Anda di halaman 1dari 36

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsp Dasar Kehamilan


2.1.1 Pengertian
Kehamilan adalah perkembangan dan pertumbuhan janin didalam uterus
atau rahim yang bermulai sejak awal konsepsi dan berakhir sampai permulaan
persalinan (Manuaba, 2010).
Kehamilan dapat diartikan sebagai penyatuan dari sel mani (spermatozoa)
dan sel telur (ovum) kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.
Kehamilan normal berlangsung dalam waktu 40 minggu atau lebih dikenal 9 bulan
10 hari yang dihitung dari hari pertama haid terakhir (Saifudin, 2010).
Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional, kehamilan
didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum, dan
dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi (Prawirohardjo, 2014).

2.1.2 Standar Asuhan Kehamilan


Menurut Kemenkes RI (2009) dalam melakukan pemeriksaan antenatal,
bidan harus memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai standar asuhan pada
ibu hamil, yang terdiri dari:
1. Timbang berat badan dan Tinggi Badan
2. Ukur Tekanan Darah
3. Ukur lingkar lengan atas (LILA)
4. Ukur Tinggi Fundus Uteri
5. Tentukan presentasi janin dan hitung Denyut Jantung Janin (DJJ)
6. Beri imunisasi Tetanus Toksoid (TT)
7. Beri Tablet Tambah Darah (Fe)
8. Pemeriksaan Laboratorium Rutin dan Khusus
1) Pemeriksaan Golongan Darah
2) Pemeriksaan Kadar Hemoglobin Darah (Hb)
3) Pemeriksaan Protein dalam Urin

4
4) Pemeriksaan Kadar Gula Darah
5) Pemeriksaan Darah Malaria
6) Pemeriksaan Tes Sifilis
7) Pemeriksaan HIV
8) Pemeriksaan BTA
9) Tatalaksana dan Penanganan Kasus
10) Temu Wicara

2.1.3. Kunjungan Ibu Hamil Komprehenship dan Berkualitas


Kunjungan Antenatal Care ,menurut WHO (2016) yaitu 8 kali, ibu hamil
kontak dengan tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan untuk
mendapatkan pelayanan pemeriksaan selama kehamilan dan minimal 2x
pemeriksaan oleh dokter pada TM I dan pada TM III
1). Kunjungan pertama (KI) sebelum 8 mg,
2). Kunjungan 8 kali
Trimester I, 1x kehamilan < 12 mg
Trimester II 2x kehamilan 20 mg s.d 26 mg.
Trimester III 5x saat kehamilan 30 mg, 34 mg, 36 mg, 38 mg, dan 40 mg

2.2 Konsep Dasar Plasenta Previa


2.2.1 Pengertian Plasenta Previa
Plasenta previa adalah tertutupnya serviks secara parsial atau komplit oleh
plasenta. Plasenta previa merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
perdarahan post partum yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu
dan neonatus. Ibu dengan plasenta previa sebaiknya menghindari kelahiran bayi
pervaginam. Kebanyakan kasus dapat didiagnosis sedini mungkin menggunakan
ultra sonografi (Ryu JM, Choi YS, 2019). Plasenta previa adalah plasenta yang
letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga dapat menutupi
sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Implantasi plasenta yang normal
ialah pada dinding depan, dinding belakang rahim, atau di daerah fundus uteri
(Fadlun, 2013). Apabila plasenta menutupi seluruh atau sebagian leher rahim
maka tidak mungkin menjalankan proses kelahiran secara normal. (Purwoastuti,

5
2015).
Sejalan dengan bertambah membesarnya segmen bawah rahim ke arah
proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut
berimigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik mendatar dan meluas dalam
persalinan kala satu bisa mengubah luas permukaan servik yang tertutup oleh
plasenta
Menurut Browne, klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya
jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu, yaitu:
1. Low Lying Placenta (Plasenta Letak Rendah)
Lateralis plasenta, tempat implantasi beberapa millimeter atau cm dari tepi jalan
lahir risiko perdarahan tetap ada, namun bisa dibilang kecil, dan bisa dilahirkan
pervaginam dengan aman. Pinggir plasenta berada kira-kira 3 atau 4 cm diatas
pinggir pembukaan, sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan lahir.
2. Plasenta Previa Marginalis
Bila hanya bagian tepi plasenta yang menutupi jalan lahir bisa dilahirkan
pervaginam tetapi risiko perdarahan tetap besar.
3. Plasenta Previa Parsialis
Bila hanya sebagian/separuh plasenta yang menutupi jalan lahir. Pada tempat
implantasi inipun risiko perdarahan masih besar dan biasanya tetap tidak
dilahirkan melalui pervaginam.
4. Plasenta Previa Totalis
Bila plasenta menutupi seluruh jalan lahir pada tempat implantasi, jelas tidak
mungkin bayi dilahirkan in order to vaginam (normal/spontan/biasa), karena
risiko perdarahan sangat hebat.

6
Gambar 2.1 Klasifikasi Plasenta Previa (Oyesele, dkk 2006)

2.2.2 Etiologi plasenta previa


Beberapa faktor dan etiologi dari plasenta previa tidak diketahui. Tetapi
diduga hal tersebut berhubungan dengan abnormalitas dari vaskularisasi
endometrium yang mungkin disebabkan oleh timbulnya parut akibat trauma
operasi/infeksi. (Mochtar, 1998). Perdarahan berhubungan dengan adanya
perkembangan segmen bawah uterus pada trimester ketiga. Plasenta yang melekat
pada area ini akan rusak akibat ketidakmampuan segmen bawah rahim untuk
berkonstraksi secara adekuat. Faktor risiko plasenta previa termasuk:
1. Riwayat plasenta previa sebelumnya
2. Riwayat seksio sesarea
3. Riwayat aborsi
4. Kehamilan ganda
5. Umur ibu yang telah lanjut
6. Multiparitas
7. Adanya gangguan anatomis/tumor pada rahim, sehingga mempersempit
permukaan bagi penempatan plasenta.
8. Adanya jaringan rahim pada tempat yang bukan seharusnya. Misalnya dari
indung telur setelah kehamilan sebelumnya atau endometriosis.
9. Adanya trauma selama kehamilan.

7
Sosial ekonomi rendah/gizi buruk, patofisiologi dimulai dari usia kehamilan
30 minggu segmen bawah uterus akan terbentuk dan mulai melebar serta
menipis.
10. Mendapat tindakan kuretase.

2.2.3 Patofisiologis
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga dan
mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah
rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan, yang terbentuk dari jaringan
maternal bagian desidua basalis yang tumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan
melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang
berimplantasi akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai
tapak plasenta. Demikian pula pada waktu servik mendatar dan membuka ada
bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi
perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan intervillus dari
plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan
pada plasenta previa bagaimanapun pasti akan terjadi. Perdarahan di tempat itu
relatif dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan servik
tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya
sangat minimal, dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak akan tertutup
dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika
ada laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta dimana perdarahan akan
berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Demikianlah perdarahan akan berulang
tanpa sesuatu sebab lain, darah yang keluar bewarna merah segar tanpa rasa nyeri.

2.2.4 Patologi plasenta previa


Perdarahan tidak dapat dihindari karena ketidakmampuan serabut otot
segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan itu, tidak
sebagaimana serabut otot uterus yang menghentikan perdarahan pada kala III
dengan plasenta yang letaknya normal. Makin rendah letak plasenta, makin dini
perdarahan terjadi. Oleh karena itu, perdarahan pada plasenta previa totalis akan
terjadi lebih dini daripada pada plasenta letak rendah yang mungkin baru berdarah

8
setelah persalinan dimulai. Penyebab pasti dari plasenta previa belum diketahui,
tetapi ada teori yang mengemukakan bahwa penyebab plasenta previa adalah
multiparitas, usia maternal >35 tahun, kehamilan ganda, riwayat pembedahan
uterus termasuk bedah sesar, merokok serta riwayat aborsi. Cacat bekas bedah
sesar berperan menaikkan insiden dua sampai tiga kali. Sedangkan pada
perempuan perokok dijumpai insiden plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat.
Hipoksemia akibat karbonmono-oksida hasil pembakaran rokok menyebabkan
plasenta menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi.

2.2.5 Tanda dan gejala


a. Gejala Utama
Perdarahan yang terjadi bisa sedikit atau banyak. Perdarahan yang berwarna
merah segar, tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri.
b. Gejala Klinik
1. Perdarahan yang terjadi bisa sedikit atau banyak. Perdarahan yang terjadi
pertama kali biasanya tidak banyak dan tidak berakibat fatal. Perdarahan
berikutnya hampir selalu lebih banyak dari sebelumnya. Perdarahan pertama
sering terjadi pada triwulan ketiga.
2. Pasien yang datang dengan perdarahan karena plasenta previa tidak
mengeluh adanya rasa sakit.
3. Pada uterus tidak teraba keras dan tidak tegang.
4. Bagian terbanyak janin biasanya belum masuk pintu atas panggul dan tidak
jarang terjadi letak janin (letak lintang atau letak sungsang).
5. Janin mungkin masih hidup atau sudah mati, tergantung banyaknya
perdarahan, sebagian besar kasus, janinnya masih hidup.

9
2.2.6 Diagnosis plasenta previa
Untuk mendiagnosis perdarahan diakibatkan oleh plasenta previa diperlukan
anamnesis dan pemeriksaan obstetrik. Dapat juga dilakukan pemeriksaaan
hematokrit. Pemeriksaan bagian luar terbawah janin biasanya belum masuk pintu
atas panggul. Pemeriksaan inspekulo bertujuan untuk mengetahui apakah
perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum atau dari kelainan serviks atau
vagina seperti erosro porsionis uteri, karsinoma porsionis uteri polipus serviks
uteri, varises vulva dan trauma.
1. Anamnesis perdarahan
a. Perdarahan terjadi tanpa rasa sakit
b. Dapat sedikit demi sedikit atau dalam jumlah banyak
c. Dapat berulang-ulang, sebelum persalinan berlangsung.
d. Cepatnya dan jumlah darahnya yang hilang dapat menimbulkan gejala
klinik pada ibu dan janin.
Catatan: sementara melakukan anamnesis dan pemeriksaan sebaiknya
dilakukan pemesangan jarum infus no.18 dan pemberian cairan pengganti.
2. Pemeriksan fisik
a. Pemeriksaan umum
Hasil pemeriksaan tergantung penggolongan kehilangan darah, yaitu kelas I
s.d IV. Jika sudah diketahui kelas kehilangan darah, dapat direncakan.
□ Cairan pengganti untuk sementara (pemberian cairan koloid)
□ Transfusi sesuai dengan kehilangan darah atau minimal hb mecapai 10g
%.
□ Dapat diberikan obat simtomatik sesuai gejala penyerta dan antibiotik
profilaksus dengan dosis adekuat.
b. Palpasi abdomen
□ Bagian terbawah janin belum masuk pintu atas panggul, kepala masih
goyang karena sekitar ostium uteri tertutup jaringan plasenta.
□ Sering dijumpai kesalahan letak janin (letang sunsang, lintang, bagian
terendah mirirng).
□ Dinding abdomen tidak tegang atau kaku sehingga mudah melakukan
pemeriksaan janin dengan palpasi.

10
c. Pemeriksaan auskultasi
□ Dapat mengunakan fundoskopi laenek, untuk mendengar detak jantung
janin.
□ Menggunakan doppler sehingga detak jantung janin dapat didengar oleh
ibu.
□ Merekam detak jantung janin dengan menggunakan CTG (kardiotografi)

Hasil pemantauan detak jantung janin, tergantung dari jumlah dan


cepatnya kehilangan darah maternal sehingga dapat memengaruhi
sirkulasi retroplasenter yang selanjutnya akan langsung mempengaruhi
nutrisi dan pertukaran O2/CO2 intraplasenter. Dengan demikian, pada
janin di dalam uterus dapat terjadi:
□ Tidak terjadi perubahan apapun karena terjadi perdarahan kelas I
sehingga masih dapat dikompensasi oleh ibu.
□ Terjadi asfiksia ringan sampai berat, yang dapat direkam oleh CTG
intermiten atau terus menerus.
□ Keadaan anemia begitu berat sehingga janin tidak mungkin ditolong lagi.
d. Pemeriksaan dalam
Sejak penggunaan ultrasonografi secara luas dalam bidang obstetri,
kehamilan dengan perdarahan tidak terlalu banyak dilakukan pemeriksaan
dalam, tujuannya untuk mengurangi kemungkinan bertambahnya
perdarahan. Sebelum penggunaan ultrasonografi, pemeriksaan dalam
merupakan tindakan yang harus dilakukan untuk:
□ Menegakkan diagnosis seperti plasenta previa
 Melakukan pemeriksaan dengan spekulum sehingga keluarnya darah
dari osteum uteri dapat dilihat dengan jelas
 Melakukan perabaan dengan fornises, akan terdapat bantalan antara
bagian terendah janin dengan dinding segmen rahim,yang
menunjukkan adanya plasenta previa.
 Melakukan pemeriksaan dengan kanalis servikalis untuk menegakkan
diagnosis pasti jenis plasenta previa :
- Plasenta previa marginalis

11
- Plasenta previa parsialis
- Plasenta previa totalis
- Plasenta previa rendah
Sesuai pembukaan yang ada saat itu
□ Syarat utama yang paling penting sebagai persiapan untuk melakukan
pemeriksaan dalam adalah :
 Dilakukan di atas meja operasi
 Tim operasi telah siap untuk melakukan tindakan jika terdapat
indikasi segera, antara lain:
o Perdarahan bertambah banyak
o Plasenta previa totalis
o Tindakan operasi yang dilakukan bertujuan menyelamatkan jiwa
maternal tanpa memandang janin intra uteri
e. Pemeriksaan Inspekulo
Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari ostium
uteri eksternum atau dari kelainan cervix dan vagina. Apabila perdarahan
berasal dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta harus dicurigai. Dengan
memakai spekulum secara hati-hati dilihat darimana asal perdarahan.
Apakah dari dalam uterus atau dari kelainan serviks vagina, varises pecah.
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang sangat penting untuk:
a. Memastikan diagnosa
b. Menetapkan kondisi umum dan khusus fetus dan maternal dengan
pemeriksaan laboratorium sehingga sikap pasti dapat ditentukan.
c. Pemeriksan USG, sangat banyak digunakan serta untuk membantu
menegakkan diagnosa dan letak plasenta previa sehingga rencana
pertolongan persalianan dapat ditetapkan. Bahkan diagnosisnya sudah dapat
ditegakkan usia kehamilan 20 minggu sehingga ibu hamil dapat diberikan
nasihat untuk memperhatikan kemungkinan perdarahan antepartum.
Terminasi kehamilan juga sudah dapat direncanakan sebelum terjadi
perdarahan. Pemeriksaan USG ini dilakukan empat kali selama kehamilan
agar implantasi plasenta dengan plasenta previa sudah dapat diketahui.

12
Kemudian diberikan KIE dan motivasi sehingga dapat menerima rencana
terminasi persalinan dengan cara:
1) Memecahkan ketuban tanpa atau dengan induksi persalinan
2) Langsung lakukan seksio
d. Sitografi, mula-mula kandungan kemih dikosongkan, lalu masukkan 40cc
larutan NaCl 12,5% kepala janin ditekan kearah pintu atas panggul. Bila
jarak kepala dan kemih berselisih dari 1 cm, kemungkinan terdapat plasenta
previa.
4. Pemeriksaan laboratorium
Pada kasus perdarahan antepartum sangat penting dilakukan pemeriksaan
laboratorium.
 Pemeriksaan darah lengkap
o Untuk mendapatkan gambaran keadaan darah
o Persiapan untuk memberikan transfusi
 Pemeriksaan urin lengkap
o Kemungkinan ditemukan protein urin atau glukosa urin.
o Perhatikan jumlah urin setiap jam karena perdarahan banyak akan
menimbulkan oliguria dan anuria.
o Hasil lainnya akan menunjukkan kemungkinan sudah terjadinya
gangguan ginjal

2.2.7 Komplikasi plasenta previa


Menurut Prof. Dr. Sarwono Prawirohardjo, SpOG., 2009, Jakarta.
a. Karena pembentukan segmen rahim terjadi secara ritmik, maka pelepasan
plasenta dari tempat melekatnya di uterus dapat berulang dan semakin banyak,
dan perdarahan yang terjadi tidak dapat dicegah sehingga penderita menjadi
anemia bahkan syok.
b. Karena plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat
segmen ini yang tipis, maka jaringan trofoblas dengan kemampuan invasinya
menerobos ke dalam miometrium bahkan sampai ke perimetrium dan menjadi
sebab dari kejadian plasenta inkreta dan bahkan plasenta perkreta.
c. Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah sangat

13
potensial untuk robek disertai perdarahan yang banyak. Oleh karena itu, harus
sangat berhati-hati pada semua tindakan manual di tempat ini misalnya pada
waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada segmen bawah rahim ataupun
waktu mengeluarkan plasenta dengan tangan pada retensio plasenta.
d. Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini memaksa
lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala konsekuensinya.
e. Kelahiran premature dan gawat janin sering tidak terhindarkan sebagian oleh
karena tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan
belum aterm.
f. Berisiko tinggi untuk solusio plasenta (risiko relative 13,8), seksio sesarea
(risiko relative 1,7), kematian maternal akibat perdarahan (50 %), dan
disseminated intravascular coagulation (DIC) 15,9 %.

2.2.8 Pengaruh plasenta terhadap kehamilan


Karena dihalangi oleh plasenta maka bagian terbawah janin tidak terfiksir
kedalam pintu atas panggul, sehingga terjadilah kesalahan-kesalahan letak janin,
letak kepala mengapung, letak sungsang letak lintang. Sering terjadi partus
prematurus karena adanya rangsangan koagulan darah pada serviks. Selain itu jika
banyak plasenta yang lepas kadar progesterone turun dan dapat terjadi His. Juga
lepasnya plasenta sendiri dapat merangsang his. Dapat juga karena pemeriksaan
dalam.

2.2.9 Pengaruh plasenta previa terhadap persalinan


Karena dihalangi oleh plasenta maka bagian terbawah janin tidak terfiksir
kedalam pintu atas panggul, sehingga terjadilah kesalahan-kesalahan letak janin,
letak kepala mengapung, letak sungsang letak lintang. Sering terjadi partus
prematurus karena adanya rangsangan koagulan darah pada serviks. Selain itu jika
banyak plasenta yang lepas kadar progesterone turun dan dapat terjadi His. Juga
lepasnya plasenta sendiri dapat merangsang his. Dapat juga karena pemeriksaan
dalam.
2.2.10 Faktor resiko plasenta previa
Penyebab utama terjadinya plasenta previa tidak diketahui. Tetapi ada

14
beberapa faktor resiko yang menyebabkan meningkatnya kesempatan seseorang
untuk mengalami plasenta previa, yaitu :
1. Operasi sesar sebelumnya. Pada wanita – wanita yang pernah menjalani operasi
sesar sebelumnya, maka sekitar 4 dari 100 wanita tersebut akan mengalami
plasenta previa. Resiko akan makin meningkat setelah mengalami empat kali
atau lebih operasi sesar ( pada wanita – wanita yang pernah 4 kali atau lebih
menjalani operasi sesar, maka 1 dari 10 wanita ini akan mengalami plasenta
previa )
2. Riwayat tindakan medis yang dilakukan pada uterus, seperti dilatasi dan
kuretase atau aborsi medisinalis.
3. Jumlah kehamilan sebelumnya. Plasenta previa terjadi pada 1 dari 1500 wanita
yang baru pertama kali hamil. Bagaimanapun, pada wanita yang telah 5 kali
hamil atau lebih, maka resiko terjadinya plasenta previa adalah 1 diantara 20
kehamilan.
4. Usia ibu hamil. Diantara wanita-wanita yang berusia kurang dari 19 tahun,
hanya 1 dari 1500 yang mengalami plasenta previa. Satu dari 100 wanita yang
berusia lebih dari 35 tahun akan mengalami plasenta previa. Wanita lebih dari
35 tahun, 3 kali lebih berisiko.
5. Multiparitas, apalagi bila jaraknya singkat. Secara teori plasenta yang baru
berusaha mencari tempat selain bekas plasenta sebelumnya.
6. Kehamilan dengan janin lebih dari satu (seperti kembar dua atau kembar tiga ).
7. Merokok sigaret, menyebabkan menurunnya kadar oksigen yang beredar dalam
tubuh janin, sehingga merangsang pertumbuhan plasenta yang besar. Plasenta
yang besar dihubungkan dengan perkembangan plasenta previa.
8. Adanya gangguan anatomis/tumor pada rahim sehingga mempersempit
permukaan bagi penempelan plasenta.
9. Adanya jaringan parut pada rahim oleh operasi sebelumnya. Dilaporkan, tanpa
jaringan parut berisiko 0,26%. Setelah bedah sesar, bertambah berturut-turut
menjadi 0,65% setelah 1 kali, 1,8% setelah 2 kali, 3% setelah 3 kali dan 10%
setelah 4 kali atau lebih.
10. Adanya endometriosis (adanya jaringan rahim pada tempat yang bukan
seharusnya, misalnya di indung telur) setelah kehamilan sebelumnya.

15
11. Riwayat plasenta previa sebelumnya, berisiko 12 kali lebih besar.
12. Adanya trauma selama kehamilan.
13. Kebiasaan tidak sehat seperti merokok dan minum alkohol.

2.2.11 Penanganan Plasenta Previa


Menurut Prof. DR. Dr. Sarwono Prawirohardjo, SpOG. 2009. jakarta :
1. Perdarahan dalam trimester dua atau trimester tiga harus dirawat di rumah sakit.
Pasien diminta baring dan dikalukan pemeriksaan darah lengkap termasuk
golongan darah dan faktor Rh.pada kehamilan 24 minggu sampai 34 minggu
diberikan steroid dalam perawatan antenatal untuk perawatan paru janin.
2. Jika perdarahan terjadi pada trimester dua perlu diwanti-wanti karena
perdarahan ulangan biasanya lebih banyak. Jika ada gejala hipovelemik seperti
hipotensi, pasien tersebut mungkin mengalami perdarahan yang cukup berat,
lenih berat dari pada penampakannya secara klinis. Transfusi darah yang
banyak perlu segera diberikan.
3. Pada kondisi yang terlihat stabil di dalam rawatan di luar rumah sakit,
hubungan suami istri dan tumah tangga dihindari kecuali setelah pemeriksaan
ultrasonografi ulangan dianjurkan minimal setelah 4 minggu, memperlihatkan ada
migrasi plasenta menjauhi ostiun uteri internum (OUI)
4. Perdarahan dalam trimester tiga perlu pengawasan lebih ketat dengan istirahat
baring yang lebih lama dalam rumah sakit dan dalam keadaan yang cukup
serius untuk merawatnya sampai melahirkan.
5. Pada pasien dengan riwayat secsio sesaria perlu diteliti dengan ultrasonografi,
color doppler atau MRI untuk melihatkemungkinan adanya plasenta akreta,
inkreta atau perkreta.
6. Secsio sesaria juga dilakukan apabila ada perdarahan banyak yang
menghawatirkan.

16
Semua pasien dengan perdarahan pervaginam pada trimester tiga dirawat di
rumah sakit tanpa periksa dalam. Bila pasien dalam keadaan syok karena
perdarahan yang banyak, harus segera perbaiki keadaan umumnya dengan
pemberian infus atau transfusi darah.
Selanjutnya penanganan plasenta previa bergantung pada keadaan umum
pasien, kadar Hb, jumlah perdarahan, umur kehamilan, taksiran janin, jenis
plasenta previa dan paritas.
Tindakan apa yang kita pilih untuk pengobatan plasenta previa dan kapan
melaksanakanya tergantung pada faktor-faktor tersebut dibawah :
1. Perdarahan banyak atau sedikit
2. Keadaan ibu dan anak
3. Besarnya pembukaan
4. Tingkat plasenta previa
5. Paritas
Pengobatan plasenta previa dapat dibagi dalam 2 golongan :
1) Terapi aktif
 Wanita hamil di atas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang
aktif dan banyak, harus segera ditatalaksana secara aktif tanpa memandang
maturitas janin.
 Untuk diagnosis plasenta previa dan menentukan cara menyelesaikan
persalinan, setelah semua persyaratan dipenuhi, lakukan PDMO jika:
- Infus/transfusi telah terpasang, kamar dan Tim Operasi telah siap
- Kehamilan ≥ 37 minggu (berat badan ≥ 2500 gram) dan in partu,
atauJanin telah meninggal atau terdapat anomali kongenital mayor
(misal: anensefali)
- Perdarahan dengan bagian terbawah janin telah jauh melewati pintu atas
panggul (2/5 atau 3/5 pada palpasi luar).
Kehamilan segera diakhiri sebelum terjadi perdarahan yang membawa maut
1. Cara vaginal yang bermaksud untuk mengadakan tekanan pada plasenta dan
dengan demikian menutup pembuluh-pembuluh darah yang terbuka
(tamponnade pada plasenta).
2. Dengan sectio caesarea dengan maksud untuk mengosongkan rahim hingga

17
rahim dapat mengadakan retraksi dan menghentikan perdarahan. Sectio
caesarea juga dapat mencegah terjadinya robekan cerviks yang agak sering
terjadi dengan usaha persalinan per vaginam pada plasenta previa.
Perdarahan yang banyak, pembukaan kecil, nullipara dan tingkat plasenta
previa yang berat mendorong kita melakukan SC, sebaliknya perdarahan yang
sedang, pembukaan yang sudah besar, multiparitas dan tingkat plasenta previa
yang ringan dan anak yang mati mengarahkan pada usaha pemecahan ketuban.
Pada perdarahan yang sedikit dan anak yang masih kecil dipertimbangkan
terapi ekspektatip. Perlu dikemukakan cara manapun yang diikuti, persediaan
darah yang cukup sangat menentukan.
Cara-cara vaginal terdiri dari :
 Pemecahan ketuban
 Versi Braxton Hicks
 Dengan cunam willet
Pemecahan ketuban
Pemecahan ketuban dapat dilakukan pada plasenta letak rendah, plasenta
previa marginalis dan plasenta previa lateralis yang menutupi ostium internum
kurang dari setengah bagian. Kalau pada plasenta previa lateralis, plasenta terdapat
disebelah belakang, maka lebih baik dilakukan SC karena dengan pemecahan
ketuban kepala kurang menekan pada plasenta, karena kepala tertahan
promontorium yang dalam hal ini dilapisi lagi oleh jaringan plasenta.
 Pemecahan ketuban dapat menghentikan perdarahan karena :
 Setelah pemecahan ketuban uterus mengadakan retraksi hingga kepala anak
menekan pada plasenta.
 Plasenta tidak tertahan lagi oleh ketuban dan dapat mengikuti gerakan dinding
rahim hingga tidak terjadi pergeseran antara plasenta dan dinding rahim.
Kalau his tidak ada atau kurang kuat setelah pemecahan ketuban diberi infis
pitocin. Kalau perdarahan tetap ada, dilakukan SC.

18
2) Terapi ekspektatip
Ialah kalau janin masih kecil hingga kemungkinan hidup didunia luar
baginya kecil sekali. Sikap ekspektatip tentu hanya dapat dibenarkan kalau
keadaan ibu baik dan perdarahan sudah berhenti atau sedikit sekali.
Dulu anggapan kita ialah bahwa kehamilan dengan plasenta previa harus
segera diakhiri untuk menghindarkan perdarahan yang fatal.
Tapi sekarang terapi menunggu dibenarkan dengan alasan :
1. Perdarahan pertama pada plasenta previa jarang fatal
2. Untuk menurunkan kematian bayi karena prematuritas Tujuan Terapi
ekspektatif
a) tujuan terapi ekspektatif ialah supaya janin tidak terlahir prematur, penderita
dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui kanalis servisis. Upaya
diagnosis dilakukan secara non invasiv. Pemantauan klinis dilakukan secara
ketat dan baik.
b) Syarat bagi terapi ekspektatip ialah :
 bahwa keadaan umum ibu masih baik (Hbnya normal)
 perdarahan tidak banyak.
 Pada terapi ekspektatip kita rawat pasien dirumah sakit, sampai berat
anak lebih kurang 2500 gr atau kehamilan sudah sampai 37 minggu.
 Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti
 Belum ada tanda inpartu
 Janin masih hidup
c) Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotik prolikasis
d) Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi plasenta, usia
kehamilan, profil biofisik letak dan presentasi janin
e) Berikan tokolitik bila ada kontraksi
 MgSO4 4 g IV dosis awal dilanjutkan 4 g setiap 6 jam
 Nifedipine 3x20 mg/hari
 Betamethasone 24 mg IV dosis tunggal untuk pematangan paru janin
f) Uji pematangan paru janin dengan Tes KOCOK (Bubble Test) dari hasil
amniosentesis
g) Bila setelah usia kehamilan diatas 34 minggu plasenta masih berada di

19
sekitar OUI, maka dugaan plasenta previa menjadi jelas, sehingga perlu
dilakukan observasi dan konseling untuk menghadapi kemungkinan keadaan
gawat darurat
h) Bila perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama
pasien dapat dipulangkan untuk rawat jalan (kecuali apabila rumah pasien
diluar kota dan jarak untuk mencapai rumah sakit lebih dari 2 jam) dengan
pesan untuk segera kembali ke rumah sakit apabila terjadi perdarahan ulang.
Selama terapi ekspektatip diusahakan menentukan lokalisasi plasenta dengan
tissue technic, dengan radioisotop atau dengan ultrasound.
Kalau kehamilan 37 minggu telah tercapai kehamilan diakhiri menurut salah
satu cara yang telah diuraikan. Selanjutnya pada penderita plasenta previa
selalu harus diberikan antibiotica mengingat kemungkinan infeksi yang
besar disebabkan oleh perdarahan dan tindakan-tindakan intrauterine.

2.3 Konsep Dasar Anemia Pada Ibu Hamil


2.3.1 Definisi Anemia Pada Kehamilan
Anemia pada kehamilan adalah dimana kondisi ibu kadar haemoglobinnya
dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar dibawah 10,5 gr% pada
trimester II. Anemia defisiensi besi pada wanita merupakan problema kesehatan
yang dialami oleh wanita diseluruh dunia terutama dinegara berkembang
(Susiloningtyas, 2012).

2.3.2 Penyebab Anemia Pada Kehamilan


Menurut Mochtar (2013) pada umumnya, penyebab anemia pada kehamilan
adalah:
1. Kurang zat besi
Kebutuhan zat besi pada trimester II dan III tidak dapat dipenuhi dari
mengkonsumsi makanan saja, walaupun makanan yang dikonsumsi memiliki
kualitas yang baik ketersediaan zat besi yang tinggi. Peningkatan kebutuhan zat
besi meningkat karena kehamilan. Sebagian kebutuhan zat besi dapat dipenuhi
oleh simpanan zat besi dan presentase zat besi yang diserap, namun apabila
simpanan zat besi rendah atau zat besi yang diserap sedikit maka diperlukan

20
suplemen preparat zat besi agar ibu hamil tidak mengalami anemia (Bakta, I.M., &
Dkk, 2009).
2. Ibu yang mempunyai penyakit kronik
Ibu yang memiliki penyakit kronik mengalami inflamasi yang lama dan
dapat mempengaruhi produksi sel darah merah yang sehat. Ibu hamil dengan
penyakit kronis lebih berisiko mengalami anemia akibat inflamasi dan infeksi akut
(Bothamley & Maureen, 2013).
3. Kehilangan banyak darah saat persalinan sebelumnya
Perdarahan yang hebat dan tiba-tiba seperti perdarahan saat persalinan
merupakan penyebab tersering terjadinya anemia, jika kehilangan darah yang
abnyak, tubuh segera menarik cairan dari jaringan diluar pembuluh darah agar
darah dalam pembuluh darah tetap tersedia. Banyak kehilangan darah saat
persalinan akan mengakibatkan anemia (Ananya, 2012). Dibutuhkan waktu untuk
memulihkan kondisi fisiologis ibu dan memenuhi cadangan zat besi ibu hamil
(Manuaba & Dkk, 2010).
4. Jarak kehamilan
Hasil penelitian dari Amiruddin (2007) menyatakan kematian terbanyak
terjadi pada ibu dengan prioritas 1 sampai 3 anak dan jika dilihat menurut jarak
kehamilan ternyata jarak kurang dari 2 tahun menunjukkan kematian maternal
lebih banyak. Jarak kehamilan yang terlalu dekat dapat menyebabkan ibu
mempunyai waktu singkat untuk memulihkan kondisi rahimnya agar bisa kembali
ke kondisi sebelumnya.
Pada ibu hamil dengan jarak yang terlalu dekat dapat menyebabkan resiko
terjadi anemia dalam kehamilan. Dibutuhkan waktu untuk memulihkan kondisi
fisiologis ibu adalah dua tahun. Karena cadangan zat besi ibu hamil belum
pulih.Akhirnya berkurang untuk keperluan janin yang dikandungnya (Manuaba &
Dkk, 2010).

21
5. Paritas
Hasil penelitian Herlina (2013) menyatakan paritas merupakan salah satu
faktor penting dalam kejadian anemia pada ibu hamil. Ibu hamil dengan paritas
tinggi mempunyai resiko lebih besar untuk mengalami anemia dibandingkan
dengan paritas rendah. Adanya kecenderungan bahwa semakin banyak jumlah
kelahiran (paritas), maka akan semakin tinggi angka kejadian anemia.
6. Ibu dengan hamil gemeli dan hidramnion
Derajat perubahan fisiologis maternal pada kehamilan gemeli lebih besar
dari pada dibandingkan kehamilan tunggal. Pada kehamilan gemeli yang
dikomplikasikan dengan hidramnion, fungsi ginjal maternal dapat mengalami
komplikasi yang serius dan besar. Peningkatan volume darah juga lebih besar pada
kehamilan ini. Rata-rata kehilangan darah melalui persalinan pervaginam juga
lebih banyak (Wiknjosastro, 2010).

2.3.3 Patofisiologi Anemia Pada Kehamilan


Perubahan hermatologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena
perubahan sirkulasi yang semakin meningkat terhadap plasenta dan pertumbuhan
payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester II kehamilan
dan maksimum terjadi pada bulan ke-9 dan meningkat sekita 1000 ml, menurun
sedikit menjelang aterm serta kembali normal pada 3 bulan setelah partus.
Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasma, yang
menyebabkan peningkatan sekresi aldesteron (Rukiyah, 2010).
Darah akan bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut
Hidremia atau Hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel darah menjadi kurang
dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah.
Perbandingan tersebut adalah sebagai berikut: plasma 30%, sel darah 18% dan
hemoglobin 19%. Secara fisiologis, pengenceran darah ini untuk membantu
meringankan kerja jantung yang semakin berat dengan adanya kehamilan (Manoe,
2010).

22
2.3.4 Klasifikasi Anemia Pada Kehamilan
Klasifikasi anemia pada kehamilan menurut Proverawati (2009) adalah:
1) Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi
dalam darah. Diagnosa anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan
anamnesa. Hasil anamnesa didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata
berkunang- kunang dan keluhan mual muntah pada hamil muda. Pemeriksaan
dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat sachili,
dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan yaitu trimester I dan III.
Klasifikasi anemia menurut kadar haemoglobin pada ibu hamil menurut WHO
(2011):
 Hb ≥ 11,0 g/dL : Tidak Anemia
 Hb 10,0 – 10,9 g/dL : Anemia Ringan
 Hb 7,0 – 9,9 g/dL : Anemia Sedang
 Hb < 7,0 g/dL : Anemia Berat
2) Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik dimana anemia disebabkan karena defisiensi asam folat
(Pterylgutamic Acid) dan defisiensi vitamin B12 (Cyanocobalamin) walaupun
jarang.
3) Anemia Hipoplastik
Anemia hipoplastik dan aplastic adalah disebabkan oleh hipofungsi sel-sel
tulang, membentuk sel darah merah baru. Untuk diagnosis memerlukan
pemeriksaan darah fungsi lengkap, pemeriksaan fungsi eksternal, dan
pemeriksaan retikulosit.
4) Anemia Hemolitik
Gejala anemia hemolitik anatara lain adalah kelainan gambaran darah,
kelelahan, kelemahan, dampak organ vital. Anemia hemolitik adalah anemia
yang disebabkam karena penghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat
dari pada pembuatannya.

23
2.3.5. Tanda Dan Gejala Anemia Pada Kehamilan
Penderita anemia biasanya ditandai dengan mudah lelah, letih, lesu, nafas
pendek, muka pucat, susah berkosentrasi serta fatique atau rasa lelah yang
berlevuhan. Gejala ini disebabkan karena otak dan jantung mengalami kekurangan
distribusi oksigen dari dalam darah. Denyut jantung biasanya kebih cepat karena
berusaha untuk mengkompensasi kekurangan oksigen dengan memompa darah
lebih cepat. Akibatnya kemampuan kerja dan kebugaran tubuh akan berkurang.
Jika kondisi ini berlangsung lama, kerja jantung menjadi berat dan bisa
menyebabkan gagal jantung kongestif (Pharmaceutical et al., 2010).
Menurut FKM-UI (2009) tanda anemia adalah pucat (lidah, bibir dalam,
muka, telapak tangan), mudah letih, detak jantung lebih cepat, apatis, pusing, mata
berkunang-kunang dan mengantuk.

2.3.6. Dampak Anemia Pada Kehamilan


Menurut Proverawati (2009) dampak anemia pada kehamilan sampai pasca
persalinan adalah:
1) Trimester Pertama
Abortus, missed abortus, dan kelainan congenital.
2) Trimester Kedua dan Trimester III
Persalinan premature, perdarahan antepartum, gangguan pertumbuhan janin
dalam Rahim, Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), mudah terkena infeksi,
Intetlligence Guotient (IQ) rendah (Proverawati, 2009).
Bahaya anemia dapat menyebabkan terjadinya partus premature, perdarahan
antepartum, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia intrapartum
sampai kematian, gestosisdan mudah terkena infeksi, dan dekompensasi kordis
hingga kematian ibu (Mansjoer, 2008).
3) Saat Inpartu
Gangguan his primer dan sekunder, janin lahir dengan anemia, persalinan
dengan tindakan tinggi, ibu cepat lelah, gangguan perjalanan persalinan perlu
tindakan operatif (Proverawati, 2009).
4) Pascapartus
Antonia uteri menyebabkan perdarahan, retensic plasenta, perlukaan sukar
sembuh, mudah terjadi perperalis, gangguan involusi uteri, kematian ibu tinggi
(perdarahan, infeksi peurperalis, gestrosis) (Proverawati, 2009).

24
2.4 Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Kehamilan
24.1 Pengkajian Data
1. Data Subyektif
A. Biodata
1) Umur
Wanita dengan usia kurang dari 16 tahun dapat menyebabkan terjadinya
kematian bayi dan pre eklampsia (Kemenkes RI, 2016: 21). Dalam kurun
waktu reproduksi sehat, usia yang aman untuk kehamilanadalah 20-30
tahun (Romauli, 2011: 162). Pada kehamilan remaja, karena belum
matangnya alat reproduksi untuk hamil, sehingga memudahkan terjadi
keguguran, infeksi, anemia pada kehamilan, dan keracunan kehamilan
(Manuaba et al, 2012: 235-236).
2) Pendidikan
Faktor pendidikan dan ekonomi diperhitungkan karena dapat
menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan janin dalam
rahim (Manuaba et al, 2012: 242). Semakin tinggi pendidikan
seseorang,maka semakin baik pula pengetahuannya tentang sesuatu. Pada
ibu hamil dengan pendidikan rendah, terkadang ketika tidak mendapatkan
cukup informasi mengenai kesehatannya maka, ia tidak tahu mengenai
bagaimana cara melakukan perawatan kehamilan yang baik (Romauli,
2011:124).
3) Pekerjaan
Mengetahui pekerjaan klien adalah penting untuk mengetahui apakah
klien berada dalam keadaan dan untuk mengkaji potensi kelahiran,
prematur dan pajanan terhadap bahaya lingkungan kerja, yang dapat
merusak janin
4) Alamat
Alamat rumah klien perlu di ketahui bidan untuk lebih memudahkan pada
saat pertolongan persalinan dan untuk mengetahui jarak rumah dengan
tempat rujukan.Keluhan utama

25
B. Keluhan Utama
Ditanyakan untuk mengetahui alasan pasien datang ke fasilitas kesehatan
(Sulistyawati, 2012: 167). Keluhan utama plasenta previa adalah pendarahan tanpa
sebab tanpa rasa nyeri dari biasanya berulang darah biasanya berwarna merah
segar (Maryunani, 2013: 138).
Pada plasenta previa, kehamilannya dapat mengalami keluhan atau gejala-
gejala seperti perdarahan tanpa nyeri, sering terjadi pada malam hari saat
pembentukan segmen bawah rahim, bagian terendah masih tinggi diatas pintu atas
panggul (kelainan letak). Perdarahan dapat sedikit atau banyak sehingga timbul
gejala. Biasa perdarahan sebelum bulan ketujuh memberi gambaran yang tidak
berbeda dari abortus, perdarahan pada plasenta previa di sebabkan karena
pergerakan antara plasenta dengan dinding rahim(Rukiyah, 2010:205-206)

C. Riwayat Kesehatan
Data dari riwayat kesehatan ini dapat kita gunakan sebagai penanda
(warning) akan adanya penyulit masa hamil. Adanya perubahan fisik dan fisiologis
pada masa hamil yang melibatkan seluruh sistem dalam tubuh (Sulistyawati, 2012:
167). Menurut Astuti (2012), riwayat kesehatan yang perlu ditanyakan pada pasien
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Riwayat Kesehatan Pasien
a) Penyakit yang Pernah di Derita
Tanyakan kepada klien penyakit apa yang pernah di derita klien. Apabila
klien pernah menderita penyakit keturunan, maka ada kemungkinan janin
yang ada di dalam kandungan tersebut beresiko menderita penyakit yang
sama.
b) Penyakit yang Sedang di Derita
Tanyakan pada klien penyakit apa yang sedang di derita sekarang. Misal
pasien mengatakan bahwa menderita sakit DM, maka bidan harus terlatih
memberikan asuhan kehamilan pasien dengan DM
2. Riwayat Kesehatan Keluarga
a) Penyakit Menular
Tanyakan pada klien apakah mempunyai keluarga yang saat ini sedang
menderita penyakit menular atau tidak. Apabila klien mempunyai keluarga

26
yang sedang menderita penyakit menular, sebaiknya bidan menyarankan
kepada kliennya untuk menghindari secara langsung atau tidak langsung
bersentuhan fisik atau mendekat keluarga tersebut untuk sementara waktu
agar tidak menular pada ibu hamil dan janinnya.Berikan pengertian terhadap
keluarga yang sedang sakit tersebut agar tidak terjadi kesalahpahaman Hal
ini di tanyakan untuk melengkapi anamnesa.
b) Penyakit Menurun / Genetic
Tanyakan pada klien apakah mempunyai penyakit keturunan atau tidak. Hal
ini di perlukan untuk mendiagnosa apakah si janin berkemungkinan akan
menderita penyakit tersebut atau tidak

D. Riwayat Menstruasi
1. Menarche
Menarche adalah usia pertama kali mengalami menstruasi. Wanita Indonesia
umumnya mengalami menarche sekitar umur 12 sampai 16 tahun
(Sulistyawati, 2012: 167).
2. Siklus
Siklus menstruasi adalah jarak antara menstruasi yang di alami dengan
menstruasi berikutnya, dalam hitungan hari.Biasanya 23 sampai 32 hari
(Sulistyawati, 2012: 167).
3. Lamanya
Lamanya haid yang normal adalah kurang lebih 7 hari. Apabila sudah
mencapai 15 hari berarti sudah abnormal dan kemungkinan adanya
gangguan ataupun penyakit yang mempengaruhinya (Astuti, 2012:208)
4. Volume / Banyaknya Darah
Data ini menjelaskan seberapa banyak darah menstruasi yang dikeluarkan.
Kadang kita akan kesulitan untuk mendapatkan data yang valid. Sebagai
acuan biasanya kita gunakan acuan kriteria banyak, sedang, dan
sedikit.Jawaban yang diberikan pasien biasanya bersifat subjektif, namun
dapat kita kaji lebh dalam lagi dengan beberapa pertanyaan pendukung,
misalnya sampai berapa kali mengganti pembalut dalam sehari
(Sulistyawati, 2012: 167).

27
E. Riwayat Pernikahan
Menurut Astuti (2012), hal yang perlu di tanyakan untuk memenuhi data
riwayat pernikahan antara lain sebagai berikut:
1. Menikah
Tanyakan status klien, apakah ia sekarang sudah menikah atau belum menikah.
Hal ini penting untuk mengetahui status kehamilan tersebut dari hasil
pernikahan yang resmi atau hasil dari kehamilan yang tidak diingnkan.Status
pernikahan bisa berpengaruh pada psikologisnya ibu pada saat hamil.
2. Usia Saat Menikah
Tanyakan pada klien pada saat usia berapa ia menikah. Hal ini diperlukan
karena apabila klien mengatakan bahwa ia menikah di usia muda sedangkan
klien pada saat kunjungan awal ke tenaga kesehatan atau bidan tersebut sudah
tidak lagi muda dan kehamilannya adalah yang pertama, ada kemungkinan
bahwa kehamilannya saat ini adalah kehamilan yang sangat di harapkan. Hal ini
berpengaruh bagaimana asuhan kehamilannya
3. Lama Pernikahan
Tanyakan kepada klien sudah berapa lama ia menikah. Apabila klien
mengatakan bahwa telah lama menikah dan baru saja bisa mempunyai
keturunan, maka kemungkinan bahwa kehamilannya saat ini adalah kehamilan
yang sangat di harapkan.

F. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang Lalu


Ditanyakan untuk mengetahui riwayat kehamilan sebelumnya, misalnya
adanya komplikasi pada kehamilan dan kelahiran(Mufdillah, 2009:12). Menurut
Mochtar (2011) yang mempengaruhi plasenta previa adalah:
1. Umur dan paritas
a. Pada primigravida, umur di atas 35 tahun lebih sering daripada umur
dibawah 25 tahun
b. Lebih sering paritas tinggi daripada paritas rendah.Hipoplasia endometrium:
bila menikah dan hamil pada umur muda
2. Endometrium cacat dan bekas persalinan berulangulang, bekas operasi, bekas
kuretase, dan manual plasenta

28
3. Korpus leteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima
hasil konsepsi
4. Tumor, seperti tumor mioma uteri, polip dan endometrium
5. Kadang-kadang pada malnutrisi.

G. Riwayat Kehamilan Sekarang


Menurut Mufdillah (2009), yang perlu ditanyakan pada riwayat kehamilan
sekarang meliputi:
1. Paritas klien, dituliskan dengan G.......P......A....... dimana G adalah gravida
(jumlah kehamilan sampai dengan kehamilan saat ini) P adalah paritas (jumlah
kelahiran), dan A abortus yaitu berapa kali ibu mengalami abortus pada
kehamilan sebelumnya.
2. HPHT (Hari Pertama Haid Terakhir) ditanyakan untuk memperkirakan tanggal
persalinan.
3. Usia kehamilan di tulis dalam minggu
4. Gerak janin pertama kali di tanyakan untuk mengetahui gerak janin yang
pertama dirasakan ibu pada umur kehamilan berapa minggu dan mengetahui
masalah yang mungkin terjadi pada janin yang di kandung.
5. Keluhan yang dialami selama kehamilan, misal nause (mual), frekuensi BAK,
nyeri kepala, keputihan, oedema, konstipasi, perdarahan, nyeri abdomen.
6. Pengobatan atau obat-obatan yang digunakan sejak kehamilan, paparan
terhadap penyakit khususnya rubella dan penyakit imun, sakit yang di alami
selama atau sejak kehamilan, paparan terhadap toksin di tempat kerja (bila
bekerja atau d tempat tinggal) di perlukan untuk mengetahui efek yang dapat di
timbulkan dari masalah tersebut pada kehamilan.
7. Imunisasi TT
a) TT (Tetanus Toxoid) I
b) TT (Tetanus Toxoid) I

29
H. Riwayat KB
Menurut Astuti (2012), pertanyaan untuk riwayat KB meliputi :
1) Metode: tanyakan pada klien metodeapa yang selama ini ia gunakan.
2) Lama: tanyakan pada klien berapa lama ia menggunakan alat kontrasepsi
tersebut.
3) Masalah: tanyakan pada klien apakah ia mempunyai masalah saat
menggunakan alat kontrasepsi tersebut.

I. Pola Kebutuhan Sehari-hari


1) Kebutuhan Nutrisi
Nutrisi di tanyakan pada klien jenis, kesukaan, pantangan, intake untuk
mengetahui pemenuhan nutrisi selama hamil (Mufdillah, 2009:13)
2) Eliminasi
Eliminasi ditanyakan pada klien mengenai perubahan yang terjadi baik BAB
maupun BAK selama hamil (Mufdillah, 2009:13)
3) Aktivitas dan latihan
Tanyakan bagaimana pola aktivitas klien. Beri anjuran kepada klien untuk
menghindari mengangkat beban berat, kelelahan, latihan yang berlebihan dan
olah raga (Astuti, 2012:220)
4) Aktivitas Seksual
Menurut Sulistyawati (2012), walaupun hal ini adalah hal yang cukup privasi
bagi pasien, namun bidan harus menggali data dari kebiasaan ini. Bidan
menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan aktivitas seksual, melalui
pertanyaan berikut:
a) Frekuensi
Kita tanyakan berapa kali melakukan hubungan seksual dalam seminggu.
b) Gangguan
Kita tanyakan apakah pasien mengalami gangguan ketika melakukan
hubungan seksual, misalnya nyeri saat berhubungan, adanya ketidakpuasan
dengan suami, kurangnya keinginan untuk melakukan hubungan, dan lain
sebagainya. Jika mendapatkan data-data tersebut di atas maka sebaiknya kita
membantu pasien untuk mengatasi permasalahannya dengan konseling lebih

30
intensif mengenai hal ini.

j. Psikososial Budaya
Respon keluarga terhadap kehamilannya
Bagaimanapun juga hal ini sangat penting untuk kenyamanan psikologis ibu.
Adanya respon yang positif dari keluarga terhadap kehamilan akan
mempercepat proses adaptasi ibu dalam menerima perannya (Sulistyawati,
2012:173).

2. Data Obyektif
A. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum baik, kesadaran komposmentis (Manuaba et al, 2012: 114).
Periksa pandang dengan perhatikan sikap tubuh, keadaan punggung dan cara
berjalan. Apakah cenderung membungkuk, berjalan pincang, dan terdapat kelainan
punggung seperti kifosis, skoliosis atau lordosis (Romauli, 2011: 172).
1) Tanda-Tanda Vital
a) Tekanan darah
Tekanan darah dalam rentang 90/60-130/80 mmHg serta tidak disertai
kenaikan selama hamil (Klein, Miller, & Thomson, 2015: 128). Wanita yang
tekanan darahnya meningkat di awal pertengahan kehamilan mungkin
mengalami hipertensi kronis yang berisiko mengalami preeklampsia (Marmi,
2011: 163).
b) Suhu
Suhu ibu sekitar 37O C, apabila ibu tidak merasa panas saat dahinya
disentuh. Jika ibu demam dengan suhu 38O C atau lebih, ibu merasa panas
saat dahinya di sentuh kemungkinan demam tersebut disebabkan oleh
penyakit seperti flu atau malaria, infeksi pada bagian tubuh (infeksi kandung
kemih atau infeksi rahim) (Klein, Miller, & Thomson, 2015: 126).
c) Nadi
Nadi sekitar 60-80 kali/menit saat ibu istirahat. Jika frekuensi nadi ibu 100
kali/menit atau lebih, mungkin ibu mengalami salah satu atau lebih keluhan
seperti stress, ketakutan, khawatir, atau depresi akibat masalah tertentu,
perdarahan hebat, terjadi infeksi, anemia, gangguan tyroid, gangguan

31
jantung (Klein, Miller, & Thomson, 2015: 126-127).
d) Pernafasan
Pernafasan normalnya 16–24 kali per menit (Romauli, 2011: 173).
2) Pemeriksaan Antropometri
a) Berat badan
BB diukur setiap kali kunjungan untuk mengetahui penambahan berat badan
ibu. Normalnya penambahan BB tiap minggu adalah 0,5 kg dan penambahan
BB ibu dari awal sampai akhir kehamilan adalah 6,5–16,5 kg (Romauli,
2011: 173). Wheeler (2004: 71–72) menjelaskan bahwa Indeks Massa
Tubuh (IMT) digunakan untuk menentukan penambahan berat yang
direkomendasikan pada ibu hamil. IMT diperoleh dengan menghubungkan
TB ibu dengan BB saat hamil. Penambahan berat badan wanita hamil
menurut IMT dapat dilihat pada tabel 2.3:
Tabel 2.1
Penambahan Berat Badan Sesuai IMT

IMT Ketegori Penambahan berat badan

19,8-26 Berat badan normal 12,5-17,5 kg

< 19,8 Berat badan rendah 14-20 kg

26,1-29 Berat badan lebih 7,5-12,5 kg

>29 Obesitas 7,5 kg


Sumber : Wheeler, 2004 halaman 71-72. Buku Saku Asuhan Pranatal dan Pascapartum.
Jakarta: EGC.

b) Tinggi badan
Pengukuran tinggi badan pada pertama kali kunjungan dilakukan untuk
menapis adanya faktor risiko, tinggi ibu hamil < 145 cm berisiko terjadinya
Cephalo Pelvic Disproportion (CPD) (IBI, 2016: 51). Ibu hamil dengan
tinggi badan <145 cm tergolong risiko tinggi (Romauli, 2011:173).

32
c) Lingkar Lengan Atas (LILA)
Menurut Romauli (2011: 173) LILA diukur pada lengan atas yang kurang
dominan, LILA <23,5 cm merupakan indikator kuat untuk status gizi yang
kurang/buruk, sehingga berisiko untuk melahirkan BBLR.

B. Pemeriksaan Fisik
Menurut Hani (2010), untuk pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah
sebagai berikut:
(1) Kepala dan leher
- apakah ada oedema pada wajah, adakah cloasma gravidarum
- Mata: adakah pucat pada kelopak mata bawah, adakah kuning / ikterus pada
sklera
- Hidung: adakah pernafasan cuping hidung, adakah pengeluaran sekret
- Apakah wajah pucat, keadaan lidah adakah gigi yang berlubang
- Telinga: ketajaman pendengaran secara umum, luka dan pengeluaran dari
saluran telinga (bentuk dan warna)
- Leher: adakah pembesaran kelenjar tyroid, adakah pembesaran pembuluh
limfe
(2) Payudara
- Memeriksa bentuk, ukuran dan simetris atau tidak
- Puting payudara menonjol, datar atau masuk ke dalam
- Adakah kolostrum atau cairan lain dari puting susu
- Pada saat klien mengangkat tangan ke atas kepala, periksa mengetahui
adanya retraksi atau dimpling
- Pada saat klien berbaring, lakukan palpasi secara sistematis dari arah
payudara dan aksila, kemungkinan terdapat: massa atau pembesaran
pembuluh limfe
(3)Abdomen
- Bentuk dan pembesaran perut (perut membesar ke depan atau ke samping,
keadaan pusat, tampakah gerakan janin atau kontraksi rahim)
- Adakah bekas operasi
- Linea nigra, striae abdomen

33
- Ukur TFU, hitung TBJ
- Letak, presentasi, posis dan penurunan kepala janin
- DJJ dan gerakan janin
(4)Ekstremitas
Periksa adanya oedema yang paling mudah dlakukan pretibia dan mata kaki
dengan cara menekan jari beberapa detik. Apabila terjadi cekung yang tidak
lekas pulih kembali, berarti oedema positif.
(5)Genetalia
Lihat adanya tukak/ luka, varises, cairan (warna, konsistensi, jumlah dan bau)

C. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Asrinah, dkk (2010) pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan
pada ibu hamil tersebut ialah:
1) Urinalis
Pemeriksaan urinalis dilakukan setiap kali pemeriksaan untuk mengetahui
adanya abnormalitas.
2) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah tersebut diperlukan untuk mengetahui golongan darah ibu
apabila di perlukan transfusidarah saat persalinan
3) Ultrasnografi (USG)
Adalah suatu pemeriksaan yang menggunakan gelombang ultrasonik untuk
mendapatkan gambaran dari janin, plasenta dan uterus. Sedangkan pada kasus
plasenta previa, pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan menurut Nugroho
(2010) adalah: pemeriksaan USG untuk dagnosis pasti, yaitu menentukan letak
plasenta dan pemeriksaan darah seperti hemoglobin dan hematokrit.

2.4.2 Langkah II (Intrepretasi Data)


Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosa atau
masalah dan kebutuhan klien berdasarkan intrepretasi yang benar atas data-data
yang dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan diintrepretasikan
sehingga ditemukan masalah atau diagnosa yang spesifik (Mufdillah, 2012:113).
Pada langkah II ini dikumpulkan melalui data berikut, yaitu:

34
35
1) Diagnosa kebidanan
Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan bidan dalam lingkup
praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan
(Heryani, 2011:122). Diagnosa pada plasenta previa yaitu perdarahan jalan lahir
pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa nyeri, tanpa alasan, terutama
pada multigravida. Perdarahan cenderung berulang dengan volum yang lebih
banyak dari sebelumnya. Perdarahan menimbulkan penyulit pada ibu maupun
janin dalam rahim (Rukiyah, 2010:207).
Untuk diagnosa kebidanan pada plasenta previa menurut Pudiastuti (2012),
yaitu: Ny.. umur...tahun, G..P..A..hamil..minggu, janin (tunggal/ganda),
hidup/mati, intra/ekstra uterin, Puka/puki, belum masuk PAP dengan plasenta
previa (totalis/ marginalis/ parsalis/ letak rendah)

2) Masalah
Masalah adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman klien yang
ditemukan dari hasil pengkajian atau yang menyertai diagnosis (Purwoastuti dan
Elisabeth, 2014:136). Masalah pada plasenta previa yaitu adanya gangguan rasa
nyaman dan gangguan aktivitas sehubungan dengan terjadinya perdarahan
pervaginam (Pudiastuti, 2012:116)

3) Kebutuhan
Kebutuhan adalah sesuatu yang diperlukan untuk meningkatkan kesehatan
klien, misalnya: pendidikan kesehatan, promosi kesehatan (Heryani, 2011:123).
Kebutuhan pada ibu hamil dengan plasenta previa menurut Pudiastuti (2012),
ialah:
a) Penyuluhan tentang istirahat ibu
(1) Anjurkan ibu untuk istirahat total / tirah baring
(2) Jangan banyak melakukan gerakan atau aktivitas
b) Observasi banyaknya perdarahan pervaginam dan mengganti pembalut bila
basah
c) Segera hubungi tenaga kesehatan jika terjadi perdarahan yang lebih hebat
d) Penyuluhan tentang gizi dan nutrisi pada ibu hamil
e) Pemenuhan cairan dan nutrisi

36
f) Memberikan dukungan psikologis kepada ibu
g) Observasitanda-tanda vital

2.4.3 Langkah III (Diagnosa Potensial)


Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosis potensial lain
berdasarkan rangkaian masalah yang lain juga. Langkah ini membutuhkan
antisispasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil terus mengamati
kondisi klien. Bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosis atau masalah
potensial benar-benar terjadi (Sulistyawati, 2011:181). Diagnosa potensial pada
plasenta previa menurut Pudiastuti (2012), yaitu:
1) Potensial terjadi perdarahan antepartum pada ibu
2) Potensial terjadinya gawat janin
3) Potensial terjadinya asfiksia pada bayi

2.4.4 Langkah IV (Tindakan Segera)


Beberapa data menunjukan situasi emergensi dimana bidan perlu bertindak
segera demi keselamatan ibu dan bayi, beberapa data menunjukkan situasi yang
memerlukan tindakan segera sementara menunggu instruksi dokter. Mungkin juga
memerlukan konsultasi dengan tim kesehatan lain. Bidan mengevaluasi situasi
setiap pasien untuk menentukan asuhan pasien yang paling tepat. Langkah ini
mencermnkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan (Mufdillah,
2012:117). Tindakan segera pada plasenta previa yaitu kolaborasi dengan dokter
segera mungkin jika terjadi komplikasi yang lebih hebat dengan penatalaksanaan
perdarahan antepartum dan penatalaksanaan asfiksia pada bayi (Pudiastuti,
2012:117).

2.4.5 Langkah V (Perencanaan)


Pada langkah inidirencanakan asuhan yang menyeluruh berdasarkan langkah
sebelumnya. Semua perencanaan yang dibuat harus berdasarkan pertimbangan
yang tepat, meliputi pengetahuan, teori yang up to date, perawatan berdasarkan
bukti (evidence based care), serta divalidasikan dengan asumsi mengenai apa yang
diinginkan dan tidak diinginkan oleh pasien. Dalam menyusun perencanaan

37
sebaiknya pasien dilibatkan, karena pada akhirnya pengambilan keputusan dalam
melaksanakan suatu rencana asuhan harus disetujui oleh pasien (Sulistyawati,
2011:182). Menurut Pudiastuti (2012), perencanaan pada ibu hami dengan
plasenta previa adalah sebagai berikut:
1) Jelaskan pada ibu kondisinya saat ini
2) Observasi banyaknya perdarahan pervaginam dan tanda-tanda vital
3) Penyuluhan istirahat pada ibu
4) Memberikan dukungan psikologis pada ibu
5) Penyuluhan tentang kebutuhan gizi dan nutrisi pada ibu hamil
6) Pemenuhan kebutuhan cairan dan nutrisi
7) Jelaskan pada ibu bahwa ibu tidak dapat melaksanakan persalinan secara
normal tetapi harus secara seksio caesarea karena ada plasenta yang menutupi
jalan lahir.

2.4.5 Langkah VI (Penatalaksanaan)


Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah di
uraikan pada langkah ke 5 dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan bisa
dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh bidan dan sebagian
lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan lainnya. Jika bidan tidak melakukannya
sendiri, ia tetap memikul tanggungjawab untuk mengarahkan pelaksanaannya
(memastikan langkah tersebut benar-benar terlaksana). Dalam situasi dimana
bidan berkolaborasi dengan dokter dan keterlibatannya dalam manajemen asuhan
bagi pasien yang mengalami komplikasi, bidan juga bertanggungjawab terhadap
terlaksananya rencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut. Manajemen
yang efisien akan menyingkat waktu, biaya dan menongkatkan mutu asuhan
(Mufdillah, 2012:118).

38
2.4.6 Langkah VII (Evaluasi)
Pada langkah ke-7 ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah
di berikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah
terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi didalam
masalah dan diagnosa. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar
efektif dalam pelaksanaannya. Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut
telah efektif sedangkan sebagian lagi belum efektif (Asrinah, 2010:166).

39

Anda mungkin juga menyukai