Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

TENTANG
RETENSIO PLACENTA

DOSEN PEMBIMBING
Ns.Reni fitrria
Di susun oleh:
Syandora Putra
Wahyu setiawan
Nini rotalia

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


UNIVERSITAS DHARMAS INDONESIA
TAHUN 2015

LATAR BELAKANG

Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi salah satu indikator penting dalam menentukan
derajat kesehatan masyarakat. Salah satu prioritas utama dalam pembangunan sektor kesehatan
sebagaimana tercantum dalam Propenas serta strategi Making Pregnancy Safer (MPS) atau
kehamilan yang aman sebagai kelanjutan dari program Safe Motherhood dengan tujuan untuk
mempercepat penurunan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir (MDGs, 2010), dalam
pernyataan yang diterbitkan di situs resmi WHO dijelaskan bahwa untuk mencapai target
Millennium Development Goals, penurunan angka kematian ibu dari tahun 1990 sampai dengan
2015 haruslah mencapai 5,5 persen pertahun (antaranews, 2007).
Rentensio plasenta dapat menyebabkan perdarahan yang merupakan penyebab kematian
nomor satu (40%-60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia. Berdasarkan data kematian ibu
yang disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan di Indonesia adalah sebesar 43%. Menurut
WHO dilaporkan bahwa 15-20% kematian ibu karena retensio plasenta dan insidennya adalah
0,8-1,2% untuk setiap kelahiran. Dibandingkan dengan resiko- resiko lain dari ibu bersalin,
perdarahan post partum dimana retensio plasenta salah satu penyebabnya dapat mengancam jiwa
dimana ibu dengan perdarahan yang hebat akan cepat meninggal jika tidak mendapat perawatan
medis yang tepat (PATH, 2002).
Data WHO menunjukkan sebanyak 99 persen kematian ibu akibat masalah persalinan
atau kelahiran terjadi di negara-negara berkembang. Rasio kematian ibu di negara-negara
berkembang merupakan yang tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100 ribu kelahiran bayi
hidup jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di sembilan negara maju dan 51 negara
persemakmuran (WHO, 2010).

LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Retensio placenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau
lebih dari 30 menit setelah bayi lahir. Hampir sebagian besar gangguan pelepasan
plasenta disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus.
Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu
setengah jam (Ida Bagus Gde Manuaba, 2008) Pada proses persalinan, kelahiran placenta
kadang mengalami hambatan yang dapat berpengaruh bagi ibu bersalin. Dimana terjadi
keterlambatan bisa timbul perdarahan yang merupakan salah satu penyebab kematian ibu
pada masa post partum. Apabila sebagian placenta lepas sebagian lagi belum, terjadi
perdarahan karena uterus tidak bisa berkontraksi dan beretraksi dengan baik pada batas
antara dua bagian itu. Selanjutnya apabila sebagian besar placenta sudah lahir, tetapi
sebagian kecil masih melekat pada dinding uterus, dapat timbul perdarahan masa nifas.
B. EPIDEMIOLOGI
Retensio plasenta terjadi pada 3% kelahiran per vagina. 15 % retensio plasenta
adalah ibu yang pernah mengalami retensi plasenta (AAFP, 2000/2001).
C. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya retensio plasenta diantaranya yaitu :
1.

Fungsional
a.

His kurang kuat

b.

Plasenta belum lepas dari dinding uteruskarena :

c.

2.

- tempatnya

: insersi di sudut tuba

- bentuknya

: plasenta membranacea, plasenta anularis

- ukurannya

: plasenta yang sangat kecil

Plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan

Patologi Anatomis

Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan. Jika lepas
sebagian terjadi perdarahan dan merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
Faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta :
- Kelainan dari uterus sendiri, yaitu : Kontraksi uterus kurang kuat untuk
melepaskan plasenta (plasenta adhessiva),
- Kelainan dari plasenta, misalnya : Plasenta melekat erat pada dinding uterus
oleh sebab villi khorialis menembus desidua sampai miometrium sampai
dibawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta)
- Kesalahan manajemen kala III persalinan, seperti : manipulasi dari uterus yang
tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta dapat menyebabkan
kontraksi yang tidak ritmik, pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya
juga dapat menyebabkan serviks kontraksi (pembentukan constriction ring) dan
menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).
D. FAKTOR PREDISPOSISI
Beberapa predisposisi terjadinya retensio plasenta adalah :
1. Grandemultipara
2. Kehamilan Ganda, sehingga memerlukan implantasi plasenta yang agak luas.
3. Kasus inferilitas, karena lapisan endometriumnya tipis
4. Plasenta previa, karena di bagian istmus uterus, pembuluh darah sedikit, sehingga perlu
masuk jauh kedalam.
5. Bekas operasi pada uterus.

E. PATOFISIOLOGI

Segera setelah anak lahir, uterus berhenti kontraksi namun secara perlahan tetapi
progresif uterus mengecil yag disebut retraksi, pada masa retraksi itu lembek namun
serabut-serabutnya secara perlahan memendek kembali. Peristiwa retraksi menyebabkan
pembuluh-pembuluh darah yang berjalan dicelah-celah serabut otot-otot polos rahim
terjepit oleh serabut otot rahim itu sendiri. Bila serabut ketuban belum terlepas, plasenta
belum terlepas seluruhnya dan bekuan darah dalam rongga rahim bisa menghalangi
proses retraksi yang normal dan menyebabkan banyak darah hilang.
F. KLASIFIKASI
Retensio plasenta terdiri dari beberapa jenis, antara lain:
1.

Plasenta Adhesiva
Plasenta Adhesiva Adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta
sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis. Tipis sampai
hilangnya lapisan jaringan ikat Nitabush, sebagian atau seluruhnya sehingga
menyulitkan lepasnya plaenta saat terjadi kontraksi dan retraksi otot uterus.

2.

Plasenta Akreta
Plasenta Akreta Adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki
sebagian lapisan miornetrium. Hilangnya lapisan jaringan ikat longgar Nitabush
sehingga plasenta sebagian atau seluruhnya mencapai lapisan desidua basalis.
Dengan demikian agak sulit melepaskan diri saat kontraksi atau retraksi otot uterus,
dapat terjadi tidak diikuti perdarahan karena sulitnya plasenta lepas. Plasenta manual
sering tidak lengkap sehingga perlu diikuti dengan kuretase.

3.

Plasenta Inkreta
Plasenta Inkreta Adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai /
memasuki miornetnum. Implantasi jonjot plasenta sampai mencapai otot uterus
sehingga, tidak mungkin lepas sendiri. Perlu dilakukan plasenta manual, tetapi tidak
akan lengkap dan harus diikuti (kuretase tajam dan dalam, histeroktomi).

4.

Plasenta Perkreta

Plasenta Perkreta Adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus


lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus. Jonjot plasenta
menembus lapisan otot dan sampai lapisan peritoneum kavum abdominalis. Retensio
plasenta tidak diikuti perdarahan, plasenta manual sangat sukar, bila dipaksa akan
terjadi perdarahan dan sulit dihentikan, atau perforasi. Tindakan definitif : hanya
histeroktomi.
5.

Plaserita Inkarserata
Plaserita Inkarserata Adalah tertahannya plasenta di dalam kavum utrri
disebabkan oleh kontriksi osteuni uteri. Plasenta telah lepas dari implantasinya,
tetapi tertahan oleh karena kontraksi SBR.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK / PENUNJANG


Untuk memperkuat adanya dugaan retensio plasenta maka dilakukanlah pemeriksaan
penunjang yang meliputi :
1. Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit
(Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang
disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.
2. Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung protrombin time (PT) dan
activated Partial Tromboplastin Time (aPTT) atau yang sederhana dengan Clotting
Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan
yang disebabkan oleh faktor lain.

H. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi meliputi :


1. Komplikasi yang berhubungan dengan transfuse darah yang dilakukan
2. Multiple organ failure yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan
perfusi organ.
3. Sepsis.
4. Kebutuhan terhadap histerektomi dan hilangnya potensi untuk memiliki anak
selanjutnya.
I.

PENATALAKSANAAN
1.

Penanganan Umum:
- Jika placenta terlihat dalam vagina, mintalah ibu untuk mengedan. Jika anda dapat
merasakan placenta dalam vagina, keluarkan placenta tersebut.
- Pastikan kandung kemih sudah kosong.
- Jika placenta belum keluar, berikan oksitoksin 10 unit i.m. Jika belum dilakukan
pada penanganan aktif kala III.
- Jika uterus berkontraksi, lakukan PTT.
- Jika PTT belum berhasil cobalah untuk melakukan pengeluaran placenta secara
manual.

2.

Penanganan Khusus
a. Retensio placenta dengan separasi parsial :
- Tentukan jenis retensio yang terjadi.
- Regangan tali pusat dan minta klien untuk mengedan, bila ekspulsi placenta
tidak terjadi, coba traksi terkontrol tali pusat.
- Pasang infus oksitoksin 20 unit dalam 500 ml cairan dengan 40 tetes/menit.
- Bila traksi terkontrol gagal, lakukan manual placenta.
- Transfusi jika perlu.
- Beri antibiotik dan atasi komplikasi.

b. Placenta inkaserata :

- Tentukan diagnosa kerja


- Siapkan alat dan bahan untuk menghilangkan konstriksi serviks dan melahirkan
plasenta.
- Siapkan anastesi serta infus oksitoksin 20 ui dalam 500 ml dengan 40 tetes/
menit.
- Pemantauan tanda vital, kontraksi uterus, TFU, perdarahan pasca tindakan.
c. Placenta akreta :
- Tentukan diagnosis
- Stabilitas pasien
- Rujuk klien ke RS karena tindakan kasus ini perlu dioperasi.
d. Placenta manual :
- Kaji ulang indikasi dan persetujuan tindakan.
- Kaji ulang prinsip perawatan dan pasang infus.
- Berikan sedativa, analgetik, dan antibiotik dengan dosis tunggal.
- Pasang sarung tangan DTT.
- Jepit tali pusat, tegangkan sejajar lantai.
- Masukan tangan secara obstetric menelusuri tali pusat dan tangan lain menahan
fundus uteri.
- Cari insersi pinggir placenta dengan bagian lateral jari-jari tangan.
- Buka tangan obstetrik seperti memberi salam dan jari-jari dirapatkan, untuk
menentukan tempat implantasi.
- Gerakan tangan secara perlahan bergeser kekranial sehingga semua permukaan
maternal plasenta dapat dilepaskan.
- Jika tidak terlepas kemungkinan akreta. Siapkan untuk laparatomi.
- Pegang plasenta, keluarkan tangan beserta plasenta secara pelahan.
- Pindahkan tangan luar kesupra simphisis untuk menahan uterus saat placenta
dikeluarkan, dan periksa placenta.
- Berikan oksitoksin 10 iu dalam 500 ml cairan dengan 60 tts/menit.
- Periksa dan perbaiki robekan jalan lahir.
- Pantau tanda vital dan kontrol kontraksi uterus dan TFU.
3. Penanganan Retensio Plasenta

1. Resusitasi, pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV line dengan kateter


yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida
isotonic atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan).
Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Tranfusi darah
apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
2. Drips Oksitosin ( oxytocin drips ) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat
atau NaCl 0,9% ( normal saline ) sampai uterus berkontraksi.
3. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan
dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
4. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi
manual plasenta adalah perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400
cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang
sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi dan dibutuhkan untuk
eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
5. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan
dengan tang ( cunam ) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya
pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan
di rumah sakit dengan hati hati karena dinding rahim relative tipis
dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
6. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan
pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral
7. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan
infeksi sekunder.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

1.

PENGKAJIAN
Beberapa hal yang perlu dikaji dalam asuhan keperawatan pada ibu dengan retensio
placenta adalah sebagai berikut :
Identitas klien:
Data biologis/fisiologis meliputi; keluhan utama, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat
penyakit keluarga, riwayat obstetrik (GPA, riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas), dan
pola kegiatan sehari-hari sebagai berikut :
a.

Sirkulasi :
- Perubahan tekanan darah dan nadi (mungkintidak tejadi sampai kehilangan darah
bermakna)
- Pelambatan pengisian kapiler
- Pucat, kulit dingin/lembab
- Perdarahan vena gelap dari uterus ada secara eksternal (placentaa tertahan)
- Dapat mengalami perdarahan vagina berlebihan
- Haemoragi berat atau gejala syock diluar proporsi jumlah kehilangan darah.

b. Eliminasi :
Kesulitan berkemih dapat menunjukan haematoma dari porsi atas vagina
c. Nyeri/Ketidaknyamanan :
Sensasi nyeri terbakar/ robekan (laserasi), nyeri tekan abdominal (fragmen placenta
tertahan) dan nyeri uterus lateral.
d. Keamanan :
Laserasi jalan lahir: darah memang terang sedikit menetap (mungkin tersembunyi)
dengan uterus keras, uterus berkontraksi baik; robekan terlihat pada labia mayora/labia
minora, dari muara vagina ke perineum; robekan luas dari episiotomie, ekstensi
episiotomi kedalam kubah vagina, atau robekan pada serviks.

e. Seksualitas :

- Uterus kuat; kontraksi baik atau kontraksi parsial, dan agak menonjol (fragmen placenta
yang tertahan)
- Kehamilan baru dapat mempengaruhi overdistensi uterus (gestasi multipel,
polihidramnion, makrosomia), abrupsio placenta, placenta previa.
- Pemeriksaan fisik meliputi; keadaan umum, tanda vital, pemeriksaan obstetrik
(inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi).
- Pemeriksaan laboratorium. (Hb 10 gr%)
2.

DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


a. Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan kehilangan melalui vaskuler yang
berlebihan
b. Resiko tinggi terjadi Infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
c. Nyeri berhubungan dengan trauma atau distensi jaringan
d. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovalemia
e. Ansietas berhubungan dengan ancaman perubahan pada status kesehatan
f. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang diperoleh

3.

DIAGNOSA DAN RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN


1. Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan kehilangan melalui vaskuler yang
berlebihan.
Intervensi :
-Tinjau ulang catatan kehamilan dan persalinan/ kelahiran, perhatiakan faktor-faktor
penyebab atau pemberat pada situasi hemoragi (misalnya laserasi, fragmen plasenta
tertahan, sepsis, abrupsio plasenta, emboli cairan amnion atau retensi janin mati
selama lebih dari 5 minggu)
Rasional :
Membantu dalam membuat rencana perawatan yang tepat dan memberikan
kesempatan untuk mencegah dan membatasi terjadinya komplikasi.

Intervensi :

Kaji dan catat jumlah, tipe dan sisi perdarahan; timbang dan hitung pembalut,
simpan bekuan dan jaringan untuk dievaluasi oleh perawat.

Rasional :
Perkiraan kehilangan darah, arterial versus vena, dan adanya bekuan-bekuan
membantu membuat diagnosa banding dan menentukan kebutuhan penggantian.
Intervensi :
-

Kaji lokasi uterus dan derajat kontraksilitas uterus. Dengan perlahan masase
penonjolan uterus dengan satu tangan sambil menempatkan tangan kedua diatas
simpisis pubis.

Rasional :
Derajat kontraktilitas uterus membantu dalam diagnosa banding. Peningkatan
kontraktilitas miometrium dapat menurunkan kehilangan darah. Penempatan satu
tangan diatas simphisis pubis mencegah kemungkinan inversi uterus selama masase.
Intervensi :
-

Perhatikan hipotensi atau takikardi, perlambatan pengisian kapiler atau sianosis


dasar kuku, membrane mukosa dan bibir.

Rasional :
Tanda-tanda ini menunjukan hipovolemi dan terjadinya syok. Perubahan pada tekanan
darah tidak dapat dideteksi sampai volume cairan telah menurun sampai 30 - 50%.
Sianosis adalah tanda akhir dari hipoksia.
Intervensi :
-

Pantau parameter hemodinamik seperti tekanan vena sentral atau tekanan baji
arteri pulmonal bila ada.

Rasional :
Memberikan pengukuran lebih langsung dari volume sirkulasi dan kebutuhan
penggantian.

Intervensi :

Lakukan tirah baring dengan kaki ditinggikan 20-30 derajat dan tubuh horizontal.

Rasional :
Perdarahan dapat menurunkan atau menghentikan reduksi aktivitas. Pengubahan posisi
yang tepat meningkatkan aliran balik vena, menjamin persediaan darah keotak dan
organ vital lainnya lebih besar.
Intervensi :
-

Pantau masukan dan keluaran, perhatikan berat jenis urin.

Rasional :
Bermanfaat dalam memperkirakan luas/n signifikansi kehilangan cairan. Volume
perfusi/ sirkulasi adekuat ditunjukan dengan keluaran 30 50 ml/jam atau lebih besar.
Intervensi :
-

Hindari pengulangan/gunakan kewaspadaan bila melakukan pemeriksaan vagina


dan/atau rektal

Rasional :
Dapat meningkatkan hemoragi bila laserasi servikal, vaginal atau perineal atau
hematoma terjadi.
Intervensi :
- Berikan lingkungan yang tenang dan dukungan psikologis
Rasional :
Meningkatkan relaksasi, menurunkan ansietas dan kebutuhan metabolik.
Intervensi :
-

Kaji nyeri perineal menetap atau perasaan penuh pada vagina. Berikan tekanan
balik pada laserasi labial atau perineal.

Rasional :
Haematoma sering merupakan akibat dari perdarahan lanjut pada laserasi jalan lahir.

Intervensi :

Pantau klien dengan plasenta acreta (penetrasi sedikit dari myometrium dengan
jaringan plasenta), HKK atau abrupsio placenta terhadap tanda-tanda KID
(koagulasi intravascular diseminata).

Rasional :
Tromboplastin dilepaskan selama upaya pengangkatan placenta secara manual yang
dapat mengakibatkan koagulopati.
Intervensi :
-

Mulai Infus 1 atau 2 i.v dari cairan isotonik atau elektrolit dengan kateter !8 G atau
melalui jalur vena sentral. Berikan darah lengkap atau produk darah (plasma,
kriopresipitat, trombosit) sesuai indikasi.

Rasional :
Perlu untuk infus cepat atau multipel dari cairan atau produk darah untuk
meningkatkan volume sirkulasi dan mencegah pembekuan.
Intervensi :
-

Berikan obat-obatan sesuai indikasi : Oksitoksin, Metilergononovin maleat,


Prostaglandin F2 alfa.

Rasional :
Meningkatkan kontraktilitas dari uterus yang menonjol dan miometrium, menutup
sinus vena yang terpajan, dan menghentikan hemoragi pada adanya atonia. Magnesium
sulfat
Intervensi :
Terapi Antibiotik.
Rasional :
Antibiotok bertindak secara profilaktik untuk mencegah infeksi atau mungkin perlu
diperlukan untuk infeksi yang disebabkan atau diperberat pada subinvolusi uterus atau
hemoragi.

2. Resiko tinggi terjadi Infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.

Intervensi :
-

Demonstrasikan mencuci tangan yang tepat dan teknik perawatan diri. Tinjau
ulang cara yang tepat untuk menangani dan membuang material yang
terkontaminasi misalnya pembalut, tissue, dan balutan.

Rasional :
Mencegah kontaminasi silang/penyebaran organinisme infeksious.
Intervensi :
-

Perhatikan perubahan pada tanda vital atau jumlah SDP

Rasional :
Peningkatan suhu dari 100,4 F (38C) pada dua hari beturut-turut (tidak menghitung
24 jam pertama pasca partum), tachikardia, atau leukositosis dengan perpindahan
kekiri menandakan infeksi.
Intervensi :
-

Perhatikan gejala malaise, mengigil, anoreksia, nyeri tekan uterus atau nyeri
pelvis.

Rasional :
Gejala-gejala ini menandakan keterlibatannsistemik, kemungkinan menimbulkan
bakterimia, shock, dan kematian bila tidak teratasi.
Intervensi :
-

Selidiki sumber potensial lain dari infeksi, seperti pernapasan (perubahan pada
bunyi napas, batuk produktif, sputum purulent), mastitis (bengkak, eritema, nyeri),
atau infeksi saluran kemih (urine keruh, bau busuk, dorongan, frekuensi, nyeri).

Rasional :
Diagnosa banding adalah penting untuk pengobatan yang efektif.
Intervensi :
-

Kaji keadaan Hb atau Ht. Berikan suplemen zat besi sesuai indikasi.

Rasional :
Anemia sering menyertai infeksi, memperlambat pemulihan dan merusak sistem imun.

3. Nyeri berhubungan dengan trauma atau distensi jaringan.

Intervensi :
-

Tentukan karakteristik, tipe, lokasi, dan durasi nyeri. Kaji klien terhadap nyeri
perineal yang menetap, perasaan penuh pada vagina, kontraksi uterus atau nyeri
tekan abdomen.

Rasional :
Membantu

dalam

diagnosa

banding

dan

pemilihan

metode

tindakan.

Ketidaknyamanan berkenaan dengan hematoma, karena tekanan dari hemaoragik


tersembunyi kevagina atau jaringan perineal. Nyeri tekan abdominal mungkin sebagai
akibat dari atonia uterus atau tertahannya bagian- bagian placenta. Nyeri berat, baik
pada uterus dan abdomen, dapat terjadi dengan inversio uterus.
Intervensi :
-

Kaji kemungkinan penyebab psikologis dari ketidaknyaman.

Rasional :
Situasi darurat dapat mencetuskan rasa takut dan ansietas, yang memperberat persepsi
ketidaknyamanan.
Intervensi :
-

Berikan tindakan kenyamanan seperti pemberian kompres es pada perineum atau


lampu pemanas pada penyembungan episiotomi.

Rasional :
Kompres dingan meminimalkan edema, dan menurunkan hematoma serta sensasi
nyeri, panas meningkatkan vasodilatasi yang memudahkan resorbsi hematoma.
Intervensi :
-

Berikan analgesik, narkotik, atau sedativa sesuai indikasi

Rasional :
Menurunkan nyeri dan ancietas, meningkatkan relaksasi.

4. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovalemia

Intervensi :
-

Perhatikan Hb/Ht sebelum dan sesudah kehilangan darah. Kaji status nutrisi, tinggi
dan berat badan.

Rasional :
Nilai bandingan membantu menentukan beratnya kehilangan darah. Status yang ada
sebelumnya dari kesehatan yang buruk meningkatkan luasnya cedera dari kekurangan
oksigen.
Intervensi :
-

Pantau tanda vital; catat derajat dan durasi episode hipovolemik.

Rasional :
Luasnya keterlibatan hipofisis dapat dihubungkan dengan derajat dan durasi hipotensi.
Penigkatan frekuensi pernapasan dapat menunjukan upaya untuk mengatasi asidosis
metabolik.
Intervensi :
-

Perhatikan tingkat kesadaran dan adanya perubahan prilaku.

Rasional :
Perubahan sensorium adalah indikator dini dari hipoksia, sianosis, tanda lanjut dan
mungkin tidak tampak sampai kadar PO2 turun dibawah 50 mmHg.
Intervensi :
-

Kaji warna dasar kuku, mukosa mulut, gusi dan lidah, perhatikan suhu kulit.

Rasional :
Pada kompensasi vasokontriksi dan pirau organ vital, sirkulasi pada pembuluh darah
perifer diperlukan yang mengakibatkan sianosis dan suhu kulit dingin.
Intervensi :
-

Beri terapi oksigen sesuai kebutuhan

Rasional :
Memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk transpor sirkulasi kejaringan.

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapatdisimpulkan beberapa hal yaitu sebagai
berikut:
1. Retensioplacenta adalah keadaan dimana uri/placenta belum lahir dalam waktu satu
jam setelah bayi lahir
2. Ada dua keadaan yang menyebabkan terjadinya retensio placenta yaitu; (a) placenta
belum terlepas dari dinding rahim karena tumbuh melekat lebih dalam, dan (b)
placenta telah terlepas tetapi belum dapat dikeluarkan yang terjadi akibat penanganan
kala III yang salah.
3. Masalah keperawatan yang dapat terjadi pada atonia uteri adalah defisit volume
cairan tubuh, resiko terjadi infeksi, nyeri, gangguan perfusi jaringan, ancietas, dan
kurangnya pengetahuan klien tentang keadaannya.
B. Saran
Hemoragi pasca partum biasanya didefenisikan sebagai kehilangan darah lebih dari 500
ml selama dan/atau setelah kelahiran. Ini adalah salah satun penyebab tersering kematian
pada ibu. Mudah- mudahan makalah ini memberikan wawasan kepada kita tentang
retensio sebagai salah satu penyebab perdarahan post partum. Dan kepada ibu dosen
pembimbing mata kuliah ini kiranya dapat memberikan masukan, kritik dan saran guna
melengkapi pengetahuan tentang retensio placenta terutama yang berkaitan dengan
asuhan keperawatan secara lebih khusus pada ibu yang mengalami retensio placenta.

DAFTAR PUSTAKA

1. Harry Oxorn, Ilmu Kebidanan Patofisiologi dan Persalinan, Edisi Human Labor and Birth,
Yayasan Essentia Medica, 1990.
2. Mary Hamilton, Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas, EGC, Jakarta, 1995.
3. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2002.
4.Muliyati, Buku Panduan Kuliah Keperawatan Maternitas, Makassar, 2005.

Anda mungkin juga menyukai