Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Myoma Uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot
uterus yang disebut juga dengan leiomyoma uteri atau uterine fibroid.
Myoma uteri umumnya terjadi pada usia 35 tahun. Ada dua tempat asal
myoma uteri yaitu pada serviks uteri (2%) dan pada korpus uteri (97%)
dan belum pernah ditemukan myoma uteri sebelum menarche
( Bobak,I,M,2004)
Di Indonesia, kejadian mioma uteri ditemukan 2.39% -11.7%
pada semua penderita ginekologi yang dirawat di RSUD, sering
ditemukan pada wanita nulipara ataupun pada wanita kurang subur
(Baziad, 2003). Prevalensi mioma uteri di Surabaya dan Riau masing-
masing 10.03% dan 8.03% dari semua pasien ginekologi yang dirawat
(Ita Rahmi, 2012). Menurut Dinas Kesehatan Republik Indonesia, angka
kejadian mioma uteri dari 2010-2011 mengalami penurunan yaitu pada
tahun 2010 penderita mioma uteri 68 orang dan pada tahun 2011
penderita mioma uteri menurun sehingga 42 orang. Penelitian yang
dilakukan Lisdauli di RSUP H.Adam Malik Medan tahun 2000-2004
terdapat 224 kasus mioma uteri dari pada 912 kasus ginekologi dengan
proporsi 24.6% (A.Artifasari, 2014)
Perdarahan menjadi gejala klinis yang paling sering dan hal ini
terjadi pada 30% penderita mioma uteri. Pengobatan mioma uteri dengan
gejala klinik umumnya adalah tindakan histerektomi (pengangkatan
rahim). Histerektomi adalah pengangkatan uterus melalui pembedahan
(Hickey & Lumsden,2000). Histerektomi bukan merupakan satu-satunya
tindakan yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan pada organ
reproduksi terutama pada orang yang masih menginginkan anak. Namun
tindakan ini adalah tindakan yang paling tepat dan terbaik untuk
mengatasi penyakit pada organ reproduksi secara permanen (Bobak &
Jensen,2005).
Dari banyaknya kasus mioma uteri diatas, maka perawat berperan
penting untuk mencegah komplikasi yang lebih parah. Adapun peran
perawat dalam penanganan kasus mioma utri terbagi atas, prefentiv yaitu
mencegah terjadinya komplikasi dari penyakit mioma uteri agar tidak
menjadi lebih parah, promotif yaitu memberikan pendidikan kesehatan
tentang penyakit mioma uteri dan penanggulanganya dan rehabilitative
yaitu perawat berperan memulihkan kondisi kesehatan sesuai dengan
masalah yang dihadapi.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran pengetahuan tentang Asuhan
Keperawatan Pada pasien Histerektomi dengan indikasi Myoma
uteri
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu memahami tentang :
a. Konsep Myoma uteri
b. Konsep Histerektomi
c. Asuhan keperawatan pada pasien Histerektomi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Myoma Uteri
1. Definisi

Myoma uteri adalah neoplasma dari otot uterus (tumor jinak


uterus yang berbatas tegas) dan jarinagan ikat yang menumpangnya
sehingga terbentuk padat karena jaringan ikatnya dominan dan lunak
serta otot rahimnya dominan. Selain itu memiliki kapsul, terbentuk
dari otot polos yang imatur dan elemen jaringan fibrosa sehingga
bias disebut juga leiomioma, fibromioma, atau fibroid
(Wiknjosastro,2005)

Myoma uteri adalah tumor jinak otot rahim, disertai jaringan


ikatnya (Erlina,2008)

http://www.alternativesurgery.com

2. Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti myoma uteri
dan diduga penyakit multifaktorial. Dipercacai bahwa mioma adalah
sebuah tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari
sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-sel tumor mempunyai
abnormalitas kromosom, khususnya pada kromosom pada kromosom
lengan
a. Faktor presipitasi
Faktor-faktor penyebab mioma uteri belum diketahui, namun ada
2 teori yang menjelaskan faktor penyebab mioma uteri yaitu :
1) Faktor stimulasi
Berpendapat bahwa estrogen sebagai faktor etiologi
2) Teori cellenest atau genitoblas
Terjadinya myoma uteri tergantung pada sel-sel otot imatur
yang terdapat pada cellnest yang selanjutnya dapat
dirangsang terus menerus oleh estrogen (Manuaba,2007)
b. Faktor Predisposisi
1. Gaya hidup tidak sehat, diantaranya :
1) Konsumsi makanan yang tinggi lemak & kurang sehat
2) Zat tambahan pada makanan
3) Kurang olahraga
4) Merokok & konsumsi alcohol
5) Terpapar polusi/ agen infeksius
6) Sering stress
2. Faktor Genetik
3. Riwayat kista
4. Menstruasi usia dini (12tahun/lebih muda)
5. Siklus haid tidak teratur
6. Sulit hamil
( Wiknjosastro,2005)
7. Usia penderita : lebih dari 40 tahun
8. Nyeri saat menstruasi
9. Obesitas
10. Paritas (wanita multipara)
( Muzakir, 2008 )
3) Tanda dan Gejala

Adanya myoma tidak selalu memberikan gejala karena itu


myoma sering ditemukan tanpa disengaja, yaitu pada saat
pemeriksaan ginekologik. Gejala yang ditemukanpun sangat
tergantung pada tempat sarang myoma itu berada, besarnya tumor,
perubahan dan komplikasi yang terjadi
Adapun tanda-tanda yang umumnya terjadi adalah :
a. Tumor massa, dibawah perut
Sering kali penderita pergi ke dokter oleh karena adanya gejala ini.
b. Perdarahan yang abnormal Gangguan perdarahan yang terjadi
umumnya adalah hipermenorea, menorragi, dan dapat juga
terjadi metroragia. Beberapa factor yang menjadi penyebab
perdarahan ini, antara lain adalah :
1) pengaruh ovarium sehingga terjadi lah hiperplasia
endometrium sampai adeno karsinoma endometrium.
2) Permukaan endometrium yang lebih luas dari pada biasa.
3) Atrofi endometrium di atas mioma submukosum.
4) Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena
adanya sarang mioma diantara serabut miometrium,
sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang
melaluinya dengan baik.
c. Nyeri
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul
kerana gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang
disertai nekrosis setempat dan peradangan (Prawirohardjo,
2007). Nyeri panggul yang disebabkan mioma uteri bisa juga
disebabkan degenerasi akibat oklusi vaskuler,infeksi,torsi dari
mioma yang bertangkai maupun akibat kontraksi miometrium
yang disebabkan mioma subserosum.Tumor yang besar dapat
mengisi rongga pelvik dan menekan bagian tulang pelvik yang
dapat menekan saraf sehingga menyebabkan rasa nyeri yang
menyebar ke bagian punggung dan ekstremitas posterior
d. Gejala tanda penekanan
Gangguan ini tergantung pada tempat dan ukuran mioma
uteri. Penekanan pada kandung kemih akan menyebabkan
poliuri, pada uretra dapat menyebabkan retensio urin, pada
ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada
rektum dapat menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada
pembuluh darah dan pembuluh limfe di panggul dapat
menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul (Prawirohardjo,
2007).

e. Infertilitas dan Abortus


Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau
menekan pars interstisialis tuba, sedangakan mioma sub
mukosum juga memudahkan terjadinya abortus oleh kerana
distorsi rongga uterus (Prawirohardjo, 2007).

4) Patofisiologi
Mioma memiliki reseptor estrogen yang lebih banyak di banding
miometrium normal. Teori cell nest atau teori genitoblat
membuktikan dengan pemberian estrogen ternyata menimbulkan
tumor fibromatosa yang berasal dari sel imatur.
Mioma uteri terdiri dari otot polos dan jaringan yang tersusun
seperti konde diliputi pseudo kapsul. Mioma uteri lebih sering
ditemukan pada nulipara, faktor keturunan juga berperan. Perubahan
sekunder pada mioma uteri sebagian besar bersifat degeneratif
karena berkurangnya aliran darah ke mioma uteri. Menurut letaknya,
mioma terdiri dari mioma submukosum, intramular dan subserosum
(Manuaba, 2007)

5) Pemeriksaan Penunjang
a. Ultrasonografi (USG)
Untuk menentukan jenis tumor, lokasi myma, ketebalan
endometrium.
b. Blass Nier Overzichr (BNO) / Intra Venous Pyelography (IVP)
Untuk menilai massa dirongga pelvis serta menilai fungsi ginjal
dan perjalanan urether
c. Tes kehamilan
d. Cek darah lengkap dan urin lengkap
e. Histerografi dan histeroskopi
Untuk menilai pasien myoma sub mukosa disertai filitas
(Chrisdiono,2004)
6) Penatalaksana
Pada myoma uteri yang masih kecil khusunya pada penderita
yang mendekati masa menopause tidak diperlukan pengobatan,
cukup dilakukan pemeriksaan pelvic secara rutin tiap tiga bulan atau
enam bulan. Adapun cara penanganan pada myoma uteri yaitu
dengan cara operasi. Jenis operasi yang dilakukan pada myoma uteri
yaitu :
a. Miomektomi
Miomamektomi adalah pengambilan sarang mioma tanpa
pengangkatan rahim atau uterus. Miomektomi lebih sering dilakukan
pada penderita mioma uteri secara umum. Suatu studi mendukung
miomektomi dapat dilakukan pada wanita yang masih ingin ber
reproduksi, tetapi belum ada analisa pasti tentang teori ini, tetapi
penatalaksanaan ini paling disarankan pada wanita yang belum
memiliki keturunan setelah penyebab lain disingkirkan.
b. Bilateral Spalpingo-Oophorectomy
Operasi untuk mengangakat kedua indung telur (ovarium) beserta
saluran telur (tuba falopi)(Yatim,2005)
c. Histerektomi
Adalah tindakan operatif yang dilakukan untuk mengangkat rahim,
baik sebagian (sub total) tanpa serviks uteri ataupun seluruhnya
(total).Histerektomi dapat dilakukan apabila pasien tidak
minginginkan anak lagi.
7. fokus pengkajian
Menurut Doenges (2000 : 184) fokus pengkajian pre operasi miomna
uteri sebagai berikut :
A. Aktivitas istirahat
Gejala : kelelahan dan atau keletihan. Perubahan pada pola
istirahat dan janin biasanya tidur pada malam hari, adanya faktor
yang mempengaruhi tidur.
Tanda : nyeri, ansietas
B. Eliminasi
Gejala : adanya rasa nyeri pada saat buang air besar dan buang air
kecil, penekanan pada kandung kemih akan menyebabkan poliuri,
uretra dapat menyebabkan retensi, urine pada ureter dapat
menyebabkan hidronereter dan hidronefrosis, pada rectum dapat
menyebabkan obstipasi dan renensimia.
C. Nutrisi
Gejala : membran mukosa yang kering (pembatasan)
masukan/periode puasa pra operatif, anorexia, mual, muntah
Tanda : perubahan kelembaban, turgor kulit
D. Integritas ego
Gejala : faktro stress, cara dalam mengatasi stress, masalah dalam
mengatasi penampilan
Tanda : menyangkal, menarik diri, marah
E. Sirkulasi
Tanda : takikardi, hipotensi.
F. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : ada nyeri/ derajat bervariasi
G. Seksualitas
Gejala : masalah seksualitas atau kelemahan dampak pada
hubungan, perubahan pada tingkat kepuasan disebabkan rasa sakit
akibat penekanan uterus yang membesar.
H. Interaksi sosial
Gejala : ketidakadekuatan sistem pendukung
I. Neurosensori
Gejala : pusing, sinkope
J. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : potensial terjadi penarikan din, pasca operasi.
B. Histerektomi
1. Definisi
Istilah histerektomi berasal dari bahasa latin histeria yang berarti
kandungan,rahim, atau uterus, dan ektomi yang berarti memotong,
jadi histerektomi adalah suatu prosedur pembedahan mengangkat
rahim yang dilakukan oleh ahli kandungan

Histerektomi adalah tindakan operatif yang dilakukan untuk


mengangkat rahim, baik sebagian (subtotal) tanpa serviks uteri
ataupun seluruhnya (total) berikut serviks uteri (Prawirohardjo,
2001).

Histerektomi adalah pengangkatan uterus melalui pembedahan,


paling umum dilakukan untuk keganasan dan kondisi bukan
keganasan tertentu , untuk mengontrol perdarahan yang mengancam
jiwa ( Doengoes, 2000).

2. Klasifikasi
Menurut Wiknjosastro (2002), berdasarkan luas dan bagian rahim
yang diangkat, tindakan histerektomi dapat dikategorikan pada 3
jenis antara lain :
a. Histerektomi parsial (subtotal) : kandungan tetap diangkat tetapi
mulut rahim (serviks) tetap tinggal
b. Histerektomi total : mengangkat kandungan termasuk mulut
rahim
c. Histerektomi dan salfingo-ooforektomi bilateral :pengangkatan
uterus, mulut rahim, kedua tuba falopi, dan kedua ovarium
d. Histerektomi radikal : dimana histerektomi diikuti dengan
pengangkatan bagian atas vagina serta jaringan dan kelenjar
limfe disekitar kandungan

http://obatkankerrahim.com

3. Etiologi
a. Fibroid, yaitu tumor jinak rahim, terutama jika tumor ini
menyebabkan perdarahan berkepanjangan, nyeri panggul, anemia,
atau penekanan pada kandung kencing.
b. Endometriosis, dimana dinding rahim bagian dalam seharusnya
tumbuh di rahim saja, tetapi ikut tumbuh di indung telur (ovarium),
tuba Fallopi, atau organ perut dan rongga panggul lainnya.
c. Prolapsus uteri, yaitu keluarnya kandungan melalui vagina

4. Indikasi dan Kontraindikasi


Indikasi
Menurut Wiknjosastro (2002), indikasi histerektomi yaitu :
a. Adanya tumor jinak rahim misalnya mioma.
b. Histerektomi untuk pra kanker
c. Kanker leher rahim stadium awal
d. Terjadinya rupture uteri
Kontraindikasi
a. Atelektasis
b. Luka infeksi
c. Infeksi saluran kencing
d. Tromboflebitis
e. Embolisme paru-paru
f. Terdapat jaringan parut, inflamasi, atau perubahan endometrial pada
adneksa

5. Tanda dan gejala


a. Jangka pendek (beberapa hari sampai minggu)
1) Nyeri
2) Mual
3) Tidak nyaman menggunakan kateter dan alat bantu lain
4) Sulit berkemih/BAK
5) Keluar cairan atau perdarahan vagina (Laurensia, 2011)
b. Jangka panjang (beberapa minggu-bulan)
1). Rasa lelah
2). Sulit berkemih
3). Konstipasi
4). Berhenti menstruasi dan tidak akan bisa mempunyai anak
(Laurensia,2011)
6. Komplikasi
1. Hemoragik
Keadaan hilangnya cairan dari pembuluh darah yang
biasanya terjadi dengan cepat dan dalam jumlah yang banyak.
Keadaan ini diklasifikasikan dalam sejumlah cara yaitu,
berdasarkan tipe pembuluh darah arterial, venus atau kapiler,
berdasarkan waktu sejak dilakukan pembedahan atau terjadi
cidera primer, dalam waktu 24 jam ketika tekanan darah naik
reaksioner, sekitar 7-10 hari sesudah kejadian dengan disertai
sepsis sekunder, perdarahan bisa internal dan eksternal.
2. Thrombosis vena
Komplikasi hosterektomi radikal yang lebih jarang terjadi
tetapi membahayakan jiwa adalah thrombosis vena dengan
emboli paru-paru, insiden emboli paru-paru mungkin dapat
dikurangi dengan penggunaan ambulasi dini, bersama-sama
dengan heparin subkutan profilaksis dosis rendah pada saat
pembedahan dan sebelum mobilisasi sesudah pembedahan yang
memadai.
3. Infeksi
Infeksi karena adanya mikroorganisme patogen,
antitoksinnya didalam darah atau jaringan lain membentuk pus.
4. Pembentukan fistula
Saluran abnormal yang menghubungkan 2 organ atau
menghubungkan 1 organ dengan bagian luar. Komplikasi yang
paling berbahaya dari histerektomi radikal adalah fistula atau
striktura ureter. Keadaan ini sekarang telah jarang terjadi, karena
ahli bedah menghindari pelepasan ureter yang luas dari
peritoneum parietal, yang dulu bisa dilakukan. Drainase
penyedotan pada ruang retroperineal juga digunakan secara
umum yang membantu meminimalkan infeksi.

7. Prosedur histerektomi
Persiapan Pre Operasi 1 hari sebelum operasi
a. Persiapan urogenital
Dilakukan pengosongan kandung kemih dengan kateterisasi
kandung kemih.
b. Obat-obat Premedikal
Obat-obatan premedical yaitu penyuntikan pengantar pada
penderita yang sudah ditentukan oleh ahli bius
c. Bahan yang harus dibawa bersama pasien ke kamar operasi
1) Status klien
2) Hasil-hasil laboratorium
d. Persiapan psikologis
1) Pasien dan keluarga perlu diberi kesempatan bertanya
mengenai fungsi reproduksi dan seksnya.
2) Beri penjelasan tentang operasi histerektomi yang akan
dilakukannya.
e. Hal-hal yang perlu diperhatikan
1) Cek gelang identitas
2) Lepas tusuk konde, wig, tutup kepala dengan mitella.
3) Lepaskan perhiasan, cincin dan jam tangan.
4) Bersihkan cat kuku
5) Lepaskan kontak lens
6) Alat bantu pendengaran dapat dipasang bila pasien tidak
dapat mendengarkan tanpa alat.
7) Pasang kaos kaki anti emboli bila pasien resiko tingi
terhadap syok.
8) Ganti pakaian operasi
f. Transportasi ke kamar operasi
Perawat menerima status pasien, memeriksa gelang pengenal,
menandatangani inform concent, pasien dilindungi dari
kedinginan dengan memberi selimut katun.

Persiapan Operasi
a. Inform Concent
Surat persetujuan kepada pasien dan keluarga mengenai
pemeriksaan sebelum operasi, alasan, tujuan, jenis operasi,
keuntungan dan kerugian operasi.

b. Puasa
Pada operasi kecil, tidak perlu ada perawatan khusus.
Hanya perlu puasa beberapa jam sebelum operasi dan makan
makanan ringan yang mudah dicerna malam hari sebelumnya.
Pada operasi besar, pada hari akan dilakukan operasi, pasien
hanya mendapatkan terapi cairan saja. Pada persiapan
praoperatif penderita malnutrisi, juga diberikan hiperalimentasi
per oral atau intravena.
c. Persiapan usus, persiapan usus praoperatif berguna untuk hal-hal
berikut:
1) Pengurangan isi gastrotestinal memberi ruang tambahan
pada pelvis dan abdomen sehingga memperluas lapangan
operasi.
2) Pengurangan jumlah flora paotgen pada usus, menurunkan
resiko infeksi pasca operasi
d. Persiapan kulit
Persiapan kulit disarankan untuk dilakukan pada area
pembedahan, bukan karena takut terjadi kontaminasi, akan tetapi
lebih karena alasan teknis. Pasien dicukur hanya pada area
disekitar insisi. Pencukuran sebaiknya dilakukan segera sebelum
operasi, untuk mengurangi resiko infeksi pasca perasi.
Membersihkan kulit dengan sabun antiseptik pada malam hari
sebelum operasi atau pagi hari dapat mengurangi frekuensi
infeksi luka pascaoperasi.
e. Persiapan vagina
Apabila terdapat infeksi vagina, sebaiknya diterapi sebelum
operasi. Vaginosis bacterial dapat diterapi dengan metrodinazole
atau krim klindamisin 2%. Pada wanita pasca menopause
dengan atrofi mucosa vagina, krim estrogen meningkatkan
penyembuhan luka setelah operasi vagina. Segera sebelum
operasi, vagina dibersihkan dengan larutan antisepsis, seperti
iodine PVB, chlorhexidine atau octenidindil-hydricloride.
f. Persiapan kandung kencing dan ureter
Segera sebelum pemeriksaan di bawah anestesi,kandung kencing
dikosongkan dengan kateterisasi. Jika akan dilakukan operasi
dengan durasi lama, sebelumnya dipasang kateter folley.

8. Prosedur pembedahan
Histerektomi dapat dilakukan melalui sayatan di perut bagian
bawah atau vagina, dengan atau tanpa laparoskopi. Histerektomi
lewat perut dilakukan melalui sayatan melintang seperti yang
dilakukan pada operasi sesar. Histerektomi lewat vagina dilakukan
dengan sayatan pada vagina bagian atas. Sebuah alat yang disebut
laparoskop mungkin dimasukkan melalui sayatan kecil di perut untuk
membantu pengangkatan rahim lewat vagina.
Histerektomi vagina lebih baik dibandingkan histerektomi perut
karena lebih kecil risikonya dan lebih cepat pemulihannnya. Namun
demikian, keputusan melakukan histerektomi lewat perut atau vagina
tidak didasarkan hanya pada indikasi penyakit tetapi juga pada
pengalaman dan preferensi masing-masing ahli bedah.
Histerektomi adalah prosedur operasi yang aman, tetapi seperti
halnya bedah besar lainnya, selalu ada risiko komplikasi. Beberapa
diantaranya adalah pendarahan dan penggumpalan darah (hematoma)
pos operasi, infeksi dan reaksi abnormal terhadap anestesi.

http://4.bp.blogspot.com

9. Pengkajian fokus
Pengkajian fase Pre Operatif
1. Pengkajian Psikologis
meliputi perasaan takut / cemas dan keadaan emosi pasien
2. Pengkajian Fisik
pengkajian tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, pernafasan dan
suhu.
3. Sistem integument
apakah pasien pucat, sianosis dan adakah penyakit kulit di area
badan.
4. Sistem Kardiovaskuler
apakah ada gangguan pada sisitem kardiovaskuler, validasi apakah
pasien menderita penyakit jantung ?, kebiasaan minum obat jantung
sebelum operasi., Kebiasaan merokok, minum alcohol, Oedema,
Irama dan frekuensi jantung
5. Sistem pernafasan
Apakah pasien bernafas teratur dan batuk secara tiba-tiba di kamar
operasi.
6. Sistem gastrointestinal
apakah pasien diare ?
7. Sistem reproduksi
apakah pasien wanita mengalami menstruasi ?
8. Sistem saraf
bagaimana kesadaran ?
9. Validasi persiapan fisik pasien
apakah pasien puasa, lavement, kapter, perhiasan, Make up, Scheren,
pakaian pasien / perlengkapan operasi dan validasi apakah pasien
alaergi terhadap obat ?
( Doengus,2006)

10. Diagnosa yang mungkin muncul


a) ansietas b.d krisis situasional Operasi
b) Deficit pengetahuan b.d keterbatasan kongnitif
11. Intervensi
a. Diagnosa : Ansietas b.d krisis situasional Operasi
Tujuan : Cemas dapat terkontrol
Kriteria Hasil :
1) Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala
cemas
2) Mengidentifikasin, mengungkapkan dan menunjukan tehnik
untuk mengontrol cemas
3) Vital sign dalam batas normal
Nadi : 60-100x/mnt
Tekanan Darah : 120/90 mmHg
4) Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat
aktifitas menunjukan berkurangnya kecemasan

Intervensi :

1) Bina hubungan saling percaya


2)Observasi TTV (nadi)
3)Ajarkan tehnik mengontrol relaksasi
4)Identifikasi tingkat kecemasan
5)Edukasi keluarga untuk selalu menemani pasien
6)Kolaborasi pemberian obat untuk menunrunkan cemas
7) Lakukan back/neck rub

b. Diagnosa : Defisit pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan


kongnitif
Tujuan : Bertambah nya pengetahuan pasien tentang
penyakitnya

Kriteria hasil :

1) Pasien dan keluarga menyatakan pemahamanya tentang


penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan
2) Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang
dijelaskan secara benar
3) Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan perawat/ tim kesehatan lain

Intervensi :

1) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien


mengenai penyakit yang spesifik
2) Rujuk pasien pada groub atau agensi di komunitas lokal,
dengan cara yang tepat
3) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang
proses penyakit yang speifik.
4) Jelaskan proses terjadinya penyakit, tanda dan gejala serta
komplikasi yang mungkin terjadi
5) Edukasi klien dan keluarga untuk melakukan perubahan gaya
hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi
6) Jelaskan pilihan terapi atau pengobatan
(Nurarif & kusuma. 2015)
DAFTAR PUSTAKA

Achadiat.M.,Crisdiono. 2004. Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC


Bobak Lowdermik, Jensen. Maternity Nursing. (4ed). Mosby: year book,inc

Bobak,M.Irene.2004. Maternity and Gynekologic Care, Mosby Company,USA

Doengoes, M, G. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan Maternitas (Ed 3).


Jakarta :ECG

Doenges, Marilynn, E. (2006). Rencana asuhan keperawatan psikiatri. Edisi


3.Jakarta: EGC
Erlin.2008. ilmu-bedah-ostetri(online). available at:
http/kuliabidan.Worpress.com.(diakses 16 juni 2013)

Hickey,M.& Lumsden, M.A.2000. Complete Womens health.


London:Hammersmith

Laurensia, Lisa. 2011. Asuhan keperawatan Pasien Kanker Serviks. 13 Juli


2011. At : diglip.stikeskusumahusada.ac.id

Manuaba, I.B.G., I.A. Chandranita Manuaba, dan I.B.G. Fajar Manuaba.


Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 2007
manuaba,I.B. 2007. Ilmu kebidanan,penyakit kandungan, dan keluarga
berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta:EGC

Muzakir.2008. Pofil penderitan Mioma uteri di RSUD Arifin Ahmad.Last


Update 25 April 2008. [diakses juni 2013]

Prawirohardjo. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta.Yayasan Bina Pustaka


Saifudin. 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal & Neonatal. Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Wiknjosastro,Hanifa,2005. Ilmu kebidanan. Jakarta: yayasan Bina pustaka


sarwono prawiryoharjo
Wiknjosastro,Hanifa. 2002. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Cetakan 6. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawiyoharjo. Jakarta

Yatim, Faisal.2005.Penyakit Kandungan. Jakarta. Pustaka Populer obor

http://4.bp.blogspot.com

http://majalahkesehatan.com/sekilas-tentang-histerektomi/

http://obatkankerrahim.com

http://www.alternativesurgery.com

Anda mungkin juga menyukai