Anda di halaman 1dari 11

PLASENTA PREVIA

Oleh:
KATRIN REDISTI
NIM : P1337424419053

A. Definisi
Plasenta previa ialah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen
bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan
lahir. Pada keadaan normal plasenta terletak di bagian atas uterus.
(Prawirohardjo 2010)

B. Etiologi
Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan –keadaan yang
endometriumnya kurang baik, misalnya karena atrofi endometrium atau
kurang baiknya vaskularisasi desidua.
Keadaan ini bias ditemukan pada:
1. Multipara, terutama jika jarak kehamilannya pendek
2. Mioma uteri
3. Keretase yang berulang
4. Umur lanjut
5. Bekas seksio sesarea
6. Perubahan inflamasi atau atrofi, misalnya pada wanita perokok atau
pemakai kokain. Hipoksemi yang terjadi akibat karbon monoksida akan
dikompensasi dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terjadi terutama pada
perokok berat (lebih dari 20 batang sehari).
Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus tumbuh
menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang tumbuh meluas
akan mendekati atau menutupi ostium uteri internum.
Endometrium yang kurang baik juga dapat menyebabkan zigot mencari
tempat implantasi yang lebih baik, yaitu di tempat yang rendah dekat ostium
uteri internum.plasenta previa juga dapat terjadi pada plasenta besar dan yang
luas, seperti pada eritroblastosis,diabetes mellitus, atau kehamilan multiple.
(Maryunani and Yulianingsih 2009)

C. Gejala klinis
1. Perdarahan tanpa sebab, tanpa rasa nyeri dan biasanya berulang. Darah
pervaginam biasanya bewarna merah segar.
2. Bagian terdepan janin tinggi (floating)/ belum memasuki pintu atas
panggul (PAP). Sering dijumpai kelainan letak (sungsang atau lintang).
3. Perdarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fatal,
kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya, sehingga pasien sempat
dikirim ke rumah sakit. Tetapi perdarahan berikutnya (recurrent bleeding)
biasanya lebih banyak.
4. Janin biasanya masih baik, namun dapat juga disertai gawat janin sampai
kematian janin tergantung beratnya plasenta previa.
5. Pada pemeriksaan jalan lahir, teraba jaringan plasenta (lunak).
(Martaadisoebrata, Wirakusumah, and Sastrawinata 2004)

D. Patofisiologi
Plasenta previa adalah implementasi plasenta di segmen bawah Rahim
sehingga menutupi kanalis servikalis dan mengganggu proses persalinan
dengan terjadinya perdarahan.
Implantasi plasenta di segmen bawah Rahim dapat disebabkan:
1. Endometrium di fundus uteri belum siap menerima implantasi.
2. Endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasan plasenta untuk
mampu memberikan nutrisi janin.
3. Vili korealis pada korion leave yang persisten.
Factor-faktor yang dapat meningkatkan kejadian plasenta previa:
1. Umur penderita
a. Umur muda karena endometrium masih belum sempurna
b. Umur di atas 35 tahun karena tumbuh endometrium yang kurang subur
2. Paritas
Pada paritas yang tinggi kejadian plasenta previa makin besar karena
endometrium belum sempat tumbuh.
3. Endometrium yang cacat:
a. Bekas persalinan berulang dengan jarak pendek
b. Bekas operasi, bekas kuretase atau plasenta manual
c. Perubahan endometrium pada mioma uteri atau polip
d. Pada keadaan malnutrisi (Chandranita, Manuaba, and Manuaba 2010)

E. Klasifikasi
Klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui
pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu.
1. Plasenta previa totalis; bila seluruh ostea (jalan lahir) ditutupi oleh
plasenta.
2. Plasenta previa partialis; apabila hanya sebagian ostea (jalan lahir) tertutup
oleh plasenta.
3. Plasenta previa marginalis; apabila pinggir bawah plasenta sampai pada
pinggir osteum uteri internum.
4. Plasenta letak rendah; pinggir plasenta berada 3-4 cm diatas pinggir
pembukaan. Pada pemeriksaan dalam tidak teraba. (Manuaba, Manuaba,
and Manuaba 2007)

F. Factor Predisposisi
1. Jumlah kehamilan sebelumnya (multiparitas)
2. Usia ibu hamil (umur lanjut > 35 tahun)
3. Riwayat operasi Caesar sebelumnya ( yang dapat menyebabkan cacat atau
jaringan perut pada endometrium)
4. Kehamilan dengan janin lebih dari satu (seperti kembar dua atau kembar
tiga) dengan plasenta besar
5. Riwayat tindakan medis yang dilakukan pada uterus, seperti dilatase dan
kuretase atau aborsi medisinalis
6. Defect vaskularisasi desidua yang kemungkinan terjadi akibat perubahan
atropik dan inflamatorik
7. Chorion Leave Persistent
8. Corpus luteum bereaksi lambat dimana endometrium belum siap
menerima hasil konsepsi
9. Konsepsi dan nidasi terlambat
10. Merokok sigaret, menyebabkan menurunnya kadar oksigen yang beredar
dalam tubuh, sehingga merangsang pertumbuhan plasenta yang besar.
Plasenta yang besar dihubungkan dengan perkembangan plasenta previa.
11. Kokain dan penggunaan obat-obat bius
12. Riwayat plasenta previa sebelumnya.(Maryunani and Yulianingsih 2009)

G. Komplikasi
1. Komplikasi ibu (trias komplikasi)
a. Infeksi karena anemia
b. Robekan implantasi plasenta di bagian belakang segmen bawah rahim
(dangerous placenta previa)
c. Terjadi rupture uteri karena susunan jaringan rapuh dan sulit diketahui
2. Komplikasi janin (trias komplikasi)
a. Prematuritas dengan morbiditas dan mortalitas tinggi
b. Mudah infeksi karena anemia disertai daya tahan rendah
c. Asfiksia intrauterine sampai kematian (Chandranita, Manuaba, and
Manuaba 2010)

Plasenta previa dapat menyebabkan berbagai komplikasi, baik bagi ibu


maupun janin yang dikandungnya, yaitu:
1. Perdarahan yang hebat dan syok sebelum atau selama persalinan, yang
dapat mengancam kehidupan ibu dan janinya.
2. Persalinan premature atau preterm (sebelum usia kehamilan 37 minggu)
yang mana merupakan resiko terbesar bagi janin.
3. Defect persalinan
Defect persalinan terjadi 2,5 kali lebih sering pada kehamilan yang
dipengaruhi oleh plasenta previa dari pada kehamilan yang tidak
dipengaruhinya. Sampai saat ini penyebabnya tidak diketahui.
4. Infeksi
5. Laserasi serviks
6. Plasenta akreta
7. Plasenta tali pusat
8. Prolapse plasenta
Plasenta previa dapat menghambat perkembangan janin. Meskipun beberapa
penelitian sering menemukan masalah pertumbuhan janin pada plasenta
previa, beberapa penelitian lainnya tidak menemukan perbedaan antara bayi-
bayi pada kelainan ini dengan bayi-bayi dari kehamilan normal. (Maryunani
and Yulianingsih 2009)

H. Diagnosis
1. Anamnesis:
Riwayat perdarahan, darah warna merah segar, tanpa rasa nyeri, tanpa
sebab, terutama pada multigravida pada kehamilan setelah 22 minggu.
2. Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum atau tanda-tanda vital ibu mungkin dapat baik sampai
buruk, tergantung pada beratnya perdarahan.
3. Pemeriksaan obstetric:
a. Pemeriksaan luar
Bagian terbawah janin biasanya belum masuk PAP presentasi kepala.
Biasanya kepala masih terapung di atas pintu atas, mengelok ke
samping dan sukar didorong ke dalam pintu atas panggul. Ada
kelainan letak.
b. Pemeriksaan inspekulo
Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari
osteum uteri eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina. Apabila
perdarahan berasal dari osteum uteri eksternum, adanya plasenta
previa harus dicurigai.
4. Penentuan letak plasenta tidak langsung
Dapat dilakukan dengan radiografi, radiosotop dan ultrasonografi (USG).
Akan tetapi pada pemeriksaan dengan radiografi dan radiosotop, ibu dan
janin dihadapkan pada bahaya radiasi sehingga cara ini ditinggalkan.
Sedangkan pemeriksaan dengan USG tidak menimbulkan bahaya radiasi
dan rasa nyeri, sehingga cara ini dianggap sangat tepat untuk menentukan
letak plasenta.

5. Penentuan letak plasenta secara langsung


Pemeriksaan dengan menentukan letak plasenta secara langsung baru
dikerjakan bila fasilitas lain tidak ada dan dilakukan dalam keadaan siap
operasi (PDMO); yaitu melakukan perabaan secara langsung melalui
pembukaan serviks pada perdarahan yang sangat banyak dan pada ibu
dengan anemia berat, tidak dianjurkan PDMO sebagai upaya menentukan
diagnosis (Saefuddin, 2001).
Pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan
banyak. Pemeriksaan dilakukan sebagai berikut:
a. Perabaan forniks, mulai dari forniks posterior apa ada teraba tahanan
lunak (bantalan) antara bagian terdepan janin dan jari pemeriksa.
b. Pemeriksaan melalui kanalis servikalis, caranya jaripemeriksa
dimasukkan hati-hati ke dalam osteum uteri internum untuk meraba
adanya jaringan plasenta. (Maryunani and Yulianingsih 2009)

I. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium: darah lengkap, urin lengkap.
2. Kardiotokografi (KTG), Doppler Laennec untuk mengetahui kesejahteraan
janin.
3. USG untuk menentukan letak plasenta / implantasi plasenta, usia
kehamilan dan keadaan janin secara keseluruhan. Plasenta previa dapat
didiagnosa dengan menggunakan USG transabdominal dengan akurasi
93% sampai 97%. Hasil yang negative palsu dan positif palsu biasanya
terjadi akibat masuknya kepala, implantasi plasenta pada bagian posterior,
ibu yang gemuk dan kompresi segmen bawah rahim karena overdistensi
kandung kemih. Jika USG menampakkan implantasi yang normal,
pemeriksaan menggunakan speculum perlu dilakukan untuk mengetahui
penyebab perdarahan(seperti servisitis, polips atau karsinoma serviks).
(Maryunani and Yulianingsih 2009)

J. Penatalaksanaan Medis
Semua pasien atau ibu dengan perdarahan pervaginam pada kehamilan
trimester ke 3, harus dirawat di rumah sakit tanpa periksa dalam (touché
vagina). Bila pasien dalam keadaan syok karena perdarahan yang banyak
harus segera dilakukan perbaikan keadaan umum dengan pemberian infus atau
transfuse darah.
Untuk itu dalam melakukan rujukan pasien dengan plasenta previa, bidan
seharusnya mengambil sikap / memperhatikan hal-hal berikut ini:
1. Sebelum dirujuk, anjurkan pasien untuk tirah baring total dengan
menghadap ke kiri, tidak melakukan senggama, menghindari peningkatan
tekanan rongga perut (missal: batuk, mengedan karena sulit BAB).
2. Pemasangan infus untuk mengimbangi perdarahan.
3. Sedapat mungkin diantar oleh petugas.
4. Dilengkapi dengan keterangan secukupnya.
5. Dipersiapkan donor darah untuk transfuse darah.
Selanjutnya, penanganan / penatalaksanaan plasenta previa tergantung pada:
1. Keadaan umum pasien, kadar Hb
2. Jumlah perdarahan yang terjadi
3. Umur kehamilan / taksiran berat badan janin
4. Jenis / klasifikasi plasenta previa
5. Paritas dan kemajuan persalinan
Oleh karena itu, penatalaksanaan plasenta previa dibagi menjadi 2 bagian
besar, yaitu:
1. Konservatif / Ekspektatif; yang artinya mempertahankan kehamilan
sampai waktu tertentu. Yang bertujuan supaya janin terlahir tidak
premature, ibu dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui
kanalis servikalis. Upaya diagnosis dilakukan secara non-invasif.
Pemantauan klinis dilakukan secara ketat dan baik.
2. Aktif, yang berarti kehamilan tersebut harus segera diakhiri.

Penanganan Konservatif / Ekspektatif


Kriteria:
1. Jika usia kehamilan belum optimal / kurang dari 37 minggu
2. Perdarahan aktif
3. Kehamilan masih dapat dipertahankan, karena perdarahan pertama pada
umumnya tidak berat dan dapat berhenti dengan sendirinya
4. Belum ada tanda-tanda persalinan
5. Keadaan janin sejahtera
6. Keadaan umum baik, kadar Hb 89% atau lebih

Rencana penanganan:
1. Pasien harus dirawat dengan istirahat baring total
2. Pemberian infus dan elektrolit
3. Pemberian obat-obatan; untuk pematangan parudann tokolitik
4. Pemeriksaan Hb, Ht, COT, golongan darah
5. Pemeriksaan USG
6. Awasi perdarahan terus menerus, tekanan darah, nadi dan DJJ
7. Apabila ada tanda-tanda plasenta previa, tergantung keadaan, pasien
dirawat sampai kehamilan 37 minggu, selanjutnya penanganan secara aktif
(kecuali bila terjadi perdarahan ulang segera dilakukan SC)

Penanganan Aktif
Kriteria:
1. Usia kehamilan > 37 minggu , berat badan janin > 2500 gram
2. Perdarahan banyak 500 cc atau lebih
3. Ada tanda-tanda persalinan
4. Ada tanda-tanda gawat janin
5. Keadaan umum ibu tidak baik, ibu anemis, Hb 8,0% (Maryunani and
Yulianingsih 2009)

K. Penatalaksanaan plasenta previa


Plasenta previa dengan perdarahan merupakan keadaan darurat kebidanan
yang memerlukan penanganan yang baik. Bentuk pertolongan pada plasenta
previa:
1. Segera melakukan operasi persalinan untuk dapat menyelamatkan ibu dan
anak atau untuk mengurangi kesakitan dan kematian.
2. Memecahkan ketuban di atas meja operasi selanjutnya pengawasan untuk
dapat melakukan pertolongan lebih lanjut.
3. Bidan yang menghadapi perdarahan plasenta previa dapat mengambil
sikap melakukan rujukan ke tempat pertolongan yang mempunyai fasilitas
yang cukup.
Dalam melakukan rujukan penderita plasenta previa sebaiknya dilengkapi
dengan:
1. Pemasangan infus untuk mengimbangi perdarahan
2. Sedapat mungkin diantar oleh petugas
3. Dilengkapi dengan keterangan secukupnya
4. Dipersiapkan donor darah untuk transfuse darah
Pertolongan persalinan seksio sesarea merupakan bentuk pertolongan yang
paling banyak dilakukan. Bentuk operasi lainnya seperti:
1. Cunam Willet Gausz
a. Menjepit kulit kepala bay1i pada plasenta previa yang ketubannya
telah dipecahkan
b. Memberikan pemberat sehingga pembukaan dipercepat
c. Diharapkan persalinan spontan
d. Sebagian besar dilakukan pada janin yang telah meninggal
2. Versi Braxton Hicks
a. Dilakukan versi ke letak sungsang
b. Satu kaki dikeluarkan sebagai tampon dan diberikan pemberat untuk
mempercepat pembukaan dan menghentikan perdarahan
c. Diharapkan persalinan spontan
d. Janin sebagian besar telah meninggal
3. Pemasangan kantong karet Metreurynter
a. Kantong karet dipasang untuk menghentikan perdarahan dan
mempercepat pembukaan sehingga persalinan dapat segera
berlangsung.
b. Dengan kemajuan dalam operasi kebidanan, narkosa, pemberian
transfuse, dan cairan maka tatalaksana pertolongan perdarahan
plasenta previa hanya dalam bentuk:
1) Memecahkan ketuban
2) Melakukan seksio sesaria
3) Untuk bidan segera melakukan rujukan sehingga mendapat
pertolongan yang cepat dan tepat. (Chandranita, Manuaba, and
Manuaba 2010)

L. Prognosis Plasenta Previa


Prognosis plasenta previa tergantung dari beberapa factor:
1. Tingkat kelas perdarahan yang terjadi
2. Usia kehamilan apakah premature atau aterm
3. Keadaan umum maternal dan fetal sebelum perdarahan
4. Kemampuan rumah sakit dalam memberikan pelayanan
5. Jumlah kehamilan sebelumnya (Manuaba, Manuaba, and Manuaba 2007)
DAFTAR PUSTAKA

Chandranita, Ida Ayu, Ida Bagus Gde Manuaba, and Ida Bagus Gde Fajar
Manuaba. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, Dan KB Untuk
Pendidikan Bidan. 2nd ed. eds. Monica Ester and Estu Tiar. Jakarta: EGC.

Manuaba, Ida bagus Gde, Ida Ayu Chandranita Manuaba, and Ida Bagus Gde
Fajar Manuaba. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. cetakan I. Jakarta: EGC.

Martaadisoebrata, Djamhoer, Firman F. Wirakusumah, and Sulaiman


Sastrawinata. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi : Obstetric Patologi. Jakarta:
EGC.

Maryunani, Anik, and Yulianingsih. 2009. Asuhan Kegawatdaruratan Dalam


Kebidanan. Jakarta: CV. Trans Info Media.

Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Keempat. ed. Abdul Bari


Saifuddin. Jakarta: PT. Bina Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai