OLEH:
Anhas Fahriansyah
201710330311143
FAKULTAS KEDOKTERAN
2020
BAB 1
PENDAHULUAN
Kejadian kematian dan kesakitan ibu masih merupakan masalah kesehatan yang
sangat penting yang dihadapi di Negara-negara berkembang. Berdasarkan riset World
Health Organization (WHO) pada tahun 2017 Angka Kematian Ibu (AKI) di dunia
masih tinggi dengan jumlah 289.000 jiwa. Beberapa Negara berkembang AKI yang
cukup tinggi seperti di Afrika Sub-Saharan sebanyak 179.000 jiwa, Asia Selatan
sebanyak 69.000 jiwa, dan di Asia Tenggara sebanyak 16.000 jiwa. AKI di Negara –
Negara Asia Tenggara salah satunya di Indonesia sebanyak 190 per 100.000
kelahiran hidup, Vietnam sebanyak 49 per 100.000 kelahiran hidup, Thailand
sebanyak 26 per 100.000 kelahiran hidup, Brunei sebanyak 27 per 100.000 kelahiran
hidup, dan Malaysia sebanyak 29 per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2017).
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengenali dan memahami skill
kegawatan obstetri, atonia uteri, retensio plasenta, distosia bahu, dan diharapkan juga
menambah wawasan bagi penulis dan sejawat-sejawat yang lainnya..
1.3 Manfaat
a. Definisi
Atonia uteri adalah kegagalan atau lemahnya kontraksi pada Rahim sehingga
perdarahan dari tempat melekatnya plasenta tidak dapat tertutup. Rahim
ditemukan lembek dan pembuluh darah pada placenta melebar. Ini adalah
penyebab yang paling berbahaya. Meskipun rahim kosong tetapi tidak bisa
mengontrol perdarahan dari tempat melekatnya plasenta.
b. Patofisiologi
Atonia uteri adalah kegagalan serat miometrium uterus untuk berkontraksi dan
beretraksi. Ini adalah penyebab paling penting dari PPH dan biasanya terjadi
segera setelah melahirkan bayi, hingga 4 jam setelah persalinan. Atonia uteri
dan kegagalan kontraksi dan retraksi serabut otot miometrium dapat
menyebabkan perdarahan yang cepat dan berat dan syok hipovolemik.
Overdistensi uterus, baik absolut atau relatif, merupakan faktor risiko utama
untuk atonia. Overdistensi uterus dapat disebabkan oleh kehamilan multifetal,
janin makrosomia, polihidramnion, atau kelainan janin (misalnya,
hidrosefalusberat); kelainan struktural uterus; atau kegagalan untuk
melahirkan plasentaatau distensi oleh darah sebelum atau setelah melahirkan
plasenta.
c. Gejala klinis
Pasien dengan ruptur uteri dapat mengalami perdarahan pervaginam dan
kontraksi uterus yang hilang. Secara klinis, pasien atonia uteri dapat
menunjukan tanda perdarahan pervaginam juga terutama setelah kala III dari
persalinan. Pada atonia uteri, gejala dapat membaik dengan pemberian
uterotonika.
d. Tatalaksana
- Masase uterus, dilakukan dengan mengusap atau merangsang fundus uteri.
Dihipotesiskan bahwa masase melepaskan prostaglandin lokal yang
mempromosikan kontraksi uterus sehingga mengurangi perdarahan.
- Kompresi Aorta
- Kompresi Bimanual
- Tamponade uterus
- Terapi Farmakologi dengan induksi oksitosin. Oksitosin adalah terapi lini
pertama untuk atonia uteri. Kerjanya yaitu dengan menstimulasi kontraksi
uterus ritmis khususnya pada segmen atas. Ia diberikan secara intramuskular
atau intravena; Namun timbulnya aksi terlambat jika diberikan secara
intramuskuler (3-7 menit) dibandingkan dengan onset segera jika diberikan
dengan rute intravena. Selanjutnya, karena paruh plasma yang singkat yaitu 3
menit, infus intravena secara kontinu lebih disukai.
a. Definisi
Bila plasenta sudah lepas dan turun ke bagian bawah rahim, maka uterus akan
berkontraksi (his pengeluaran plasenta) untuk mengeluarkan plasenta. Kadang-
kadang, plasenta tidak segera terlepas. Suatu pertanyaan yang belum mendapat
jawaban yang pasti adalah berapa lama waktu berlalu pada keadaan tanpa
perdarahan sebelum plasenta harus dikeluarkan secara manual.
b. Gejala klinis
- Plasenta belum lahir setelah 30 menit
- Perdarahan segera (P3)
- Uterus berkontraski dan keras, gejalan lainnya antara lain
- Tali pusat putus akibat traksi berlebihan
- Inversio uteri akibat tarikan dan
- Perdarahan lanjutan
c. Tatalaksana
Penanganan secara umum : jika plasenta terlihat dalam vagina, mintalah ibu
untuk mengedan, jika anda dapat merasakan plasenta dalam vagina, keluarkan
plasenta tersebut, pastikan kandung kemih sudah kosong. Jika diperlukan
lakukan keteterisasi kandung kemih, jika plasenta belum keluar, berikan
oksitosin 10 unit IM. Jika belum dilakukan pada penanganan aktif kala III.
Jangan berikan ergometrin karena dapat menyebabkan kontraksi uterus yang
tonik, yang bisa memperlambat pengeluaran plasenta.
Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian oksitosin dan uterus
teras berkontraksi, lakukan penarikan tali pusat terkendali, jika traksi pusat
terkendali belum berhasil, cobalah untuk melakukan pengeluaran plasenta
secara manual :
a. Definisi
1. Kepala janin lahir tetapi bahu tetap terjepit kuat didalam vulva.
2. Dagu mengalami retraksi dan menekan perineum.
Traksi pada kepala gagal untuk melahirkan bahu yang terjepit dibelakang
symphisis pubis.
c. Tatalaksana
Penatalaksanaan :
1. Ask for Help
2. Episiotomi
3. Posisikan ibu :
a. Lakukan Manuver McRobert
b. Perasat Masanti
c. Manuver Wood corkscrew
d. Manuver Rubine
e. Perasat dan tindakan lanjutan lain seperti pengeluaran lengan
posterior, kleidotomi bahkan simfisiolisis.
Pengawasan harus dilakukan akibat trauma yang ditimbulkannya terhadap ibu &
bayi.
BAB III
KESIMPULAN