Anda di halaman 1dari 19

Clinical Science Session

INVERSIO UTERI

Oleh :

Arjuna Fiqrillah 1740312254

Preseptor :

dr. Zeino Fridsto, Sp. OG

BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

RUMAH SAKIT ACHMAD MOCHTAR

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

BUKITTINGGI

2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Inversio uteri merupakan suatu kasus obstetri yang gawat namun jarang

terjadi.1 Kasus ini termasuk perdarahan pasca persalinan yang harus ditangani

dengan segera sebelum terjadi komplikasi yang serius seperti syok dan kematian.2

Insidens terjadinya inversio uteri bervariasi dan dapat terjadi dari 1 per 2000

kelahiran hingga 1 per 50,000 kelahiran. Suatu penelitian mendapatkan bahwa

inversio uteri mempunyai angka mortalitas sebanyak 12-25%.1

Inversio uteri didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana lapisan dalam

uterus (endometrium) turun dan keluar lewat ostium eksternum, yang dapat bersifat

inkomplit sampai komplit.3 Inversio uteri dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat

kelainan dan waktu kelainan. Terdapat 4 derajat kelainan yaitu derajat 1 dan 2

(inkomplit), derajat 3 (komplit), dan derajat 4 (total).4 Berdasarkan waktu kelainan,

dibagi menjadi inversio uteri akut, subakut dan kronis.5,6

Suatu diagnosis inversio uteri dapat ditegakkan melalui anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Secara klinis, dapat ditemukan massa pada vagina, fundus uteri

yang tidak teraba, disertai dengan nyeri abdomen, perdarahan dan syok.1,7

Sekiranya diagnosis tidak dapat ditegakkan dengan secepatnya, perdarahan yang

masif dapat menyebabkan syok bahkan kematian kepada pasien.1 Sehingga

penatalaksanaan yang cepat dan tuntas harus dilakukan.

Prinsip penatalaksanaan pada inversio uteri adalah dilakukan resusitasi dan

reposisi uterus pada waktu yang bersamaan.8 Reposisi uterus dapat dilakukan
dengan manuver Johnson dan sekiranya gagal dilakukan reposisi hidrostatik dengan

manuver O’Sullivan.9 Jika reposisi uterus gagal dilakukan dengan kedua-dua

manuver tersebut, maka tindakan operatif dipertimbangkan.8,9

Prognosis suatu kasus inversio uteri tergantung pada tindakan

pencegahannya, kecepatan penegakkan diagnosis dan manajemen yang tuntas dari

ahli kebidanan. Oleh itu, cara manajemen persalinan kala III yang baik serta latihan

penanganan kasus ini haruslah diajarkan kepada ahli kebidanan untuk prognosis

yang menguntungkan.1,9

1.2 Batasan Masalah

Penulisan ini membahas tentang definisi, epidemiologi, etiologi dan faktor

resiko, klasifikasi,patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis pemeriksaan

penunjang, diagnosis banding, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis inversio

uteri.

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui definisi, epidemiologi,

etiologi dan faktor resiko, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis

pemeriksaan penunjang, diagnosis banding, penatalaksanaan, komplikasi dan

prognosis inversio uteri.

1.4 Metode Penulisan

Makalah ini ditulis berdasarkan tinajuan kepustakaan yang merujuk

berbagai literatur.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Inversio Uteri

Inversio uteri adalah keadaan di mana lapisan dalam uterus (endometrium)

turun dan keluar lewat ostium eksternum, yang dapat bersifat inkomplit sampai

komplit.3 Pada kondisi ini bagian atas uterus (fundus uteri) memasuki kavum uteri

sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol ke dalam kavum uteri, bahkan ke

dalam vagina atau keluar vagina dengan dinding endometriumnya sebelah luar.10

Gambar 1. Inversio uteri1


2.2 Epidemiologi

Insidens terjadinya inversio uteri bervariasi dan dapat terjadi dari 1 per 2000

kelahiran hingga 1 per 50,000 kelahiran. Suatu penelitian mendapatkan bahwa

inversio uteri mempunyai angka mortalitas sebanyak 12-25%.1 Sama seperti

komplikasi obstetri yang lain, kemungkinan seorang perempuan mengalami


inversio uteri dihubungkan dengan lokasi geografis, di mana insidens inversio uteri

di India adalah 3 kali lebih tinggi dari Amerika. Namun, sebuah penelitian

mendapatkan bahwa dengan pengenalan manajemen aktif pada kala III, insidens

terjadinya inversio uteri akut pada persalinan pervaginam telah berkurang sebanyak

4 kali lipat yaitu dari 1 per 2304 kelahiran ke 1 per 10044 kelahiran.9

2.3 Etiologi dan Faktor Resiko

Penyebab pasti dari inversio uteri masih belum diketahui.1 Secara umum,

kejadian inversio uteri dihubungkan dengan perlakuan traksi umbilikus yang

berlebihan pada pertolongan aktif kala III. Namun, terdapat beberapa kasus inversio

uteri yang terjadi tanpa dilakukan traksi umbilikus.1,3 Faktor risiko yang

berhubungan dengan terjadinya inversio uteri adalah sebagai berikut1,5,7:

1. Manajemen kala III yang salah (Contoh: Traksi umbilikus yang dini atau

berlebihan pada pertolongan aktif kala III, tekanan fundus sebelum

terlepasnya plasenta)

2. Plasenta yang menempel secara abnormal (plasenta akreta)

3. Inversio uteri spontan yang tidak diketahui penyebabnya

4. Umbilikus yang pendek

5. Pengosongan uterus secara tiba-tiba

6. Letak plasenta pada fundus

7. Janin makrosomia

8. Kekenduran ligamentum uteri

9. Kelainan kongenital uterus

2.4 Klasifikasi

Berdasarkan derajat kelainan4,6:


o Derajat 1 (Inkomplit): Fundus uteri terbalik menonjol ke kavum

uteri tetapi tidak melewati kanalis servikalis.

o Derajat 2 (Inkomplit): Fundus uteri terbalik melewati kanalis

servikalis tetapi masih di dalam vagina.

o Derajat 3 (Komplit) : Fundus uteri terbalik dan keluar melewati

introitus vagina.

o Derajat 4 (Total) : Seluruh uterus, serviks dan vagina terbalik

dan kelihatan diluar introitus vagina.

Gambar 2. Derajat inversio uteri: Permulaan inversio dari fundus (Derajat 1 dan

2) biasanya tidak terlihat dari luar, hanya dapat terlihat apabila turun ke introitus

(Derajat 3) atau seluruh uterus terbalik di luar introitus.8

2.5 Patofisiologi

Terdapat tiga peristiwa yang dapat menjelaskan tentang patofisiologi dari

inversio uteri:

a.) Sebagian dari dinding uterus mengalami prolaps dan turun melalui serviks

b.) Terjadinya relaksasi dari sebagian dinding uterus


c.) Terjadi traksi yang terjadi secara terus-menerus pada fundus uteri yang

mencetus terjadinya inversio uteri

Gambar 3. Patofisiologi inversio uteri

2.6 Gejala Klinis

Inversio uteri ditandai dengan gejala klinis3,6,11:

1. Syok

Syok yang awalnya terjadi bersifat neurogenik karena terjadinya traksi pada

peritoneum dan meningkatkan tekanan pada tuba, ovarium dan usus. Stimulasi

vagal (efek parasimpatis) pada ligamentum uteri mencetuskan hipotensi dan

bradikardia. Syok neurogenik biasanya diikuti oleh syok hipovolemik dan

hemoragik dan harus diwaspadai pada inversio uteri.11

2. Perdarahan banyak bergumpal

Perdarahan terjadi pada kira-kira 94% kasus.6 Jumlah perdarahan yang

terjadi sebanding dengan durasi inversio uteri. Perdarahan yang banyak dan lama

dapat mencetuskan syok hipovolemik.11

3. Nyeri hebat dirasakan pada abdomen. Biasanya terjadi pada tahap

persalinan kala III.


4. Fundus uteri tidak teraba pada pemeriksaan abdomen. Kadang-kadang

teraba cekungan pada daerah fundus pada derajat ringan.6,7

5. Pada pemeriksaan panggul, tampak massa di vulva (derajat 1 atau 2) atau

tampak massa yang keluar dari introitus (derajat 3 atau 4).6,7

6. Plasenta yang masih melekat dapat atau tidak dapat ditemukan.

7. Bila terjadi cukup lama, jepitan servikas yang mengecil akan membuat

uterus mengalami iskemia, nekrosis dan infeksi

2.7 Diagnosis

Suatu diagnosis inversio uteri dapat ditegakkan dari keluhan pasien yang

ditemukan secara anamnesis dan pemeriksaan fisik. Inversio uteri yang komplit

dapat ditegakkan dengan mudah sekiranya teraba fundus uteri pada ostium externa

servikalis atau pada introitus sementara palpasi fundus uteri pada segmen bawah

uterus dan serviks diperlukan untuk inversio uteri imkomplit. Perdarahan yang

masif, nyeri abdomen, fundus uteri yang tidak teraba atau cekungan pada fundus

uteri saat palpasi abdomen serta syok pada pasien dengan hipotensi yang nyata

dapat menkonfirmasi diagnosis inversio uteri.1,7

Pemeriksa harus hati-hati sewaktu memeriksa pasien dengan persalinan kala

III yang lengkap, karena posisi uterus tidak dapat ditentukan dengan palpasi

abdomen.7 Menegakkan diagnosa pada inversio uteri pada derajat 1 dan pasien

obesitas tidak mudah.1

2.8 Pemeriksaan Penunjang1,7

Pemeriksaan penunjang dipertimbangkan sekiranya diagnosis inversio uteri

tidak dapat ditegakkan secara klinis atau pada pasien dengan hemodinamik yang
stabil. Dalam hal ini, pemeriksaan ultrasonografi sangatlah membantu. Suatu

diagnosis inversio uteri dapat ditegakkan melalui USG sekiranya ditemukan adanya

massa pada vagina dengan karakteristik yang spesifik (ekogenisitas endometrium

menampakkan bentuk huruf C sedangkan ekogenisitas uterus menampakkan bentuk

huruf H).

2.9 Diagnosis Banding

1. Perdarahan postpartum yang lain (ruptur uteri)

2. Prolaps dari tumor uteri

3. Penyakit trofoblastik gestasional

4. Atoni uteri

5. Kembar janin yang tidak terdiagnosa

2.10 Penatalaksanaan

Inversio uteri merupakan suatu kasus gawat darurat.1 Oleh itu, tindakan

yang cepat dan tuntas harus dilakukan untuk mencegah terjadinya syok dan

kematian pasien. Pada kasus inversio uteri, untuk suatu prognosis yang baik,

tindakan resusitasi serta reposisi uterus haruslah dilakukan secara bersamaan.13

Setelah suatu diagnosa inversio uteri ditegakkan, secara garis besar tindakan

yang dilakukan adalah sebagai berikut2,3,6,8,9

1. Resusitasi harus dimulai segera mungkin. Bantuan anestesi harus dipanggil.

2. Pemasangan infus untuk cairan dilakukan sementara darah pengganti dan

pemberian obat disediakan. Jika ibu sangat kesakitan, berikan petidin 1


mg/kgBB (jangan melebihi 100 mg) IM atau IV secara perlahan atau

berikan morfin 0,1 mg/kgBB IM.2

3. Reposisi uterus dilakukan secara manual sama ada plasenta sudah lepas atau

tidak. Fundus uteri didorong ke atas masuk ke dalam vagina dan terus

melewati serviks sampai tangan masuk ke dalam uterus pada posisi

normalnya. Jika uterus belum dapat direposisikan, uterus dapat dilemaskan

dengan menggunakan obat tokolitik seperti terbutalin, MgSO4 atau

nitrogliserin.3 Penggunaan tokolitik masih kontroversial karena beberapa

literature berpendapat bahwa penggunaanya dapat memperberatkan

perdarahan postpartum. Oleh itu, penggunaan tokolitik sebaiknya dilakukan

di kamar operasi di bawah anestesi umum.6,9

4. Sekiranya plasenta belum lepas, plasenta tidak boleh dilepaskan secara

manual sehingga reposisi uterus telah dilakukan sepenuhnya (resiko

perdarahan masif).

5. Setelah reposisi uterus dilakukan, tangan tetap dipertahankan di posisi agar

konfigurasi uterus kembali normal dan kontraksi uterus dirasakan.6

6. Jika inversi sudah diperbaiki, berikan infus oksitosin 20 unit dalam 200 ml

cairan NaCl/Ringer Laktat IV dengan kecepatan 10 tetes/menit untuk

mencegah reinversio.2,9

7. Pemberian antibiotika dan transfusi darah dilakukan sesuai kebutuhan.

8. Intervensi bedah dilakukan apabila jepitan serviks yang keras menyebabkan

manuver di atas tidak dapat dikerjakan, maka dilakukan laparotomi untuk

reposisi dan kalau terpaksa dilakukan histerektomi bila uterus sudah

mengalami infeksi dan nekrosis.


Reposisi Manual dengan Manuver Johnson

 Prinsip dari manuver Johnson: Uterus harus diangkat ke dalam rongga

abdomen di atas daerah umbilikus sebelum suatu reposisi dapat terjadi.

Gerakan pasif dari ligamen uterus akan memperbaiki inversio uterus.1,6,9

 Langkah-langkah2,9:

 Pasang sarung tangan DTT

 Seluruh tangan termasuk 2/3 lengan bawah dimasukkan ke dalam

vagina.

 Fundus dipegang dengan menggunakan telapak tangan sementara

ujung-ujung jari dipertahankan pada batas uteroservikalis, dengan

posisi ini, fundus diangkat di atas batas umbilikus.

 Gunakan tangan lain untuk membantu menahan uterus dari dinding

abdomen.

 Jika plasenta masih belum terlepas, lakukan plasenta manual

setelah tindakan reposisi.

 Jika reposisi manual tidak berhasil, lakukan reposisi hidrostatik.9

Reposisi Hidrostatik dengan Manuver O’Sullivan

 Sebelum melakukan manuver ini, ruptur uteri harus dieksklusikan.1,9

 Langkah-langkah:

 Pasien dalam posisi Trendelenburg – dengan kepala lebih rendah

sekitar 50 cm dari perineum.

 Siapkan sistem douche yang sudah didisinfeksi, berupa selang 2 m

berujung penyemprot berlubang lebar. Selang disambung dengan


tabung berisi air

hangat 3-5 L (atau

NaCl atau infus

lain) dan dipasang

setinggi 2 m.

 Identifikasi forniks

posterior.

 Pasang ujung

selang douche

pada forniks

posterior sambil

menutup labia

sekitar ujung

selang dengan

tangan.

 Guyur air dengan

leluasa agar

menekan uterus ke

posisi semula.

Gambar 1 Reposisi manual dengan manuver Johnson

Tindakan Operatif:

Metode Huntington
Pendekatan Huntington yaitu setelah tindakan laparatomi dilanjutkan

dengan menarik fundus uteri secara bertahap dengan bantuan forsep Allis. Forsep

Allis dipasang + 2 cm di bawah cincin pada, kedua sisinya, kemudian ditank ke atas

secara bertahap sampai fundus uteri kembali pada posisinya semula. Selain tarikan

ke atas maka dorongan dari luar ( pervaginam ) oleh asisten akan mempermudah

pelaksanaan prosedur tersebut.9

Metode Haultain

Pada reposisi dengan cara Haultin, dilakukan insisi longitudinal sepanjang

dinding posterior uterus dan melalui cincin kontriksi. Jari kemudian dimasukkan

melalui insisi ke titik di bawah fundus uteri yang terbalik dan diberilm tekanan pada

fimdus atau tekanan secara simultan dan tangan asisten. Bila reposisi telah komplit,

luka insisi dijahit dengan jahitan terputus, dengan benang chromic.9

Pencegahan

Pencegahan pada inversio uteri sama seperti pencegahan pada kasus

perdarahan postpartum yang lainnya, yakni3:

1. Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki keadaan umum dan mengatasi

setiap penyakit kronis, anemia dan lain-lain sehingga pada saat hamil dan

persalinan pasien tersebut dalam keadaan optimal.

2. Mengenal faktor predisposisi perdarahan postpartum seperti multiparitas,

tahanan besar, hamil kembar, hidroamnion, bekas seksio, ada riwayat

perdarahan postpartum sebelumnya dan kehamilan resiko tinggi lainnya

yang resikonya akan muncul saat persalinan.


3. Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam dan pencegahan partus lama.

4. Kehamilan resiko tinggi agar melahirkan di fasilitas rumah sakit rujukan.

5. Kehamilan resiko rendah agar melahirkan di tenaga kesehatan terlatih dan

menghindari persalinan dukun.

6. Mengatasi langkah-langkah pertolongan pertama menghadapi perdarahan

postpartum dan mengadakan rujukan sebagaimana mestinya.

2.11 Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada inversio uteri termasuk12:

1. Perdarahan postpartum karena atoni uteri

2. Syok

3. Endometritis

4. Infeksi asneksa

5. Nekrosis ovarium disebabkan oleh kompresi pada ovarium karena tertarik

masuk ke dalam

6. Kerusakan pada usus

7. Kematian

2.12 Prognosis

Prognosis suatu kasus inversio uteri tergantung pada tindakan

pencegahannya, kecepatan penegakkan diagnosis dan manajemen yang tuntas dari

ahli kebidanan. Oleh itu, cara manajemen persalinan kala III yang baik serta latihan

penanganan kasus ini haruslah diajarkan kepada ahli kebidanan untuk prognosis

yang menguntungkan.1,9
BAB III

KESIMPULAN

1. Inversio uteri adalah suatu keadaan di mana lapisan dalam uterus

(endometrium) turun dan keluar lewat ostium eksternum, yang dapat

bersifat inkomplit sampai komplit.

2. Etiologi dari inverrsio uteri belum diketahui secara pasti, terdapat banyak

faktor resiko yang mempengaruhi terutama manajemen persalinan kala III

yang salah.

3. Inversio uteri diklasifikasikan menjadi derajat 1 dan 2 (inkomplit), derajat

3 komplit) dan derajat 4 (total) berdasarkan derajat kejadian dan

Berdasarkan dibagi menjadi inversio uteri akut, subakut dan kronis

berdasarkan waktu kelainan,

4. Patofisiologi dari inversio uteri termasuk prolapse dinding uterus, relaksasi

dinding uterus dan traksi yang terus menerus.

5. Gejala klinis pada inversio uteri termasuk syok, perdarahan yang hebat,

nyeri abdomen, terdapat massa di vagina dan tidak terabanya fundus uteri

di abdomen.

6. Diagnosis inversio uteri secara klinis tergantung dari derajatnya di mana

akan ditemukan adanya massa di ostium eksterna atau introitus vagina,

perdarahan yang massif, nyeri abdomen, fundus uteri yang tidak teraba atau

yang ada cekungan serta syok.

7. Pemeriksaan penunjang yaitu USG dapat dilakukan sekiranya diagnosis

inversio uteri tidak dapat ditegakkan.


8. Diagnosa banding inversio uteri termasuk ruptur uteri, prolaps dari tumor

uteri, penyakit trofoblastik gestasional, atoni uteri dan kembar janin yang

tidak terdiagnosa.

9. Prinsip tatalaksana meliputi resusitasi dan reposisi manual yang dilakukan

secara bersamaan, sekiranya reposisi manual dan reposisi hidrostatik gagal,

tindakan operatif dilakukan.

10. Komplikasi inversio uteri termasuk perdarahan postpartum, syok yang

hebat, atonia uteri, endometritis, infeksi bahkan kematian.

11. Prognosis pada inversio uteri tergantung dari pencegahan, kecepatan

menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan yang cepat dan tuntas.


DAFTAR PUSTAKA

1. Leal RFM, Luz RM, de Almeida JP dkk. Total and acute uterine inversion
after delivery: a case report. Journal of Medical Case Reports. 2014;
8(347): 1-4.
2. Kementrian Kesehatan RI. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu
diFasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan Pedoman Bagi
TenagaKesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
3. Prawirohardjo S. 2012.Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
4. Gibson B. Management of Acutely Inverted Uterus. Clinical Guidelines.
Obstetrics and Gynaecology. Mid Essex Hospital Services. 2014; 1:1-8 nhs
5. King Edward Memorial Hospital. Clinical Guidelines. Uterine Inversion in
Obstetrics and Midwifery Guidelines. Australia. 2013: 1-4
6. South Australian Perinatal Practice Guidelines-Uterine inversion. 2014. SA
Health: 1-4
7. Retnoningrum E, Prasmusinto D, Widyakusuma LS. Manual Reposition of
Uterine Inversion with Hemorrhagic Shockin Minimal Facilities Situation.
Indonesia J Obstet Gynecol. 2012. Jakarta; 36(1):48-51
8. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL dkk. Uterine Inversion dalam
Obstetrical Hemorrhage. Williams Obstetrics. 2014. McGraw-Hill
Education; Edisi 24: 787-788
9. Bhalla R, Wintakal R, Odejinmi F dkk. Acute inversion of the uterus. Royal
College of Obstetricians and Gynaecologists. 2009; 11:13-18
10. Sofian A. 2011. Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri dalam Obstetri Fisologi
dan Obstetri Patologi. Jakarta. EGC; 2:160-174.
11. Shruti P, Vibha M, Kimaya M dkk. Acute Uterine Inversion-A Catastrophic
Event. Journal of Postgraduate Gynecology and Obstetrics. 2010.
Mumbai:1-4
12. Draper R. Uterine Inversion. 2015. Patient Access. Diunduh dari:
patient.info/doctor/uterine-inversion Diakses pada: 13 April 2017.
13. Beringer RM, Patteril M. Puerperal uterine inversion and shock. British
Journal of Anaesthesia. 2004. Oxford; 92(3):439-441

Anda mungkin juga menyukai