Oleh:
WAHYU AJI WICAKSONO
SKILL 9
201710330311073
PENDAHULUAN
Kegawat daruratan obstetri dan neonatal merupakan suatu kondisi yang dapat mengancam
jiwa seseorang, hal ini dapat terjadi selama kehamilan, ketika kelahiran bahkan saat hamil.
Sangat banyak sekali penyakit serta gangguan selama kehamilan yang bisa mengancam
keselamatan ibu maupun bayi yang akan dilahirkan. Kegawatan tersebut harus segera ditangani,
karena jika lambat dalam menangani akan menyebabkan kematian pada ibu dan bayi baru lahir
Angka Kematian Ibu di Indonesia masih merupakan angka tertinggi di negara Asean
walaupun berdasarkan data resmi Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) Angka
Kematian Ibu (AKI) di Indonesia terus mengalami penurunan. Pada tahun 2003 AKI di
Indonesia adalah 307 per 100.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2004 adalah 270 per 100.000
kelahiran hidup. Pada tahun 2005 adalah 262 per 100.000 kelahiran hidup, pada tahun 2006
adalah 255 per 100.000 kelahiran hidup, dan pada tahun 2007 menjadi 228 per 100.000 kelahiran
hidup. Angka Kematian Bayi (AKB) telah menurun dari 35 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun
2004 menjadi 34 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Angka Kematian Ibu tidak dapat
turun seperti yang diharapkan karena masih tingginya penyebab morbiditas dan mortalitas secara
umum terdapat 4 penyebab utama kematian ibu, janin, dan bayi baru lahir, yaitu (1) perdarahan
(2) infeksi sepsis (3) hipertensi, preeklampsia, eklampsia (4) persalinan macet (distosia).
Persalinan macet hanya terjadi pada saat persalinan berlangsung , sedangkan ketiga penyebab
cepat dan tepat dapat dilakukan. Mengingat klinis kasus kegawatdaruratan obstetri yang berbeda-
beda dalam rentang yang cukup luas, mengenal kasus tersebut tidak selalu mudah dilakukan,
bergantung pada pengetahuan, kemampuan daya pikir dan daya analisis, serta pengalaman
tenaga penolong. Kesalahan ataupun kelambatan dalam menentukan kasus dapat berakibat fatal.
Dalam prinsisp, pada saat menerima setiap kasus yang dihadapi harus dianggap gawatdarurat
atau setidaknya dianggap gawatdarurat, sampai setelah pemeriksaan selesai kasus itu ternyata
dan tindakan pertolongan harus dilakukan dengan cepat, tepat, dan tenang tidak panik. Semuanya
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui tentang Kegawatan Obstetri,
1.3 Manfaat
Penulisan referat ini diharapkan dapat menambah pemahaman dan memperluas wawasan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Pengertian
Kegawatdaruratan obstetri adalah kondisi kesehatan yang mengancam jiwa yang terjadi
dalam kehamilan atau selama dan sesudah persalinan dan kelahiran. Terdapat sekian banyak
penyakit dan gangguan dalam kehamilan yang mengancam keselamatan ibu dan bayinya.
1. Abortus
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi yang usia kehamilannya kurang dari 20
kematian janin.
2. Mola Hiadatitosa
Mola Hidatidosa (Hamil Anggur) adalah suatu massa atau pertumbuhan di dalam
rahim yang terjadi pada awal kehamilan. Mola Hidatidosa adalah kehamilan
hidatidosa juga dihubungkan dengan edema vesikular dari vili khorialis plasenta dan
biasanya tidak disertai fetus yang intak. Secara histologist, ditemukan proliferasi
trofoblast dengan berbagai tingkatan hiperplasia dan displasia. Vili khorialis terisi
3. Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik adalah implantasi dan pertumbuhan hasil konsepsi diluar
4. Placenta Previa
Plasenta Previa adalah Plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen
bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir
5. Solusio Placenta
Solusio plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh jaringan plasenta yang
berimplantasi normal pada kehamilan di atas 22 minggu dan sebelum anak lahir.
6. Retensio Placenta
Keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 1 jam setelah bayi lahir.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya plasenta tidak lahir spontan dan tidak
1. Plasenta belum terlepas dari dinding uterus karena tumbuh melekat lebih
dalam. Perdarahan tidak akan terjadi jika plasenta belum lepas sama sekali
dan akan terjadi perdarahan jika lepas sebagian. Hal ini merupakan indikasi
basal.
menembus serosa.
rahim.
Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar,
inkarserata)
Penatalaksanaan
Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah
4. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi
manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih
400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan
buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan
7. Ruprur Uteri
Ruptur uterus adalah robekan pada uterus, dapat meluas ke seluruh dinding uterus
dan isi uterus tumpah ke seluruh rongga abdomen (komplet), atau dapat pula ruptur
atau lebih sesudah anak lahir. Penyebab gangguan ini adalah kelainan pelepasan dan
kontraksi, rupture serviks dan vagina (lebih jarang laserasi perineum), retensio sisa
plasenta, dan koagulopati. Perdarahan pascapersalinan tidak lebih dari 500 ml selama
24 jam pertama, kehilangan darah 500 ml atau lebih berarti bahaya syok. Perdarahan
yang terjadi bersifat mendadak sangat parah (jarang), perdarahan sedang (pada
Distosia bahu ialah kelahiran kepala janin dengan bahu anterior tertahan diatas
promontorium sakrum karena ia tidak bisa lewat untuk masuk ke dalam panggul, atau bahu
tersebut bisa melewati promontorium, tetapi mendapat halangan dari tulang sakrum. Lebih
mudahnya distosia bahu adalah peristiwa dimana tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat
Lebih dari 50 persen distosia bahu ini tanpa faktor risiko, untuk itu setiap penolong
persalinan harus mampu mendiagnosa dan menatalaksana distosia bahu. Berbagai karakteristik
maternal, intrapartum, dan fetus telah diimplikasikan dalam perkembangan distosia bahu.
efeknya karena dikaitkan dengan peningkatan berat badan lahir. Sebagai contoh, Keller dkk
gestasional. Sama halnya, kumpulan post-term pregnancies dengan distosia bahu mungkin
akibat fetus terus berkembang setelah 42 minggu. Jelasnya, angka kejadian distosia bahu
meningkat dengan semakin besarnya berat badan lahir, tetapi hampir sebagian dari neonatus
Insiden distosia bahu sangat bervariasi tergantung pada kriteria yang digunakan untuk
diagnosis. Sebagai contoh, Gross dan rekannya melaporkan bahwa terdapat 0.9% dari hampit
Hospital. Distosia bahu yang benar, bagaimanapun, didiagnosis ketika suatu maneuver
diperlukan untuk melahirkan bahu selain dari traksi ke arah bawah dan episiotomi, diidentifikasi
hanya sekitar 0,2%. Laporan terbaru saat ini menyatakan insidensi distosia bahu yang bervariasi
antara 0,6%-1,4%. Terdapat bukti bahwa insidensi distosia bahu meningkat dalam dekade ini,
kemungkinan akibat berat badan lahir. Peningkatan insidensi mungkin akibat lebih banyak
perhatian dan adanya dokumentasi yang memadai. Berat badan lahir fetus yang besar
(makrosomia) sangat penting, tetapi distribusi jaringan yang berlebihan pada bayi besar
2.2.3 Patofisiologi
Distosia bahu terjadi ketika salah satu atau kedua bahu gagal untuk masuk ke rongga
panggul dan ada persistensi lokasi AP dari bahu janin pada pelvic brim. Hal ini mungkin akibat
dari peningkatan resistensi antara janin dan dinding vagina (misalnya janin makrosomia) karena
janin memiliki dada yang besar relatif terhadap diameter biparietal atau di mana tubuh dan
bahu janin gagal untuk memutar (misalnya partus presipitatus) pada level tengah panggul.
Dalam distosia bahu, bahu paling umum tetap dalam diameter AP pada pelvic brim dan
bahu posterior turun di bawah promontorium sakrum yang terletak dalam cekungan sakrum
sedangkan bahu anterior tertahan di balik simfisis pubis. Ini dikenal sebagai distosia bahu
unilateral dan juga telah disebut sebagai bentuk rendah dari distosia bahu.
Bentuk yang kurang umum dan lebih parah adalah distosia bahu bilateral, yang terjadi
ketika kedua bahu tetap berada di atas pelvic brim. Seperti dalam kasus distosia bahu
unilateral, bahu anterior tertahan di balik simfisis pubis, tapi bahu posterior tidak masuk rongga
panggul dan tertahan di balik promontorium sakrum. Ini juga telah disebut dengan bentuk
Tanda-tanda klinis telah digunakan untuk mengidentifikasi kasus distosia bahu sejati.
Dignam (1976) menjelaskan distosia bahu sejati terjadi ketika bahu tertahan tinggi dalam
panggul dan kepala tertarik kembali terhadap perineum. Ini dikenal sebagai turtle sign (analog
dengan kura-kura yang menarik diri ke dalam cangkangnya). Setelah persalinan kepala janin,
leher janin mengalami regangan yang signifikan dan kepala tertarik kembali dari perineum.
Turtle sign disebabkan oleh traksi terbalik dari bahu anterior yang tertahan di balik simfisis dan
bahu posterior tetap di belakang promontoium sakrum. Turtle sign terjadi dalam bentuk
bilateral dari distosia bahu dan karena peregangan leher, tetapi tidak jelas dalam bentuk
unilateral karena salah satu bahu telah masuk ke rongga panggul dan beberapa derajat restitusi
dapat berlangsung.
Penting untuk mengenali turtle sign sebagai indikasi yang paling dari bentuk distosia
bahu berat (bilateral). Dalam hal ini, godaan dan respon yang kuat adalah untuk menarik
dengan lebih keras. Dokter menyebutnya sebagai traksi ke bawah, karea kepala janin ditarik ke
bawah dalam kaitannya dengan panggul ibu yaitu menuju sakrum. Bahkan, bahu masih dalam
lokasi AP persisten di pelvic brim, sehingga traksi yang sedang diterapkan pada kepala janin
adalah ke lateral dalam kaitannya dengan tubuh janin. Traksi lateral yang berlebihan ini yang
menyebabkan kerusakan pada akar saraf yang mengakibatkan palsi Erb- Duchenne, palsi
2.2.4 Diagnosis
Turtle sign yaitu penarikan kembali kepala terhadap perineum sehingga tampak masuk
Penarikan kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang terperangkap di belakang simfisis.
2.2.5 Penatalaksanaan
sangat penting untuk kelangsungan hidup. Suatu traksi yang gentle di awal,
dibantu dengan usaha ekspulsi dari ibu, direkomendasikan. Beberapa klinisi telah
tentunya ideal. Selain itu, variasi teknik yang dapat digunakan untuk melahirkan
sebaliknya yaitu atonia uteri, uterus lembut, dengan adanya perdarahan yang
berlebihan dari traktus genitalia. Pengenalan yang cepat diikuti dengan masase
Namun, dengan adanya uterus yang telah berkontraksi dengan baik, pendarahan
2.3.2 Epidemiologi
Frekuensi PPH terkait dengan manajemen kala III persalinan. Ini adalah
plasenta. Data dari beberapa sumber, termasuk beberapa percobaan besar secara
prevalensi PPH lebih dari 500 ml adalah sekitar 5% saat manajemen aktif
digunakan. Tingkat prevalensi PPH lebih dari 1000 mL adalah sekitar 1% saat
ekspektatif digunakan.
2.3.3 Faktor Risiko
2.3.4 Patofisiologi
Selama kehamilan, volume darah ibu meningkat sekitar 50% (dari 4 sampai 6 L).
Peningkatan volume plasma agak melebihi total volume RBC, yang menyebabkan
darah yang terjadi pada persalinan. Pada saat aterm, estimasi aliran darah uterus
adalah 500-800 ml / menit, yang merupakan 10-15% dari cardiac output. Sebagian
besar aliran ini melintasi placental bed dengan resistansi rendah. Pembuluh darah
uterus yang mensuplai plasenta melintasi serat miometrium. Karena serat ini
tertekuk dengan ini, dan, biasanya, aliran darah dengan cepat tersumbat. Atonia
uteri adalah kegagalan serat miometrium uterus untuk berkontraksi dan beretraksi.
Ini adalah penyebab paling penting dari PPH dan biasanya terjadi segera setelah
melahirkan bayi, hingga 4 jam setelah persalinan. Atonia uteri dan kegagalan
yang cepat dan berat dan syok hipovolemik. Overdistensi uterus, baik absolut atau
relatif, merupakan faktor risiko utama untuk atonia. Overdistensi uterus dapat
kegagalan untuk melahirkan plasenta atau distensi oleh darah sebelum atau setelah
kelelahan karena persalinan yang lama atau partus presipitatus, terutama jika
distimulasi. Hal ini juga dapat disebabkan oleh inhibisi kontraksi oleh obat-obatan
Couvelaire pada solusio plasenta, dan hipotermia karena resusitasi masif atau
multiparitas yang besar bukan merupakan faktor risiko independen untuk PPH.
2.3.5 Diagnosis
3. Lakukan eksplorasi cavum uteri untuk mencari: Sisa plasenta atau selaput ketuban,
4. Inspekulo: untuk melihat robekan pada serviks, vagina, dan varises yang pecah
5. Pemeriksaan Laboratorium periksa darah yaitu Hb, COT (Clot Observation Test), dll
2.3.6 Penatalaksanaan
- Masase uterus
- Kompresi aortha
- Kompresi bimanual
- Tamponade uterus
BAB 3
KESIMPULAN
Kegawat daruratan obstetri dan neonatal merupakan suatu kondisi yang dapat
mengancam jiwa seseorang, hal ini dapat terjadi selama kehamilan, ketika kelahiran bahkan saat
hamil. Angka Kematian Ibu di Indonesia masih merupakan angka tertinggi di negara Asean
walaupun berdasarkan data resmi Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) Angka
Buku Pedoman Keterampilan Klinik. 2019. Dilatasi dan Kuretase. Laboratorium Skill Fakultas
rd
Cunningham FG, et al. 2010. Williams Obstetrics. 23 edition. McGraw Hill: New York.p.481-
485, 378-386