Anda di halaman 1dari 11

REFERAT

Kegawatan Obstetri, Atonia Uteri, Retensio Plasenta, Distosia Bahu

OLEH:

Theta kusuma

201710330311059

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

2020
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kegawatdaruratan obstetri merupakan suatu kondisi yang dapat mengancam


jiwa seseorang baik sang ibu ataupun janin, hal ini dapat terjadi selama kehamilan,
ketika kelahiran bahkan saat hamil. Sangat banyak sekali penyakit serta gangguan
selama kehamilan yang bisa mengancam keselamatan ibu maupun bayi yang akan
dilahirkan. Kegawatan tersebut harus segera ditangani, karena jika lambat dalam
menangani akan menyebabkan kematian pada ibu dan bayi baru lahir .

Kejadian kematian dan kesakitan ibu masih merupakan masalah kesehatan yang

sangat penting yang dihadapi di Negara-negara berkembang. Pada tahun 2003 AKI di

Indonesia adalah 307 per 100.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2004 adalah 270 per

100.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2005 adalah 262 per 100.000 kelahiran hidup,

pada tahun 2006 adalah 255 per 100.000 kelahiran hidup, dan pada tahun 2007

menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup. Angka Kematian Bayi (AKB) telah

menurun dari 35 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2004 menjadi 34 per 1.000

kelahiran hidup pada tahun 2007. Angka Kematian Ibu tidak dapat turun seperti yang

diharapkan karena masih tingginya penyebab morbiditas dan mortalitas secara umum

terdapat 4 penyebab utama kematian ibu, janin, dan bayi baru lahir, yaitu (1)

perdarahan (2) infeksi sepsis (3) hipertensi, preeklampsia, eklampsia (4) persalinan

macet (distosia). Persalinan macet hanya terjadi pada saat persalinan berlangsung ,

sedangkan ketiga penyebab lain dapat terjadi dalam kehamilan, persalinan, dan masa

nifas
. Mengingat klinis kasus kedaruratan obstetri yang berbeda-beda dalam rentang
yang cukup luas, setiap kasus sebaiknya ditangani seyogyanya kasus gawat darurat
lewat triase awal, sampai pemeriksaan menunjukkan bahwa kasus tersebut bukan
kedaruratan.

Dalam menangani kasus kegawatdaruratan, penentuan permasalahan utama


(diagnosis) dan tindakan pertolongan harus dilakukan dengan cepat, tepat, dan tenang
tidak panik. Semuanya dilakukan dengan cepat, cermat, dan terarah.

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengenali dan memahami skill
kegawatan obstetri, atonia uteri, retensio plasenta, distosia bahu, dan diharapkan juga
menambah wawasan bagi penulis dan sejawat-sejawat yang lainnya..

1.3 Manfaat

Penulisan referat ini diharapkan dapat menambah pemahaman dan memperluas

wawasan penulis maupun pembaca mengenai kegawatan obstetri, atonia uteri,

retensio plasenta, distosia bahu,


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kegawatdaruratan Obstetri

Kegawatdaruratan obstetri merupakan suatu kondisi yang dapat mengancam


jiwa seseorang, hal ini dapat terjadi selama kehamilan, ketika kelahiran bahkan saat
hamil. Sangat banyak sekali penyakit serta gangguan selama kehamilan yang bisa
mengancam keselamatan ibu maupun bayi yang akan dilahirkan. Kegawatan tersebut
harus segera ditangani, karena jika lambat dalam menangani akan menyebabkan
kematian pada ibu dan bayi baru lahir.

2.2 Atonia Uteri

a. Definisi
Atonia uteri adalah kegagalan atau lemahnya kontraksi pada Rahim sehingga
perdarahan dari tempat melekatnya plasenta tidak dapat tertutup. Rahim
ditemukan lembek dan pembuluh darah pada placenta melebar. Ini adalah
penyebab yang paling berbahaya. Meskipun rahim kosong tetapi tidak bisa
mengontrol perdarahan dari tempat melekatnya plasenta.
b. Patofisiologi
Atonia uteri adalah kegagalan serat miometrium uterus untuk berkontraksi dan
beretraksi. Ini adalah penyebab paling penting dari PPH dan biasanya terjadi
segera setelah melahirkan bayi, hingga 4 jam setelah persalinan. Atonia uteri
dan kegagalan kontraksi dan retraksi serabut otot miometrium dapat
menyebabkan perdarahan yang cepat dan berat dan syok hipovolemik.
Overdistensi uterus, baik absolut atau relatif, merupakan faktor risiko utama
untuk atonia. Overdistensi uterus dapat disebabkan oleh kehamilan multifetal,
janin makrosomia, polihidramnion, atau kelainan janin (misalnya,
hidrosefalusberat); kelainan struktural uterus; atau kegagalan untuk
melahirkan plasentaatau distensi oleh darah sebelum atau setelah melahirkan
plasenta.
c. Gejala klinis
Pasien dengan ruptur uteri dapat mengalami perdarahan pervaginam dan
kontraksi uterus yang hilang. Secara klinis, pasien atonia uteri dapat
menunjukan tanda perdarahan pervaginam juga terutama setelah kala III dari
persalinan. Pada atonia uteri, gejala dapat membaik dengan pemberian
uterotonika.
d. Tatalaksana
- Masase uterus, dilakukan dengan mengusap atau merangsang fundus uteri.
Dihipotesiskan bahwa masase melepaskan prostaglandin lokal yang
mempromosikan kontraksi uterus sehingga mengurangi perdarahan.
- Kompresi Aorta
- Kompresi Bimanual
- Tamponade uterus
- Terapi Farmakologi dengan induksi oksitosin. Oksitosin adalah terapi lini
pertama untuk atonia uteri. Kerjanya yaitu dengan menstimulasi kontraksi
uterus ritmis khususnya pada segmen atas. Ia diberikan secara intramuskular
atau intravena; Namun timbulnya aksi terlambat jika diberikan secara
intramuskuler (3-7 menit) dibandingkan dengan onset segera jika diberikan
dengan rute intravena. Selanjutnya, karena paruh plasma yang singkat yaitu 3
menit, infus intravena secara kontinu lebih disukai.

2.3 Retensio Plasenta

a. Definisi

Bila plasenta sudah lepas dan turun ke bagian bawah rahim, maka uterus akan
berkontraksi (his pengeluaran plasenta) untuk mengeluarkan plasenta. Kadang-
kadang, plasenta tidak segera terlepas. Suatu pertanyaan yang belum mendapat
jawaban yang pasti adalah berapa lama waktu berlalu pada keadaan tanpa
perdarahan sebelum plasenta harus dikeluarkan secara manual.
b. Gejala klinis
- Plasenta belum lahir setelah 30 menit
- Perdarahan segera (P3)
- Uterus berkontraski dan keras, gejalan lainnya antara lain
- Tali pusat putus akibat traksi berlebihan
- Inversio uteri akibat tarikan dan
- Perdarahan lanjutan
c. Tatalaksana

Penanganan secara umum : jika plasenta terlihat dalam vagina, mintalah ibu
untuk mengedan, jika anda dapat merasakan plasenta dalam vagina, keluarkan
plasenta tersebut, pastikan kandung kemih sudah kosong. Jika diperlukan
lakukan keteterisasi kandung kemih, jika plasenta belum keluar, berikan
oksitosin 10 unit IM. Jika belum dilakukan pada penanganan aktif kala III.
Jangan berikan ergometrin karena dapat menyebabkan kontraksi uterus yang
tonik, yang bisa memperlambat pengeluaran plasenta.

Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian oksitosin dan uterus
teras berkontraksi, lakukan penarikan tali pusat terkendali, jika traksi pusat
terkendali belum berhasil, cobalah untuk melakukan pengeluaran plasenta
secara manual :

1. Pasang sarung tangan DTT.


2. Instruksikan asisten untuk melakukan sedatif dan analgetik melalui
selang infus.
3. Lakukan kateterisasi kandung kemih.
a. Pastikan kateter masuk kedalam kandung kemih dengan benar.
b. Cabut kateter setelah kandung kemih dikosongkan.
c. Jepit tali pusat dengan koher kemudian tegangkan tali pusat
sejajar dengan lantai.
4. Secara obstetrik masukkan satu tangan (punggung tangan kebawah)
kedalam vagina dengan menelusuri tali pusat bagian bawah.
5. Setelah tangan mencapai pembukaan serviks, minta asisten untuk
memegang koher, kemudian tangan lain penolong menahan fundus
uteri.
6. Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan kedalam kavum uteri
sehingga mencapai tempat implantasi plasenta.
7. Buka tangan obstetri menjadi seperti memberi salam (ibu jari merapat
kepangkal jari telunjuk).
8. Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang paling
bawah.
a. Bila berada dibelakang, tali pusat tetap disebelah atas. Bila
bagian depan, pindahkan tangan kebagan depan tali pusat
dengan punggung tangan menghadap keatas.
b. Bila plasenta dibagian belakang, lepaskan plasenta dari tempat
implantasinya dengan jalan menyelipkan ujung jari diatas
plasenta dan dinding uterus, dengan punggung tangan
menghadap kedinding dalam uterus.
c. Bila plasenta dibagian depan, lakukan hal yang sama
(punggung tangan pada dinding kavum uteri) tetapi tali pusat
berada dibawah telapak tangan kanan.
9. Kemudian gerakkan tangan kanan ke kiri dan kanan sambil bergeser
ke kranial sehingga semua permukaan maternal plasenta dapat
dilepaskan.
10. Catatan : sambil melakukan tindakan, perhatikan keadaan ibu (pasien),
lakukan penanganan yang sesuai jika terjadi penyulit.
11. Sementara satu tangan masih berada dalam kavum uteri, lakukan
eksplorasi ulangan untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang
masih melekat pada dinding uterus.
12. Pindahkan tangan luar ke supra simfis untuk menahan, uterus pada
saat plasenta dikeluarkan.
13. Instruksikan asisten yang memegang koher untuk menarik tali pusat
sambil tangan dalam menarik plasenta keluar (hindari percikan darah).
14. Letakkan plasenta kedalam tempat yang telah disediakan.
15. Lakukan sedikit pendorongan uterus (dengan tangan luar) kedoroso
cranial setelah plasenta lahir. Perhatikan kontraksi uterus dan jumlah
perdarahan yang keluar.

Jika perdarahan terus berlangsung. Lakukan uji pembekuan darah sederhana.


Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak
yang dapat pecah dengan mudah menunjukkan adanya koagulopati. Jika terdapat
tanda-tanda dari plasenta satu atau lebih lobus tertinggal, maka uterus tidak dapat
berkontraksi secara efektif, raba bagian dalam uterus untuk mencari sisa plasenta.
Eksplorasi manual uterus menggunakan tehnik yang serupa dengan tehnik yang
digunakan untuk mengeluarkan plasenta yang tidak keluar : keluarkan sisa
plasenta dengan tangan, cunam ovum, atau kuret besar, jika berlanjut, lakukan
uji pembekuan darah.

2.4 Distosia Bahu

a. Definisi

Tertahannya bahu depan diatas simfisis dan Ketidakmampuan melahirkan bahu


pada persalinan normal. Distosia bahu adalah suatu keadaan gawat darurat yang
tidak dapat diprediksi dimana kepala janin sudah lahir tetapi bahu terjepit dan
tidak dapat dilahirkan. Diagnosa :

1. Kepala janin lahir tetapi bahu tetap terjepit kuat didalam vulva.
2. Dagu mengalami retraksi dan menekan perineum.

Traksi pada kepala gagal untuk melahirkan bahu yang terjepit dibelakang
symphisis pubis.

c. Tatalaksana

Penatalaksanaan :
1. Ask for Help
2. Episiotomi
3. Posisikan ibu :
a. Lakukan Manuver McRobert
b. Perasat Masanti
c. Manuver Wood corkscrew
d. Manuver Rubine
e. Perasat dan tindakan lanjutan lain seperti pengeluaran lengan
posterior, kleidotomi bahkan simfisiolisis.

Pengawasan harus dilakukan akibat trauma yang ditimbulkannya terhadap ibu &
bayi.
BAB III
KESIMPULAN
.
Kegawat daruratan obstetri dan neonatal merupakan suatu kondisi yang dapat
mengancam jiwa ibu dan bayinya, hal ini dapat terjadi selama kehamilan, ketika
kelahiran bahkan saat hamil. Angka Kematian Ibu di Indonesia masih merupakan
angka tertinggi. Sangat banyak sekali penyakit serta gangguan selama kehamilan
yang bisa mengancam keselamatan ibu maupun bayi yang akan dilahirkan. Beberapa
contoh dari kegawatan obsetri adalah atonia uteri, retensio plasenta, dan distosia
bahu. Atonia uteri adalah kondisi uterus yang tidak bisa kontraksi secara adequate
sehingga perdarahan terus terjadi
DAFTAR PUSTAKA

Karsten, Shannen. 2016. Post Partum Hemorrhage. Cilandak : FK Universitas Pelita


Harapan.

Lumbanraja N. Sarma. 2017. Kegawatdaruratan Obstetri. USU Press

Sibai, Baha M. Managemnet of Obstetrics Emergency, Elsevier Saunders.


Philadelphia, 2011. 41-60.

Sari, Hydrawati. Distosia Bahu. FK Universitas Islam Indonesia.

WHO. Maternal Mortality: World Health Organization; 2017.

Anda mungkin juga menyukai