: laki-laki
b. Identitas orang tua
Nama Ibu
Umur
Suku/Kebangsaan
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat Rumah
:
:
:
:
:
:
:
Ny.N.A
21 tahun
Jawa/Indonesia
Islam
SMP
IRT
Dalung permai blok
Nama Ayah
Umur
Suku/Kebangsaan
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat Rumah
:
:
:
:
:
:
:
Tn. P.K
24 tahun
Jawa/Indonesia
Islam
SMA
Swasta
Dalung permai blok B
B no 43
no 43
selama kehamilannya
: Ibu mengatakan periksa teratur di dokter
spesialis kandungan.
: Ibu mengatakan selama hamil sudah
mendapat imunisasi TT 2 kali.
Riwayat persalinan
Ibu :
a.
b.
c.
d.
Tanggal
Tempat
Jenis
Penolong
: 13/08/2016
: RSIA Harapan Bunda
: Spontan pervaginam
: Bidan
e. Komplikasi
: Tidak ada
Bayi :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Tanggal lahir
Jenis kelamin
Berat badan
Panjang badan
Lingkar kepala
Lingkar dada
: 13-08-2016
: Laki-laki
: 3.000 gram
: 50 cm
: 33 cm
: 29 cm
III.
DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan umum
a. Keadaan umum
: tampak lemah
b. Tanda Vital
1) Pernapasan
: 40 kali/menit
2) Denyut jantung : 140 kali/menit
3) Suhu
: 36,6 C
2. Pemeriksaan fisik secara klinis
a. Kepala
: Tidak ada caput succedaneum,
b. Muka
: Simetris, tidak ada oedema
c. Mata
: Simetris, konjungtiva merah muda,
sklera putih
d. Telinga
: Simetris, tidak ada kelainan
e. Hidung
: Simetris, tidak ada polip
f. Mulut
: Bibir kering, mukosa bibir merah muda,
tidak ada labiopalatokisis, terpasang
OGT
g. Leher
: Tidak ada kelainan
h. Dada
: Simetris, tidak ada pembesaran, tidak
ada retraksi
i. Abdomen inspeksi : Ada bekas luka operasi yang tertutup
kasa steril ( post operasi laparatomi
colonastomi)
auskultasi : Ada bising usus
j. Ekstremitas atas
k. Genetalia
l. Anus
3. Pemeriksaan refleks
a. Refleks morro
4. Antropometri
a. Lingkar kepala
b. Lingkar dada
c. Berat badan
d. Panjang badan
5. Eliminasi
a. BAK
b. BAB
: 33 cm
: 29 cm
: 2750 gram
: 50 cm
: Frekuensi 3 kali/hari, warna kuning
: Frekuensi 1 kali/hari, warna dempul
konsisten lunak pada tanggal 28/08/2016
IV.
DATA PENUNJANG
Tanggal : 27/08/2016
Pemeriksaan laboratorium
PARAMETE
R
HASI
L
SATUA
N
NILAI
RUJUKA
N
WBC
16.84
103/L
9.10-34.0
RBC
2.92
106/L
4.0-6.6
REMARK
S
METODE
Flowcytometr
i
Rendah
Flowcytometr
i
HGB
11.01
g/d
14.5-22.5
Rendah
Flowcytometr
i
HCT
30.09
45.0-67.0
Rendah
Flowcytometr
i
RDW
13.37
14.9-18.7
Rendah
Flowcytometr
i
PLT
57.07
103/L
140-440
Critical
value
Flowcytometr
i
IT Ratio
0.10
<0.20
V. ASSESMENT
By. Ny N.A usia 15 hari dengan Post Laparatomi Atas Indikasi Atresia
Duodenum hari ke 10.
Masalah : adanya luka operasi yang belum sembuh dan kemungkinan
terjadinya infeksi
kebutuhan : melakukan perawatan luka operasi.
VI. PENATALAKSANAAN
1. Memberitahu ibu agar bayinya tidak di beri minum apa-apa karena ususnya
belum baik untuk menerima makanan.
Ibu mengerti penjelasan yang di berikan dan tidak memberi bayi makan
atau minum apapun.
2. Observasi Tanda-tanda vital tiap 6 jam.
07.00 : Denyut jantung : 140 kali/menit, pernapasan : 40 kali/menit, Suhu :
36,8 C
13.00 : Denyut jantung : 140 kali/menit, pernapasan : 40 kali/menit, Suhu :
36,8 C
3. Observasi intake dan output
Intake pukul 06.00-09.00 wita 180 ml (cairan infus)
output pukul 06.00-09.00 wita 192 ml (Buang Air Kecil 158 ml +
Insensible Water Loss 34 ml)
Catatan perkembangan
S
:-
29/08/2016
Paraf
:
1. Beritahu ibu bahwa bayinya masih di puasakan karena
14.30
18.00
CATATAN PERKEMBANGAN II
Hari/tanggal
Jam
Senin,
Catatan perkembangan
S
:-
29/08/2016
07.00
Paraf
08.00
:
1. Menenangkan bayi dengan mengelus-elus kepala bayi.
2. Membersihkan tubuh bayi menggunakan kapas yang
di basahi air hangat dan mengganti pakaian bayi
dengan pakaian yang bersih dan kering, mengganti
08.30
BAB IV
PEMBAHASAN
Di dalam laporan ini dibahas tentang kendala atau hambatan melaksanakan
asuhan kebidanan pada By Ny . N.A usia 15 hari dengan Post Laparatomi
Atas Indikasi Atresia Duodenum hari ke 10 di Ruangan Cempaka 1
Neonatus RSUP Sanglah penulis tidak mendapat kesenjangan dengan teori.
Semua prosedur tindakan yang dilakukan di lapangan sama dengan yang
terdapat di teori.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Laparotomi adalah pembedahan yang dilakukan pada usus akibat
terjadinya perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus. (Arif
Mansjoer, 2010).
Laparatomi adalah pembedahan perut, membuka selaput perut dengan
operasi.(Lakaman 2011).
Atresia duodenum adalah kondisi dimana duodenum tidak berkembang
baik. Kondisi ini doudeneum bisa mengalami penyempitan secara komplit
sehingga menghalangi jalannya makanan dari lambung menuju usus untuk
mengalami proses absorbs.
B. Saran
1. Bagi Tenaga Kesehatan
Untuk tenaga kesehatan terutama perawat/bidan diharapkan bisa
mengerti dan memahami tentang pengertian, penyebab dan
pengobatan dari Post Laparatomi Atas Indikasi Atresia Duodenum
agar saat menerapkan asuhan pada pasien tidak terjadi suatu
kesalahan yang menyebabkan keadaan pasien bertambah parah atau
bahkan bisa mengalami kematian.
2. Bagi pasien dan keluarga
Bagi pasien dan keluarga diharapkan dapat mengenali gejala pada
Post Laparatomi Atas Indikasi Atresia Duodenum agar dapat
ditangani dengan baik sejak awal untuk mempercepat proses
penyembuhan penyakit ini.
DAFTAR PUSTAKA
Laura K, Dkk. Intestinal Atresia Dan Stenosis. Arch Surg. 2007
Free FA, Barry G. Duodenum Obstruction In The Newborn Due To Annular
Pancreas. Surg. 2004
Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Ileus Obstruksi. Dalam:
KapitaSelekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Penerbit Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2000.
Felicitas EW, Afu AJ, Sanjay K. Duidenal Atresia And Stenosis. 2009
http://tutorialkuliah.blogspot.com/2010/06/konsep-dasar-laparatomieksplorasi.html
http://semangateli.blogspot.com/2010/05/post-op-laparatomy.html