Anda di halaman 1dari 14

REFERAT

PLACENTA PREVIA

Disusun Oleh :
dr Daerobbi Nurwansyah

Pembimbing :
dr. TB. Yuli Rohmawanur, Sp.AN

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


WAHANA RS TK.IV KENCANA SERANG
PERIODE IV 2022-202
BAB 1

PENDAHULUAN

Istilah plasenta previa mengacu pada plasenta yang menutupi atau dekat dengan
ostium uteri internum. Plasenta biasanya berimplantasi di segmen atas rahim. Pada plasenta
previa, plasenta baik seluruhnya atau sebagian terletak di dalam segmen bawah rahim.
Secara tradisional, plasenta previa telah dikelompokkan menjadi 4 jenis yaitu Plasenta
previa lengkap, di mana plasenta menutupi ostium internal dengan sempurna. Plasenta
previa parsial, dimana plasenta menutupi sebagian ostium uteri internum dimana hanya
terjadi ketika os internal melebar sampai derajat tertentu. Plasenta previa marginal, yang
hanya mencapai ostium interna, tetapi tidak menutupinya dan Plasenta letak rendah yaitu
keadaan plasenta yang meluas ke segmen bawah rahim tetapi tidak mencapai ostium
internal.

Plasenta Praevia adalah komplikasi obstetrik yang berpotensi parah di mana


plasenta terletak di dalam segmen bawah rahim, menghadirkan obstruksi pada serviks dan
dengan demikian menjadi penyulit proses kelahiran. Plasenta Praevia terjadi pada 1/200
kelahiran, mempersulit sekitar 0,3% kehamilan dan berkontribusi pada sekitar 5% dari
semua kelahiran prematur. Tingkat kekambuhan adalah 4 sampai 8% dari kehamilan
berikutnya. Plasenta previa terjadi pada kira-kira 1 di antara 200 persalinan (0.5%) di
Indonesia. Faktor risiko plasenta previa meliputi riwayat operasi seksio sesarea, riwayat
operasi uterus, ibu hamil yang berusia 35 tahun atau lebih, multiparitas, kehamilan ganda
dan riwayat miomektomi. Riwayat bedah sesar bahkan dapat menaikkan insiden dua
sampai tigakali lebih besar
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
demikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum.
Plasenta Praevia adalah komplikasi obstetrik yang berpotensi parah di mana plasenta
terletak di dalam segmen bawah rahim, menghadirkan obstruksi pada serviks dan
dengan demikian menjadi penyulit proses kelahiran (Putri, 2019). Plasenta Praevia
terjadi pada 1/200 kelahiran, mempersulit sekitar 0,3% kehamilan dan berkontribusi
pada sekitar 5% dari semua kelahiran prematur.

Tingkat kekambuhan adalah 4 sampai 8% dari kehamilan berikutnya. Plasenta


previa terjadi pada kira-kira 1 di antara 200 persalinan (0.5%) di Indonesia. Faktor risiko
plasenta previa meliputi riwayat operasi seksio sesarea, riwayat operasi uterus, ibu hamil
yang berusia 35 tahun atau lebih, multiparitas, kehamilan ganda dan riwayat
miomektomi. Riwayat bedah sesar bahkan dapat menaikkan insiden dua sampai tigakali
lebih besar.

2.2 KLASIFIKASI
Klasifikasi pasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui
penbukaan jalan lahir pada waktu tertentu.

1. Plasenta previa totalis : apabila seluruh ostium uteri internum tertutup oleh
jaringan plasenta.
2. Plasenta previa parsialis : apabila sebagian ostium uteri internum tertutup
oleh jaringan plasenta.
3. Plasenta previa marginalis : apabila pinggir plasenta berada tepat pada
pinggir ostium uteri internum.
4. Plasenta letak rendah : yaitu plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim sedemikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih
kurang 2 cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap
plasenta letak normal.

2.3 ETIOLOGI

Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belum


diketahui dengan pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa
desidua di daerah segmen bawah rahim tanpa latar belakang lain yang mungkin.
Teori lain mengemukakan sebagai salah satu penyebabnya adalah :

a. Vaskularisasi desidua yang tidak memadai mungkin sebagai akibat proses


radang atau atrofi.
b. Usia lebih dari 35 tahun.
c. Multiparitas.
d. Riwayat operasi / pembedahan uterus sebelumnya misalnya bekas bedah
sesar, kuretase, miomektomi.
e. Jarak antar kehamilan yang pendek.
f. Plasenta yang terlalu besar seperti pada kehamilan ganda dapat
menyebabkan plasenta melebar ke segmen bawah rahim sehingga menutupi
sebagian atau seluruh OUI.

g. Perempuan perokok.

Hipoksemia akibat karbon monoksida hasil pembakaran rokok menyebabkan


plasenta menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi.
2.4 PATOFISIOLOGI

Pada usia kehamilan lanjut yang pada umumnya pada trimester


ketiga telah mulai terbentuk segmen bawah rahim. Dengan melebarnya
isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang
berimplantasi di daerah tersebut akan mengalami laserasi akibat pelepasan
pada desidua. Pada tempat laserasi tersebut akan terjadi perdarahan yang
berasal dari sirkulasi maternal, yaitu ruang intervillus plasenta. Elemen
otot pada segmen bawah rahim dan servik sangat minimal sehingga
perdarahan akan lebih mudah terjadi dan sulit berhenti. Darah yang keluar
berwarna merah segar tanpa rasa nyeri.

Pada plasenta yang menutupi OUI, perdarahan terjadi lebih awal


dalam kehamilan karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada
bagian terbawah yaitu OUI. Sebaliknya pada plasenta parsialis atau letak
rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai
persalinan. Oleh karena tempat perdarahan dekat dengan OUI, maka
perdarahan lebih mudah mengalir keluar rahim dan tidak membentuk
hematom retroplasenta yang mampu merusak jaringan lebih luas.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim
yang tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan villi dari trofoblas, akibatnya
plasenta melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebih sering terjadi
plasenta akreta dan inkreta, bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan
villinya sampai menembus buli-buli dan ke rektum bersama plasenta
previa.
2.5 MANIFESTASI KLINIS

1. Gejala utama plasenta previa adalah pendarahan tanpa sebab, tanpa


rasa nyeri dan biasanya berulang. Darah biasanya berwarna merah
segar.
2. Bagian terdepan janin tinggi (floating). Sering dijumpai kelainan
letak janin.
3. Pendarahan pertama biasanya tidak banyak dan tidak fatal, kecuali
bila tidak dilakukan pemeriksaan dalam sebelumnya, sehingga pasien
sempat dikirim ke rumah sakit. Tetapi perdarahan berikutnya
biasanya lebih banyak.
4. Janin biasanya masih baik.

2.6 DIAGNOSIS

1. Anamnesis: perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 28


minggu berlangsung tanpa nyeri, tanpa alasan, terutama pada multi
gravida. Banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis,
melainkan dari pemeriksaan hematokrit.
2. Pemeriksaan luar: bagian bawah janin biasanya belum masuk pintu
atas panggul.
3. Pemeriksaan inspekulo: Tujuannya adalah untuk mengetahui
apakah perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum atau dari
kelainan cervix dan vagina. Apabila perdarahan berasal dari ostium
uteri eksternum, adanya plasenta harus dicurigai.
4. Penentuan letak plasenta tidak langsung: Dapat dilakukan dengan
radiografi, radioisotop dan ultrasonografi. Akan tetapi pada
pemeriksaan radiografi dan radioisotop, ibu dan janin dihadapkan
pada bahaya radiasi sehingga cara ini ditinggalkan. Sedangkan USG
tidak menimbulkan bahaya radiasi dan rasa nyeri sehingga cara ini
dianggap sangat tepat untuk menentukan letak plasenta.
5. Penentuan letak plasenta secara langsung: untuk menegakkan diagnosis yang
tepat tentang adanya dan jenis plasenta previa adalah secara langsung meraba
plasenta melalui kanalis cervicalis. Akan tetapi pemeriksaan ini sangat berbahaya
karena dapat menimbulkan perdarahan banyak. Oleh karena itu pemeriksaan
melalui kanalis servikalis hanya dilakukan apabila penanganan pasif
ditinggalkan, dan ditempuh penanganan aktif. Pemeriksaannya harus dilakukan
dalam keadaan siap operasi.

2.7 DIAGNOSIS BANDING

1. Placenta previa

2. Solusio placenta

3. Ruptura uteri

4. Vasa Previa

2.8 PENATALAKSANAAN
Semua pasien dengan perdarahan per vagina pada kehamilan trimester ketiga,
dirawat di rumah sakit tanpa periksa dalam. Bila pasien dalam keadaan syok karena
pendarahan yang banyak, harus segera diperbaiki keadaan umumnya dengan
pemberian infus atau tranfusi darah.

Selanjutnya penanganan plasenta previa bergantung kepada :


• Keadaan umum pasien, kadar hb.
• Jumlah perdarahan yang terjadi.
• Umur kehamilan/taksiran BB janin.
• Jenis plasenta previa.
• Paritas dan kemajuan persalinan.
Penangan Ekspektif

Kriteria :
• Umur kehamilan kurang dari 37 minggu

• Perdarahan sedikit

• Belum ada tanda-tanda persalinan

• Keadaan umum baik, kadar Hb 8 gr% atau lebih

Rencana penanganan:
• Istirahat baring mutlak

• Infuse D 5% dan elektrolit

• Periksa Hb, Ht, golongan darah


Pemeriksaan USG
• Awasi perdarahan terus-menerus, tekanan darah, nadi dan denyut jantung
janin

• Apabila ada tanda-tanda plasenta previa tergantung keadaan pasien,


ditunggu sampai kehamilan 37 minggu selanjutnya penanganan secara aktif
Penanganan Aktif

Kriteria
• Umur kehamilan >/ = 37 minggu, BB janin >/ = 2500 gram.

• Perdarahan banyak 500 cc atau lebih.

• Ada tanda-tanda persalinan.

• Keadaan umum pasien tidak baik, ibu anemis Hb < 8 gr%.

Untuk menentukan tindakan selanjutnya SC atau partus pervaginam, dilakukan


pemeriksaan dalam kamar operasi, infus transfusi darah terpasang.

Indikasi Sectio Caesarea :

1. Plasenta previa totalis.

2. Plasenta previa pada primigravida.

3. Plasenta previa janin letak lintang atau letak sungsang.

4. Anak berharga dan fetal distres .

5. Plasenta previa lateralis jika :

• Pembukaan masih kecil dan perdarahan banyak.

• Sebagian besar OUI ditutupi plasenta.

• Plasenta terletak di sebelah belakang (posterior).

6. Profause bleeding, perdarahan sangat banyak dan mengalir dengan cepat.


Partus pervaginam :

Dilakukan pada plasenta previa marginalis atau lateralis pada multipara


dan anak sudah meninggal atau prematur.

• Jika pembukaan serviks sudah agak besar (4-5 cm), ketuban dipecah
(amniotomi). Jika his lemah, diberikan oksitosin drips.

• Bila perdarahan masih terus berlangsung, dilakukan SC.

2.9 KOMPLIKASI
• Karena pembentukan segmen rahim terjadi secara ritmik, maka pelepasan

plasenta dari tempat melekatnya di uterus dapat berulang dan semakin


banyak, dan perdarahan yang terjadi tidak dapat dicegah sehingga
penderita menjadi anemia bahkan syok.
• Karena plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat
segmen ini yang tipis, maka jaringan trofoblas dengan kemampuan
invasinya menerobos ke dalam miometrium bahkan sampai ke perimetrium
dan menjadi sebab dari kejadian plasenta inkreta dan bahkan plasenta
perkreta.

• Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah
sangat potensial untuk robek disertai perdarahan yang banyak. Oleh karena
itu, harus sangat berhati-hatipada semua tindakan manual di tempat ini
misalnya pada waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada segmen
bawah rahim ataupun waktu mengeluarkan plasenta dengan tangan pada
retensio plasenta.

• Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini
memaksa lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala
konsekuensinya.
• Kelahiran premature dan gawat janin sering tidak terhindarkan sebagian
oleh karena tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam
kehamilan belum aterm.

• Berisiko tinggi untuk solusio plasenta (risiko relative 13,8), seksio sesarea
(risiko relative 1,7), kematian maternal akibat perdarahan (50 %),
dandisseminated intravascular coagulation (DIC) 15,9 %.

2.10 PROGNOSA
• Lima puluh persen wanita dengan plasenta previa memiliki kehamilan

preterm.

• Kasus-kasus tersebut dipersulit dengan perdarahan vagina dan extreme


prematurity yang dapat meningkatkan risiko kematian perinatal.

• Insiden malformasi janin (fetal malformation) yang lebih besar dan


hambatan pertumbuhan (growth restriction) haruslah diwaspadai pada

kasus plasenta previa.


DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S, Hanifa W. Kebidanan Dalam Masa Lampau, Kini dan


Kelak. Dalam: Ilmu Kebidanan, edisi III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo, 2002; 3-21.

2. Cunningham FG, Macdonald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC.
Obstetrical Haemorrhage. Wiliam Obstetrics 21th edition. Prentice Hall
International Inc Appleton. Lange USA. 2001; 819-41.

3. Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. Williams Obstetrics, 20th ed. R
Hariadi, R Prajitno Prabowo, Soedarto, penerjemah. Obstetri Williams.
Edisi 20. Surabaya: Airlangga University Press, 2001; 456-70.

4. WHO. Managing Complications in Pregnancy and Childbirth. Geneva:


WHO, 2003. 518-20.

5. Rachimhadhi T. Perdarahan Antepartum. Dalam: Ilmu Kebidanan, edisi III.


Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2002; 362-85.

6. Gasong MS, Hartono E, Moerniaeni N. Penatalaksanaan Perdarahan


Antepartum. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNHAS; 1997. 3-8.

Anda mungkin juga menyukai